Você está na página 1de 17

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman M.


Tuberkulosis terutama menyerang bagian paru. Tuberkolosis Paru adalah infeksi yang
menyerang parenkim paru. Selain TB Paru, infeksi kuman M. Tuberkulosis menyerang
organ lain (TB ekstra paru) misalnya kulit (TB kutis), tulang (spondilitis TB), kelenjar
getah bening (limfedenitis TB), otak (meningitis TB), namun TB paru memiliki
prevalensi terbanyak, mengingat penyebaran penyakit melalui inhalasi.1
TB merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Data World
Health Organisation (WHO) tahun 2015 menunjukkan 10,4 juta orang menderita TB
dan 1,8 juta orang diantaranya meninggal akibat penyakit ini, sebanyak 95 persen kasus
kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Indonesia berada di posisi kedua
negara dengan populasi penderita TB terbanyak setelah India.1 Data Riskesdas tahun
2013 menunjukkan prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis dengan TB paru
oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4 persen, di Sulawesi Utara.2 Data Profil
Kesehatan Indonesia Kementrian Kesehatan Republik Indonesi menunjukan pada tahun
2015 jumlah kasus Tuberkulosis sebanyak 330.910 kasus, paling banyak ditemukan
pada kelompok umur 25-34 tahun (18,65 persen) diikuti kelompok umur 45-54 tahun
(17,33 persen), dan pada kelompok 35-44 tahun (17,18 persen). Sulawesi Utara
merupakan provinsi dengan Case Notification Rate (CNR) tertinggi di Indonesia yaitu
238/100.000 penduduk, juga merupakan provinsi dengan proporsi pasien tuberkulosis
paru terkonfirmasi bakteriologis diantara semua pasien tuberkulosis paru
tercatat/diobati tertinggi di Indonesia (87,9 persen). Angka keberhasilan pengobatan
Tuberkulosis di Sulawesi Utara sebesar 94%.3
Tuberkulosis paru hingga sekarang ini masih menjadi masalah kesehatan dalam
praktek sehari-hari. Masalah ini disebabkan banyak faktor antara lain penurunan
kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit ini, mudahnya penularan pada lingkungan
padat dan berpolusi tinggi, juga mobilisasi penduduk yang semakin cepat banyak
diderita saat ini. Pengobatan dari penyakit ini juga menimbulkan banyak masalah
karena ketidakpatuhan pederita dalam minum obat selama 6 bulan sehingga tidak
sembuh, tapi terjadi kekambuhan. Efek samping obat dan jumlah obat yang diminum
juga tidak sedikit membuat penderita menyerah dalam pengobatannya. Selain itu kasus

1
TB merupakan salah satu kunjungan terbanyak ke praktek dokter baik di Puskesmas
atau RS.3
TB paru relaps atau TB paru kambuh adalah penderita TB yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan TB, dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan TB BTA positif berdasarkan pemeriksaan apusan
atau kultur.1 Kasus relaps terjadi di beberapa negara di dunia, antara lain di India
dengan jumlah kasus relaps sebanyak 106.463 kasus, Korea dengan jumlah kasus relaps
sebanyak 6.701 kasus, Myanmar dengan jumlah kasus relaps sebanyak 4.558 kasus, dan
Bangladesh dengan jumlah kasus relaps sebanyak 3.065 kasus.4 Jumlah kasus
pengobatan ulang di Indonesia adalah sebanyak 8.542 kasus, dan 70% diantaranya
merupakan kasus relaps.5 Profil Kesehatan Provinsi Riau menyebutkan bahwa, pada
tahun 2009 terdapat 2.880 kasus baru TB paru dengan jumlah penderita TB paru relaps
sebanyak 74 orang. Kota Pekanbaru merupakan pemegang jumlah penderita TB paru
tertinggi di Provinsi Riau, yaitu sebanyak 904 kasus. Diantara 904 kasus tersebut
terdapat 25 orang penderita TB paru relaps.5
Berdasarkan hal-hal diatas kami menyajikan kasus seorang pasien laki-laki 40
tahun, dengan hemaptoe ec susp. TB Paru Relaps dd Multi drug resisten, community
acquaired pneumonia, diabetes melitus tipe 2, hiponatremi, anemia chronic disease
yang dirawat di instalasi rawat inap Anggrek 2 RSUP Prof. DR. dr. R. D. Kandou
Malalayang.

KASUS
Seorang laki-laki, 40 tahun, alamat Paal Dua, pekerjaan swasta mekanik, agama
Kristen Protestan, masuk rumah sakit pada tanggal 28 Agustus 2017, dengan keluhan
utama batuk darah. Pasien di rujuk dari RS Lanud Sam Ratulangi. Dari anamnesis,
didapatkan awalnya batuk darah 1 hari SMRS. Batuk darah yang dialami kurang lebih
½ gelas aqua dengan frekuensi 2x sehari. Sesak nafas dialami pasien kurang lebih 1
minggu SMRS. Sesak dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan demam
sumer-sumer dan keringat malam kurng lebih dari 1 minggu SMRS. Pasien mengalami
penurunan berat badan sebanyak 15 kg sejak 4 bulan terakhir. Pada tanggal 10 Agustus
2017, pasien dirawat di Irina C5 RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado dengan keluhan
batuk darah dan didiagnosa curiga TB paru relaps dan diberi OAT Kategori II dimulai

2
pada tanggal 19 Agustus 2017. Pasien mempunyai riwayat penyakit TB paru tahun
2014 dan menjalani pengobatan OAT tuntas 6 bulan, setelah pengobatan dilakukan
pemeriksaan cek sputum BTA (-). Kemudian pada tahun 2016 pasien mengalami TB
Paru lagi dengan pengobatan OAT tuntas 6 bulan dan setelah pengobatan cek sputum
BTA (-). Riwayat kontak dengan penderita TB Paru selama 2015-2017 disangkal.
Riwayat DM sejak 4 tahun yang lalu, rutin mengkonsumsi obat metformin dan
glibenklamid. Riwayat merokok sebanyak 3 bungkus/hari sejak 10 tahun yang lalu dan
minum alkohol 1 minggu 2x. BAB dan BAK biasa.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dengan
kesadaran yang kompos mentis. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 117 kali/menit,
respirasi 24 kali/menit, suhu 36,4°C. Pada pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva
anemis (+), dan sklera ikterik (-), pupil bulat isokor, refleks cahaya (+) normal. Pada
leher tekanan vena jugularis 5+0 cmH2O, trakea letak tengah dan tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan dada simetris kanan dan kiri, pemeriksaan
paru dari inspeksi didapatkan pergerakan kiri sama dengan kanan. Palpasi didapatkan
stem fremitus kiri meningkat dan kanan normal. Perkusi terdengar redup diparu kiri dan
sonor diparu kanan. Suara pernapasan pada auskultasi vesikuler, ada rhonki dan tidak
ada wheezing. Pada pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba.
Batas jantung kiri terletak pada sela iga V linea midklavikula sinistra. Batas jantung
kanan pada sela IV linea parasternalis dekstra. Pada auskultasi curah jantung
117x/menit, regular, terdengar suara jantung pertama dan kedua normal, tidak ada
bising. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi datar, bising usus terdengar dalam batas
normal,hepar dan lien tidak teraba. Pada ekstremitas akral hangat, tidak ada edema pada
keempat ekstremitas.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 28 Agustus 2017 didapatkan leukosit
16300/uL; eritrosit 3.30x106/uL; hemoglobin 9,1 g/dL; hematokrit 25,2%; trombosit
622.000/uL; MCH 27,6; MCHC 36,1; MCV 76,4; GDS 336 g/dL; klorida 97,0 mEq/L;
kalium 4,30 mEq/L; natrium 129 mEq/L.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang maka pasien ini di
diagnosis kerja dengan hemaptoe ec susp. TB Paru Relaps dd MDR, CAP, DM Tipe 2,
Hiponatremia, Anemia Chronic Disease. Pasien diterapi dengan IVFD NS : Clinimix +
Ivelip 20 tpm, ceftriaxone inj 2 x 1 gr iv (ST), ranitidin inj 2 x 50 mg iv, asam

3
traneksamat inj 3 x 500 mg iv, azitromicin 1 x 500mg (3 hari), codein 3 x 10mg po,
OAT 4 FDC (1 x 3 tab), streptomycin 1 x 750mg im, novorapid 3 x 10 UI, levemir 1 x
10 UI.
Pada perawatan hari kedua tanggal 30 Agustus 2017, pasien mengeluh batuk
strip darah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 120
kali/menit, respirasi 24 kali/menit dan suhu badan 38,5oC. Conjungtiva anemis (-) dan
sklera ikterik (-). Pasien diterapi sama seperti sebelumnya dengan rencana pemeriksaan
Gene expert dan GDS 4 porsi.
Pada perawatan hari ketiga tanggal 31 agustus 2017, pasien mengeluh masih
ada batuk strip darah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
84 kali/menit, respirasi 20 kali/menit dan suhu badan 36,2oC. Conjungtiva anemis (-)
dan sklera ikterik (-). Pasien diterapi sama seperti hari sebelumnya. GDS jam 06.00 :
111, 12.00 : 210, 18.00 : 458 , 22.00 : 179. Rencana pemeriksaan Gene expert dan GDS
4 porsi.
Pada perawatan hari keempat 01 September 2017, pasien mengeluh batuk
masih ada darah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 120/90 mmHg, nadi
92 kali/menit, respirasi 20 kali/menit dan suhu badan 36,5oC. Conjungtiva anemis (-)
dan sklera ikterik (-). Terapi pada pasien masih sama seperti hari sebelumnya namun
azitromicin sudah tidak diberikan dan codein dinaikkan dosisnya menjadi 3 x 15 mg po.
GDS jam 06.00 : 147, 12.00 : 190, 18.00 : 294 , 22.00 : 292. Rencana pemeriksaan
Gene ekspert dan GDS 4 porsi.
Pada perawatan hari kelima 02 September 2017, pasien mengeluh batuk masih
ada darah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 98
kali/menit, respirasi 20 kali/menit dan suhu badan 36,6oC. Conjungtiva anemis (-) dan
sklera ikterik (-). Terapi pada pasien masih sama seperti hari sebelumnya namun
novorapid dan levemir dinaikkan dosisnya menjadi novorapid 3 x 12 UI, levemir 1 x 12
UI. Rencana pemeriksaan DL, diffcount, albumin,globulin, Na K CL dan GDS 4 porsi.

4
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 02 September 2017 didapatkan leukosit
12200/uL, eritrosit 3.29x106/uL, hemoglobin 8,4 g/dL, hematokrit 25,3%, trombosit
638.000/uL, MCH 25,5, MCHC 33,2, MCV 76,9 , GDS 336 g/dL, protein total
6,04g/dl, albumin 3,03g/dl, globulin 3,1g/dl.
Pada perawatan hari keenam 03 September 2017, batuk sudah tidak ada strip
darah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 94
kali/menit, respirasi 20 kali/menit dan suhu badan 36oC. Conjungtiva anemis (-) dan
sklera ikterik (-). Pasien diterapi sama dengan hari sebelumnya. GDS jam 06.00 : 119,
12.00 : 301, 18.00 : 280 , 22.00 : 423. Rencana pemeriksaan GDS 4 porsi.
Pada perawatan hari ketujuh 04 September 2017, pasien mengeluh batuk ada
strip darah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 45
kali/menit, respirasi 20 kali/menit dan suhu badan 36,5oC. Conjungtiva anemis (-) dan
sklera ikterik (-). Pasien diterapi dengan sama dengan hari sebelumnya. GDS jam 06.00
: 110, 12.00 : 312, 18.00 : 369 , 22.00 : 419. Rencana pemeriksaan gene ekspert dan
GDS 4 porsi.
Pada perawatan hari kedelapan 05 September 2017, batuk masih ada strip darah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 90 kali/menit,
respirasi 20 kali/menit dan suhu badan 36,4oC. Conjungtiva anemis (-) dan sklera
ikterik (-). GDP jam 06.00 120mg/dl. Pasien diterapi sama dengan hari sebelumnya.
Rencana pemeriksaan gene ekspert ( dahak masih merah), DL, Na,K,Cl dan GDS 4
porsi.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 05 September 2017 didapatkan leukosit
10000/uL, eritrosit 3.34x106/uL, hemoglobin 8,5 g/dL, hematokrit 25,9%, trombosit
679.000/uL, MCH 25,4 pg, MCHC 32,8 g/dl, MCV 77,5 fL, chlorida 94,8 mEq/L,
kalium 4,37mEq/L, dan natrium 132 mEq/L.
Pada perawatan hari kesembilan 06 September 2017, batuk masih ada strip
darah sedikit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 84
kali/menit, respirasi 20 kali/menit dan suhu badan 36,5oC. Conjungtiva anemis (-) dan

5
sklera ikterik (-). GDP jam 06.00 179mg/dl, GDS jam 18.00 247mg/dl dan jam 22.00
275mg/dl. Pasien diterapi sama dengan hari sebelumnya. Rencana pemeriksaan gene
ekspert ( dahak masih merah) dan GDS 4 porsi.
Pada perawatan hari kesepuluh 07 September 2017, batuk sudah tidak ada strip
darah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 104
kali/menit, respirasi 20 kali/menit dan suhu badan 36,2oC. Conjungtiva anemis (-) dan
sklera ikterik (-). Pasien diterapi sama dengan hari sebelumnya denan hasil GDP
100mg/dl.

6
PEMBAHASAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman M.
Tuberkulosis terutama menyerang bagian paru. Tuberkolosis Paru adalah infeksi yang
menyerang parenkim paru. Selain TB Paru, infeksi kuman M. Tuberkulosis menyerang
organ lain (TB ekstra paru) misalnya kulit (TB kutis), tulang (spondilitis TB), kelenjar
getah bening (limfedenitis TB), otak (meningitis TB), namun TB paru memiliki
prevalensi terbanyak, mengingat penyebaran penyakit melalui inhalasi.1
TB paru relaps atau TB paru kambuh adalah penderita TB yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan TB, dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan TB BTA positif berdasarkan pemeriksaan apusan
atau kultur.1 Kasus relaps terjadi di beberapa negara di dunia, antara lain di India
dengan jumlah kasus relaps sebanyak 106.463 kasus, Korea dengan jumlah kasus relaps
sebanyak 6.701 kasus, Myanmar dengan jumlah kasus relaps sebanyak 4.558 kasus, dan
Bangladesh dengan jumlah kasus relaps sebanyak 3.065 kasus.4 Jumlah kasus
pengobatan ulang di Indonesia adalah sebanyak 8.542 kasus, dan 70% diantaranya
merupakan kasus relaps.5 Profil Kesehatan Provinsi Riau menyebutkan bahwa, pada
tahun 2009 terdapat 2.880 kasus baru TB paru dengan jumlah penderita TB paru relaps
sebanyak 74 orang. Kota Pekanbaru merupakan pemegang jumlah penderita TB paru
tertinggi di Provinsi Riau, yaitu sebanyak 904 kasus. Diantara 904 kasus tersebut
terdapat 25 orang penderita TB paru relaps.3
Berdasarkan karekteristik penduduk, prevalensi TB paru pada laki-laki 1,5 kali
lebih banyak daripada perempuan, pada pendidikan rendah atau tidak bersekolah lebih
banyak ditemukan, dan pada orang yang tidak memiliki pekerjaan. Pada orang yang
tinggal di lingkungan perkotaan lebih banyak ditemukan daripada yang tinggal di
pedesaan.3 Pasien seorang laki-laki berumur 40 tahun pekerjaan sebagai seorang
mekanik dan tinggal di perkotaan.
Gejala utama berupa batuk berat terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga)
minggu atau lebih sedangkan gejala tambahannya yang sering dijumpai berupa dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu
makan menurun, berat badan turun, rasa badan kurang enak (malaise), berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Gejala sistemik
6
demam, malaise, keringat malam,anoreksia, berat badan menurun. Pada pasien ini

7
didapatkan batuk darah sejak 1 hari SMRS dan semakin memberat. Batuk dialami
sepanjang hari tidak dipengaruhi lingkungan sekitar. Riwayat alergi udara dingin dan
debu disangkal. Deman sumer-sumer dan keringat malam lebih dari 1 minggu SMRS.
Demam turun dengan obat penurun panas. Riwayat penurunan berat badan ada berat
badan menurun 20kg dalam 4 bulan terakhir.
Pasien sebelumnya memiliki riwayat penyakit Tb Paru pada tahun 2014 dan
telah melakukan pengobatan tuntas dengan cek sputum BTA (-). Kemudian pada tahun
2016, pasien kembali di diagnosa dengan Tb Paru dan juga telah melakukan pengobatan
kategori II dengan tuntas dan cek sputum BTA (-). Pada tahun 2017 pasien MRS dan
dirawat di Irina C5 selama 10 hari dari tanggal 10-20 agustus 2017 dengan diagnose
yang sama dan kembali MRS pada tanggal 28 agustus 2017 dan di rawat inap di
Anggrek 2.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak ditemukan kelainan. Kelainan
paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-
tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.7 Pada pemeriksaan fisik pasien, pada
pemeriksaan dada, pergerakan dada asimetris saat statis dan dinamis, stem frenitus kiri
lebih keras dari kanan, perkusi redup pada lapang paru sinistra, suara pernapasan
vesikuler, ditemukan ronkhi pada kedua lapang paru, wheezing tidak ada. 8 Pada pasien
ini pemeriksaan dada simetris kanan dan kiri, pemeriksaan paru dari inspeksi
didapatkan pergerakan kiri sama dengan kanan. Palpasi didapatkan stem fremitus kiri
meningkat dan kanan normal. Perkusi terdengar redup diparu kiri dan sonor diparu
kanan. Suara pernapasan pada auskultasi vesikuler, ada rhonki dan tidak ada wheezing.
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan LED meningkat, BTA
sputum positif mninimal 2 dari 3 spesimen SPS, kultur Mycobacterium tuberculosis
positif (diagnosa pasti), tes PAP, ICT-TB: positif.
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,

8
faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). Cara pengambilan dahak
3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara sewaktu/spot (dahak sewaktu
saat kunjungan), dahak pagi (keesokan harinya), sewaktu/spot (pada saat mengantarkan
dahak pagi). Pada pasien ini hasil pemeriksaan dahak pagi dan sewaktu didapatkan hasil
positif. 9
Salah satu penyebab peningkatan beban masalah TB antara lain peningkatan
kasus HIV dan adanya kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (MDR).
Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan beberapa terobosan untuk
mengatasi permasalahan TB, salah satunya dalam bidang laboratorium adalah
penggunaan alat diagnosis cepat yaitu GeneXpert. Penggunaan GeneXpert dengan
pemeriksaan Xpert MTB/RIF untuk TB MDR diatur melalui Permenkes No 13 tahun
2013 tentang Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat.
Sebagaimana diatur dalam Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis
Resisten Obat, Xpert MTB/RIF dapat digunakan untuk pasien dengan salah satu atau
lebih dari 9 kriteria yang merupakan pasien dengan dugaan kuat atau risiko tinggi
terhadap MDR TB, sebagai berikut: pasien TB gagal pengobatan kategori 2, pasien TB
pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan, pasien TB yang
mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon
dan obat injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan pasien TB pengobatan kategori 1
yang gagal, pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi, pasien TB kasus
kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2, pasien TB yang kembali setelah loss to
follow-up (lalai berobat/default), terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat
dengan pasien TB MDR dan pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara klinis
maupun bakteriologis terhadap pemberian OAT (bila penegakan diagnosis awal tidak
menggunakan GeneXpert).10
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform), antara lain bayangan berawan / nodular di
segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah, kaviti,
terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular,
bayangan bercak milier, Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).11
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) : lesi minimal , bila proses mengenai

9
sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak
di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra
torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti, lesi
luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.11 Pada pasien hasil pemeriksaan X-Foto
Thoraks kesan terdapat bercak berawan pada apex paru kanan dan kiri. Tampak
perselubungan homogen setinggi ICS 3-4 pada lapang paru kiri. Kesan TB paru aktif.
Pengobatan TB paru (Obat anti tuberculosis) terbagi menjadi 3 kategori yaitu :
Kategori I adalah pasien baru yaitu pasien yang belum pernah mendapatkan terapi oAT
atau pernah mendapat OAT sebelumnya selama < 1 bulan, maka regimen terapinya
adalah 2 HRZE/ 4HR. Dosis obat dapat dilihat pada Tabel. Pada pasien yang baru
diketahui resisten isoniazid atau diketahui lingkungan sekitar resiko tinggi resisten
isoniazid, maka berikan 2 HRZE/ 4HRE.12 Kategori II. Pasien yang sebelumnya pernah
mendapat terapi OAT yaitu kultur dan resistensi OAT atau drug susceptibility test
(DST). Jika hasil DST belum ada : pasien yang gagal terapi (sputum BTA atau kultur
tetap positif pada akhir bulan ke 5 pengobatan) pasien yang putus berobat (pasien yang
putus berobat lebih dari 2 bulan berturut-turut) atau kambuh, berikan 2HRZES/
1HRZE/ 5HRE. Jika hasil DST sudah ada, sesuaikan dengan antibiotik spesifik
pathogen.12

3. Indikasi Kortikosteroid yaitu meningitis TB, TB milier dengan atau tanpa meningitis,
TB dengan pleuritis eksudativa, TB dengan perikarditis konstruktiva, manifestasi klinis

10
insufisiensi adrenal karena TB.12 Prinsip terapi MDR TB adalah terapi dengan
setidaknya 4 obat yang masih efektif berdasarkan hasil kultur International Standars for
Tuberculosis Care (ISTC), pengobatan paling sedikit selama 18 bulan ( ISTC ),
monitoring kultur/ sputum BTA setiap bulan, sampai terjadi konversi, bila sudah terjadi
konversi, monitoring kultur/ sputum BTA dilakukan tiap 2-3 bulan, terapi dilanjutkan
selama 18 bulan setelah konversi. Tetapi agen injeksi dilanjutkan 4-6 bulan setelah
konversi. Pemilihan terapi MDR TB: pemilihan obat berdasarkan hirarki seperti yang
tercantum pada tabel dan pilihan obat yang paling efektif (berdasarkan hasil DST) pada
kelompok 1 terlebih dahulu baru kemudian 2, 3, 4.12

Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) terdiri dari: Empat obat
antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan tiga obat antituberkulosis dalam satu
tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75mg dan pirazinamid 400 mg. Dosis OAT :
Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau BB > 60 kg : 600 mg,
BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg. Dosis intermiten 600 mg / kali, INH 5
mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2 X
semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali, Pirazinamid :
fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50 mg /kg BB 2 X semingggu

11
atau : BB > 60 kg : 1500 mg, BB 40-60 kg : 1 000 mg, BB < 40 kg : 750 mg, Etambutol
: fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45
mg/kg BB 2 X seminggu atau : BB >60kg : 1500 mg, BB 40 -60 kg : 1000 mg, BB < 40
kg : 750 mg, Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali, Streptomisin:15mg/kgBB atau BB
>60kg : 1000mg, BB 40 - 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB. Rekomendasi WHO
1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama
fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat
antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman
pengobatan. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu
menanganinya. Pada kasus, pasien mendapatkan RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji
resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE. Terapi pada pasien ini adalah dengan
menggunanakan Obat Anti Tuberkulosis. Jenis obat kategori 2 yang digunakan
adalah:7,8 Rifampisin, INH, Pirazinamid, Etambutol, Streptomisin.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka didiagnosis hemoptoe ec TB paru, DM tipe 2, CAP, hiponatremi, anemia kronik
disease. Adapun tipe penderita TB Paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :13 kasus baru, bila penderita yang belum pernah
mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (30 dosis harian), kasus kambuh (relaps) bila penderita tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada
gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :Infeksi sekunder, Infeksi jamur, TB paru kambuh, kasus pindahan
(Transfer In). Penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang
hasilnya perburukan, dan kasus kronik bila penderita dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan
yang baik. Pada kasus ini, pasien merupakan TB paru relaps.
TB tidak akan hilang dengan sendirinya. Orang dengan TB yang tidak diobati
memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada mereka yang mencari pengobatan.

12
Hampir 50 persen orang dengan TB yang tidak diobati meninggal dalam waktu 5
tahun.14 Prognosis pada pasien dalam kasus ini: Ad Vitam: Dubia ad bonam, Ad
Functionem: Dubia ad bonam, Ad Sanationem: Dubia ad bonam.
Community-acquired pneumonia didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi
pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan inap di rumah sakit atau fasilitas perawatan
inap jangka panjang setidaknya lebih dari 14 hari sebelum mulai munculnya tanda dan
gejala tersebut. Diagnosis CAP yaitu berdasarkan adanya gejala klinik dan didukung
gambaran radiologis paru (radiografi thoraks). Kriteria minimal untuk dapat mendiagnosis
klinis CAP adalah : adanya infeksi akut paru yang didapat dari komunitas dan tidak didapat
di rumah sakit, dengan gambaran radiologis infiltrat paru, dan ditandai dua atau lebih
kelainan yaitu suhu badan lebih dari 370C dengan atau tanpa menggigil, leukositosis lebih
dari 10.000/mm3, sputum purulen, lebih dari 23 neutrofil/ LPB,batuk, sesak nafas, nyeri
dada.15 Pada pasien ini
Prevalensi TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM.
Studi Dobler, dkk.di Australia (2012) dan Leung, dkk.di Hong Kong (2008)
menyimpulkan penelitian tersebut bahwa kondisi hiperglikemia, bahkan pengguna
insulin berisiko tinggi menderita TB paru. Studi Restrepo, dkk. di Mexico dan Texas
(2007) serta Dobler, dkk. di Australia (2012), menunjukkan angka kejadian TB paru
disertai DM lebih banyak ditemukan pada penderita dengan usia lebih dari 40tahun.
Jenis kelamin tidak berkaitan dengan insidens TB paru-DM.16 Pada pasien ditemukan
riwayat DM tipe 2 sejak tahun 2013, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS
336mg/dL dan diterapi dengan novorapid 3 x 12 UI, levemir 1 x 12 UI.
Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai
sedang yang terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik
yang telah berlangsung 1–2 bulan dan tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin.
Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan metabolisme besi, sehingga terjadi
hipoferemia dan penumpukan besi di makrofag. Secara garis besar patogenesis anemia
penyakit kronis dititikberatkan pada 3 abnormalitas utama: ketahanan hidup eritrosit
yang memendek akibat terjadinya lisis eritrosit lebih dini, respon sumsum tulang karena
respon eritropoetin yang terganggu atau menurun, dan gangguan metabolisme berupa
gangguan reutilisasi besi.17

13
Hiponatremia, didefinisikan sebagai kadar natrium plasma <135 mmol/L,
merupakan gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit yang paling sering
ditemukan dalam praktik klinis. Hiponatremia terjadi pada 15-20% perawatan
kegawatdaruratan di rumah sakit dan mengenai hampir 20% pasien yang berada dalam
kondisi kritis. Manifestasi klinis hiponatremia dapat ditemukan dalam spektrum yang
luas, mulai dari tidak bergejala sampai pada kondisi yang berat atau mengancam nyawa
serta dikaitkan dengan peningkatan mortalitas, morbiditas dan lama perawatan di rumah
sakit pada pasien dengan kondisi-kondisi tersebut. Namun, tatalaksana pasien tetap
problematik.11 Pada hasil laboratorium pasien ini ditemukan hiponatremia (132
mEq/L).

DAFTAR PUSTAKA

1. Tuberculosis Fact Sheet, WHO, 2015, tersedia dari


(http:/www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en) diakses pada 5/7/2017.
2. Hasil RISKESDAS 2013, Kementrian Kesehatan RI,2013, Jakata. hal 69-71,
3. Profil Kesehatan Indonesia 2015, Kementrian Kesehatan RI,2015,Jakarta. hal
160-167
4. Wahyuni Y. Analisis kualitatif kejadian relaps tuberculosis paru di Puskesmas
Sidomulyo Pekanbaru tahun 2011-2012 [skripsi]. Pekanbaru. Universitas Riau;
2013.
5. World Health Organization.Global tuberculosis report 2012. Geneve: World
Health Organization; 2013.
6. Enarson DA, Chen YC, Murray JF. Global epidemiology of tuberculosis. In:
Rom WN, Garay SM, Blomm BR, editors. Tuberculosis. Philadelphia:
Lippincott william & wilkins; 2004. p. 13-27.
7. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan Tuberkulosis di Indonesia, 2006,
Konsensus TB, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Jakarta.
8. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam III-V, PAPDI. 2009. Jakarta. Interna
Publishing. Hal. 2230-248

14
9. Leitch GA. Management of tuberculosis in Seaton A,et al (eds) , Crofton and
Douglas’s Respiratory diseases Vol 1, 15th ed. Berlin.2000.
10. Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Tuberkulosis Menggunakan Alat GenXpert.
Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2015
11. Mc Donald RJ, Reichmann LB. Tuberculosis in Baum G.L., et al (eds), Baum’s
Textbook of Pulmonary Disease, 7th ed. Lippincot William and Wilkins
Publisher, Boston, 2003.
12. Panduan Praktis Klinis, 2015. Jakarta. Interna Publishing. Hal.794-801.
13. World Health Organization. Global tuberculosis report: 2012. France: World
Health Organization; 2012.
14. eHow Health. Prognosis Of Tuberculosis. [online]. [cited 2012 maret 19]. [2
screen]. Available from: URL:
http://www.ehow.com/facts_5669721_prognosis-tuberculosis.html
15. NC, Dowell SF, et all. Infectious disease society of america / american thoracic
society consensus guidelines on the management of community acquired
pneumonia in adults. Clinical Infectious Disease. 2007;44:527-72.
16. Lee, G.R., 1993, The anemia of chronic disorders. In Lee GR eds Wintrobe’s
Clinical Haematology 9th edition. Malvern, Pennsylvania: Lea and Ferbriger,
84-50.

LAMPIRAN

15
16
17

Você também pode gostar