Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, karena atas izin nya laporan tahunan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza,
Ditjen P2P Kementerian Kesehatan Tahun 2016 telah dapat diselesaikan.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai
pencapaian target indikator kinerja, pelaksanaan program dan kegiatan, alokasi
dan realisasi anggaran, sarana dan prasarana seperti sumber daya manusia, aset
BMN yang terdapat pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa dan Napza serta sebagai bentuk pertanggungjawaban Direktur
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
kepada pihak-pihak terkait.
Laporan laporan tahunan 2016 ini semoga dapat menjadi bahan evaluasi dan tolak
ukur dalam pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran Direktorat Pencegahan
dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dan menjadi bahan
perbaikan untuk masa yang akan datang.
Dr.dr. Fidiansjah,SpKJ,MPH
NIP 196306271988121002
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
B. Kelembagaan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza terdiri atas :
1. Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta
pemantauan,evaluasi dan pelaporan bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja .
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Anak menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak;
b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;
c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang
Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Subdirektorat Pencegahan
dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;
e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;
Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja terdiri
atas 2(dua) seksi :
a. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta
pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Anak .
b. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Remaja yang mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta
pemantauan,evaluasi dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Remaja
2. Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia
Lanjut mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan
supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian
Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut .
Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut
terdiri atas 2(dua) seksi :
c. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa yang mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta
pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Dewasa .
d. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Usia Lanjut yang
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan
supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Usia Lanjut
DIREKTORAT
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
MASALAH KESEHATAN JIWA DAN
NAPZA
SEKSI
SEKSI SEKSI
MASALAH PENYALAH-
KESEHATAN KESEHATAN
GUNAAN NAPZA DI
JIWA ANAK JIWA DEWASA
MASYARAKAT
SEKSI
SEKSI
SEKSI MASALAH PENYALAH-
KESEHATAN
KESEHATAN GUNAAN NAPZA DI
JIWA REMAJA
JIWA LANJUT USIA INSTITUSI
C. Sumber Daya
1. SDM Manusia
Jumlah SDM Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa
dan Napza sebagai berikut:
Jumlah PNS Per Januari 2016 : 45 Orang
Jumlah PNS Pensiun : 1 Orang
Jumlah PNS Per Desember 2016 : 44 Orang
Honorer Pramubakti : 4 Orang
Honorer Pengemudi : 1 Orang
Aset
Aset lancar
Aset tetap
Aset lainnya
Kewajiban
Ekuitas
Ekuitas
3. Alokasi Belanja
Alokasi Anggaran belanja yang tercantun pada DIPA Direktorat P2 Masalah
Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2016 sebesar Rp. 33.551.000.000,- dengan
Blokir Anggaran sebesar Rp. 11.737.077.000,- sehingga total anggaran yang
dapat di gunakan sebesar Rp. 21.813.923.000,- atau sebesar 65,01% dari
anggaran yang tercantum pada DIPA
Alokasi Belanja
A. Dasar Hukum
B. Tujuan
Tujuan Umum
Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam
rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dan meningkatnya
kesehatan jiwa dan meningkatnya upaya pencegahan penyalahgunaan napza
C. Sasaran
1. Tercapainya target 280 kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan
upaya kesehatan jiwa dan atau / napza ;
2. Tercapainya target 50 % fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi
penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif
3. Tercapainya target 60% RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri
D. Indikator
Indikator Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
berdasarkan Rencana Trategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan terdiri dari 3 (tiga)
indikator kinerja, yaitu:
A. Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja
Terobosan Dilakukan
1. Program dan kegiatan yang dijalankan tidak berhubungan secara langsung
dengan fasyankes
2. Indikator RSU rujukan regional hanya sampai akhir tahun 2016 dan
selanjutnya berganti menjadi indikator sekolah
3. Menyepakati mekanisme alur sistim pelaporan dengan Dinas Kesehatan
setempat
4. Mensosialisasikan kembali pentingnya penyelenggaraan keswa dan napza yang
tercantum dalam UU Keswa, untuk menurunkan kesenjangan pengobatan dan
menurunkan stigma
5. Dinas Kesehatan mendukung RSU rujukan regional agar menyelenggarakan
keswa dan napza
6. Sesuai persyaratan RSU rujukan regional, UU Keswa, maka sudah selayaknya
Pemda memprioritaskan penyediakan ruang poli jiwa, rawat inap jiwa dan
tenaga kesehatan keswa dari daerahnya masing-masing
7. Melaksanakan pelatihan keswa bagi tenaga kesehatan di wilayah masing-
masing
B. Kegiatan Pencegahan dan Pengebdalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia
Lanjut
Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah:
1. Penyediaan NSPK bidang P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut
2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk membangun
komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada tokoh agama/tokoh
masyarakat untuk mendukung program P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia
Lanjut
3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program
4. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas dan
mutu pelayanan standar
5. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait
6. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi
Terobosan Dilakukan
1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan motivasi Dinas Kesehatan Provinsi
untuk pencapaian target Indikator Kab/Kota yang memiliki pelayanan Keswa 20 %
dari seluruh jumlah total Puskesmas di wilayahnya
2. Melakukan evaluasi berkala setiap triwulan kepada Dinas kesehatan Provinsi baik
melalui surat, E-Mail juga pertemuan langsung.
3. Memberikan dana dekonsentrasi bagi provinsi agar dapat melakukan pelatihan
nakes PKM di wilayahnya
4. Kesehatan jiwa masuk dalam SPM dan Keluarga Sehat, serta dalam proses revisi
Permenkes 75/2014 bahwa keswa akan menjadi program wajib puskesmas
Terobosan Dilakukan
1. Melakukan advokasi dengan pengambil kebijakan di tingkat daerah melalui
pertemuan koordinasi lintas sector dan lintas program
2. Secara berkala melakukan pelatihan asesmen bagi petugas di IPWL melalui
dana APBN dan APBD
3. Membangun sistem informasi wajib lapor dan rehabilitasi medis Napza untuk
memudahkan proses verifikasi klaim dan informasi data pasien yang telah
melakukan rehabilitasi
4. Rencana mengembangkan skrining dengan menggunakan instrumen Alcohol,
Smoking, and Substances Involvement Scrrening Test (ASSIST) dalam rangka
pencegahan penyalahgunaan Napza di tempat yang bukan IPWL dengan
menggunakan sistem referal ke IPWL dengan tujuan untuk meningkatkan
cakupan layanan bagi pasien penyalahguna napza dan kelompok risikonya
Pola Asuh anak sesuai asas-asas kesehatan jiwa merupakan upaya pencegahan gangguan
mental emosional pada anak yang memungkinkan dapat tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi yang sehat secara fisik, mental, emosional dan sosial. Kemampuan
mengenali adanya gangguan mental emosional pada anak usia dini yaitu dibawah 6 tahun
akan sangat membantu dalam mencegah macam-macam gangguan mental emosional
pada anak, kemampuan mendeteksi ada atau tidaknya gangguan, pemahaman sistem
pelayanan kesehatan jiwa perlu dimiliki oleh tenaga kesehatan di lini terdepan yaitu
puskesmas. Kemampuan ini sangat membantu masyarakat dalam menangani kasus-kasus
gangguan mental emosional pada anak sejak dini.
Apabila kita memahami proses perkembangan anak, maka kita akan melihat setiap fase
perkembangan mempunyai problema yang karakteristik. Dengan demikian pada setiap
fase perkembangan terdapat gangguan mental emosional tertentu. Kondisi perkembangan
usia diagnosis dapat dini balita merupakan dasar bagi perkembangan anak selanjutnya
sehingga merupakan hal penting untuk di kenali dan diperhatikan. Berbagai gangguan
mental emosional dibawah usia 6 tahun kebawah dan faktor yang mempengaruhinya
perlu diketahui karena akan meningkatkan kesadaran tetang pentingnya pencegahan dan
penatalaksanaan dini. Pemeriksaan tepat waktu dan penegakan diagnosis dapat
memberikan dasar untuk intervensi yang efektif sebelum penyimpangan awal
berkembang menjadi satu pola maladaptif yang menetap
Modul ini di gunakan untuk Pelatihan bagi keluarga, kader dan masyarakat yang
terakreditasi dengan 40 JPL yang berisikan kompetensi antara lain :
1. Mengenal kesehatan jiwa anak dan remaja
2. Memahami gambaran pola pengasuhan anak dan remaja di masyarakat
3. Memahami pengasuhan anak :
a. Sejak Dalam Kandungan
b. Usia 0 – 1,5 Tahun
c. Usia 1.5 – 3 Tahun
d. Usia 3 – 6 Tahun
e. Usia 6 – 12 Tahun
f. Usia 12 – 18 Tahun
4. Memahami prinsip dasar pengasuhan anak dan remaja
5. Melakukan deteksi dini perkembangan emosi dan perilaku pada anak dan tindak
lanjut
Foto Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak
Seorang anak yang mengalami kekerasan baik fisik maupun seksual, tidak hanya akan
berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, tapi juga bisa mengalami trauma
berkepanjangan, bahkan hingga beranjak dewasa, trauma akibat kekerasan pada anak
akan sulit dihilangkan kalau tidak segera ditangani oleh ahlinya.
Dampak psikologis untuk anak yang mengalami kekerasan terutama kekerasan seksual,
terbagi menjadi jangka pendek dan jangka panjang, dampak jangka pendek akan
mengalami mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain,
Data yang dikumpulkan dan dianalisis Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Komnas
Anak, terdapat 21.689.797 kasus pelanggaran Hak Anak. Sebanyak 42-58% dari
pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan seksual, selebihnya adalah kasus
kekerasan fisik, penelantaran dan perebutan anak, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak
(child trafficking) untuk tujuan eksploitasi seksual komersial. Data ini bersumber dari
laporan masyarakat melalui pelayanan pengaduan langsung (hotline service), pemberitaan
media massa serta pengelolaan data dan informasi yang dikumpulkan oleh Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) di 34 provinsi dan 179 Kabupaten Kota. Sedangkan di tahun
2014 saja, pelayanan pengaduan Komnas Anak sudah menerima laporan 679 kasus,
dengan jumlah korban 896 orang anak. Sebanyak 52% adalah kejahatan seksual.
Untuk itu tenaga kesehatan perlu dibekali oleh keterampilan keterampilan dalam
penanganan kekerasan dan kekerasan seksual, maka perlu di buat modul tentang
bagaimana memastikan bahwa program-program perlindungan dan penanganan masalah-
masalah kemanusiaan adalah aman dan tidak – langsung maupun tidak langsung –
memperbesar risiko terjadinya kekerasan seksual atas wanita dan anak-anak perempuan.
Modul ini di gunakan untuk Pelatihan bagi tenaga kesehatan yang terakreditasi dengan 72
JPL yang berisikan kompetensi antara lain :
1. Memahami kekerasan pada Anak dan dampak psikologis
2. Melakukan penatalaksanaan dampak psikologis kekerasan pada anak
3 Melakukan sistem rujukan dan jejaring kerja layanan
4. Melakukan pencatatan dan pelaporan
c. Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan
perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan.
Sesuai intruksi Presiden RI No.5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan
Seksual Terhadap Anak bahwa Kementerian Kesehatan RI diamanatkan untuk melakukan
tugas salah satunya memberikan penanganan yang cepat kepada korban kejahatan seksual
terhadap anak, termasuk pengobatan secara fisik, mental dan sosial serta pencegahan
penyakit dan gangguan kesehatan lainnya serta melakukan pengobatan mental/kejiwaan
terhadap tahanan/warga binaan pelaku kejahatan seksual anak di rutan/lapas bekerjasama
dengan Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia dan Menteri Sosial.
Rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku kejahatan seksual adalah merupakan suatu
pendekatan holistik, kesemuanya bertujuan untuk membentuk individu yang utuh dalam
aspek fisik, mental, emosional dan sosial agar ia dapat berguna bagi lingkungannya
sekaligus mengembalikan korban kepada keadaan semula dari keadaan yang terpuruk
Masalah disabilitas dalam kaitannya dengan berbagai penyakit kronis maupun penyebab
lainnya merupakan beban emosional dan ekonomi sekaligus yang berdampak serius pada
kualitas hidup individu, keluarga bahkan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan
intervensi untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi dampaknya.
Kewajiban menyediakan layanan yang aksesibel dan holistik dalam mendukung derajat
kesehatan yang optimal dan kemandirian anak dan remaja dengan disabilitas tidak hanya
dibebankan pada pemerintah tetapi juga partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Segala
aspek yang terkait dengan permasalahan disabilitas digunakan sebagai prioritas intervensi
untuk mencegah, mengurangi, mengatasi dan mengendalikan dampak disabilitas. Jika
tidak diatasi akan mempengaruhi kualitas hidup anak dan remaja dengan disabilitas di
Indonesia. Maka dibutuhkan suatu panduan bagi tenaga kesehatan dalam peningkatan
kesehatan jiwa bagi anak dan remaja dengan disabilitas.
Peta strategis (roadmap) anak dan remaja merupakan rencana rinci tahapan program
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual anak dan remaja dalam
sebuah keluarga secara sistimatis dalam kurun waktu tertentu (2017-2020). Tujuan
roadmap ini agar diperoleh kebijakan dan pemikiran bersama dalam menyusun,
memetakan perkembangan anak, permasalahan anak, sasaran, target untuk mencapai
indikator yang diharapkan sebagai output dan outcome pencegahan dan pengendalian
masalah anak dan remaja.
Gambar.
Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja
AKU DAN
KELUARGAKU
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Sini dik,
aku bantu!
Hallooo!
Hai teman-teman, salam kenal ... Oh iya teman – teman, ini kedua orang tua kami.
Namaku Budi, umurku 8 tahun dan ini adikku Tini, usianya 4 tahun. Ayah kami bernama Hadi, ketika di rumah, ayah rajin membantu ibu.
Kami saaliiing menyayangi... , walaupun terkadang kami bertengkar karena masalah kecil. Ibu yang mengasuh kami bernama Ina.
Tapi tak lama setelah itu, kami berbaikan dan bermain kembali. Setiap hari, ayah dan ibu pergi bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
g. Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan bunuh diri pada remaja
Bunuh diri merupakan tindakan secara sengaja melukai/merusak diri sendiri dengan
menggunakan zat kimia, alat maupun cara lainnya yang bertujuan untuk mengakhiri
hidup. Merupakan sebuah proses dan sebagai penyebab utama kematian secara global
nomor 5 di antara mereka berusia 30-49 tahun dan menjadi penyebab kematian nomor
dua paling tinggi untuk pemuda dengan rentang umum 15-29 tahun di seluruh dunia
(WHO) Angka percobaan bunuh diri menyumbang 1,4% dari semua kematian di seluruh
dunia.
Upaya pencegahan perilaku bunuh diri dapat diupayakan melalui deteksi dini perilaku
bunuh diri dan mengenali tanda-tanda perilaku merusak diri tersebut.
Oleh karena itu melalui kegiatan advokasi dan sosialisasi ini, diharapkan dapat mengajak
seluruh elemen masyarakat untuk lebih peka dan mampu memahami faktor risiko dan
pencetus terjadinya tindakan bunuh diri pada remaja, sebagai upaya pencegahan secara
menyeluruh.Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan menjadi pendorong tersedianya
sarana informasi dan edukasi kepada masyarakat, serta terbentuknya mekanisme dan
program yang tepat dalam reaksi cepat dalam penanggulangan kasus bunuh diri pada
remaja.
Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan
krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada
masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh
teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam
menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri,
dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial
ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan
kekerasan, dan sejenisnya.
Untuk melaksanakan Inpres tersebut - utamanya untuk penanganan psikologis pada anak
korban kekerasan dan pelaku kekerasan pada anak - maka Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit melaksanakan program pembiayaan rehabilitasi
psikologis yang saat ini belum dapat diakses dalam skema JKN atau BPJS Kesehatan.
Sementara itu , rehabilitasi psikologis ini dapat di lakukan di fasilitas fasilitas pelayanan
kesehatan.
Dalam mengatasi hal ini, diperlukan upaya promotif dan preventif merupakan salah satu
cara efektif untuk menurunkan angka kematian dan masalah kesehatan akibat Penyakit
Tidak Menular (PTM) dan Penyakit Menular (PM), dan Kesehatan Jiwa. Upaya tersebut
bergantung pada perilaku individu yang turut didukung oleh kualitas lingkungan,
ketersediaan sarana dan prasarana serta dukungan program dan regulasi untuk hidup sehat
yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Banyak Hari Besar Kesehatan di Indonesia yang ditetapkan sebagai bagian dari upaya
informasi yang setiap tahun diperingati, hari hari kesehatan ini menjadi momentum untuk
melakukan pendidikan kesehatan sebagai salah satu upaya promosi kesehatan di segala
program kesehatan termasuk integrasi program kesehatan jiwa di beberapa program yang
ada di Kemeterian Kesehatan.
Salah satu upaya kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalioan Masalah Kesehatan
Jiwa dan Napza yang dapat diintegrasikan pada hari hari kesehatan yang ada di
Kementerian Kesehatan adalah salah satunya MMHS dengan pendekatan upaya promotif
dan preventif kepada berbagai sasaran baik siswa/i sekolah, kader, dan khususnya
masyarakat dengan tujuan agar dapat meningkatkan akses layanan, pengetahuan,
pemahaman serta deteksi dini masalah kesehatan jiwa.
Menelaah pentingnya ketangguhan sebagai upaya mencegah faktor risko pada ibu
hamil di masa antenatal maka perlu di lakukan pelatihan untuk meningkatkan
ketangguhan pada ibu hamil dengan memanfaatkan jendela trimester kedua
kehamilan (12-28 minggu). Maka di lakukan kegiatan Penyusunan modul
ketangguhan mental antenatal “ menjadi ibu tanggung dan optimis (mito) untuk
tenaga kesehatan dalam mencapai generasi yang lebih berkualitas melalui
intervensi dini pada ibu hamil dalam mempersiapkan, melahirkan dan mengasuh
calon generasi penerus bangsa.
Modul ini di gunakan untuk Pelatihan yang terakreditasi dengan 51 JPL, yang
berisikan kompetensi nakes untuk :
1. Dapat menjelaskan kehamilan dan perawatan antenatal
2. Dapat menjelaskan peran sebagai ibu dan orang tua
3. Dapat membangun cara berpikir yang antisipatik
4. Dapat meningkatkan optimisme yang realistik
5. Memfasilitasi pelaksanaan relaksasi untu mengatasai kecemasan adn
depresi pada masa antenatal dan posnatalMenerapkan cara meningkatkan
ketangguhan mental antenatal yang efektif pada ibu hamil
6. Mampu melatih pada pelatiha ketangguhan mental antenatal “ menjadi ibu
tanggung dan optimis (mito)
AdapunRencanatindaklanjutadalah ;
1. Peningkatan Kapabilitas Petugas Kesehatan/TOT di Rutan dan
Lapas
2. Peningkatan Rehabilitasi Pengguna NAPZA di Rutan d an Lapas
melalui kerjasama lintas sektor dan Penganggaran Rehabilitasi di
luar Rutan dan Lapas Narkotika diatur oleh Dirjen Pas.
h. Advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran
Masalah yang dialami oleh TKI adalah kemanusian. TKI yang di kirim keluar
negeri tak jarang terperangkap dalam siksaan, pelecehan dan bahkan ada yang
meninggal dengan teraniaya.
Penganiayaan fisik yang mereka terima tak jarang menimbulkan efek psikologis di
antara depresi berat dan kegilaan.
Dengan kegiatan Advokasi dan sosialisasi kesehatan jiwa bagi pemangku
kepentingan tenaga kerja migran, pemegang kebijakan mengetahui dampak
pengiriman TKI yang tidak mempunyai pendidikan, menggunakan dokumen
palsu sehingga terjadi deportasi, kelompok rentan (kemiskinan, anak jalanan, )
yang semuanya akan menimbulkan masalah kejiwaan.
Hasil Advokasi dan sosialisasi kesehatan jiwa bagi pemangku kepentingan tenaga
kerja migran tersaji upaya yang telah dilakukan oleh lintas program dan lintas
sektor adalah :
1. Dampak dari kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tindak
pidana perdagangan orang/ tenaga kerja migran berdampak luas terhadap
masalah kesehatan baik fisik mental dan sosial.
2. Dengan adanya otonomi daerah diperlukan adanya dukungan dari
pengambil keputusan untuk penyediaan dana dan fasilitas untuk
keketerhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang/
tenaga kerja migrant
RencanaTIndakLanjut
Dalam kegiatan ini dilakukan peluncuran dan penyerahan buku RAN pencegahan
dan pengendalian alzheimer dan penyakit demensia lainnya kepada perwakilan
masyarakat indonesia yang sejalan dengan kebijakan peningkatan lansia di
indonesia meliputi :
a. Pembinaan kesehatan lansia terutama ditujukan pada upaya peningkatan
kesehatan dan kemampuan untuk mandiri agar selama mungkin tetap
produktif da berperan aktif dalam pembangunan
b. Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran keluarga dan
masyarakat serta menjalin kemitraan dengan LSM, swasta dalam
penyelenggaraaan upaya kesehatan lansia secara berkesinambungan
c. Pembinaan kesehatan lansia dilaksanakan melalui pendekatan holistik
dengan memperhatikan nilai sosial dan budaya yang ada.
d. Pembinaan kesehatan lansia dilaksanakan secara terpadu dengan
meningkatkan peran, koordinasi dan integerasi dengan lintas program dan
lintas sektor.
l. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana
perdagangan orang dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kebutuhan
akan adanya undang-undang tersebut merupakan respon terhadap situasi maraknya
kejahatan perdagangan orang, meningkatnya jumlah korban, sekaligus komitmen
negara untuk ikut serta memberantas kejahatan perdagangan orang.
Pada Dinas provinsi sumatera selatan jumlah pengguna napza mengalami peningkatan.
Hal ini berdasarkan hasil kegiatan razia yang dilakukan petugas BNN bersama pihak
kepolisian. Supervisi dilakukan di RS dr Ernaldi Bahar terlihat proses klaim sudah
berjalan dengan baik, pasien yang datang adalah pasien sukarela, proses pengadian dan
rujukan dari BNNP/lembaga rehabilitasi lainnya, petugas yang menjalankan layanan
rehabilitasi telah mendapatkan peningkatan kompetensi. Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan bermaksud akan menambah jumlah IPWL yang petugasnya sudah
dilatih dengan menggunakan dana APBD. Berdasarkan hasil supervisi di ketahui
bahwa kegiatan IPWl sudah berjalan baik.
Supervisi di Provinsi Jawa Tengah, dilakukan di RSUP Kariadi hanya memberikan
layanan konseling oleh psikiater, pasien banyak yang pindah ke PKM poncol karena
tingginya harga karcis pendafataran di RSUP kariadi sebesar Rp. 25.000,-.
PKM Poncol merupakan IPWl saat ini belum melakukan klaim ke kemenkes karena
kurang informasi tentang sistem klaim, tetapi sudah ada tenaga verifikator yang sudah
dilatih oleh Subdit P2 Napza.
Supervisi di Provinsi Lampung di lakukan di RSJ lampung yang merupakan IPWL
belum berjalan karena pasien belum ada, petugasnya belum mendapat pelatihan, sarana
dan prasarana masih dalam proses pengembangan
g. Program wajib lapor dan rehabilitasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan
gangguan penggunaan napza
Penyediaan dana klaim wajib lapor bagi pecandu narkotika. Pada tahun 2016
kunjungan wajib lapor dan rehabilitasi media mengalami peningkatan sebesar 24,9 % (
dari 913 menjadi 3662). dengan jumlah pasien yang direhabilitasi sebanyak 8089
orang yang terdiri dari 3077 rawat inap dan 5012 rawat jalan. Dari 8089 orang yang
melakukan wajib lapor secara suka rela 2920, status hukum 112 dan 45 nerupakan
titipan.
b. Kunker-rakonter-rakerkesnas-binwil
Anggaran 299.300.000
Input Peserta 3 org dilakuakn di 34 propinsi
output Terlaksananya kumker, rakontek,
rakerkesnas, binwil, monev terpadu
outcame Untuk mendapatkan gambaran tentang
permasalahan kesehatan jiwa dan napza di
daerah
benefit Sebagai bahan masukkan pembuatan
program dan angaran tahun mendatang
impac Kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan dan
program,
i. Barang cetakan
Anggaran 150.000.000
Input pengadaan penunjukan langsung
output Tersedia cetakan berupa leaflet, poster,
NSPK dll
outcame Sebagai bahan informasi, NSPK tentang
keswa dan napza
benefit Di implementasikan dalam pelayanan dan
kehidupan
impac Masyarakt sehat jiwa
k. Lakip
Anggaran 39.917.000
Input Peserta 25 org
output Tersedianya lakip 2016
outcame Bentuk evaluasi kinerja dan
Pertangungjawaban terhadap penggunaan
anggaran dan pencapaian tujuan dan
indiaktor yang telah ditetapkan
benefit Reformasi birokrasi
impac Menjadi dit p2mkjn yang akuntabilitas
dalam menjalankan organisasi
l. Penatalaksanaan arsip
Anggaran 78.675.000
Input Peserta 17 org
output Terlaksananya kegiatan penataan arsip
outcame Terpilah arsip yang masih aktif dan tidak
aktif
benefit Mudah dalam mencari arsip
impac Dokumen resmi negara
m. Layanan perkantoran
Anggaran 789.290.000
Input 12 bulan layanan
output Terlaksananya pelayanan perkantoran
outcame Berjalan Tugas dan fungsi direktorat
benefit Tujuan organisasi dapat di capai
impac Tujuan dan sasaran organisasi dapat di capai
B. Pencapaian Kinerja
Dalam perjanjian kinerja Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza di tahun 2016
terdapat sasaran strategis, dan target indicator yang tertuang dalam dokumen Rencana
Aksi Program BUK tahun 2016.
Berikut adalah target dan capaian indikator Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza
tahun 2016.
a. Penjelasan indikator
Masalah penyalahgunaan Napza merupakan penyakit otak yang bersifat chronic
relapsing disease. Terdapat berbagai aspek yang terkait pecandu napza, yaitu
aspek biologis, psikologis dan sosial. Secara bioligis terjadi perubahan fungsi dan
struktur otak pada seseorang dengan ketergantungan Napza yang dapat
mempersulit proses perubahan perilaku. Dalam proses pemulihan setiap
penyalahguna harus menjalani program rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan dari
b. Definisi Operasional
IPWL (Institusi penerima wajib lapor) yang aktif adalah IPWL yang melakukan
upaya promotif, preventif dan rehabilitasi dalam pencegahan penyalahgunaan
Napza serta melaporkan kegiatan terkait program wajib lapor pecandu narkotika
dan penyalahguna Napza lainnya (ada atau tidak ada pasien) setiap 6 bulan sekali.
c. Cara perhitungan
IPWL yang melaporkan kegiatan dikali 100 % dibagi Jumlah IPWL yang telah
ditetapkan pada tahun berjalan
Rumus:
Σ IPWL Aktif
% IPWL Aktif = Σ IPWL pada tahun berjalan X 100%
d. Capaian indikator
Grafik 3.1
Foto-foto kegiatan
a. Penjelasan indikator
Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 cukup besar. Gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi
dan ansietas) usia ≥ 15 tahun sebesar 6% atau lebih dari 10 juta jiwa; sedangkan
gangguan jiwa berat (psikosis) sebesar 1,7 per 1000 penduduk. Dengan jumlah
penduduk sebesar 422 juta jiwa pada tahun 2013, maka diperkirakan lebih dari
400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis).
b. Definisi Operasional
Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 puskesmas di wilayahnya dengan
kriteria: 1) Memiliki minimal 2 (dua) tenaga kesehatan terlatih kesehatan
jiwa(dokter dan perawat atau tenaga kesehatan lainnya), minimal 30 jam pelatihan,
dan 2) Melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait
kesehatan jiwa secara berkala dan teritegrasi dengan program kesehatan puskesmas
lainnya, dan 3) Melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis, penatalaksanaan
awal dan pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa.
c. Cara perhitungan
Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki puskesmas dengan upaya
kesehatan jiwa sesuai dengan kriteria.
d. Capaian indikator
Grafik 3.2
Dari grafik 3.2 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian jumlah kab/kota
yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa sebesar
82 kab/kota dari 80 kab/kota target yang ditetapkan. Pada tahun 2016, capaian
jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa sebesar 130 kab/kota dari 130 kab/kota target yang ditetapkan.
Capaian Jumlah Kab/Kota Yang Memiliki Puskesmas Yang Menyelenggarakan
Upaya Kesehatan Jiwa tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif .
Laptah 2016_P2MKJN Hal 66
Apabila dibandingkan dengan indikator RPJM, Renstra Kementerian Kesehatan
Tahun 2015-2019, Rencana Aksi Program BUK, Rencana Aksi Kegiatan, untuk
target jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa telah sejalan.
h. Pemecahan masalah
1. Memberikan dekon untuk propinsi
2. Terdapat menu keswa dalam DAK non fisik 2017
3. Tahun 2017 keswa masuk SPM dan indikator keluarga sehat
4. Advokasi program keswa dan napza ke daerah
4. 5. 6.
7. 8. 9.
a. Penjelasan indikator
Masalah kesehatan jiwa mempengaruhi 1 dari 4 orang penduduk di dunia pada
suatu masa dari hidupnya (WHO Improving Health Systems and Services for
Mental Health, 2009). Sekitar 30% dari seluruh penderita yang dilayani dokter di
pelayanan kesehatan dasar (puskesmas) mengalami masalah kesehatan jiwa
(Psychiatric disorders: a global look at facts and figure, Psychiatry 2010).
Masalah gangguan jiwa di Indonesia dewasa ini cukup prevalen, yaitu 11,6 %
untuk gangguan mental emosional (cemas dan depresi) di atas 15 tahun serta 0,46
% untuk gangguan jiwa berat (Riskesdas 2007).
Kesenjangan antara jumlah pasien yang membutuhkan layanan kesehatan jiwa
dengan jumlah pasien yang mendapatkan layanan tersebut sangat besar. Salah satu
b. Definisi Operasional
c. Cara perhitungan
d. Capaian indikator
Grafik 3.3
h. Pemecahan masalah
1. Indikator RSU rujukan regional hanya sampai akhir tahun 2016 dan
selanjutnya berganti menjadi indikator sekolah
2. Menyepakati mekanisme alur sistim pelaporan dengan Dinas Kesehatan
setempat
NAMA
NO KABUPATEN/KOTA NO NAMA RSU
PROVINSI
RS Prof dr.Margono
Kab. Purwokerto 15.
Soekarjo
5. Jawa Tengah
Kab.Surakarta 16. RSUD dr. Moewardi
Sumatra
8. Kab. Labuhan Batu 23. RSUD Rantau Prapat
Utara
RS Achmad Mochtar
Kota Bukittinggi 24.
Bukittinggi
Sumatra
9. Kota Solok 25. RSUD Solok
Barat
Bangka
10. Kab. Belitung 27. RSUD Marsidi Judono
Belitung
Kalimantan
11. Kab. Sampit 28. RSUD dr.Murjani Sampit
Tengah
Kab. Kandangan, Sungai
29. RSUD H. Hasan Basry
Kalimantan Hulu Selatan
12.
Selatan
Kab. Banjarmasin 30. RSUD Ansari Saleh
129 Klinik Pratama Rawat Jalan Adi Pradana BNNP Rawat Jalan
Sulsel
C. Realisasi Anggaran
Realisasi Anggaran Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sebesar Rp.
21.368.799.135 atau 97,95 % dari alokasi anggaran sebesar Rp. 21.813.923.000
dengan rincian per jenis belanja sebagai berikut:
anak dan
berebutuhan khusus
remaja
diri sedunia 99
pemangku kebijakan
sedunia
dewasa dan
penyusunan pedoman pencegahan dan 132.250.000 123.244.388 9.005.612 93
usia lanjut
pengendalian demensia
pengendalian alzheimer
komunitas
masyarakat
kegawatdaruratan psikiatrik)
migran
perempuan)
pengendalian alzheimer
masyarakat
napza
bagi pelatih
jalanan
alkohol di masyarakat -
narkoba (hani) -
napza
indikator
terpadu
napza
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya maka dapat di simpulkan :
1. SOTK Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza terdiri dari 1 orang
direktur, 3 kepala sub direktorat, 6 kepala seksi dan 1 kasub bag tata usaha
2. Jumlah SDM 45 orang PNS dan 5 orang honorer
3. Jumlah Aset sebesar Rp 2.436.041.368
4. Alokasi anggaran sebesar Rp. 21.813.923.000,- dengan realisasi sebesar Rp.
21.368.799.135 atau 97,95%
5. Tahun 2016 indikator Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes)
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) pecandu narkotika yang aktif
target 30% capaian 30,8% (134 IPWL dari 434 yang di tetapkan tahun 2015 ,
Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa targert 130 capaian 130 kab/kota, Persentase RS umum rujukan
regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri target 30%
dengan capaian 31,8 % (35 RSU)
B. Saran
1. Agar tepat waktu dalam pertanggungjawaban keuangan sesuai aturan dari KPPN
2. Agar penyerapan anggaran yang tinggi dilakukan pada triwulan ke 2 dan 3
dengan cara melaksanakan kegiatan yang mempunyai jumlah anggaran yang besar
3. Agar kegiatan lebih di fokuskan lagi pada pencapaian indikator, dan perlu adanya
kegiatan evaluasi capaian indikator di masing2 subdit, sehingga mengetahui
kendala dan tindak lanjutnya dan hasil evaluasi tersebut di jadikan program atau
kegiatan untuk tahun selanjutnya