Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal
intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5
untuk menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat keberhasilan yang
tinggi. Walaupun teknik ini sederhana, dengan adanya pengetahuan anatomi, efek
5
6
seperti penyakit demielinisasi sistem syaraf pusat, lesi pada katup jantung serta
kelainan bentuk anatomi spinal yang berat. Ada juga menyebutkan kontraindikasi
meliputi operasi lama dan kehilangan darah yang banyak. (Morgan, 2006)
Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik. Pada pemakaian
sehari- hari, obat ini dapat dibagi menjadi golongan amino ester dan golongan
amino amida. Ikatan ester mempunyai sifat mudah dihidrolisis dalam hepar dan
oleh plasma esterase, mula kerja lambat, lama kerja pendek dan hanya sedikit
menembus jaringan. Sedangkan ikatan amida mudah menjadi tidak aktif oleh
hepatic amidase, mula kerja cepat, lama kerja lebih lama dan lebih banyak
menjadi pilihan utama untuk anestesi spinal saat ini. Anestesi lokal dapat dibuat
arah dengan gravitasi dan isobarik menyebar lokal pada tempat injeksi. Setelah
fisika dinamika dari zat yang disuntikkan, antara lain Barbotase (tindakan
kembali zat anestesi lokal yang telah bercampur dengan cairan serebrospinal),
volume, berat jenis, dosis, tempat penyuntikan, posisi penderita saat atau sesudah
anestesi lokal bupivakain yang mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jenis
suatu zat/larutan yang mempunyai berat jenis yang lebih besar dari larutan
sekitarnya akan bergerak ke suatu tempat yang lebih rendah. Dengan demikian
larutan bupivakain hiperbarik yang mempunyai barisitas lebih besar akan cepat ke
daerah yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan bupivakain yang isobarik,
(Butterworth, 2004)
akan bergerak oleh gaya gravitasi ke tempat yang lebih rendah, sedangkan
8
menggantung dan jika larutan isobarik akan tetap dan sesuai dengan
tempat injeksi.
banyak sehingga penderita yang lebih tinggi memerlukan dosis yang lebih
hiperbarik.
5.
9
besar jika tekanan dalam cairan serebrospinal meningkat yaitu dengan cara
mengedan.
20 menit pada semua jenis volume obat (1,5 cc, 2 cc, 3 cc dan 4 cc). Mula
Lama kerja obat akan lebih panjang secara bermakna pada penambahan
tidak ada pengaruh penyebaran obat jenis obat larutan isobarik pada tubuh,
Pada larutan hiperbarik posisi terlentang bisa mencapai level blok T4 pada
bahwa 5 menit setelah penyuntikan obat, penyebaran obat pada sisi bawah
2.2 Menggigil
Sampai saat ini, mekanisme menggigil masih belum diketahui secara pasti.
Menggigil pascaanestesi diduga disebabkan oleh empat hal yaitu : (Sessler dkk,
1991)
1. Hipotermi dan penurunan suhu inti selama anestesi yang disebabkan oleh
suhu ruang operasi yang rendah. Panas yang hilang dapat melalui
produk tersebut.
terjadi karena penderita tidak sadar dan terkadang lumpuh karena obat
pelumpuh otot.
1. Jalur Aferen
komponen ini memberikan sistem yang efisien yang memelihara suhu inti tubuh,
menjadi 36,5 - 37,5 oC, dengan memanfaatkan perilaku dan respon otonom untuk
mempertahankan fluktuasi suhu inti untuk memastikan fungsi tubuh yang optimal.
menjadi pusat maupun perifer. (Poulus, 1981) Perjalanan sinyal dingin melalui
serat delta dan perjalanan sinyal hangat melalui serat C unmyelinated. Sinyal-
hipotalamus itu sendiri bagian lain dari otak, sumsum tulang belakang, thoraks
dan jaringan perut dan kulit, masing-masing merupakan 20% dari masukan aferen
termal pada sistem peraturan pusat. Menurut studi terbaru, kulit dan akar dorsal
Potensial (TRP) vanilloid (V) dan mentol (M) reseptor. (Moqrich, 2005)
paling penting dari suhu meskipun sumsum tulang belakang dan batang otak juga
berperan dalam fungsi ini. Neuron hangat di regio ini dari hipotalamus (memicu
suhu inti) dengan informasi lokal termal dan non termal tiba melalui jalur aferen.
diterima dari struktur pusat, respon perilaku dan mekanisme efektor yang
Konsensus saat ini adalah bahwa input termal diterima dari berbagai
struktur, tanggapan efektor tidak bersamaan dan terjadi pada temperatur yang
berbeda, dan terdapat suhu interthreshold (kisaran suhu inti di mana tidak ada
prostaglandin E1 dan neuropeptida. Suhu ambang batas yang diubah dengan irama
dengan status gizi, olahraga, infeksi dan obat-obatan (obat penenang, alkohol dan
nikotin) Kisaran interthreshold yang dibatasi oleh berkeringat di ujung atas dan
vasokonstriksi di ujung bawah, adalah antara 0,2 - 0.4oC. Ambang berkeringat dan
vasokonstriksi lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria 0,3 - 0.5oC. Respon
yang baik meningkatkan kehilangan panas. Setiap respon diatur oleh batas
DJ, 2000)
produksi panas metabolik tanpa peningkatan kerja mekanik. Hal ini terjadi di
lemak coklat dan sarana mendapatkan panas pada bayi. (Sessler, 2008)
inti tubuh yang tidak memadai. (Buggy, 2000) Respon menggigil adalah 1oC
Akibatnya jalur menggigi diaktifkan dan melalui suhu diinduksi aktivasi saraf dari
neuron alpha motor jalur akhir yang umum dan debit sinkron dibawa oleh
Menggigil adalah salah satu penyulit yang sering terjadi pada anestesia,
hal ini terutama terjadi selama dan setelah anestesi regional atau setelah anestesia
umum. Angka kejadian menggigil sebanyak 5–65% setelah anestesi umum dan
30–57% pada anestesi regional. Proses ini adalah suatu response normal
termoregulasi yang terjadi terhadap hipotermia pada bagian inti (core). Akan
bersuhu normal karena ini disebabkan oleh karena rangsangan nyeri dan agen
(campuran vena). Lebih berat lagi dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial,
meningkatkan laju metabolisme, dan terjadi asidosis laktat. Anestesi umum dan
vasokonstriksi, hal ini adalah cara menghemat kehilangan panas karena efek
Anestesi regional menghasilkan blok simpatis, relaksasi otot, dan blok sensoris
suhu. Anestesi epidural dan spinal menurunkan batas pemicu vasokonstriksi dan
16
menurunkan batas menggigil dan vasokonstriksi melalui efek sentral dan efek
blok perifer Berkurangnya sensasi dingin dari perifer. Otak menerjemahkan hal ini
pusat tersebut mendeteksi suhu tubuh diatas atau dibawah 37oC. Pada cornu
posterior ini terdapat reseptor NMDA dan reseptor opioid dan κ, yang merupakan
pascaanestesi. Hal ini akan memulai respon dari penurunan atau peningkatan suhu
anestesi, pemantauan terhadap suhu inti sangat jarang dilakukan maka hipotermia
adalah jenis obat anestesi yang digunakan, ketinggian blok, lama operasi, usia
pasien, jenis kelamin, dan suhu lingkungan (termasuk suhu ruangan dan suhu
17
cairan infus yang diberikan). Mengatasi meggigil selama dan setelah anesthesia
dilakukan dengan cara pencegahan selama perioperatif dan terapi pada saat terjadi
Langkah awal dalam mencegah terjadinya menggigil adalah pemantauan suhu inti
dipertahankan lebih dari 24° C, maka semua pasien akan berada pada keadaaan
normotermi selama anestesia(dalam hal ini suhu oesofagus 36° C). Pada suhu 21–
24° C sekitar 30% yang mengalami hipotermi. Selain suhu, kelembaban dan aliran
udara juga penting. Tindakan mencegah hipotermi dan menggigil dapat dilakukan
(rewarming techniques) yang terdiri dari 3 bagian yaitu pasif eksternal, aktif
menggigil setelah anestesia dengan memberikan salah satu dari berbagai macam
terbukti efektif sebagai profilaksis menggigil. Akan tetapi kedua obat tersebut
dihindari pada pasien hamil karena adanya efek pada janin bila diberikan sebelum
bayi lahir atau sebagai profilaksis anti menggigil pada wanita hamil. Ketamin
sebagai salah satu agen yang dapat mengurangi menggigil setelah anestesi, sampai
saat ini masih sedikit penelitian yang menentukan efektivitas dan rentang dosis
dan mengukur efek sampingnya sebagai terapi menggigil pada wanita hamil yang
merupakan pilihan yang paling aman (kategori B) untuk ibu hamil dan janin
1. Suhu kamar operasi yang nyaman bagi pasien yaitu pada suhu 72oF (22oC)
3. Penggunaan sistem low-flow atau sistem tertutup pada pasien kritis atau
2.3 Ketamin
mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962. Ketamin
barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali
ditemukan untuk mengikat opioid reseptor μ dan reseptor sigma. Ketamin dan
talamus (yang menyiarkan ulang impuls sensori dari RAS ke korteks serebri) dari
neuron-neuron otak diinhibisi, yang lain adalah secara tonus tereksitasi. Secara
(misalnya, membuka mata, menelan, kontraksi otot) tetapi tidak mampu untuk
glutamat). Keberadaan reseptor spesifik terhadap ketamin ini dan interaksi dengan
penurunan efek samping psikotomimetik dari satu isomer (S[+] versus R[–])
2.3.4 Farmakokinetika
Absorpsi
puncak biasanya dicapai dalam 10–15 menit setelah suntikan intramuskular. Dosis
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak dan ikatannya dengan protein kurang
darah otak dan curah jantung yang diinduksi oleh ketamin, mengarah kepada
distribusi adalah 10–15 menit). Sekali lagi, bangunnya kembali adalah karena
Biotransformasi
pasien yang menerima dosis ketamin berulang. Pengambilan/ uptake hepar yang
Ekskresi
2.3.5 Farmakodimanik
Kardiovaskular
meningkatkan tekanan darah arteri, denyut jantung, dan curah jantung. Efek
kardiovaskular tak langsung ini adalah karena adanya stimulasi sistem nervus
simpatis sentral dan inhibisi terhadap reuptake dari norepinefrin. Ikut serta dalam
otot jantung.
dengan penyakit arteri koroner, tekanan darah tinggi yang tak terkendali, gagal
jantung kongestif, dan aneurisma arteri. Efek depresan miokardial direk pada
dosis ketamin yang besar, mungkin karena inhibisi kalsium transien, ’terbuka’
katekolamin yang makin menipis (misalnya, syok tahap akhir yang berat).
Opioid
Pethidin _2 ↓ ↓ ↓ _2 ↓ ↓ ↓
Morfin ↓ _2 ↓ ↓ ↓ _2 ↓ ↓ ↓
Fentanyl ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ 0 ↓ ↓ ↓
Sufentanil ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ 0 ↓ ↓ ↓
Alfentanil ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ 0 ↓ ↓ ↓
Remifentanil ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ 0 ↓ ↓ ↓
Ketamin ↑↑ ↑↑ ↓ ↑↑↑ ↑↑↑ ↑ ↑↑↑
Etomidate 0 ↓ ↓ 0 ↓↓↓ ↓↓↓ ↓↓↓
Propofol 0 ↓↓↓ ↓↓↓ 0 ↓↓↓ ↓↓↓ ↓↓↓
Droperidol ↑ ↓↓ 0 0 ↓ 0 ↓
1HR, heart rate; MAP, mean arterial pressure; Ven, ventilatory drive; B’dil,
bronchodilation; CBF, cerebral blood flow; CMRO2, cerebral oksigen
consumption; ICP, intracranial pressure; 0, tak ada efek; 0/↑, tak ada perubahan
atau peningkatan ringan; ↓, penurunan (ringan, sedang, signifikan); ↑, peningkatan
(ringan, sedang, signifikan). Efek petidin dan morfin pada MAP dan bronkodilasi
tergantung pada jumlah histamin yang dilepaskan. (Morgan, 2006)
24
Pernafasan
biasa, walaupun pemberian bolus intravena secara cepat atau praterapi dengan
yang poten, merupakan suatu agen induksi yang baik untuk pasien-pasien yang
menderita asma. Meskipun refleks jalan nafas atas sebagian besar tetap intak,
Serebral
konsumsi oksigen serebral, aliran darah serebral, dan tekanan intrakranial. Efek
delirium) selama dalam kondisi pemulihan lebih sedikit terjadi pada anak-anak
dan pada pasien yang diberikan premedikasi dengan benzodiazepin. Diantara obat
anestesi non-volatil, ketamin bisa jadi merupakan obat anestesi yang lebih
(Morgan, 2006)
25
Interaksi obat
antagonis simpatik yang lain membuka efek depresan miokard yang langsung dari
pasien yang di-anesthesi dengan halotan atau, kepada sebagian kecil, anestetik
volatil yang lain. Litium dapat memperpanjang durasi kerja ketamin. (Morgan,
2006)
2.4 Petidin
diperkenalkan pada tahun 1939 oleh Eisleb dan Schaumann. Rumus kimia dari
Petidin bekerja pada reseptor spesifik pada susunan saraf pusat yang
disebut dengan reseptor opioid, dan secara spesifik pada reseptor κ. Sampai saat
ini telah teridentifikasi empat tipe reseptor opioid yaitu reseptor mu (μ, dengan
subtipe μ-1 dan μ-2), reseptor kappa (κ), reseptor delta (δ), dan reseptor sigma (σ)
2.4.1 Farmakokinetik
komplit, dimana kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 20 - 60 menit.
plasma, dengan lama kerja 2 – 4 jam dan waktu paruh eliminasinya adalah 3 – 4
jam. Rata rata metabolisme petidin 17% per jam (Stoelting dkk, 2006). Petidin
2.4.2 Farmakodinamik
Efek yang menonjol dari petidin yaitu analgesia. Pada pemberian secara
dosis tinggi. Selain itu juga menyebabkan hipotensi orthostatik oleh karena
dan penurunan kepekaan pusat nafas terhadap CO2. Selain itu juga pemakaian
petidin akan dapat mengurangi spasme bronkus. Pada otak, penggunaan petidin
(dan obat opioid pada umumnya) akan mengurangi konsumsi oksigen otak,
mengurangi aliran darah otak dan menurunkan tekanan intrakranial. Tetapi ada
pasien dengan tumor otak atau trauma kepala. Angka kejadian mual dan muntah
pada pemberian petidin lebih tinggi dibandingkan dengan morfin, tetapi durasinya
lebih pendek. Kejadian ini oleh karena adanya stimulasi pada daerah medullary
intrabilier. Selain itu juga menurunkan tonus dan amplitudo kontraksi ureter.
dosis kecil petidin (10 – 25 mg) setiap 5 – 10 menit, efektif untuk mengatasi
pengambilan 5-HT serta blokade reseptor NMDA. Serotonin (5-HT) dan opioid
merupakan salah satu dari reseptor NMDA inhibitor pada cornu posterior,
sehingga reseptor NMDA akan menurun, kontraksi otot menurun dan sensasi suhu
berbagai percobaan. Dosis petidin yang digunakan sebesar 0,5 mg/kgBB ternyata
berkeringat, mulut kering, mual muntah, palpitasi, disfori, perasaan lemah, sedasi
dan sinkop. Pada beberapa kasus atau keadaan dapat terjadi retensi urin dan
saraf pusat akan mempunyai efek yang sinergis terhadap sistem kardiovaskular,
2.5 Midazolam
benzena dan tujuh anggota cincin diazepine. Substitusi pada berbagai posisi di
midazolam berperan untuk daya larut air-nya pada pH yang rendah. Ketidak-
larutan diazepam dan lorazepam di dalam air memerlukan sediaan parenteral yang
berisi propilen glikol, yang sudah dihubungkan dengan iritasi vena. (Stoelting
dkk, 2006)
30
2.5.3 Farmakokinetika
Absorpsi
intravena untuk memberikan efek sedasi atau induksi anesthesia umum. Diazepam
Meskipun midazolam oral belum disetujui oleh US. FDA, pemberian rute ini telah
bukal (0,07 mg/kg), dan sublingual (0,1 mg/kg) midazolam memberikan sedasi
Distribusi
Diazepam merupakan obat yang sangat lipid soluble dan dengan cepat
menembus sawar darah-otak. Meski midazolam dapat larut dalam air pada pH
peningkatan dalam daya larut lipid-nya. Daya larut lipid yang moderat dari
lorazepam memegang peranan dalam uptake otak dan onset-nya yang lebih
inisial adalah 3–10 menit) dan, seperti barbiturat, bertanggung jawab atas
bersesuaian dengan kecepatan onset dan durasi kerja pendek thiopental. Ketiga
Biotransfermasi
waktu-paruh eliminasi yang panjang untuk diazepam (30 jam). Meski lorazepam
juga mempunyai suatu rasio ekstraksi hepatik yang rendah, daya larut lipid-nya
yang lebih pendek (15 jam). Meskipun begitu, durasi klinis lorazepam seringkali
nya (2 jam) adalah yang paling pendek dari kelompok oleh karena rasio ekstraksi
Ekskresi
konsentrasi plasma diazepam 6–12 jam setelah pemberian. Gagal ginjal dapat
2.5.4 Farmakodinamika
Kardiovaskuler
minimal walaupun pada dosis-dosis induksi. Tekanan darah arteri, curah jantung,
dan resistensi vascular perifer biasanya menurun sedikit, sedangkan laju denyut
dan resistensi vaskular perifer lebih dari diazepam. Perubahan dalam variabilitas
denyut jantung selama sedasi midazolam menandakan adanya tonus vagal yang
Pernafasan
biasanya tidak signifikan kecuali jika obat itu diberikan secara intravena atau
bersama-sama dengan depresan napas yang lain. Meski apnea mungkin kurang
walaupun dengan dosis intravena yang kecil, diazepam dan midazolam sudah
dapat menimbulkan henti napas. Kurva dose–response yang curam, onset yang
overdosis dan apnea. Ventilasi harus dimonitor pada semua pasien yang menerima
(Morgan, 2006)
34
Serebral
cerebral, dan tekanan intracranial tetapi tidak setingkat barbiturat. Obat ini sangat
efektif dalam mencegah dan mengendalikan grand mal seizures. Dosis sedatif oral
bermanfaat. Efek muskulorelaksan yang ringan dari obat ini dimediasi pada
dan efek sedatif terlihat pada dosis yang rendah dan berlanjut ke stupor dan tidak
recovery yang lebih panjang. Benzodiazepine tidak memiliki efek analgesik yang
Interaksi obat
bebas (peningkatan 200% setelah pemberian 1000 unit heparin). (Morgan, 2006)
darah arterial dan resistensi vaskuler perifer. Interaksi sinergistik ini terutama
sekali harus dicamkan pada pasien-pasien dengan penyakit jantung valvuler atau
anestetis sebesar 30%. Etanol, barbiturat, dan depresan sistem saraf pusat lain