Você está na página 1de 85

Laporan Tahunan 2016

DIREKTORAT P2 MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA

DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ENYAKIT


KEMENTERIAN KESEHATAN
JAKARTA

Laptah 2016_P2MKJN Hal 1


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, karena atas izin nya laporan tahunan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza,
Ditjen P2P Kementerian Kesehatan Tahun 2016 telah dapat diselesaikan.

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai
pencapaian target indikator kinerja, pelaksanaan program dan kegiatan, alokasi
dan realisasi anggaran, sarana dan prasarana seperti sumber daya manusia, aset
BMN yang terdapat pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa dan Napza serta sebagai bentuk pertanggungjawaban Direktur
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
kepada pihak-pihak terkait.

Laporan laporan tahunan 2016 ini semoga dapat menjadi bahan evaluasi dan tolak
ukur dalam pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran Direktorat Pencegahan
dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dan menjadi bahan
perbaikan untuk masa yang akan datang.

Jakarta, 30 Desember 2016


Direktur Pencegahan dan Pengendalian
Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

Dr.dr. Fidiansjah,SpKJ,MPH
NIP 196306271988121002

Laptah 2016_P2MKJN Hal 2


TIM PENYUSUN

1. Direktur P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza


2. Kasubdit dan Kasie P2 Masalaha Kesehatan jiwa pada Anak dan Remaja
3. Kasubdit dan Kasie P2 Masalah Kesehatan Jiwa dewasa dan Usia lanjut
4. Kasubdit dan Kasie P2 Napza
5. Kasubbag Tata usaha
6. Staf Perencanaa
7. Staf Keuangan
8. Staf Sak dan Siman BMN
9. Staf Kepegawaian

Laptah 2016_P2MKJN Hal 3


KATA PENGANTAR
TIM PENYUSUN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK

BAB I. ANALISA SITUASI AWAL TAHUN


A. Hambatan Tahun Lalu
B. Kelembagaan
C. Sumber Daya
1. Sumber Daya Manusia
2. Sarana dan Prasarana
3. Alokasi Belanja

BAB II. TUJUAN DAN SASARAN KERJA


A. Dasar Hukum
B. Tujuan, Sasaran dan Indikator
1. Tujuan
2. Sasaran
3. Indikator

BAB III. STRATEGI PELAKSANAAN


A. Strategi Pencapaian Tujuan dan Sasaran
B. Hambatan Dalam Pelaksanaan Strategi
C. Terobosan Yang Dilakukan

BAB IV. HASIL KERJA


A. Pencapaian, Tujuan Dan Sasaran Program P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
B. Pencapaian Kinerja
C. Realisasi Anggaran

BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

BAB VI. LAMPIRAN


A. LAMPIRAN : Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019

Laptah 2016_P2MKJN Hal 4


BAB I
ANALISA SITUASI AWAL TAHUN

A. Hambatan Tahun Lalu

1. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa pada Anak dan Remaja


a. Mekanisme sistim pelaporan belum dilaksanakan secara berkesinambungan
b. Kurangnya advokasi dan sosialisasi tentang penyelenggaraan layanan keswa di
RSU
c. Rencana penyelenggaraan layanan keswa membutuhkan waktu
d. Prioritas anggaran APBN yang diberikan pertahun belum untuk penyediaan
layanan keswa
e. Sumber daya tidak memadai (ruang poli, rawat inap, dan tenaga berprofesi keswa)

2. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa pada Dewasa dan Usia Lanjut


a. Perubahan definisi operasional indikator renstra di tengah tahun berjalan
(meningkatnya target jumlah puskesmas menjadi 20% di tiap kab/kota)
mengharuskan program dan daerah untuk segera menyesuaikan diri, dan beberapa
kabupaten/kota yang meskipun sudah memiliki puskesmas dengan layanan jiwa,
karena masih jauh dari jumlah minimal 20% tersebut maka belum dimasukkan
dalam capaian indikator
b. Kemampuan kabupaten/kota yang masih kurang dalam melaksanakan pelatihan
keswa bagi nakes puskesmas
c. Perubahan struktur organisasi juga terjadi di daerah sehingga terjadi pergantian
penanggung jawab program keswa

3. Kegiatan P2 Masalah Napza


a. Belum optimalnya sosialisasi Program Keswa dan napza di Unit UPT Ditjen P2P
terutama KKP dan BTKL
b. Perubahan struktur organisasi yang semula Ditkeswa di bawah Ditjen BUK
menjadi DitP2MKJN di bawah Ditjen P2P sehingga tupoksi lebih Fokus Ke
Promotif dan Preventif sedangkan Keswa dan Napza juga melaksanakan upaya
Kuratif dan Rehabilitatif
c. Indikator Keswa dan napza belum di dukung KKP dan BTKL terutama dalam
upaya Promotif dan Preventif
d. Klaim rehabilitasi Medis bagi penyalahguna Napza belum ditanggung di JKN
sehingga masih menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan
e. Pembinaan fasyankes (Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik) yang melaksanakan
program Keswa dan Napza belum didukung oleh Ditjen Yankes sebagai pembina
Fasyankes

B. Kelembagaan

Berdasarkan Permenkes Nomor 64 Tahun 2015, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian


Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, dan pemberian
bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan dibidang
Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 5


Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan
Jiwa dan Napza menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza
2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza
3. Penyiapan penyusunan norma,standar, prosedur dan kriteria dibidang Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan
Napza
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi dibidang Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan
Napza
5. Pemantauan,evaluasi, dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza terdiri atas :
1. Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta
pemantauan,evaluasi dan pelaporan bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja .
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Anak menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak;
b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;
c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang
Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Subdirektorat Pencegahan
dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;
e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;

Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja terdiri
atas 2(dua) seksi :
a. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta
pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Anak .
b. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Remaja yang mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta
pemantauan,evaluasi dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Remaja

2. Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia
Lanjut mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan
supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian
Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut .

Laptah 2016_P2MKJN Hal 6


Dalam melaksanakan tugas, Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa
Dewasa dan Usia Lanjut menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian
Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ;
b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian
Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ;
c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang
Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ;
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ;
e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian
Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ;

Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut
terdiri atas 2(dua) seksi :
c. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa yang mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta
pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa Dewasa .
d. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Usia Lanjut yang
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan
supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Usia Lanjut

3. Subdirektorat Masalah Penyalahgunaan Napza mempunyai tugas melaksanakan


penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan
kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan
pelaporan di bidang Masalah Penyalahgunaan Napza .
Dalam melaksanakan tugas, Subdit Masalah Penyalahgunaan Napza menyelenggarakan
fungsi :
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza
di masyarakat dan di institusi.
b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza
di masyarakat dan di institusi.
c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang
Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Masalah
Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi.
e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di
masyarakat dan di institusi.
Subdit Pencegahan Penyalahgunaan Napza terdiri atas 2(dua) seksi :
a. Seksi Masalah Penyalahgunaan Napza di Institusi yang mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan
supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Masalah
Penyalahgunaan Napza di Institusi.
b. Seksi Masalah Penyalahgunaan Napza di Masyarakat yang mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan
supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Masalah
Penyalahgunaan Napza di Masyarakat

Laptah 2016_P2MKJN Hal 7


4. Sub Bag tata usaha mempunyai tugas melakukan koordinasi penyusunan rencana program
dan anggaran, pengelolaan keuangan dan barang milik negara, evaluasi dan pelaporan,
urusan kepegawaian, tata laksana kearsipan, dan tata persuratan, serta kerumah tanggaarn
direktorat.

DIREKTORAT
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
MASALAH KESEHATAN JIWA DAN
NAPZA

SUBBAGIAN TATA USAHA

SUBDIREKTORAT SUBDIREKTORAT SUBDIREKTORAT


MASALAH KESEHATAN MASALAH KESEHATAN JIWA MASALAH PENYALAH-
JIWA ANAK DAN REMAJA DEWASA DAN LANJUT USIA GUNAAN NAPZA

SEKSI
SEKSI SEKSI
MASALAH PENYALAH-
KESEHATAN KESEHATAN
GUNAAN NAPZA DI
JIWA ANAK JIWA DEWASA
MASYARAKAT

SEKSI
SEKSI
SEKSI MASALAH PENYALAH-
KESEHATAN
KESEHATAN GUNAAN NAPZA DI
JIWA REMAJA
JIWA LANJUT USIA INSTITUSI

C. Sumber Daya
1. SDM Manusia
Jumlah SDM Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa
dan Napza sebagai berikut:
Jumlah PNS Per Januari 2016 : 45 Orang
Jumlah PNS Pensiun : 1 Orang
Jumlah PNS Per Desember 2016 : 44 Orang
Honorer Pramubakti : 4 Orang
Honorer Pengemudi : 1 Orang

SDM BERDASARKAN GOLONGAN

No Golongan Jumlah Presentase


1. Pengatur Tk. I - II/d 1 2%
2. Penata Muda - III/a 5 11%
3. Penata Muda Tk. I - III/b 11 25%
4. Penata - III/c 9 20%
5. Penata Tk. I - III/d 11 25%
6. Pembina - IV/a 4 9%
7. Pembina Tk. I - IV/b 2 5%
8. Pembina Utama Madya - IV/d 1 2%
TOTAL 44 100%

Laptah 2016_P2MKJN Hal 8


SDM BERDASARKAN JENIS KELAMIN

No Jenis Kelamin Jumlah Presentase


1. Laki-Laki 10 23%
2. Perempuan 34 77%
TOTAL 44 100%

SDM BERDASARKAN UMUR

No UMUR Jumlah Presentase


1. 50 – 60 18 41%
2. 40 – 50 10 23%
3. 30 – 40 15 34%
4. 20 – 30 1 2%
TOTAL 44 100%

SDM BERDASARKAN PENDDIDIKAN

No Pendidikan Jumlah Presentase


1. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 8 18%
2. Akademi 1 2%
3. Diploma III 3 7%
4. Diploma IV 1 2%
5. Sarjana (S.1) 10 23%
6. Pasca Sarjana (S.2) 16 36%
7. Doktor (S.3) 1 2%
8. Spesialis/Akta-V 4 9%
TOTAL 44 100%

2. Sarana dan Prasarana


Berdasarkan Laporan posisi BMN per 31 Desember 2016 pada Direktorat pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sebesar Rp. 2.436.041.368 dengan
rincian sebagai berikut :

Laptah 2016_P2MKJN Hal 9


Laporan posisi BMN per 31 Desember 2016

NO Uraian Nilai BMN AKM Nilai Netto


Penyusutan

1 Barang Komsumsi 62.765.600,- 0 62.765.600

2 Barang persedian lainnya untuk 32.732.897,- 0 32.732.879


dijual/diserahkan ke
masyarakat

3 Peralatan dan Mesin 3.289.036.233,- 2.871.281.544,- 417.754.689

4 Aset Tak Berwujud lainnya 1.922.788.200,- 0 1.922.788.200

5 Aset tetap yang tidak 391.369.000,- 391.369.000 0


digunakan dalam operasi
pemerintahan

Jumlah 5.698.691.912,- 3.262.650.544 2.436.041.368

Neraca tingkat satuan kerja per 31 Desember 2016 dan 2015

Nama Perkiraan Jumlah Kenaikan (penurunan)

2016 2015 Jumlah %

Aset

Aset lancar

Persediaan 95.498.479 0 95.498.479 0

Jumlah aset lancar 95.498.479 0 95.498.478 0

Aset tetap

Peralatan dan Mesin 3.289.036.233 0 3.289.036.233 0

Akumulasi Penyusutan (3.118.681.544) 0 (3.118.681.544) 0

Jumlah aset tetap 170.354.689 0 170.354.689 0

Aset lainnya

Aset tak berwujud 1.922.788.200 0 1.922.788.200 0

Aset lain-lain 391.369.000 0 391.369.000 0

Laptah 2016_P2MKJN Hal 10


Akumulasi penyusutan /amortisasi aset (143.969.000) 0 (143.969.000) 0
lainnya

Jumlah aset lainnya 2.170.188.200 0 2.170.188.200 0

Jumlah aset 2.436.041.368 0 2.436.041.368 0

Kewajiban

Kewajban jangka pendek

Hibah yang belum disahkan 100.000.000 0 100.000.000 0

Jumlah kewajiban jangka pendek 100.000.000 0 100.000.000 0

Jumlah kewajiban 100.000.000 0 100.000.000 0

Ekuitas

Ekuitas

Ekuitas 2.336.041.368 0 2.336.041.368 0

Jumlah ekuitas 2.336.041.368 0 2.336.041.368 0

Jumlah kewajiban dan ekuitas 2.436.041.368 0 2.336.041.368 0

Jumlah kewajiban dan ekuitas 2.436.041.368 0 2.436.041.368 0

3. Alokasi Belanja
Alokasi Anggaran belanja yang tercantun pada DIPA Direktorat P2 Masalah
Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2016 sebesar Rp. 33.551.000.000,- dengan
Blokir Anggaran sebesar Rp. 11.737.077.000,- sehingga total anggaran yang
dapat di gunakan sebesar Rp. 21.813.923.000,- atau sebesar 65,01% dari
anggaran yang tercantum pada DIPA

Alokasi Belanja

Laptah 2016_P2MKJN Hal 11


BAB II
TUJUAN DAN SASARAN KERJA

A. Dasar Hukum

Dalam menetapkan tujuan, sasaran dan indikator pelaksanaan kegiatan Direktorat


Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza memiliki acuan dasar
hukum sebagai berikut :

1. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak .


2. Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. Undang- Undang RI Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
4. Undang – undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
5. Undang – undang Nomor 36 tahun 2010 tentang Kesehatan
6. Undang – Undang No 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa
7. Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
8. Undang – Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
9. PP No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib lapor Bagi Pecandu Narkotika
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor nagi
Pecandu Narkotika
10. Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
11. Peraturan Presiden No.18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan
dan Anak dalam Konflik Sosial;
12. Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi
Nasional pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap narkotika
13. Instruksi Presiden No.5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual
Terhadap Anak;
14. Permenkes RI Nomor 1226/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Penatalaksanaan
Pelayanan Terpadu Korban KtP/A di Rumah Sakit;
15. Permenkes Nomor 2415 tahun 2011 tentang Rehabilitasi Medis bagi pecandu,
Penyalahguna dan Korban penyalahgunaan Narkotika
16. Permenkes Nomor 57 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program terapi
Rumatan Metadona (PTRM)
17. Permenkes Nomor 68 tahun 2013 tentang Kewajiban Pemberi Layanan Kesehatan untuk
Memberikan Informasi atas Adanya Dugaan Kekerasan;
18. Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
19. Permenkes Nomor 50 tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan
rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
20. Permenkes No 64 tahun 2015 tentang SOTK Kementerian Kesehatan
21. Permenkes Nomor 46 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Terapi Buprenorfin
22. KepMenkes Nomor 501 tahun 2015 tentang Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor

B. Tujuan
Tujuan Umum
Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam
rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dan meningkatnya
kesehatan jiwa dan meningkatnya upaya pencegahan penyalahgunaan napza

Laptah 2016_P2MKJN Hal 12


Tujuan Khusus
 Meningkatnya Kesehatan Jiwa anak dan remaja
 Meningkatnya Kesehatan jiwa Dewasa dan Usia Lanjut
 Meningkatnya upaya pencegahan penyalahgunaan napza

C. Sasaran
1. Tercapainya target 280 kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan
upaya kesehatan jiwa dan atau / napza ;
2. Tercapainya target 50 % fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi
penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif
3. Tercapainya target 60% RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri

D. Indikator
Indikator Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
berdasarkan Rencana Trategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan terdiri dari 3 (tiga)
indikator kinerja, yaitu:

Target dan Capain Indikator Tahun 2016

No. Indikator Kinerja Target

Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi 30%


1.
penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif
Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan 130
2.
upaya kesehatan jiwa
Persentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan 30%
3. pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri

Laptah 2016_P2MKJN Hal 13


BAB III
STRATEGI PELAKSANAAN

A. Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja

Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah:


1. Penyediaan NSPK bidang P2 Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja ;
2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk
membangun komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada
tokoh agama/tokoh masyarakat untuk mendukung program P2 Masalah Kesehatan
Jiwa Anak dan Remaja ;
3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program;
4. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas
dan mutu pelayanan standar;
5. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait
6. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi;

Hambatan Dalam Pencapaian target indikator


1. Berubahnya SOTK Kementerian Kesehatan yang tadinya Direktorat Bina Keswa
berada dibawah Direkt Jenderal BUK mutasi dibawah Direkt. Jenderal P2P
dengan menitikberatkan kepada pencegahan dan pengendalian masalah keswa dan
Napza dengan nama Direktorat P2MKJN
2. Mekanisme sistim pelaporan belum dilaksanakan secara berkesinambungan
3. Kurangnya advokasi dan sosialisasi tentang penyelenggaraan layanan keswa di
RSU
4. Rencana penyelenggaraan layanan keswa membutuhkan waktu
5. Prioritas anggaran APBN yang diberikan pertahun belum untuk penyediaan
layanan keswa
6. Sumber daya tidak memadai (ruang poli, rawat inap, dan tenaga berprofesi keswa

Terobosan Dilakukan
1. Program dan kegiatan yang dijalankan tidak berhubungan secara langsung
dengan fasyankes
2. Indikator RSU rujukan regional hanya sampai akhir tahun 2016 dan
selanjutnya berganti menjadi indikator sekolah
3. Menyepakati mekanisme alur sistim pelaporan dengan Dinas Kesehatan
setempat
4. Mensosialisasikan kembali pentingnya penyelenggaraan keswa dan napza yang
tercantum dalam UU Keswa, untuk menurunkan kesenjangan pengobatan dan
menurunkan stigma
5. Dinas Kesehatan mendukung RSU rujukan regional agar menyelenggarakan
keswa dan napza
6. Sesuai persyaratan RSU rujukan regional, UU Keswa, maka sudah selayaknya
Pemda memprioritaskan penyediakan ruang poli jiwa, rawat inap jiwa dan
tenaga kesehatan keswa dari daerahnya masing-masing
7. Melaksanakan pelatihan keswa bagi tenaga kesehatan di wilayah masing-
masing

Laptah 2016_P2MKJN Hal 14


Kegiatan yang dilakukan dalam upaya mencapai target indikator adalah :
1. Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak
2. Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga kesehatan
Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan
perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan
3. Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus
bagi tenaga kesehatan
4. Penyusunan roadmap keswa anak dan remaja
5. Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja
6. Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan bunuh diri pada remaja
7. Advokasi dan sosialisasi Pedoman penanganan dampak psikologis pada anak korban
kekerasan
8. Advokasi peningkatan remaja melalui keterampilan sosial pada pemangku kebijakan
9. Koordinasi LP/LS Penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan
10. Pelayanan keswa pencegahan dan penanggulangan pada kelompok berisiko (MMHS)
11. Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan

B. Kegiatan Pencegahan dan Pengebdalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia
Lanjut
Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah:
1. Penyediaan NSPK bidang P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut
2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk membangun
komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada tokoh agama/tokoh
masyarakat untuk mendukung program P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia
Lanjut
3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program
4. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas dan
mutu pelayanan standar
5. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait
6. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi

Hambatan Dalam Pencapaian target Indikator


1. Perubahan struktur yang terjadi di tingkat Pusat hingga Daerah, termasuk
bergantinya penanggung jawab program kesehatan jiwa.
2. Sejak tahun 2011-2016, sekitar 1300 dokter dan perawat pkm dari berbagai
provinsi telah dilatih namun banyak terjadi mutasi/rotasi, dan perpindahan karena
sekolah dll, juga karena kurangnya supervisi/monev sehingga layanan keswa
kurang berjalan dengan baik
3. Kurangnya anggaran daerah dalam program keswa karena masih belum menjadi
program prioritas daerah/program wajib puskesmas

Terobosan Dilakukan
1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan motivasi Dinas Kesehatan Provinsi
untuk pencapaian target Indikator Kab/Kota yang memiliki pelayanan Keswa 20 %
dari seluruh jumlah total Puskesmas di wilayahnya
2. Melakukan evaluasi berkala setiap triwulan kepada Dinas kesehatan Provinsi baik
melalui surat, E-Mail juga pertemuan langsung.
3. Memberikan dana dekonsentrasi bagi provinsi agar dapat melakukan pelatihan
nakes PKM di wilayahnya
4. Kesehatan jiwa masuk dalam SPM dan Keluarga Sehat, serta dalam proses revisi
Permenkes 75/2014 bahwa keswa akan menjadi program wajib puskesmas

C. Kegiatan Pencegahan Penyalahgunaan Napza

Laptah 2016_P2MKJN Hal 15


Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah:
1. Penyediaan NSPK bidang P2 Napza
2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk
membangun
3. komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada tokoh
agama/tokoh
4. masyarakat untuk mendukung program P2 Napza
5. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program
6. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas
dan
7. mutu pelayanan standar
8. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait
9. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi

Hambatan Dalam Pencapaian Target Indikator


1. Belum optimalnya komitmen Pemerintah daerah dalam menjalankan upaya
pencegahan dan pengendalian masalah Napza termasuk upaya rehabilitatifnya
2. Tingkat mutasi dan rotasi petugas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan
kekosongan petugas terlatih di IPWL yang sudah ditetapkan
3. Pemanfaatan Sistem pelaporan dan pencatatan (selaras) yang belum berjalan.
4. Cakupan layanan pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunan Napza yang masih
terbatas

Terobosan Dilakukan
1. Melakukan advokasi dengan pengambil kebijakan di tingkat daerah melalui
pertemuan koordinasi lintas sector dan lintas program
2. Secara berkala melakukan pelatihan asesmen bagi petugas di IPWL melalui
dana APBN dan APBD
3. Membangun sistem informasi wajib lapor dan rehabilitasi medis Napza untuk
memudahkan proses verifikasi klaim dan informasi data pasien yang telah
melakukan rehabilitasi
4. Rencana mengembangkan skrining dengan menggunakan instrumen Alcohol,
Smoking, and Substances Involvement Scrrening Test (ASSIST) dalam rangka
pencegahan penyalahgunaan Napza di tempat yang bukan IPWL dengan
menggunakan sistem referal ke IPWL dengan tujuan untuk meningkatkan
cakupan layanan bagi pasien penyalahguna napza dan kelompok risikonya

Laptah 2016_P2MKJN Hal 16


BAB IV.
HASIL KERJA

A. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja


Pada Renstra 2015-2019 terdapat indikator Persentase RS Umum rujukan regional yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri dengan target 30 % dari 110 RSU
rujukan regional. Dalam mencapai target indikator tersebut maka di lakukan kegiatan
kegiatan yang mendukung antara lain :

a. Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak

Pola Asuh anak sesuai asas-asas kesehatan jiwa merupakan upaya pencegahan gangguan
mental emosional pada anak yang memungkinkan dapat tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi yang sehat secara fisik, mental, emosional dan sosial. Kemampuan
mengenali adanya gangguan mental emosional pada anak usia dini yaitu dibawah 6 tahun
akan sangat membantu dalam mencegah macam-macam gangguan mental emosional
pada anak, kemampuan mendeteksi ada atau tidaknya gangguan, pemahaman sistem
pelayanan kesehatan jiwa perlu dimiliki oleh tenaga kesehatan di lini terdepan yaitu
puskesmas. Kemampuan ini sangat membantu masyarakat dalam menangani kasus-kasus
gangguan mental emosional pada anak sejak dini.

Apabila kita memahami proses perkembangan anak, maka kita akan melihat setiap fase
perkembangan mempunyai problema yang karakteristik. Dengan demikian pada setiap
fase perkembangan terdapat gangguan mental emosional tertentu. Kondisi perkembangan
usia diagnosis dapat dini balita merupakan dasar bagi perkembangan anak selanjutnya
sehingga merupakan hal penting untuk di kenali dan diperhatikan. Berbagai gangguan
mental emosional dibawah usia 6 tahun kebawah dan faktor yang mempengaruhinya
perlu diketahui karena akan meningkatkan kesadaran tetang pentingnya pencegahan dan
penatalaksanaan dini. Pemeriksaan tepat waktu dan penegakan diagnosis dapat
memberikan dasar untuk intervensi yang efektif sebelum penyimpangan awal
berkembang menjadi satu pola maladaptif yang menetap

Modul ini di gunakan untuk Pelatihan bagi keluarga, kader dan masyarakat yang
terakreditasi dengan 40 JPL yang berisikan kompetensi antara lain :
1. Mengenal kesehatan jiwa anak dan remaja
2. Memahami gambaran pola pengasuhan anak dan remaja di masyarakat
3. Memahami pengasuhan anak :
a. Sejak Dalam Kandungan
b. Usia 0 – 1,5 Tahun
c. Usia 1.5 – 3 Tahun
d. Usia 3 – 6 Tahun
e. Usia 6 – 12 Tahun
f. Usia 12 – 18 Tahun
4. Memahami prinsip dasar pengasuhan anak dan remaja
5. Melakukan deteksi dini perkembangan emosi dan perilaku pada anak dan tindak
lanjut

Laptah 2016_P2MKJN Hal 17


6. Melakukan deteksi dini perkembangan emosi dan perilaku pada remaja dan tindak
lanjut
7. Melakukan Pencatatan dan Pelaporan

Kegiatan Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tum,buh


kembang anak
Anggaran Rp. 217.620.000
Input Kurangnya pemahaman orangtua dalam pendekatan pola asuh
anak untuk mencapai keberhasilan dalam tumbuh kembang
anak
Output Tersedianya modul pola asuh yang mendukung tumbuh
kembang anak
Keluaran Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman tenaga kesehatan
(Outcame) dan keluarga dalam memberikan pola asuh anak sesuai dengan
tumbuh kembang anak
Benefit  Orangtua memahami pola asuh yang mendukung tumbuh
kembang anak dan
 Orangtua dapat mendeteksi dini kondisi anak yang tidak
sesuai dengan tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya
 Menurunnya masalah tumbuh kembang anak dan menjadikan
Dampak (Impact) indonesia sehat
 Berkualitasnya pola asuh orangtua bagi anak yang sedang
tumbuh kembang

Foto Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak

b. Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga


Kesehatan

Seorang anak yang mengalami kekerasan baik fisik maupun seksual, tidak hanya akan
berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, tapi juga bisa mengalami trauma
berkepanjangan, bahkan hingga beranjak dewasa, trauma akibat kekerasan pada anak
akan sulit dihilangkan kalau tidak segera ditangani oleh ahlinya.

Dampak psikologis untuk anak yang mengalami kekerasan terutama kekerasan seksual,
terbagi menjadi jangka pendek dan jangka panjang, dampak jangka pendek akan
mengalami mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain,

Laptah 2016_P2MKJN Hal 18


dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Untuk jangka
panjangnya, ketika dewasa nanti anak akan mengalami fobia pada hubungan seks.
Bahkan bisa terjadi dampak yang lebih parah, anak akan terbiasa dengan kekerasan
sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak akan
mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.

Data yang dikumpulkan dan dianalisis Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Komnas
Anak, terdapat 21.689.797 kasus pelanggaran Hak Anak. Sebanyak 42-58% dari
pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan seksual, selebihnya adalah kasus
kekerasan fisik, penelantaran dan perebutan anak, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak
(child trafficking) untuk tujuan eksploitasi seksual komersial. Data ini bersumber dari
laporan masyarakat melalui pelayanan pengaduan langsung (hotline service), pemberitaan
media massa serta pengelolaan data dan informasi yang dikumpulkan oleh Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) di 34 provinsi dan 179 Kabupaten Kota. Sedangkan di tahun
2014 saja, pelayanan pengaduan Komnas Anak sudah menerima laporan 679 kasus,
dengan jumlah korban 896 orang anak. Sebanyak 52% adalah kejahatan seksual.

Untuk itu tenaga kesehatan perlu dibekali oleh keterampilan keterampilan dalam
penanganan kekerasan dan kekerasan seksual, maka perlu di buat modul tentang
bagaimana memastikan bahwa program-program perlindungan dan penanganan masalah-
masalah kemanusiaan adalah aman dan tidak – langsung maupun tidak langsung –
memperbesar risiko terjadinya kekerasan seksual atas wanita dan anak-anak perempuan.

Modul ini di gunakan untuk Pelatihan bagi tenaga kesehatan yang terakreditasi dengan 72
JPL yang berisikan kompetensi antara lain :
1. Memahami kekerasan pada Anak dan dampak psikologis
2. Melakukan penatalaksanaan dampak psikologis kekerasan pada anak
3 Melakukan sistem rujukan dan jejaring kerja layanan
4. Melakukan pencatatan dan pelaporan

Kegiatan Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak


bagi tenaga kesehatan
Anggaran Rp, 207.675.000
Input Meningkatnya masalah kekerasan terutama kekerasan seksual
pada anak yang menimbulkan masalah dan gangguan kesehatan
jiwa
Output Tersedianya modul dampak psikologis kekerasan pada anak
Keluaran Terlatihnya tenaga kesehatan yang mampu dan terampil
(Outcame) memberikan penanganan dampak psikologis bagi korban
kekerasan
Benefit  Tenaga kesehatan (dokter dan perawat) yang dilatih terampil
dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas
pelayanan kesehatan
 Meningkatnya akses layanan jiwa di fasilitas pelayanan
kesehatan
 Daerah dapat memberikan pelatihan agar berkesinambungan

Laptah 2016_P2MKJN Hal 19


Dampak (Impact)  Meningkatnya jumlah nakes terlatih keswa
 Meningkatnya pengetahuan nakes dalam memberikan
penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan pada
anak dan remaja

Foto Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak


bagi tenaga kesehatan

c. Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan
perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan.
Sesuai intruksi Presiden RI No.5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan
Seksual Terhadap Anak bahwa Kementerian Kesehatan RI diamanatkan untuk melakukan
tugas salah satunya memberikan penanganan yang cepat kepada korban kejahatan seksual
terhadap anak, termasuk pengobatan secara fisik, mental dan sosial serta pencegahan
penyakit dan gangguan kesehatan lainnya serta melakukan pengobatan mental/kejiwaan
terhadap tahanan/warga binaan pelaku kejahatan seksual anak di rutan/lapas bekerjasama
dengan Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia dan Menteri Sosial.

Korban berhak mendapatkan penatalaksanaan kesehatan dan rehabilitasi dari pemerintah


baik secara fisik maupun secara mental, spiritual dan sosial, selain itu privasinya wajib
untuk dilindungi, nama baiknya dijaga dan dipelihara keselamatannya. Saksi korban
menjadi tanggung jawab pemerintah, dan anak yang jadi korban tersebut berhak untuk
senantiasa mengetahui perkembangan perkara yang dihadapinya. Hal yang sama juga
diatur dalam pasal 65 UU RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
menyebutkan bahwa: Rehabilitasi seharusnya diberikan kepada semua korban tindak
pidana yang memerlukan pemulihan baik secara fisik maupun mental.

Rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku kejahatan seksual adalah merupakan suatu
pendekatan holistik, kesemuanya bertujuan untuk membentuk individu yang utuh dalam
aspek fisik, mental, emosional dan sosial agar ia dapat berguna bagi lingkungannya
sekaligus mengembalikan korban kepada keadaan semula dari keadaan yang terpuruk

Laptah 2016_P2MKJN Hal 20


menjadi keadaan yang berfungsi sesuai kondisinya. Maka perlu adanya dukungan
pembiayaan agar rehabilitasi yang dilakukan dapat sesuai agar pencegahan dan
pengendalian masalah kesehatan dampak psikologis tidak terjadi pada anak dan remaja
yang menjadi korban ataupun sebagai pelaku.

Tujuan umum panduan juklak juknis ini adalah :


a. Menyediakan rehabilitasi psikologis dalam rangka pemulihan terhadap korban
kekerasan dan pelaku kejahatan seksual yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang telah ditetapkan.
b. Menyediakan petunjuk teknis pembiayaan program penanganan dampak psikologis
pada anak dan perempuan korban dan pelaku kekerasan.

Tujuan khusus panduan juklak juknis ini adalah :


a. Memfasilitasi pembiayaan penanganan kekerasan pada korban yang mengalami
dampak psikologis.
b. Memfasilitasi pembiayaan rehabilitasi psikologis bagi pelaku kejahatan seksual di
Lapas
c. Pembiayaan difasilitasi dana program Direktorat Pencegahan dan Pegendalian
Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (APBN)
d. Klaim rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku difasilitasi diluar tanggungan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Kegiatan Penyusunan jujlak juknis pembiayaan penanganan dampak


psikologis pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku
kekerasan
Anggaran Rp. 124.500.000
Input Belum ada pembiayaan khusus dalam mekanisme JKN untuk
penanganan rehabilitasi psikologis bagi korban dan saksi
kekerasan
Output Tersedianya Juklak-juknis pembiayaan rehabilitasi psikologis
penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan di
fasilitas pelayanan kesehatan
Keluaran Terstandarnya mekanisme pembiayaan rehabilitasi psikologis
(Outcame) penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan di
fasilitas pelayanan kesehatan
Benefit  Anak dan perempuan korban kekerasan yang mengalami
dampak psikologis mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di
fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia dengan biaya
yang ditanggung Kemenkes
 JKN – BPJS dapat merencanakan biaya tsb
 Meningkatnya penanganan dampak psikologis sesuai juknis
bagi korban kekerasan pada anak dan remaja sehingga tidak
Dampak (Impact) mengalami penderitaan, hendaya dan disabilitas
berkepanjangan
 Menurunnya kesenjangan dalam pengobatan

Laptah 2016_P2MKJN Hal 21


Foto Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis
pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan.

d. Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus


bagi tenaga kesehatan
Berdasarkan Laporan Bank Dunia dan WHO (2011)The World Disability Report,
diperkirakan 15% dari populasi global berusia 15 tahun ke atas mengalami kondisi
disabilitas. Perhitungan ini didasarkan atas definisi disabilitas dari model Bio-psiko-sosial
yang diadopsi oleh Konvensi Hak-hak Penyandang disabilitas PBB (UNCRPD). Definsi
ini kemudian diterjemahkan menjadi indikator ICF (International Classification Of
Functioning Disability, and Healthy) oleh WHO dan tim khusus Bank Dunia (The
Washington Group) dan digunakan untuk melakukan survei global. ICF mulai digunakan
di Indonesia untuk Sensus Penduduk 2010 dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 –
2013. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa tidak kurang dari 11% penduduk
Indonesia usia 15 tahun ke atas mengalami disabilitas.

Masalah disabilitas dalam kaitannya dengan berbagai penyakit kronis maupun penyebab
lainnya merupakan beban emosional dan ekonomi sekaligus yang berdampak serius pada
kualitas hidup individu, keluarga bahkan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan
intervensi untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi dampaknya.
Kewajiban menyediakan layanan yang aksesibel dan holistik dalam mendukung derajat
kesehatan yang optimal dan kemandirian anak dan remaja dengan disabilitas tidak hanya
dibebankan pada pemerintah tetapi juga partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Segala
aspek yang terkait dengan permasalahan disabilitas digunakan sebagai prioritas intervensi
untuk mencegah, mengurangi, mengatasi dan mengendalikan dampak disabilitas. Jika
tidak diatasi akan mempengaruhi kualitas hidup anak dan remaja dengan disabilitas di
Indonesia. Maka dibutuhkan suatu panduan bagi tenaga kesehatan dalam peningkatan
kesehatan jiwa bagi anak dan remaja dengan disabilitas.

Tujuan umum panduan pedoman ini adalah :


Meningkatkan pemahaman dan kemampuan tenaga kesehatan dalam upaya memberikan
pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja dengan disabilitas

Laptah 2016_P2MKJN Hal 22


Tujuan khusus pedoman ini adalah :
a. Meningkatnya kemampuan anak dan remaja dengan disabilitas dalam mengatasi
masalah kesehatan jiwa yang menyertai kondisinya
b. tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja
dengan disabilitas.
c. Meningkatkan kesadaran dan kapasitas orangtua dalam pemenuhan hak-hak,
kebutuhan dasar, kebutuhan khusus bagi anak dan remaja dan remaja dengan
disabilitas.
d. Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, lintas profesi dan
multidisiplin lainnya.
e. Meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dan dunia usaha dalam
pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak dan remaja dan remaja dengan
disabilitas.

Kegiatan Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada


anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan
Anggaran Rp. 176.820.000
Input Belum adanya pedoman penanganan dampak disabilitas pada
anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan
Output Tersedianya Pedoman penanganan dampak disabilitas pada
anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan
Keluaran Adanya acuan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus
(Outcame) bagi tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang
tersedia
Benefit Tenaga kesehatan memiliki acuan/ panduan dalam
penanganan anak berkebutuhan khusus
 Tertanganinya dampak disabilitas pada anak berkebutuhan
khusus di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan
pedoman
Dampak (Impact)
 Menurunnya stigma, diskriminasi dan kesenjangan dalam
pengobatan

Foto Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak


berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan

Laptah 2016_P2MKJN Hal 23


e. Penyusunan roadmap keswa anak dan remaja
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk anak dan remaja adalah
sebanyak 89.483.997 dari total jumlah penduduk 237.641.326 jiwa. Kelompok ini
merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pertahanan
mentalnya dengan baik dan sehat jiwa sesuai dengan usianya dalam menghadapi
tantangan kehidupan dimasa yang akan datang. Sehat jiwa berarti seseorang mampu
mengendalikan semua stresor yang datang dari internal maupun eksternal. Remaja dan
dewasa muda awal adalah individu yang cukup rentan untuk terkena gangguan kesehatan
mental. Hal ini dikarenakan pada usia ini merupakan saatnya individu anak untuk
menunjukkan mulai dari otonomi diri sampai kepada mencari jati diri. Dalam
menghadapi tantangan ini, dapat menimbulkan stresor atau tekanan sebagai pengalaman
dalam hidupnya.
Masalah kesehatan jiwa pada anak dan remaja perlu menjadi fokus utama tiap upaya
peningkatan sumber daya manusia, mengingat usia anak dan remaja merupakan usia
generasi yang perlu disiapkan sebagai kekuatan bangsa Indonesia. jika ditinjau dari
proporsi, 40% dari total populasi penduduk Indonesia yang terdiri dari anak dan remaja
berusia 0-16 tahun , ternyata 7-14% dari jumlah tersebut mengalami gangguan kesehatan
jiwa , termasuk antara lain anak dengan tuna grahita, gangguan perilaku, kesulitan
belajar, dan hiperaktif.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2013, prevalensi
gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari
jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Penyebab gangguan kesehatan jiwa ada banyak hal, mulai dari kekerasan terhadap anak
dan perempuan terutama kekerasan seksual, pornografi, penyalahgunaan Napza,
kecanduan media elektronik dan jejaring sosial, gangguan kejiwaan, bencana, tekanan
psikologis, kepikunan dan sebagainya yang kurang mendapat perhatian atau terabaikan
karena ketidakpahaman, kelelahan menghadapi, kurang peduli, ketersediaan dan akses
pelayanan kesehatan jiwa yang sulit dijangkau.

Peta strategis (roadmap) anak dan remaja merupakan rencana rinci tahapan program
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual anak dan remaja dalam
sebuah keluarga secara sistimatis dalam kurun waktu tertentu (2017-2020). Tujuan
roadmap ini agar diperoleh kebijakan dan pemikiran bersama dalam menyusun,
memetakan perkembangan anak, permasalahan anak, sasaran, target untuk mencapai
indikator yang diharapkan sebagai output dan outcome pencegahan dan pengendalian
masalah anak dan remaja.

Tujuan umum penyusunan roadmap ini adalah :


Tersusunnya kerangka Roadmap penanggulangan masalah kesehatan jiwa anak dan
remaja yang disusun dan disepakati bersama lintas program dan lintas sektor.
Tujuan khusus penyusunan roadmap ini adalah :
a. Adanya sinergi program dalam penanggulangan kesehatan jiwa anak dan remaja.
b. Mengelompokkan masalah berdasarkan usia pertumbuhan dalam siklus perkembagan

Laptah 2016_P2MKJN Hal 24


c. Merencanakan program pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak
dan remaja di institusi kesehatan dan non kesehatan dan lembaga yang berkaitan
dengan anak dan remaja.

Kegiatan Penyusunan roadmap keswa anak dan remaja


Anggaran Rp. 71.250.000
Input Belum adanya pemetaan masalah, program dan kegiatan keswa
anak remaja sesuai dengan struktur dan tupoksi Dit.P2MKJN
yang baru
Output Tersedianya Roadmap pencegahan dan pengendalian kesehatan
jiwa anak dan remaja sesuai dengan struktur dan tupoksi Dit
P2MKJN yang baru
Keluaran Terpetanya masalah, program dan kegiatan pencegahan dan
(Outcame) pengendalian kesehatan jiwa anak dan remaja sesuai dengan
struktur dan tupoksi Dit P2MKJN yang baru
Benefit Terarahnya program, kegiatan pencegahan dan pengendalian
masalah kesehatan jiwa anak dan remaja
 Terlaksananya perencanaan program dan kegiatan keswa
Dampak (Impact) sesuai roadmap
 Menurunnya masalah kesehatan jiwa anak dan remaja

f. Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja


Media KIE merupakan penyebarluasan informasi bagi masyarakat dan pemahaman yang
positif dalam bentuk komunikasi, informasi dan edukasi.
Tujuan dari penyusunan media KIE adalah :
a. Mempermudah penyampaian informasi.
b. Menghindari kesalahan persepsi.
c. Dapat memperjelas informasi
d. Mempermudah pengertian.
e. Mengurangi komunikasi yang verbalistik
f. Dapat menampilkan obyek yang tidak bisa ditangkap dengan mata.
g. Memperlancar komunikasi.
Materi Media KIE yang disusun antara lain :
1. Media Cartoon Video (MCV) tentang Aku dan Keluargaku
2. Media Cartoon Video (MCV) tentang Aku dan Teman-Temanku
3. Media edukasi dalam bentuk Papan bermain tentang pengenalan macam
macam emosi yang postif dan negatif bagi anak dan remaja “Bintang
Indonesia’.

Kegiatan Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja


Anggaran Rp. 197.100.000
Input Kurangnya media KIE terkait dengan kesehatan jiwa bagi anak
dan remaja
Output Tersedianya media KIE bagi anak dan remaja
Keluaran Meningkatnya pemahaman masyarakat dalam mengenali dan
(Outcame) mencegah masalah dan gangguan kesehatan jiwa anak dan
remaja

Laptah 2016_P2MKJN Hal 25


Benefit Masyarakat awam mendapatkan informasi dan akses media
KIE terkait kesehatan jiwa anak dan remaja
 Meningkatnya pemahaman dan pencegahan masalah
kesehatan jiwa anak dan remaja di keluarga dan masyarakat
Dampak (Impact)  Menurunnya masalah kesehatan jiwa anak dan remaja di
keluarga dan masyarakat
 Menurunnya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan
masalah dan gangguan kesehatan jiwa

Gambar.
Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja

AKU DAN
KELUARGAKU
KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Story board by Philip Triatna & Julie Tane

Sini dik,
aku bantu!
Hallooo!

Hai teman-teman, salam kenal ... Oh iya teman – teman, ini kedua orang tua kami.
Namaku Budi, umurku 8 tahun dan ini adikku Tini, usianya 4 tahun. Ayah kami bernama Hadi, ketika di rumah, ayah rajin membantu ibu.
Kami saaliiing menyayangi... , walaupun terkadang kami bertengkar karena masalah kecil. Ibu yang mengasuh kami bernama Ina.
Tapi tak lama setelah itu, kami berbaikan dan bermain kembali. Setiap hari, ayah dan ibu pergi bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

g. Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan bunuh diri pada remaja
Bunuh diri merupakan tindakan secara sengaja melukai/merusak diri sendiri dengan
menggunakan zat kimia, alat maupun cara lainnya yang bertujuan untuk mengakhiri
hidup. Merupakan sebuah proses dan sebagai penyebab utama kematian secara global
nomor 5 di antara mereka berusia 30-49 tahun dan menjadi penyebab kematian nomor
dua paling tinggi untuk pemuda dengan rentang umum 15-29 tahun di seluruh dunia
(WHO) Angka percobaan bunuh diri menyumbang 1,4% dari semua kematian di seluruh
dunia.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 26


Akhir-akhir ini bunuh diri pada anak dan remaja semakin meningkat. Pencetus utama
adalah kegagalan di sekolah, tekanan dari orangtua, tuntutan prestasi sekolah terlalu
tinggi, putus cinta dan konflik terhadap diri dan lingkungannya akibat stres dan depresi
berkepanjangan.
Tidak kalah pentingnya perilaku merusak pada remaja seperti merokok, minum alkohol
dan kegiatan seks bebas juga semakin meningkat. Lingkungan sekolah dan perguruan
tinggi yang berfungsi sebagai saranapendidikan untuk membangun kehidupan individu
memainkan peranan penting dalam mencegah perilaku merusak diri tersebut.
Membangun sistem tata nilai,komunikasi yang efektif, menerima aspirasi dan
menanamkan mekanisme tujuan yang sesuai, serta keluarga yang harmonis merupakan
hal yang penting dalam mencegah tindakan bunuh diri pada kelompok rentang usia ini.

Upaya pencegahan perilaku bunuh diri dapat diupayakan melalui deteksi dini perilaku
bunuh diri dan mengenali tanda-tanda perilaku merusak diri tersebut.
Oleh karena itu melalui kegiatan advokasi dan sosialisasi ini, diharapkan dapat mengajak
seluruh elemen masyarakat untuk lebih peka dan mampu memahami faktor risiko dan
pencetus terjadinya tindakan bunuh diri pada remaja, sebagai upaya pencegahan secara
menyeluruh.Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan menjadi pendorong tersedianya
sarana informasi dan edukasi kepada masyarakat, serta terbentuknya mekanisme dan
program yang tepat dalam reaksi cepat dalam penanggulangan kasus bunuh diri pada
remaja.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :


1. Meningkatkan pemahaman lintas kementerian, lintas program dan sektor dalam
menyusun dan menentukan program yang tepat dalam upaya pencegahan bunuh diri
pada remaja.
2. Meningkatnya pemahaman lintas sektor terhadap faktor risiko dan pencetus
terjadinya tindakan bunuh diri pada remaja.
3. Mengkolaborasikan pencatatan dan pendataan kasus kematian akibat bunuh diri dan
percobaan bunuh diri di Indonesia.

Kegiatan Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan


bunuh diri pada remaja
Anggaran Rp. 354.900.000
Input Meningkatnya angka kejadian bunuh diri melalui berbagai
berita dan media di Indonesia
Output Tersosialisasinya program dan kegiatan pencegahan bunuh diri
pada remaja di Indonesia
Keluaran Meningkatnya pemahaman LP/LS terkait upaya pencegahan
(Outcame) bunuh diri pada remaja di Indonesia sesuai acuan pencegahan
bunuh diri di Indonesia
Benefit Terjalinnya kerjasama berbagai pihak terkait dalam upaya
pencegahan bunuh diri di Indonesia sesuai dengan peran dan
tupoksi masing-masing
Adanya mekanisme dan program yang tepat dalam reaksi cepat
Dampak (Impact) tanggap pencegahan dan penanggulangan kasus bunuh diri
pada remaja.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 27


h. Advokasi dan sosialisasi Pedoman penanganan dampak psikologis pada anak korban
kekerasan.
Seorang anak yang mengalami kekerasan seksual, tidak hanya akan berdampak pada
masalah kesehatan di kemudian hari, tapi juga bisa mengalami trauma berkepanjangan,
bahkan hingga beranjak dewasa, trauma akibat kekerasan seksual pada anak akan sulit
dihilangkan kalau tidak segera ditangani oleh ahlinya.
Dampak Psikologis untuk anak yang mengalami kekerasan seksual, terbagi menjadi
jangka pendek dan jangka panjang, dampak jangka pendek akan mengalami mengalami
mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi
menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Untuk jangka panjangnya,
ketika dewasa nanti anak akan mengalami fobia pada hubungan seks. Bahkan bisa terjadi
dampak yang lebih parah, anak akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan
hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak akan mengikuti apa yang
dilakukan kepadanya semasa kecilnya.
Maka, sebagai langkah keluar yang terbaik, korban kekerasan seksual tak hanya
mendapat penanganan medis saja, tapi juga harus mendapatkan bantuan konsultasi
psikologis secara berkala atau intensif. Untuk itu Direktorat Bina Kesehatan Jiwa telah
menyusun pedoman penanganan rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku sebagai
acuan petugas kesehatan dalam penanganan, untuk itu perlu di sosialisasikan kepada
lintas sector, lintas program serta pemangku kebijakan agar memahami program yang
tepat untuk penanganan korban dan pelaku tindak kejahatan seksual

Tujuan dari pertemuan ini adalah :


Meningkatkan pemahaman lintas sektor dan program dalam program dan
penatalaksanaan penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan serta upaya
penanganan yang terintegrasi di semua multidisplin.

Kegiatan Advokasi dan sosialisasi program penanganan dampak


psikologis pada anak korban kekerasan
Anggaran Rp. 364.100.000
Input Tingginya angka korban kekerasan pada anak dan remaja di
Indonesia
Output Tersosialisasinya program penanganan dampak psikologis bagi
anak dan remaja korban kekerasan
Keluaran Meningkatnya pemahaman program dan kegiatan yang tepat
(Outcame) dalam upaya penanganan kekerasan bagi anak dan remaja
Benefit Terjalinnya kerjasama berbagai pihak dalam upaya penanganan
dampak psikologis pada anak dan remaja korban kekerasan di
Indonesia
Adanya mekanisme dan program serta kegiatan yang tepat
Dampak (Impact) dalam penanganan rehabilitasi dampak psikologis bagi anak
dan remaja korban kekerasan di Indonesia

Laptah 2016_P2MKJN Hal 28


i. Advokasi peningkatan remaja melalui keterampilan sosial pada pemangku kebijakan
Masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak dan dewasa. Pada masa tersebut
remaja mengalami banyak perubahan baik fisik, psikologis dan sosial. Mereka seringkali
merasa tidak nyaman dan bereaksi secara emosional, misalnya mudah tersinggung,
mudah marah, suka membantah. Mereka tidak mau lagi dianggap sebagai anak, namun
belum juga dapat diberi tanggung jawab penuh sebagai orang dewasa. Sebagai dampak
dari perkembangan remaja itu sendiri serta pengaruh lingkungan yang kurang
mendukung, maka anak remaja kita rawan terkena perilaku yang negatif, yang seringkali
menyebabkan kegagalan mereka dalam mencapai keberhasilan di bidang pendidikan
ataupun dalam kehidupannya kelak. Keberhasilan dalam kehidupan, tidak hanya
ditentukan oleh kecerdasan saja, tapi mereka juga harus mampu dan terampil dalam
menghadap berbagai masalah kehidupan.

Pendidikan yang diberikan di sekolah seyogyanya bukan semata-mata pemberian ilmu


pengetahuan, tetapi secara luas juga dimaksudkan untuk pembentukan kepribadian, watak
dan moral. Sikap dan perilaku guru amat besar pengaruhnya terhadap suasana pendidikan,
sehingga dapat mendukung perkembangan perilaku dan jiwa emosional anak, agar
mereka mampu menghadapi tantangan dalam kehidupan dan berkembang menjadi
sumber daya yang berkualitas. Oleh karena itu penting bagi remaja untuk
mengembangkan keterampilan sosial sedini mungkin untuk memudahkan dalam
memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara
normal dan sehat saat ia remaja atau dewasa.

Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan
krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada
masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh
teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam
menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri,
dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial
ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan
kekerasan, dan sejenisnya.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :


1. Membangun komitmen bersama dalam peningkatan kesehatan jiwa remaja melalui
keterampilan sosial, agar mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dalam
kehidupan.
2. Mengintegrasikan program program kesehatan jiwa dalam upaya peningkatan
kesehatan di sekolah

Laptah 2016_P2MKJN Hal 29


Kegiatan Advokasi penngktan remaja melalui keterampilan sosial pada
pemangku kebijkan
Anggaran Rp. 96.800.000
Input Meningkatnya masalah kesehatan jiwa anak dan remaja usia
sekolah
Output Tersosialisasinya program keterampilan sosial bagi guru
sekolah
Keluaran Meningkatnya pemahaman guru dan sektor terkait dalam
(Outcame) menentukan program yang tepat sebagai upaya penanganan
kesehatan jiwa di sekolah
Benefit Terjalinnya kerjasama berbagai pihak dalam upaya peningkatan
kesehatan jiwa melalui keterampilan sosial di sekolah
Terprogramnya upaya peningkatan kesehatan jiwa anak dan
Dampak (Impact)
remaja melalui keterampilan sosial di sekolah

j. Koordinasi LP/LS Penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan


Saat ini Pemerintah memberikan perhatian khusus pada upaya pencegahan dan
penanganan kekerasan yang dialami oleh anak. Antara lain dengan diterbitkannya
Instruksi Presiden Republik Indonesia No 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti
Kejahatan Seksual Terhadap Anak. Inpres tersebut mengamanatkan kepada Menteri
Kesehatan untuk :
1. Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada anak dan masyarakat
pemangku kepentingan tentang kesehatan reproduksi, dampak kejahatan seksual
terhadap tumbuh kembang anak, pemberdayaan anak dan upaya pencegahan lainnya.
2. Melakukan sosialisasi kepada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tentang
kewajiban untuk memberikan informasi kepada kepolisian dan atau pemangku
kepentingan terkait atas adanya dugaan kejahatan seksual terhadap anak - sesuai
Permenkes RI No. 68 tahun 2013.
3. Memberikan penanganan yang cepat kepada korban kejahatan seksual terhadap anak,
termasuk pengobatan secara fisik, mental dan sosial serta pencegahan penyakit dan
gangguan kesehatan lainnya.
4. Melakukan pengobatan mental/kejiwaan terhadap tahanan/warga binaan bagi pelaku
kejahatan seksual di rutan/lapas.

Untuk melaksanakan Inpres tersebut - utamanya untuk penanganan psikologis pada anak
korban kekerasan dan pelaku kekerasan pada anak - maka Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit melaksanakan program pembiayaan rehabilitasi
psikologis yang saat ini belum dapat diakses dalam skema JKN atau BPJS Kesehatan.
Sementara itu , rehabilitasi psikologis ini dapat di lakukan di fasilitas fasilitas pelayanan
kesehatan.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :


Membangun komitmen bersama Lintas Sektor dan Lintas Program dalam pencegahan dan
penanganan kekerasan terhadap anak. Selain itu, pertemuan ini diharapkan dapat
menemukan akar permasalahan dan pemecahan masalah dalam pelayanan kesehatan

Laptah 2016_P2MKJN Hal 30


terkait masalah pembiayaan penanganan kekerasan pada anak. Sekaligus memberikan
perlindungan kepada anak sesuai dengan hak dasarnya yang diamanatkan Undang-
undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Kegiatan Koordinasi LP/LS Penaganan dampak psikologis pada anak


korban kekerasan
Anggaran Rp. 55.140.000
Input Tingginya angka korban kekerasan pada anak dan remaja di
Indonesia
Output Terkoordinasinya LP/LS terkait program dan kegiatan
penanganan dampak psikologis bagi anak dan remaja korban
kekerasan
Keluaran Meningkatnya pemahaman LP/LS dalam mengkoordinasikan
(Outcame) program yang tepat dalam upaya penanganan kekerasan bagi
anak dan remaja
Benefit Terjalinnya kerjasama berbagai LP/LS terkait dalam upaya
penanganan dampak psikologis pada anak dan remaja korban
kekerasan di Indonesia
Adanya mekanisme dan program serta kegiatan yang tepat
Dampak (Impact) dalam penanganan rehabilitasi dampak psikologis bagi korban
kekerasan

k. Pelayanan keswa pencegahan dan penanggulangan pada kelompok berisiko (MMHS).


Direktorat pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan Napza yang
dulunya bernama Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, pada puncak hari kesehatan jiwa tahun
2012 telah meluncurkan pelayanan kesehatan jiwa bergerak atau mobile mental health
services (MMHS) yang menyelenggarakan (1) penyuluhan, (2) deteksi dini (skrining)
masalah kesehatan jiwa dan napza dengan instrumen dan pemeriksaan urin serta (3)
konseling masalah kesehatan jiwa dan bila perlu (4) merujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
Salah satu kegiatan MMHS adalah melaksanakan upaya promotif dan preventif masalah
kesehatan jiwa dan Napza kepada siswa/i sekolah setingkat SMA di 5 (lima) wilayah
Provinsi DKI Jakarta dengan lebih kurang 1000 peserta anak didik. Selain itu MMHS
juga melakukan upaya promotif dan preventif bagi masyarakat yang kegiatannya
dikaitkan pada peringatan hari-hari besar kesehatan di Indonesia.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :


Meningkatkan pengetahuan, pemahaman serta deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan
Napza di rentang siklus kehidupan (anak, remaja, lansia dan dewasa)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 31


Hasil deteksi dini siswa/i sekolah setingkat SMA
di 5 (lima) wilayah Provinsi DKI Jakarta

Laptah 2016_P2MKJN Hal 32


Kegiatan Pelayanann keswa pencegahan dan penanggulangan pada
kelompok berisiko dan hari kesehatan (MMHS)
Anggaran Rp. 138.000.000
Input  Sulitnya akses pelayanan kesehatan jiwa pada masyarakat
 Tinginya stigma dan diskriminasi
Output Tersedianya pelayanan kesehatan jiwa bergerak (MMHS) yang
memberikan penyuluhan, deteksi dini melalui skrining keswa,
napza serta konseling masalah keswa
Keluaran Meningkatnya pemahaman dan akses masyarakat dalam
(Outcame) pencegahan dan deteksi dini masalah kesehatan jiwa di
keluarga dan masyarakat
Benefit Masyarakat awam langsung mendapatkan akses layanan terkait
kesehatan jiwa
Terdeteksinya secara dini masalah kesehatan jiwa anak dan
Dampak (Impact)
remaja

L. Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan


Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005–2024)menetapkan bahwa
pembangunan kesehatan menuju kearah pengembangan upaya kesehatan, dari upaya
kesehatan yang bersifat Kuratif bergerak ke arah upaya kesehatan Preventif dan Promotif,
sesuai kebutuhan dan tantangan kesehatan. Tantangan kesehatan saat ini, bahwa
Indonesia menghadapi masalah kesehatan triple burden, yaitu masih tingginya penyakit
infeksi, meningkatnya penyakit tidak menular dan muncul kembali penyakit-penyakit
yang seharusnya sudah teratasi.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 33


Tentunya, hal ini menjadi ancaman bagi produktifitas bangsa kita. Usia produktif yang
besar dan seharusnya memberikan kontribusi pada pembangunan akan terancam apabila
derajat kesehatannya terganggu oleh penyakit tidak menular dan perilaku hidup yang
tidak sehat.

Dalam mengatasi hal ini, diperlukan upaya promotif dan preventif merupakan salah satu
cara efektif untuk menurunkan angka kematian dan masalah kesehatan akibat Penyakit
Tidak Menular (PTM) dan Penyakit Menular (PM), dan Kesehatan Jiwa. Upaya tersebut
bergantung pada perilaku individu yang turut didukung oleh kualitas lingkungan,
ketersediaan sarana dan prasarana serta dukungan program dan regulasi untuk hidup sehat
yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Banyak Hari Besar Kesehatan di Indonesia yang ditetapkan sebagai bagian dari upaya
informasi yang setiap tahun diperingati, hari hari kesehatan ini menjadi momentum untuk
melakukan pendidikan kesehatan sebagai salah satu upaya promosi kesehatan di segala
program kesehatan termasuk integrasi program kesehatan jiwa di beberapa program yang
ada di Kemeterian Kesehatan.
Salah satu upaya kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalioan Masalah Kesehatan
Jiwa dan Napza yang dapat diintegrasikan pada hari hari kesehatan yang ada di
Kementerian Kesehatan adalah salah satunya MMHS dengan pendekatan upaya promotif
dan preventif kepada berbagai sasaran baik siswa/i sekolah, kader, dan khususnya
masyarakat dengan tujuan agar dapat meningkatkan akses layanan, pengetahuan,
pemahaman serta deteksi dini masalah kesehatan jiwa.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :


1. Meningkatkan upaya promotif dan preventif program kesehatan jiwa dan Napza
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya menjaga
kesehatan.

Kegiatan Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar


kesehatan
Anggaran Rp. 200.800.000
Input Mensosialisasikan layanan kesehatan jiwa bergerak (MMHS)
ke masyarakat melalui hari-hari besar kesehatan di lingkungan
dejabotabek
Output Tersedianya pelayanan kesehatan jiwa bergerak di masyarakat
pada hari-hari besar kesehatan
Keluaran Meningkatnya pemahaman dan akses masyarakat dalam
(Outcame) pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat pada hari-hari besar
kesehatan
Benefit Terjangkaunya pencegahan dan pengendalian masalah
kesehatan di masyarakat pada hari-hari besar kesehatan
 Terdeteksinya secara dini masalah kesehatan jiwa anak dan
Dampak (Impact) remaja di institusi sekolah dan masyarakat.
 Meningkatnya kerjasama institusi layanan kesehatan jiwa
secara berkesinambungan dalam bentuk MoU

Laptah 2016_P2MKJN Hal 34


Gambar.
Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan

dalam rangka Hari Lansia

B. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut


Pada Renstra 2015-2019 terdapat indikator Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas
yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dengan target 130. Capaian target di tahun
2016 sebanyak 130 kab/kota (daftar terlampir) di capai melalui kegiatan pelatihan deteksi
dini bagi tenaga kesehatan di puskesmas, pertemuan evaluasi pelaksanaan program
keswa di puskesmas, penyusunan modul ketangguhan mental antenatal “ menjadi ibu
tangguh dan optimis (mito) dan kegiatan – kegiatan lain yaitu :
a. Penyusunan modul resiliensi mental pada ante natal care bagi ibu hamil
Gejala depresi pada masa kehamilan (antenatal) anatara lain perasaan sedih yang
berlebihan, mudah lelah, gangguan tidur, hilang minat dan kesenangan terhadap
aktivitas yang sebelumnya di sukai dan kecemasan berlebihan , terjadi pada 10-
20% pada ibu hamil. Gejala tersebut bisa meningkat menjadi 80% pada hari ke 3
dan ke 4 setelah melahirkan yang di kenal dengan baby blues dan biasanya akan
hilang dengan sendirinya dalam jangka waktu dua minggu. Namun pada sebagian

Laptah 2016_P2MKJN Hal 35


ibu, gejal depresi tersebut menetap lebih lama dan dapat menimbulkan gangguan
fungsi dan kemampuan beraktivitas sehari-hari.

Hasil penelitian menunjukkan faktor biopsikososial berpengaruh terhadap


terjadinya depresi pada ibu, antara lain : faktor biologis ( faktor keluarga dan
riwayat adanya depresi, perubahan hormonal setelah melahirkan, menyusui,
kelelahan berkepanjangan, ketidak seimbangan neurotransmitter), faktor
psikologis (hubungan kurang harmonis dengan orang tua, rendahnya kepercayaan
diri, pikiran negatif, kepribadian prefeksionis, kurangnya strategi mengatasi
masalah, perasaan gagal dan ketidakpuasaan, merasa terjebak dalam suatu situasi,
persepsi negatif tentang persalinanan, kepribadian tergantung), faktor sosial (
mengalami pengasuhan dari orang tua yang depresif, lama berpisah atau terpisah
dari orang tua atau pasangan, permasalahan dalam perkawinana dan pekerjaan,
kurang mendapat dukungan sosial dan hidup dalam kemiskinan, mengalami
berbagai peristiwa yang menimbulkan tekanan seperti perceraian, kehilangan
orang penting dalam hidup, kesulitasn keuangan, pengangguran serta tekanan
kronis yang di alami berkepanjangan)
Salah satu indikator menurunkan risiko depresi antenatal dan setelah melahirkan
adalah ketangguhan.

Menelaah pentingnya ketangguhan sebagai upaya mencegah faktor risko pada ibu
hamil di masa antenatal maka perlu di lakukan pelatihan untuk meningkatkan
ketangguhan pada ibu hamil dengan memanfaatkan jendela trimester kedua
kehamilan (12-28 minggu). Maka di lakukan kegiatan Penyusunan modul
ketangguhan mental antenatal “ menjadi ibu tanggung dan optimis (mito) untuk
tenaga kesehatan dalam mencapai generasi yang lebih berkualitas melalui
intervensi dini pada ibu hamil dalam mempersiapkan, melahirkan dan mengasuh
calon generasi penerus bangsa.
Modul ini di gunakan untuk Pelatihan yang terakreditasi dengan 51 JPL, yang
berisikan kompetensi nakes untuk :
1. Dapat menjelaskan kehamilan dan perawatan antenatal
2. Dapat menjelaskan peran sebagai ibu dan orang tua
3. Dapat membangun cara berpikir yang antisipatik
4. Dapat meningkatkan optimisme yang realistik
5. Memfasilitasi pelaksanaan relaksasi untu mengatasai kecemasan adn
depresi pada masa antenatal dan posnatalMenerapkan cara meningkatkan
ketangguhan mental antenatal yang efektif pada ibu hamil
6. Mampu melatih pada pelatiha ketangguhan mental antenatal “ menjadi ibu
tanggung dan optimis (mito)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 36


Kegiatan Penyusunan modul resiliensi mental pada ante natal care bagi
ibu hamil
Anggaran Rp. 124.290.000
Input  Data: Depresi saat kehamilan dan pasca kehamilan dapat
mencapai angka 30%, sehingga diperlukan upaya pencegahan
 Mitra: BPPSDM dan profesi psikologi

Output  Dilakukannya penyusunan kurikulum dan modul resiliensi


mental antenatal pada bumil yang tdd: rapat persiapan 2x dan
penyusunan draft sebanyak 6x. (pertemuan paripurna dan
finalisasi mengalami efisiensi).
 Peserta penyusunan draft sebanyak 20 orang

Keluaran Tersedianya kurikulum dan modul nasional untuk pelatihan


(Outcame) resiliensi mental antenatal pada ibu hamil di daerah
Benefit Dapat dilaksanakan pelatihan resiliensi mental antenatal pada
bumil yang semakin tersebar merata di daerah dengan
menggunakan kurikulum dan modul nasional yang telah
tersusun
Dampak Meningkatnya jumlah pelatih (TOT) dan ibu hamil yang
terlatih dalam ketangguhan mental antenatal untuk upaya
(Impact)
pencegahan masalah kesehatan jiwa

b. Penyusunan pedoman pencegahan dan pengendalian demensia


Demensia merupakan sidroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
Populasi orang dengan demensia (ODD) sebanyak 35,6 juta jiwa di dunia, sedang
di indonesia estimasi jumlah ODD adaalh 960.000 di tahun 2013. Tidak mandiri
dan tidak produktif menyebabkan ketergantungan dan disabilitas terbesar di
kalangan manula. Kondisi ini tidak hanya membebani penderitanya, melainkan
juga keluarga. Kebutuhan perawatan memerlukan waktu lama dan membutuhkan
biata besar.
Pedoman pencegahan dan pengendalian demensia berisikan antara lain Definisi
tipe patogenesis, faktor risiko, gejala dan tahapan demensia, definisi dan dampak
gangguan perilaku dan psikologis pada demensia (GPPD), pencetus GPPD,
pemeriksaan / skrining GPPD.

Kegiatan Penyusunan pedoman pencegahan dan pengendalian demensia


Anggaran Rp. 132.250.000
Input Mitra ; profesi psikiater, psikologi, perawat jiwa, institusi,
akademis
Output Dilakukan penyususnan pedoman pencegahan pengendalian
demensia, yang tdd : 4x penyusunan draf
Peserta penyusunan draf sebanyak 20 org
Paripurna sebanyak 25 org, finalisasai sebanyak 15 org

Laptah 2016_P2MKJN Hal 37


Keluaran Tersedianya pedoman pencegahan dan pengendalian Demensia
(Outcame) di institusi dan masyarakat
Benefit Dapat dilaksanakan pencegahan dan pengendalian Demensia
dengan menggunakan pedoman yg telah disusun
Dampak (Impact) Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman kesadaran ttg
pencegahan demensia di institusi dan masyarakat

c. Penyusunan materi KIE pencegahan dan pengendalian alzheimer


Vidio media KIE berupa:
1. Informasi penyebab alzheimer dan pencegahannya
2. Informasi tentang pengendalian alzheimer
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengenali orang
dengan alzheimer
4. Memberi infromasi tentang fasilitas kesehatan untuk menangani
penderita Alzheimer

Kegiatan Penyusunan materi KIE pencegahan dan pengendalian


alzheimer
Anggaran Rp. 133.850.000
Input Mitra : profesi psikiater,Tim ALZI, Akademisi,psikolog
Output Dilakukan penyusunan materi KIE pencegahan dan
pengendalian Alzheimer , yg tdd 4 x penyususnan draf
Peserta penyusunan draf sebanyak 25 org
Keluaran Tersedianya video KIE pencegahan dan pengendalian
(Outcame) Alzheimer
Benefit Dapat dilakukan pencegahan dan pengendalian Alzheimer
dengan menggunakan memutar video yg telah dibuat.
Meningkatnya pengetahuan , informasi ttg penyebab dan
Dampak (Impact)
pencegahan Alzheimer

d. Penyusunan modul keswa bagi kader komunitas


Besarnya kasus dan beratnya dampak yang diakibatkan oleh gangguan jiwa,
seringnya terjadi perlakuan salah pada ODGJ, cakupan layanan masih rendah,
tinginya tingkat kekambuhan dan stigma di masyrakat tentang gangguan jiwa, di
butuhkan upaya yang melibatkan semua unsur masyarakat.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalah tersebut adalah melalui keterlibatan
aktif dari orang-orang yang terkena dampak langsung yaitu ODGJ dan keluarganya
serta masyarakat pemerhati masalah kesehatan jiwa.

Dengan di susun modul ini di harapkan kader dapat :


a. Melakukan komunikasi yang efektif dan advokasi masalah kesehatan jiwa
b. Memberikan penjelasan tentang konsep sehat jiwa dan gangguan jiwa
c. Melakukan psikoedukasi gangguan cemas
d. Melakukan psikoedukasi gangguan depresi
e. Melakukan psikoedukasi gangguan bipolar
f. Melakukan psikoedukasi gangguan skozofrenis

Laptah 2016_P2MKJN Hal 38


g. Memberikan penjelasan dan melakukan pendampingan dalam kondisi
gaduh gelisah dan ancaman bunuh diri pada gangguan jiwa
h. Melakukan upaya mengelola stigma terhadap gangguan jiwa
i. Memberikan penjelasan tentang mekanisme layanan kesehatan jiwa

Kegiatan Penyusunan modul keswa bagi kader komunitas


Anggaran Rp. 112.480.000
Input  Mitra: BPPSDM, profesi psikiater dan komunitas
peduli keswa
Output  Dilakukannya penyusunan kurikulum dan modul
pengelolaan gangguan jiwa bagi relawan keswa
yang tdd: 6x penyusunan draft (finalisasi mengalami
efisiensi)
 Peserta penyusunan draft sebanyak 20 orang
Keluaran Tersedianya kurikulum dan modul nasional untuk
(Outcame) pelatihan pengelolaan gangguan jiwa bagi relawan
Benefit Dapat dilaksanakan pelatihan pengelolaan gangguan
jiwa bagi relawan, yang semakin tersebar merata di
daerah dengan menggunakan kurikulum dan modul
nasional yang telah tersusun
Meningkatnya jumlah relawan keswa yang terlatih
melakukan psikoedukasi ke masyarakat/keluarga
Dampak (Impact)
ODGJ untuk upaya pencegahan
kekambuhan/pemasungan

e. Penyusunan instrumen kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di masyarakat


WHO memperkirakan kesenjangan pengobatan di negara-naraga dengan
penghasilan rendah-menengah termasuk indonesia adalah 85%. Hal ini berarti
kurang dari 15% penderita gangguan jiwa yang mendapatkan layanan kesehatan
jiwa yang dibutuhkan dan tingkat kekambuhan pasien masih cukup tinggi pasca
perawatan. Namun data pasti tentang kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di
indonesia dan faktor-faktor lain yang terkait masih belum tersedia. Berdasarkan hal
terbut maka dilakukan kegiatan penyusunan instrumen kesenjangan pengobatan
gangguan jiwa di masyarakat untuk menentukan program dan pelaksanaan sistem
kesehatan jiwa yang lebih efektif.

Kegiatan Penyusunan instrumen kesenjangan pengobatan gangguan jiwa


di masyarakat
Anggaran Rp. 203.455.000
Input  Estimasi kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Indonesia
sebesar >85%, belum ada data pasti melalui penelitian, belum
ada instrumen survei nasional
 Mitra: Balitbangkes, profesi psikiater, institusi akademik

Laptah 2016_P2MKJN Hal 39


Output  Dilakukan penyusunan instrumen kesenjangan pengobatan
gangguan jiwa di masyarakat yang tdd: rapat persiapan 1x,
penyusunan draft 5x, dan pertemuan paripurna (uji coba dan
finalisasi mengalami efisiensi)
 Peserta penyusunan draft instrumen sebanyak 20 orang,
paripurna 35 orang
Keluaran Tersedianya instrumen dan kuesioner untuk pelaksanaan survei
(Outcame) di daerah maupun nasional untuk mendapatkan data tentang
kesenjangan pengobatan gangguan jiwa dan faktor-faktor
terkait
Benefit Dapat dilaksanakan survei nasional maupun lokal di daerah
dengan menggunakan instrumen yang telah disusun
Dampak (Impact) Tersedianya data kesenjangan pengobatan gangguan jiwa

f. Peningkatan keterampilan keswa bagi petugas kesehatan di puskesmas


Sekitar 30% dari seluruh penderita yang dilayani dokter di pelayanan kesehatan
primer (puskesmas) mengalami masalah kesehatan jiwa. Kesenjangan pengobatan
terhadap gangguan jiwa mencapai 90%. Hal ini berarti baru sekitar 10% orang
dengan gangguan jiwa yang mendapatkan layanan kesehatan jiwa.
Upaya kesehatan jiwa yang terintegrasi di fasilitasi kesehatan tingkat pertama
merupakan amanah dari undang-undang Nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan
jiwa yang tercantum di dalam pasal 34.
Tahun 2016 dilakukan 7 provinsi mendapat Kegiatan peningkatan keterampilan
kesehatan jiwa bagi tenaga kesehatan di puskesmas yaitu provinsi sulawesi
tenggara , di kabupaten Ende NTT sebanyak 13 orang, di kabupaten muara enim
(sumatera selatan) sebanyak 14 orang. Di papua sebanyak 13 di sulawesi tengah
sebayak 13 orang dan DIY Yogyakarta sebanyak 14 orang .
Waktu pelatihan selama 5 hari dengan menggunakan modul yang sudah di
akreditasi oleh PPSDM , setiap peserta yang di latih mendapat sertifikat
Hasil dari Kegiatan pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses dan
mutu pelayanan jiwa di puskesmas, memberikan pembekalan dan pengetahuan
sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan jiwa dengan lebih baik, dapat
melakukan deteksi dini dan intervensi dini serta melakukan pencatatan masalah
kesehatan jiwa

Kegiatan Peningkatan keterampilan keswa bagi petugas kesehatan di


puskesmas
Anggaran Rp. 1.298.900.000
Input  Masih terbatasnya SDM yang dapat melakukan layanan
keswa
 Mitra: Dinkes Provinsi, profesi psikiater dan perawat jiwa,
BPPSDM
 Waktu: tiap pelatihan 5-6 hari

Laptah 2016_P2MKJN Hal 40


Output  Dilakukan peningkatan keterampilan keswa bagi petugas
kesehatan di puskesmas pada 6 provinsi, yaitu: DIY, Sultra,
Sulteng, NTT, Papua dan Sumsel.
 Peserta pelatihan sebanyak 24-30 dokter dan perawat
Keluaran Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan nakes PKM
(Outcame) dalam melakukan deteksi dini dan tatalaksana gangguan jiwa
Benefit Meningkatnya jumlah Puskesmas yang dapat melakukan
layanan kesehatan jiwa
Dampak (Impact) Meningkatnya cakupan layanan keswa di PKM

g. Advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan di rutan / lapas


Tiap tahun rata-rata tahanan di indonesia ada 20.000 jiwa yang masuk rutan/lapas
sedanga yang dibebaskan dari tahanan hanya sedikit jumlahnya. Tentu saja
ketimpangan ini menyebabkan over kapasitas berdampak luar biasa, tidak
berimbangnya petugas dengan warga binaa, kemudian sarana prasarana dan
jumlah pengunjung per hari 400-500 orang dengan jumlah petugas geledah yang
terbatas di pos perjagaan. Karena itu sudah menjadi persoalan yang komplek
terkait kondisi rutan/lapas.
Data narapidana tentang kesehatan jiwa di rutan / lapas masih sedikit laporan.
Tetapi data narapidana tentang kasus narkoba cukup banyak.

Dari hasil kegiatan Advokasi dan sosialisasi kesehatan jiwa bagi


pemangkukepentingan di rutanlapas.Ada beberapapermasalahan yang
dihadapiantara lain :
1. SDM tenagakesehatan di lapas/ rutanmasihbelummemadai,
khususnyapsikolog ( hanyaada 3 orang)
2. Tidak semua rutan/lapas ada psikiaternya
3. Standar perawatan kesehatan jiwa di lapas/ rutan belum ada
4. Sarana prasarana penunjang pelayanan perawatan kesehatn jiwa di
lapas/ rutan masih belum memadai
5. Kerjasama dan koordinasi terkait layanan perawatan kesehatan jiwa di
lapas/ rutan belum optimal
6. Tidak semua Lapas mempunyai dokter. Biasanya perawa ttidak berani
melakukan penyuntikan di Lapas karena ada aturan yang melarang
menyuntik di Lapas. Penyuntikan dapat dilakukan jika ada pendelegasian
dari dokter.
7. Tidak banyak Rutan/Lapas yang mengikuti program NAPZA.

AdapunRencanatindaklanjutadalah ;
1. Peningkatan Kapabilitas Petugas Kesehatan/TOT di Rutan dan
Lapas
2. Peningkatan Rehabilitasi Pengguna NAPZA di Rutan d an Lapas
melalui kerjasama lintas sektor dan Penganggaran Rehabilitasi di
luar Rutan dan Lapas Narkotika diatur oleh Dirjen Pas.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 41


3. Perlu menyusun standar layanan perawatan kesehatan jiwa di
lapas/rutan

Kegiatan Advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan di


rutan / lapas
Anggaran Rp. 436.250.000
Input Mitra ; Institusi, LP/LS, Kepolisian, Profesi psikiter, perawat
jiwa
Waktu ; 3 hari
Output Dilakukan advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku
kepentingan di lapas /rutan, yg tdd rapat persiapan 2x,
pelaksanaan pertemuan
Peserta sebanyak ; 107 org
Keluaran Meningkatnya pemahaman bagi pemangku kepentingan
(Outcame) terhadap program pencegahan dan pengendalian masalah keswa
dilapas rutan
Benefit Meningkatnya program keswa di lapas rutan
Meningkatnya pengetahuan program keswa bagi pemangku
Dampak (Impact)
kepentingan di lapas rutan

h. Advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran
Masalah yang dialami oleh TKI adalah kemanusian. TKI yang di kirim keluar
negeri tak jarang terperangkap dalam siksaan, pelecehan dan bahkan ada yang
meninggal dengan teraniaya.
Penganiayaan fisik yang mereka terima tak jarang menimbulkan efek psikologis di
antara depresi berat dan kegilaan.
Dengan kegiatan Advokasi dan sosialisasi kesehatan jiwa bagi pemangku
kepentingan tenaga kerja migran, pemegang kebijakan mengetahui dampak
pengiriman TKI yang tidak mempunyai pendidikan, menggunakan dokumen
palsu sehingga terjadi deportasi, kelompok rentan (kemiskinan, anak jalanan, )
yang semuanya akan menimbulkan masalah kejiwaan.

Hasil Advokasi dan sosialisasi kesehatan jiwa bagi pemangku kepentingan tenaga
kerja migran tersaji upaya yang telah dilakukan oleh lintas program dan lintas
sektor adalah :
1. Dampak dari kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tindak
pidana perdagangan orang/ tenaga kerja migran berdampak luas terhadap
masalah kesehatan baik fisik mental dan sosial.
2. Dengan adanya otonomi daerah diperlukan adanya dukungan dari
pengambil keputusan untuk penyediaan dana dan fasilitas untuk
keketerhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang/
tenaga kerja migrant

Laptah 2016_P2MKJN Hal 42


3. Pelayanan Kesehatan menyangkut warga negara dengan masalah
kesehatan termasuk tenaga kerja Indonesia / tenaga kerja migran harus
ditangani oleh Kementerian Kesehatan melalui unit UPT dengan
berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Setempat. Sudah ada alur dan
mekanisme sistem penanganan Pelayanan Kesehatan menyangkut tenaga
kerja bermasalah kesehatan.
4. WNI Migran bermasalah dipulangkan kedaerah asal melalui
Pemerintah Daerah Provinsi dilanjutkan ke Kota/kabupaten dengan
dilengkapi dokumen medical record untuk rawatan lanjutan/rawat
jalan.

RencanaTIndakLanjut

1. Perlu peningkatan kapasitas petugas dalam penanganan kekerasan


terhadap perempuan dan anak, tenaga kerja migran serta tindak pidana
perdagangan orang secara terpadu.
2. Perlu adanya mekanisme pencatatan dan pelaporan yang terpadu sebagai
bukti dokumentasi data.
3. Perlu ditingkatkan skill dan profesionalitas para calon TKI oleh
BNP2TKI
4. Dilakukannya pendampingan khusus oleh Pekerja Sosial dalam
proses kepulangan.
5. Saling koordinasi dengan Kemensos :
6. Apabila WNI Migran bermasalah mengalami gangguan kejiwaan
akut/parah yang tidak dapat ditangani di Shelter, maka dirujuk ke rumah
sakit Jiwa/ klinik kesehatan Jiwa setempat atau layanan kesehatan jiwa
yang di tunjuk
7. JikaWNI Migran bermasalah mengalami gangguan kejiwaan terjadi
sesudah sampai entry point: Mengalami gangguan jiwa ringan akan
dilakukan konseling oleh Pekerja Sosial dan Psikolog. Apabila WNI
Migran bermasalah mengalami gangguan kejiwaan akut/parah yang tidak
dapat ditangani di Shelter, maka dirujuk ke rumah sakit Jiwa/ klinik
kesehatan Jiwa setempat atau layanan kesehatan jiwa yang di tunjuk
8. Dilakukanrawatan di RumahsakitJiwa
9. Jika penderita gangguan jiwa belum ditangani di entry point, maka
Medical record dijadikan sebagai dokumen pelengkap asesmen untuk
merujuk kelayanan kesehatan/rumah sakit jiwa di debarkasi transit.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 43


Kegiatan Advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan
tenaga kerja migran
Anggaran Rp. 189.650.000
Input Mitra ; LP/LS, Kepolisian,profesi psikiater, psikologis,
perawat, institusi
Waktu ; 2 hari
Output Dilakukan advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku
kepentingan tenaga kerja migran,
yg tdd rapat persiapan 2x, pelaksanaan pertemuan
Peserata sebanyak 60 org,
Keluaran Meningkatnya
(Outcame) program pencegahan dan pengendalian masalah keswa bagi
pemangku kepentingan tenaga kerja migran.
Benefit Meningkatnya program keswa bagi pemangku kepentingan
tenaga kerja migran
Meningkatnay Jumlah pemangku kepentingan tenaga kerja
Dampak (Impact)
migran masalah keswa

i. Lokakarya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa pada perempuan


Kesehatan jiwa perempuan saat ini semakin mendapat perhatian, peran perempuan
di keluarga sebagai caregiver berarti kesehatan jiwa mereka akan mempengaruhi
kesehatan jiwa anak-anak dan orang tua. Perempuan sebagai pekerja maka
kesehatan jiwa nya berpengaruh pada produktivitas. Perempuan lebih sering
mengalami depresi dan cemas dengan keluha somatik / fisik dan variable kognitif
dua kali lipat di banding laki-laki.
Faktor risiko yang signifikan untuk terjadi depresi dan cemas pada perempuan
antara lain adalah penyakit fisik kronis, memiliki keluhan ginekologis, serta
kekerasan domestik (KDRT) dan riwayat trauma.
Sebuah tinjauan global dari 40 peneliti berbasis masyarakat menemukan bahwa
antara 25% hingga 50% perempuan menjadi korban dari kekerasan fisik laki-laki.
Dalam lapaoran WHO tahun 2013 lebih dari 30% perempuan di seluruh dunia
mengalami kekerasan fisik atau seksual.
Depresi perinatal (masa kehamilan dan persalinan) sering terjadi dan berdampak
jangka panjang bagi anak dan ibu. Depresi pada ibu tersebut terkait beberapa
faktor risiko, antara lain permasalah dalam perkawinan, adanya penyakit fisik serta
situasi lingkungan yang penuh dengan tekanan/ stres.
Masih banyak perempuan yang belum terinformasikan mengenai masalah
kesehatan jiwa, cara pencegahan dan akses untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan jiwa.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 44


Kegiatan Lokakarya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan
jiwa pada perempuan
Anggaran Rp. 160.660.000
Input  Mitra: Ditkesga, profesi psikiater, psikolog klinis
 Waktu: 2 hari
Output  Dilakukan lokakarya pencegahan dan pengendalian masalah
kesehatan jiwa pada perempuan, yang tdd rapat persiapan dan
pelaksanaan pertemuan
 Peserta sebanyak 55 orang
Keluaran Meningkatnya kesadaran LPLS terhadap masalah keswa pada
(Outcame) perempuan
Benefit Meningkatnya program keswa yang terintegrasi dalam program
LPLS
Dampak (Impact) Meningkatnya upaya promotif preventif keswa

j. Lokakarya untuk perencanaan tindak lanjut program bebas pasung


Berdasarkan laporan riset kesehatan dasar tahun 2013 sebanyak 14,3% dari
penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat mengatakan pernak di pasung,
sedangkan data nasional gangguan jiwa berat (psikotik) yang ditemukan sebesar
1,7/100 penduduk dan hingga saat ini total temuan kasus pasung dari dinas
kesehatan propinsi sebayak 8690 kasus.
Kegiatan Lokakarya untuk perencanaan tindak lanjut program bebes pasung
dilakukan untuk percepatan program bebas pasung di 34
Dalam Kegiatan ini di jelaskan tentang bagaiman menyusunan perencanaan
program untuk bebas pasung yang berisikan kebijakan, perencanaan dan program
yang memiliki perbedaan yang mendasar, Elemen yang terdapat menyusun
program seperti judul program, latar belakang, tujuan,sasaran, aktivitas, target
dan indikator, pembiayaan, rincian sumber daya, organisasi, pemantauan dan
evaluasi. Peserta juga diberikan kuesioner dan dijelaskan tentang pengisisna
kuesioner tentang bebas pasung.
Hasil nya Sebanyak 18 dari 34 propinsi menyatakan memiliki kegiatan / program
bebas pasung seperti pelatihan, advokasi, sosialisasi, koordinasi dan penjemputan
kasus, 30 propinsi telah memberikan laporan kasus pasung, 9 provisni dan 1
kabupaten telah memiliki regulasi yang mendukung program bebas pasung seperti
NAD, Jambi, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, NTB, Bangka Belitung, Sumatera
Selatan dan Kabuoaten Hulu Sungai Selatan.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 45


Kegiatan Lokakarya untuk perencanaan tindak lanjut program bebas
pasung
Anggaran Rp. 276.810.000
Input  Mitra: profesi psikiater dan perawat jiwa
 Waktu 4 hari
Output  Dilakukan lokakarya untuk perencanaan tindak lanjut
program bebas pasung yang tdd: rapat persiapan 2x dan
pelaksanaan pertemuan.
 Peserta sebanyak 60 orang
Keluaran Meningkatnya pemahaman pengelola program keswa dinkes
(Outcame) pr ovinsi dalam perencanaan tindak lanjut program bebas
pasung
Benefit Meningkatnya perencanaan program bebas pasung di provinsi
Meningkatnya cakupan layanan keswa terhadap ODGJ
Dampak (Impact)
dipasung

k. Lokakarya hari alzheimer sedunia


Ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit alzhemer di dunia, angka ini
akan meningkat sampai hampir 4 kali pada tahun 2050. Estimasi jumlah penderita
penyakit alzheimer di indonesia tahun 2013 mencapai 1.000.000 orang.
Peningkatan prosentase diperkiraan 0,5% pada usia 69, 1% pada usia 70-74 tahun,
2% pada usia 75-79, 3% pada usia 80-84 tahun dan 8% pada usia 85 tahun ke atas.
Berdasarkan susenas tahun 2014 jumlah lanjut usia mencapai 20,24 juta orang atau
8,03%, data ini meningkat di banding tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6%
dari jumlah penduduk indonesia.
Tujuan kegiatan ini menurunkan kejadian demensia alzheimer dan demensia
lainnya dengan pendekatan siklus kehidupan.

Dalam kegiatan ini dilakukan peluncuran dan penyerahan buku RAN pencegahan
dan pengendalian alzheimer dan penyakit demensia lainnya kepada perwakilan
masyarakat indonesia yang sejalan dengan kebijakan peningkatan lansia di
indonesia meliputi :
a. Pembinaan kesehatan lansia terutama ditujukan pada upaya peningkatan
kesehatan dan kemampuan untuk mandiri agar selama mungkin tetap
produktif da berperan aktif dalam pembangunan
b. Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran keluarga dan
masyarakat serta menjalin kemitraan dengan LSM, swasta dalam
penyelenggaraaan upaya kesehatan lansia secara berkesinambungan
c. Pembinaan kesehatan lansia dilaksanakan melalui pendekatan holistik
dengan memperhatikan nilai sosial dan budaya yang ada.
d. Pembinaan kesehatan lansia dilaksanakan secara terpadu dengan
meningkatkan peran, koordinasi dan integerasi dengan lintas program dan
lintas sektor.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 46


e. Pendekatan siklus hidup dalam pelayanana kesehatan untuk mencapai
lanjut usia sehat dan aktif dalam konteks kesehatan keluarga
f. Upaya kesehatan lansia dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan dasar
dan rujukan yang berkualitas secara komprehensif meliputi upaya
promotif, preventif dan rehabilitatif.

Dalam kegiatan tersebut dilakukan tarian poco-poco yang akan mengasah


fungsi otak, dengan gerakan tubuh, melatih konsentrasi, daya pikir, daya
ingat di tiap gerakan dan mengasah emosi dan kebersamaan sehingga
memperbaiki fungsi eksekutif otak. Kesimpulan menari poco-poco secara
teratur dapat memberikan sikap positif dan meningkatkan fungsi eksekutif
seseorang sehingga dapat mengurani terjadinya penyakit menurunkan
fungsi otak, karena tarian poco-poco merupakan kegiatan menarik, irama
lagu riang dan meriah, semua itu memberikan sikap positif, memenuhi
kriteria aerobik dengan beat irama lagu 120 x / menit dan menggunakan
tenaga sedang, merupakan gerakan tarian sopan, sesuai budaya bangsa
indonesia.

Kegiatan Lokakarya hari alzheimer sedunia


Anggaran Rp. 153.680.000
Input Mitra ; profesi psikiater, psikolog, perawat,akademisi,
institusi, organisai
Waktu ; 1 hari
Output Dilakukan lokakarya dalam rangka hari Alzheimer sedunia
serta peluncuran buku RAN ( rencana Aksi Nasional )
Alzheimer.
Yg tdd ;Rapat persiapan 2 x, pelaksanaan lokakarya
Peserta sebanyak 170 org
Keluaran Meningkatnya pengetahuan, pemahaman dan serta
(Outcame) kepedulian masyarakat maupun pemerintah ttg
tercerminnya menghilangkan paradigm Alzheimer

Meningkatnya kesadaran dan kepedulian ttg Alzheimer


Benefit bagi masyarakat maupun pemerintah
Meningkatnya Jumlah kesadaran serta kepedulian
Dampak (Impact)
masyarakat maupun pemerintah ttg Alzheimer bertambah

l. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana
perdagangan orang dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kebutuhan
akan adanya undang-undang tersebut merupakan respon terhadap situasi maraknya
kejahatan perdagangan orang, meningkatnya jumlah korban, sekaligus komitmen
negara untuk ikut serta memberantas kejahatan perdagangan orang.

Perdagangan Orang (trafficking in person) merupakan tindakan yang bertentangan


dengan harkat dan martabat manusia, serta melanggar hak asasi manusia (HAM)
sehingga harus diberantas.Indonesia merupakan daerah sumber, transit, dan
Laptah 2016_P2MKJN Hal 47
tujuan perdagangan orang.Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk
perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.Berdasarkan
bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak
menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.Faktor penyebab utama
terjadinya trafficking diantaranya adalah faktor ekonomi dan sosial budaya

Meskipun tidak selalu identik dengan perdagangan orang, sejumlah sektor


seperti buruh migran, pembantu rumah tangga (PRT) dan pekerja sekskomersial
ditengarai sebagai profesi yang paling rentan dengan human trafficking, didapat
data yang dimiliki oleh Bareskrim Mabes Polri tahun 2005 tercatat kasus
trafficking sebanyak 71 kasus, tahun 2006 meningkat menjadi 84 kasus, tahun
2007 sebanyak 177 kasus, tahun 2008 sebanyak 199 kasus dan tahun 2009 hingga
Juni tercatat 39 kasus, fenomena perdagangan perempuan saat ini sedang
menyebarluas dengan kemungkinan jumlah orban lebih besar. Adapun data kasus
TPPO yang ditangani oleh POLRI tahun 2015-2019 adalah jumlah kasus 1007
terselesaiakan 5442 ( 53, 82 % )

Hasil dari pertemuan koordinasi LP LS terkait TPPO ;


a. Masih banyak kasus yang belum terlaporkan ,perlu dilakukan sosialisasi
TPPO ( koordinasi dengan PPTPPO Pencegahan dan Penanganan Tindak
Pidana Perdaganagn Orang )Kemenko PMK dan lembaga P2TP2A dan
pusat pusat pelayanan.
b. Layanan rujukan, perlu Pembentukan PPT, Pembentukan PPT di
daearahKab/Kota minimal 1 terdapat PPT sebagai rujukan dari faskes
yang dituangkan dalam surat keputusan atau aturan hokum lainnya.
Dan I tim intern di PTT dan koordinator tim.
c. Diperlukan ruang khusus untuk konseling dan pelayanan kesehatan
lainnya untuk korban KtPA / TPPO.
d. Masih lemahnya penegakakan hukum , perlu dilakukan sosialisasi pada
masyarakat tentang TPPO
e. Pembiayaan visum belum terbiayai untuk petugas ,tetapi untuk korban dan
pelaku tetap gratis . untuk pembiayaan visum dibiayai oleh pemdasetempat

Kegiatan Koordinasi LP/LS terkit TPPO


Anggaran Rp. 218.075.000
Input Mitra : profesi psikiater, LP/LS, Insitusi
Waktu 3 hari
Output Dilakukan pertemuan Koordinasi LP?LS terkait TPPO yg tdd :
raper 2x dan pelaksanaan pertemuan
Peserta sebanyak ; 50 org
Keluaran Meningkatnya dan kesepakatan dalampenanganan masalah
(Outcame) keswa terkait TPPO serta langkah langkah strategis program
terkait

Laptah 2016_P2MKJN Hal 48


Benefit Terbentuknya kesepakatan dalam penanganan , pembiayaan ,
pencatatan dan pelaporan , layanan rujukan terkait TPPO
Meningkatnya upaya penanganan keswa terkait TPPO kepada
Dampak (Impact)
petugas di LS

m. Koordinasi mitra peduli keswa


Mengingat besarnya permasalah kesehatan jiwa di masyarakat, maka peningkatan
derajat kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa
tidak akan berhasil tanpa kepedulian, pergerakan dan kemandirian dari masyarakat
Ada beberapa kelompok swabantu yang memiliki kegiatan kesehatan jiwa seperti
komunitas peduli skozofrenia indonesia (KPSI), bipolar care indonesia (BCI), Into
ther light dan peduli kesehatan jiwa ibu parinatal. Kegiatan yang mereka lakukan
masih sendiri-sendiri atau sektoral meskipun mereka memperjuangkan hal yang
sama yaitu kesehatan jiwa.

Kegiatan Koordinasi mitra peduli keswa


Anggaran Rp. 188.300.000
Input  Mitra: profesi psikiater, psikolog dan komunitas peduli keswa
 Waktu 3 hari
Output  Dilakukan pertemuan koordinasi mitra peduli keswa yang
tdd: rapat persiapan 2x dan pelaksanaan pertemuan.
 Peserta sebanyak 60 orang
Keluaran Meningkatnya pemahaman dan kesepakatan komunitas peduli
(Outcame) keswa dalam kerjasama upaya promotif preventif keswa
Benefit Terbentuk aliansi komunitas peduli keswa
Meningkatnya upaya promotif preventif keswa kepada
Dampak (Impact)
masyarakat

n. Evaluasi program bebes pasung


Pemasungan adalah suatu tindakan berupa pengikatan dan atau pengekangan
mekanis/fisik lainnya dan atau penelantaran dan atau pengisolasian. Hal ini terjadi
karena finansial, kurang pengetahuan , stigma kegagalan tindakan alternatif serta
ketidak puasan terhadap pelayanan kesehatan.
Program bebas pasung telah di canangkan oleh kementerian kesehatan sejak tahun
2010 dengan tujuan melindungi hal azasi kesehatan jiwa seluruh masyarakat.
Sejauh ini telah dilakukan advokasi dan sosialisasi tentang program bebas pasung
yang terus menerus.

Hasil kegiatan evaluasi program bebas pasung :


a. Belum meratanya fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang
menyelenggarakan layanan kesehatan jiwa. RSU dengan layanan sebanyak
269 (60%) dari 445, RSJ sebanyak 26 dari 48.
b. Masih kurangnya SDM terlatih kesehatan jiwa dan distribusi tidak merata.
Profesional kesehatan jiwa 3 per 100.000 populasi, psikiater 839 (0,3 per
100.000 populasi, psikolog klinis 451 (0,19 per 100.000 populasi, perawat
jiwa 6500 ( 2 per 100.000)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 49


c. Masih besarnya stigma dan kurangnya pemahamana masyarakat terhadap
gangguan jiwa
d. Kurangnya koordinasi lintas sektor dilapangan
e. Masih diperlukan regulasi / dasar hukum dalam pelaksanaan
f. Masih diperlukan penataa sistem informasi / data
g. terdapat ketidaksinambungan ketersediaan obat jiwa di puskesmas. Tahun
2014 anggaran obat keswa sebesar Rp. 616.400.000 (metadon 50 mg/ml),
tahun 2015 sebesar Rp. 8.323.300.000 (Halloperidol Injeksi 5 mg/ml,
Flufenazin Inj 25 mg/ml, Halloperidol Decanoas inj 50 mg/ml, Metadon
50 mg/ml ) tahun 2016 sebesar Rp. 24.708.299.980 (Halloperidol Inj 5
mg/ml, Risperidon Tablet 2 mg , Klozapin tab. 25 mg , Halloperidol
Decanoat Inj 50 mg/ml , Metadon 50 mg/ml )

Upaya dan tindak lanjut :


1. Memperbaiki sistem monitoring dan evaluasi data dan informasi
2. Melengkapi pedoman yang dibutuhkan dalam implementasi
program / layanan keswa dalam mendukung program bebas
pasung
3. Edukasi dan peningkatan peran serta masyarakt
4. Meningkatkan pengetahuan keswa yang berkesinambungan

Kegiatan Evaluasi program bebes pasung


Anggaran Rp. 423.100.000
Input  Mitra: kemensos, kemendagri, BPJS, lintas program
kesehatan, profesi psikiater dan perawat jiwa
 Waktu 3 hari
Output  Dilakukan pertemuan evaluasi program bebas pasung yang
tdd: rapat persiapan 2x dan pelaksanaan pertemuan.
 Peserta sebanyak 111 orang
Keluaran  Didapatkannya data terkait program bebas pasung dari Dinkes
(Outcame) provinsi
 Meningkatnya pemahaman LPLS mengenai program bebas
pasung
Benefit  Meningkatnya jumlah provinsi yang melaksanakan program
bebas pasung
Meningkatnya cakupan layanan keswa terhadap ODGJ
Dampak (Impact)
dipasung

Laptah 2016_P2MKJN Hal 50


Laptah 2016_P2MKJN Hal 51
C. Kegiatan P2 Napza
a. Penyusunan rencana aksi pencegahan dan pengendalian masalah napza
Kegiatan Penyusunan rencana aksi 2016-2019 pencegahan dan penyalahgunaan napza
yang berisikan :

Tujuan meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat dan menurunkan angka


penyalahgunaan napza
Sasaran keluaga,lembaga pendidikan,tempatkerja , masyarakat dan fasilitasi
kesehatan,
kebijakan Menyediakan layanan program yang bermutu dengan cara meningkatkan
kegiatan promotif, preventif, terapi, rehabilitasi, pasca rehabilitasi serta
pelayanan sosial yang berkesinambungan
Strategi pencegahan primer melalui
pemberdayaan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan napza
pemberdayaan guru sekolah dasar dan guru sekolah menengah dalam
pencegahan penyalahgunaan napza
melakukan kampanye publik napza yang melibatkan masyarakat
melatih kader komunitas napza
pencegahan sekunder dan tersier
IPWL aktif bagi penyalahguna napza meningkat
Institusi rehabilitasi napza di luar sektor kesehatan yang be kerja sama
dengan fasyankes bertambah
kerjasama dan sinergitas antara stake holder terkait
Kegiatan Tahun 2016 pembuatan modul TOT pemberdayaan orang tua dalam
pencegahan penanggulangan napza, 2017 melakuan
pelatihan modul tersebut di 10 provinsi
2018 di 10 provisni 2018 di 14 provisni
Tahun 2016 pembuatan modul TOT pemberdayaan guru dalam
pencegahan penanggulangan napza, tahun 2017 melakuan
pelatihan modul tersebut di 10 provinsi, tahun 2018 di 10 provisni tahun
2019 di 14 provisni
Tahun 2016 pembuatan media KIE pencegahan penanggulangan napza,
tahun 2017 melakuan kampaye pulbik di 12 provinsi , tahun 2018 di 12
provisni, tahun 2019 di 10 provinsi

Kegiatan Penyusunan rencana aksi pencegahan dan pengendalian


masalah napza
Anggaran Rp. 230.650.000
Input Data penyalahgunaan Napza,
Pemangku Kepentingan (Kemensos, BNN, Dinas Kesehatan,
Fasyankes)
50 org peserta
Tempat di Jakarta (Hotel Dafam)
Tanggal Maret-Juli 2016
Output Tersusunnya rencana aksi pencegahan dan pengendalian
masalah Napza

Laptah 2016_P2MKJN Hal 52


Keluaran Tersedianya rencana aksi pencegahan dan pengendalian
(Outcame) masalah Napza sebagai acuan bagi pemangku kepentingan di
pusat dan di daerah
Benefit Adanya Panduan dalam menyusun kegiatan pencegahan dan
pengendalian masalah Napza pusat dan di daerah
Dampak (Impact) Penurunan angka penyalahgunaan Napza secara nasional

b. Penyusunan modul pemberdayaan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan napza


Kegiatan Penyusunan modul pemberdayaan orang tua dalam pencegahan dan
pengendalian penyalahgunaan napza. Kecenderungan semakin dini untuk usia
pengguna napza pertama kali. Pola asuh orang tua dan kualitas relasi antara seseorang
dan orang tua nya yang terbina sejak masa kanak menentukan kemampuan orang
tersebut untuk menentukan sikap terhadap napza di tahap perkembangan selanjutnya.
Orang tua perlu di perdayaan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan napza oleh
anak-anak mereka melalui peningkatan keterammpilan mengasuh dan membina relasi
dengan anak mereka dengan memberi perhatian pada perilaku adiksi.
Tujuan dari penyusunan modul ini adalah agar tenaga kesehatan, kader kesehatan :
a. mampu menjelaskan konsep keluarga sehat,
b. mampu menjelaskan peran orang tua terhadap anak yang mulai mencoba
menggunakan zat psikoaktif, anak dengan gangguan penggunaan zat dan anak
dengan
c. mampu menjelaskan tanda-tanda yang menunjukkan anak mulai terindikasi
menggunakan napza
d. menjelaskan jenis-jenis zat yang banyak disalahgunakan oleh remaja
e. menjelaskan tindak persuasif apa saja dari orang tua pada anak yang sudah mulai
terlibat dengan napza

Kegiatan Penyusunan modul pemberdayaan orang tua dalam pencegahan


penyalahgunaan napza
Anggaran Rp. 203.450.000
Input Data penyalahgunaan Napza,
Pemangku Kepentingan (BNN, Dinas Kesehatan, Fasyankes)
50 org peserta
Tempat di Jakarta (Hotel Ibis)
Tanggal Maret-Juni 2016
Output Tersusunnyan Modul Pemberdayaan orang tua dalam
pencegahan penyalahgunaan Napza
Keluaran Tersedianya Modul Pemberdayaan orang tua dalam
(Outcame) pengendalian masalah Napza sebagai acuan bagi tenaga
kesehatan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan Napza di
masyarakat

Laptah 2016_P2MKJN Hal 53


Benefit Tenaga kesehatan mampu memberdayakan masyarakat dalam
upaya pencegahan penyalahgunaan Napza
Masyarakat memiliki pengetahuan dasar dan mampu mencegah
Dampak (Impact) anggota masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan Napza
dilingkungannya

c. Pelatihan asesmen wajib lapor


Pelatihan asesmen wajib lapor bertujuan agar peserta mampu melakukan asesmen
untuk kemudian menentukan rencana terapi yang tepat bagi pecandu narkotika yang
melakukan wajib lapor kepada IPWL
Materi pelatihan :
 Membanguan komitmen belajar meliputi perkenalan, harapan dan
kekhawatiran peserta terhadap proses pembelajaran. Sehingga peserta
berkomitmen untuk mencapai harapan tersebut.
 Paparan akan Kebijakan wajib lapor yang terkini dan kaitannya dengan
Lintas Program dan Lintas Sektor.
 Paparan Perkembangan masalah gangguan penggunaan narkotika di
kawasan global, regional dan nasional. Materi ini bertujuan agar peserta
mendapatkan informasi terkini tentang tren penyalahgunaan napza baik di
Indonesia dan belahan dunia lain.
 Paparan pembagian jenis napza berdasarkan komposisi kimia dan
berdasarkan peraturan. Pada materi ini juga di paparkan efek
penyalahgunaan Napza terhadap susunan saraf pusat.
 Paparan Ketergantungan narkotika. Materi ini menjelaskan penyebab
ketergantungan napza dipandang dari sudut bio psiko social.
 Paparan Asesmen Ketergantungan Narkotika. Pada materi ini diberikan
pengetahuan tentang bagaimana melakukan Asesmen dan diagnosis
ketergantungan narkotika. Diharapkan peserta dapat memilah antara coba-
coba hingga ketergantungan berdasarkan kriteria diagnostik yang berlaku.
 Paparan Penatalaksanaan terapi dan rehabilitasi. Pada materi ini peserta
diberikan pengetahuan tentang tatalaksana rasional yang dapat diterapkan di
tempat kerja sesuai dengan spectrum penyalahgunaan Napza.
 Paparan Konseling dasar ketergantungan narkotika. Pada materi ini peserta
diberikan pengetahuan dan keterampilan dasar mengenai apa konseling,
kapan dilakukan dan bagaimana melakukan konseling dasar untuk
mendorong perubahan perilaku dari penyalahguna Napza.
 Paparan Sistem rujukan. Pada materi ini peserta diberikan informasi terkait
apa, kapan dan bagaimana cara merujuk penyalahguna ke RS atau ke
fasilitas layanan kesehatan dan sosial lainnya.
 Paparan Pencatatan dan pelaporan . pada materi ini peserta diberikan
pengetahuan dan keterampilan untuk melaporkan kegiatan yang telah
dilakukan dalam format baku atau dalam bentuk elektronik.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 54


Kegiatan Pelatihan asesmen wajib lapor
Anggaran Rp. 792.055.000
Input 172 org peserta
Tempat di Jogyakarta, Makassar, Medan, dan Bekasi
Pada periode Maret-September 2016
Output Terlatihnya Tenaga Kesehatan di Fasyankes dalam Asessmen
dan terapi gangguan penggunaan Napza
Keluaran Tenaga Kesehatan mampu melakukan asesmen dan terapi
(Outcame) gangguan penggunaan Napza di Institusi Penerima Wajib
Lapor
Benefit Tersedianya layanan rehabilitasi medis di Fasyankes sesuai
dengan Standar
Masyarakat mendapatkan kemudahan akses layanan Napza
Dampak (Impact)
diseluruh provinsi

d. Koordinasi program rehabilitasi medis pecandu narkotika


Kegiatan di maksudkan untuk mensinkronisasi penyelanggaraan wajib lapor dan
rehabilitasi medis pecandu narkotika dan penerapan peraturan bersama serta peraturan
menkes.
Pertemuan ini mengundang peserta dari layanan kesehatan baik tingkat primer atau
rujukan dan dari Dinas Kesehatan. Dari hasil pertemuan koordinasi program
rehabilitasi medis pecandu narkotika diharapkan akan didapatkan pemetaan tentang
tantangan yang di peroleh pada layanan dan mencari alternative solusi yang dapat
dilakukan.

Kegiatan Koordinasi program rehabilitasi medis pecandu narkotika


Anggaran Rp. 148.675.000
Input 50 org peserta
Tempat di Jakarta (Le Grandeur)
Pada bulan Agustus 2016
Output Terselenggaranya pertemuan koordinasi program rehabilitasi
medis pecandu narkotika dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan
IPWL untuk pemetaan kendala dan alternatif solusi dan rencana
tindak lanjut
Keluaran Sinkronisasi Program Wajib lapor dan rehabilitasi medis antara
(Outcame) stakeholder dan Fasyankes
Benefit Termonitornya upaya penyelenggaraan IPWL diseluruh
Provinsi
Masyarakat mendapatkan layanan terapi dan rehabilitasi Napza
Dampak (Impact)
diseluruh provinsi

Laptah 2016_P2MKJN Hal 55


e. Supervisi program terapi dan rehabilitasi napza
Kegiatan supervisi program terapi dan rehabilitasi napza yang di lakukan di Provinsi
Sumatera Utara, dilakukan supervisi di RSUD pringadi Medan yang di tetapkan
sebagai IPWL tahun 2013, sudah mempunyai 4 orang tenaga terlatih, akan tetapi
belum ada poli khusus napza, dan supervisi di Puskesmas Bromo Kota Medan yang
sudah melakukan penyuluhan terkait napza di masyarakat, lapas dan sekolah, tetapi
belum ada pasien untuk wajib lapor. Dari hasil supervisi tersebut Dinas Kesehatan
sumatera utara berkomitmen melakukan pengembangan layanan IPWL yang sudah di
tetapkan dan melakukan pemetaan fasilitas kesehatan yang melayani pasien pecandu
narkotika.

Pada Dinas provinsi sumatera selatan jumlah pengguna napza mengalami peningkatan.
Hal ini berdasarkan hasil kegiatan razia yang dilakukan petugas BNN bersama pihak
kepolisian. Supervisi dilakukan di RS dr Ernaldi Bahar terlihat proses klaim sudah
berjalan dengan baik, pasien yang datang adalah pasien sukarela, proses pengadian dan
rujukan dari BNNP/lembaga rehabilitasi lainnya, petugas yang menjalankan layanan
rehabilitasi telah mendapatkan peningkatan kompetensi. Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan bermaksud akan menambah jumlah IPWL yang petugasnya sudah
dilatih dengan menggunakan dana APBD. Berdasarkan hasil supervisi di ketahui
bahwa kegiatan IPWl sudah berjalan baik.
Supervisi di Provinsi Jawa Tengah, dilakukan di RSUP Kariadi hanya memberikan
layanan konseling oleh psikiater, pasien banyak yang pindah ke PKM poncol karena
tingginya harga karcis pendafataran di RSUP kariadi sebesar Rp. 25.000,-.
PKM Poncol merupakan IPWl saat ini belum melakukan klaim ke kemenkes karena
kurang informasi tentang sistem klaim, tetapi sudah ada tenaga verifikator yang sudah
dilatih oleh Subdit P2 Napza.
Supervisi di Provinsi Lampung di lakukan di RSJ lampung yang merupakan IPWL
belum berjalan karena pasien belum ada, petugasnya belum mendapat pelatihan, sarana
dan prasarana masih dalam proses pengembangan

Kegiatan Supervisi program terapi dan rehabilitasi napza


Anggaran Rp. 79.995.000
Input 12 org (dari pusat)
Tempat di Medan, Palembang, Semarang dan Lampung
Pada Periode bulan April, Agustus dan September 2016
Output Teridentifikasinya masalah program terapi dan rehabilitasi
Napza di IPWL
Keluaran Termonitornya upaya penyelenggaraan IPWL diseluruh
(Outcame) Provinsi
Benefit Meningkatnya kualitas penyelenggaraan program terapi dan
rehabilitasi Napza di IPWL
Masyarakat mendapatkan layanan terapi dan rehabilitasi Napza
Dampak (Impact)
yang berkualitas di IPWL

Laptah 2016_P2MKJN Hal 56


f. Uji coba penggunaan instrumern assist dan intervensi singkat
Kegiatan ini dilakukan di bali, kepulauan riau dan jawa timur.ASSIST adalah
singkatan dari alcohol, smoking dan subsatnce involvement screening test (skrining
keterlibatan penggunaan zat, rokok dan alkohol)
ASSIST merupakan kuesioner skrining singkat untuk menemukan orang-orang yang
menggunakan zat psikoaktif dan mengelompokkan mereka berdasarkan tingkat risiko
untuk menentukan intervensi lebih lanjut yang sesuai.
Tujuan kegiatan : mengetahui efektivitas ASSIST dalam menyaring penyalaguna napza
dari populasi umum dan efektivitas intervensi singkat bagi mereka yang berisiko
sedang atau tinggi.
Setelah dilakukan uji coba instrumen assist dan intervensi singkat di bali diperoleh
kesimpulan bahwa pelaksanaan skrining dengan menggunakan instrument Assist dapat
dilakukan di layanan primer.

Kegiatan Uji coba penggunaan instrumern assist dan intervensi singkat


Anggaran Rp. 122.265.000
Input 45 org peserta dari KKP
Tempat di Batam, Bali, dan Surabaya
Pada Periode bulan Juli dan Agustus 2016
Output Tersosialisasinya penggunaan instrument ASSIST di KKP dan
Dinas Kesehatan Provinsi.
Keluaran Petugas KPP dan Dinas Kesehatan Provinsi mampu
(Outcame) menggunakan instrument ASSIST untuk deteksi dini pada
pengguna Napza
Benefit Meningkatnya jumlah tenaga kesehatan di FKTP yang mampu
melakukan deteksi dini menggunakan instrument ASSIST
Dampak (Impact) Menurunnya jumlah penyaahgunaan Napza

g. Program wajib lapor dan rehabilitasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan
gangguan penggunaan napza
Penyediaan dana klaim wajib lapor bagi pecandu narkotika. Pada tahun 2016
kunjungan wajib lapor dan rehabilitasi media mengalami peningkatan sebesar 24,9 % (
dari 913 menjadi 3662). dengan jumlah pasien yang direhabilitasi sebanyak 8089
orang yang terdiri dari 3077 rawat inap dan 5012 rawat jalan. Dari 8089 orang yang
melakukan wajib lapor secara suka rela 2920, status hukum 112 dan 45 nerupakan
titipan.

Peningkatan jumlah kunjungan tersebut di sebabkan karena tingginya kasus pengguna


narkotika dan revisi permenkes No 50 tahun 2015 tentang petunjuk teknis pelaksana
wajib lapor dan rehabilitasi medis bagi pecandu, penyahguna dan korban
penyalagunaan narkotika yang merevisi tentang pembiayaan dan tata laksana pasien
sukarela dan pasien terkait perkara hukum.
Pada Tahun 2016 IPWL terjadi peningkatan klaim secara tajam. Hal ini merupakan
kumulasi dari klaim tahun sebelumnya dan hasil dari sosialisasi dan advokasi terhadap
pemerintah daerah dan pemberi layanan.

Laptah 2016_P2MKJN Hal 57


Kegiatan Program wajib lapor dan rehabilitasi dalam rangka pencegahan
dan penanggulangan gangguan penggunaan napza
Anggaran Rp. 9.975.170.000
Input 1.595 org penyalahguna
Output Tersedianya anggaran rehbilitasi medis bagi 1.595
penyalahguna Napza
Keluaran Terjaminnya layanan rehabilitasi medis bagi penyalahguna
(Outcame) Napza secara sukarela, dan terkait proses hokum.
Benefit Meningkatnya jumlah penyalahguna yang mendapatkan
layanan rehabilitasi medis di IPWL
Meningkatnya kualitas hidup penyalahguna Napza di
Dampak (Impact)
masyarakat

Kegiatan Dukungan Manajemen

a. Evaluasi program dan anggaran dan indikator


Input Peserta sebanyak 30.orang
Anggaran 152.524.000
output Terlaksananya kegiatan evaluasi program,
angagran dan inidaktor
outcame Sebagai bahan masukkan pembuatan
program dan angaran tahun mendatang
benefit Program dan anggaran lebih fokus pada
upaya promotif, preventif, dan pencapaian
target indikator
impac Pencapaian target indikator

b. Kunker-rakonter-rakerkesnas-binwil
Anggaran 299.300.000
Input Peserta 3 org dilakuakn di 34 propinsi
output Terlaksananya kumker, rakontek,
rakerkesnas, binwil, monev terpadu
outcame Untuk mendapatkan gambaran tentang
permasalahan kesehatan jiwa dan napza di
daerah
benefit Sebagai bahan masukkan pembuatan
program dan angaran tahun mendatang
impac Kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan dan
program,

Laptah 2016_P2MKJN Hal 58


c. Peningkatan SDM p2mkjn
Anggaran 613.203.000
Input Peserta sebanyak 50 org
output Terlaksananya kegiatan peningkatan sdm
p2mkjn
outcame Menambah pengetahun dan keterampilan
bidang keungan, perencanaan, kepegwaian
dll
benefit Sdm berkualitas
impac Sdm DIT P2MKN yang berkualitas

d. Diseminasi dan informasi HKJS


Anggaran 218.175.000
Input Peserta 100 org
output Terlaksananya kegiatan diseminasi HKJS
outcame Terinformasinya kesehatan jiwa pada
masyarakat
benefit Masyarakat sadar akan pentingnya
kesehatan jiwa
impac Masyarakat sehat jiwa

e. Pertemuan LP/LS bidang P2 masalah kesehatan jiwa dan nazpa


Anggaran 241.500.000
Input Peserta 20 org
output Terlaksananya pertemuan LP/LS bidang
keswa dan napza
outcame Kesehatan jiwa bukan saja tanggungjawab
dit p2mkjn tapi juga perlu dukungan dan
kerja sama dengan lintas sektor dan lintas
program yang lain
benefit Kerjasama dengan LP/LS bidang keswa dan
napza
impac Terintegrasinya program keswa dan napza
dgn LP/LS

f. Monitoring dan bimbingan teknis program pencegahan dan pengendalian masalah


kesehatan jwia dan napza
Anggaran 336.000.000
Input Perserta 2 org 20 propinsi
output Terlaksananya kegiatan Monitoring dan
bimbingan teknis program pencegahan dan
pengendalian masalah kesehatan jwia dan
napza
outcame Mengetahui secara lansung permasalaha di
lapangan tentang keswa dan napza

Laptah 2016_P2MKJN Hal 59


benefit Adanya rencana tindak lanjut dalam
penetapan kebijakan dan program
impac Bahan / masukkan dalam menetapkan
kebijakan kegiatan dan program

g. Advokasi dan sosialisasi program dan SOTK p2mkjn


Anggaran 223.156.000
Input Peserta 60 org
output Terlaksananya kegiatan advokasi dan
sosialiasasi prgram dan SOTK baru
outcame Perubahan program semula kuratif dan
rehabilitatif berubah menjadi promotif dan
preventif
benefit Meningkatnya upaya promotif dan
preventif tapi juga ada kurattif
impac Upaya promotif dan preventif meningkat

h. Penyusunan program dan anggaran


Anggaran 46.608.000
Input Peseerta sebanyak 30 .org
output Tersusunnya program dan anggaran
outcame Tersedianya DIPA dan RKAKL
benefit Pedoman atau acuan dalam pelaksanaan
program dan anggara
impac Sasaran dan target indikator dapat di capai

i. Barang cetakan
Anggaran 150.000.000
Input pengadaan penunjukan langsung
output Tersedia cetakan berupa leaflet, poster,
NSPK dll
outcame Sebagai bahan informasi, NSPK tentang
keswa dan napza
benefit Di implementasikan dalam pelayanan dan
kehidupan
impac Masyarakt sehat jiwa

Laptah 2016_P2MKJN Hal 60


j. SAK DAN SIMAK BMN
Anggaran 212.255.000
Input Peserta 15 org,
output Tersedia laporan SAK dan SIMAK BMN
semester 1 dan 2 yang akuntabel
outcame Penatalaksanaan dan pengelolaan Keuangan
dan BMN lebih baik lagi sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan
benefit Tidak desclamer
impac WTP

k. Lakip
Anggaran 39.917.000
Input Peserta 25 org
output Tersedianya lakip 2016
outcame Bentuk evaluasi kinerja dan
Pertangungjawaban terhadap penggunaan
anggaran dan pencapaian tujuan dan
indiaktor yang telah ditetapkan
benefit Reformasi birokrasi
impac Menjadi dit p2mkjn yang akuntabilitas
dalam menjalankan organisasi

l. Penatalaksanaan arsip
Anggaran 78.675.000
Input Peserta 17 org
output Terlaksananya kegiatan penataan arsip
outcame Terpilah arsip yang masih aktif dan tidak
aktif
benefit Mudah dalam mencari arsip
impac Dokumen resmi negara

m. Layanan perkantoran
Anggaran 789.290.000
Input 12 bulan layanan
output Terlaksananya pelayanan perkantoran
outcame Berjalan Tugas dan fungsi direktorat
benefit Tujuan organisasi dapat di capai
impac Tujuan dan sasaran organisasi dapat di capai

Laptah 2016_P2MKJN Hal 61


n. Peralatan dan mesin
Anggaran 100.000.000
Input Penunjukan langsung
output Terlaksananya kegiatan pengadaan alat
pengolah data
outcame Tersedia sarana untuk bekerja
benefit Meningkatkan produktifitas kerja
impac Pekerjaan lebih yang cepat

B. Pencapaian Kinerja
Dalam perjanjian kinerja Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza di tahun 2016
terdapat sasaran strategis, dan target indicator yang tertuang dalam dokumen Rencana
Aksi Program BUK tahun 2016.
Berikut adalah target dan capaian indikator Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza
tahun 2016.

Target dan capaian indikator P2 masalah Kesehatan Jiwa dan Napza


Tahun 2016

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA

1. Persentase fasilitas pelayanan kesehatan 30% 30,8 % 102,6%


(fasyankes) institusi penerima wajib lapor
(IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif

2. Jumlah kab/kota yang memiliki 130 130 100%


puskesmas yang menyelenggarakan
upaya kesehatan jiwa

3. Persentase RS Umum rujukan regional 30% 31,8% 106%


yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan jiwa/psikiater

Gambaran atas keberhasilan upaya peningkatan pengendalian penyakit sepanjang tahun


2016 digambarkan melalui beberapa indikator yang terkait sasaran strategis di bawah ini

1. Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor


(IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif

a. Penjelasan indikator
Masalah penyalahgunaan Napza merupakan penyakit otak yang bersifat chronic
relapsing disease. Terdapat berbagai aspek yang terkait pecandu napza, yaitu
aspek biologis, psikologis dan sosial. Secara bioligis terjadi perubahan fungsi dan
struktur otak pada seseorang dengan ketergantungan Napza yang dapat
mempersulit proses perubahan perilaku. Dalam proses pemulihan setiap
penyalahguna harus menjalani program rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan dari

Laptah 2016_P2MKJN Hal 62


masing-masing individu. Stigma yang berkembang di masyarakat dan petugas
kesehatan terhadap penyalahguna Napza membuat aksesibilitas dalam rehabilitasi
belum optimal. Pemerintah melalui Undang-undang dan Peraturan Pemerintah
lainnya menyediakan layanan rehabilitasi bagi penyalahguna Napza melalui
fasilitas pelayanan kesehatan Institusi Penerima Wajib Lapor yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan melalui Kepmenkes. Setiap penyalahguna wajib melaporkan
diri ke IPWL dan dilanjutkan dengan rehabilitasi medis. IPWL yang aktif dapat
memberikan layanan pencegahan dan rahabilitasi penyalahgunaan Napza sehingga
dapat menurunkan tingkat ketergantungan Napza dan mencegah penyalahgunaan
yang baru.

b. Definisi Operasional
IPWL (Institusi penerima wajib lapor) yang aktif adalah IPWL yang melakukan
upaya promotif, preventif dan rehabilitasi dalam pencegahan penyalahgunaan
Napza serta melaporkan kegiatan terkait program wajib lapor pecandu narkotika
dan penyalahguna Napza lainnya (ada atau tidak ada pasien) setiap 6 bulan sekali.

c. Cara perhitungan
IPWL yang melaporkan kegiatan dikali 100 % dibagi Jumlah IPWL yang telah
ditetapkan pada tahun berjalan

Rumus:

Σ IPWL Aktif
% IPWL Aktif = Σ IPWL pada tahun berjalan X 100%

d. Capaian indikator

Grafik 3.1

Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes)


Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
Pecandu Narkotika Yang Aktif Tahun 2015-2016

Laptah 2016_P2MKJN Hal 63


Dari grafik 3.1 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
Pecandu Narkotika Yang Aktif sebesar 28% dari 25% target yang ditetapkan. Ini
berari dari 434 IPWL yang telah di tetapkan terdapat 121 IPWL Aktif.
pada tahun 2016, capaian Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi
Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pecandu Narkotika Yang Aktif sebesar 30,8% dari
30% target yang ditetapkan. Ini berari dari 434 IPWL yang telah di tetapkan
terdapat 134 IPWL Aktif.
Jumlah IPWL capaian tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif IPWL
Aktif.

Apabila dibandingkan dengan indikator RPJM, Renstra Kementerian Kesehatan


Tahun 2015-2019, Rencana Aksi Program BUK untuk target Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pecandu Narkotika
Yang Aktif telah sejalan.

e. Analisa Penyebab keberhasilan


Pada tahun 2016, indikator ini telah berhasil mencapai target yang ditetapkan yaitu
30,8%. Keberhasilan ini dikarenakan adanya koordinasi yang sinergis antara
Kemenkes dengan Kementerian/Lembaga Tinggi Negara terkait lainnya, serta
Pemerintah Daerah selaku pemilik sebagian besar fasyankes yang ditetakan
sebagai IPWL dalam menyelenggarakan wajib lapor dan rehabilitasi bagi
penyalahguna Napza. Koordinasi ini tidak hanya mencakup implementasi regulasi
saja tapi juga termasuk penguatan lainnya dalam optimalisasi layanan dan
penguatan aksesibilitas.

a. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


1. Melakukan pertemuan koordinasi IPWL dalam rangka mengetahui masalah
dan memberikan Solusi pelaksanaan rehabilitasi medis di IPWL,
2. Membuat aplikasi SELARAS untuk mendukung data penyalahgunaan Napza
dan Klaim IPWL yang belum ditanggung JKN (penyediaan dana klaim),
3. Peningkatan keterampilan petugas dan Pembinaan di IPWL serta
meningkatkan koordinasi dengan Dinkes di 34 Provinsi untuk target
Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib
lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif

b. Kendala / masalah yang di hadapi


1. Belum optimalnya komitmen Pemerintah daerah dalam menjalankan
upaya pencegahan dan pengendalian masalah Napza termasuk upaya
rehabilitatifnya
2. Tingkat mutasi dan rotasi petugas yang cukup tinggi sehingga
menyebabkan kekosongan petugas terlatih di IPWL yang sudah ditetapkan
3. Pemanfaatan Sistem pelaporan dan pencatatan (selaras) yang belum
berjalan.
4. Cakupan layanan pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunan Napza yang
masih terbatas

Laptah 2016_P2MKJN Hal 64


f. Pemecahan masalah
1. Melakukan advokasi dengan pengambil kebijakan di tingkat daerah
melalui pertemuan koordinasi lintas sector dan lintas program
2. Secara berkala melakukan pelatihan asesmen bagi petugas di IPWL
melalui dana APBN dan APBD
3. Membangun sistem informasi wajib lapor dan rehabilitasi medis Napza
untuk memudahkan proses verifikasi klaim dan informasi data pasien yang
telah melakukan rehabilitasi
4. Rencana mengembangkan skrining dengan menggunakan instrumen
Alcohol, Smoking, and Substances Involvement Scrrening Test (ASSIST)
dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Napza di tempat yang bukan
IPWL dengan menggunakan sistem referal ke IPWL dengan tujuan untuk
meningkatkan cakupan layanan bagi pasien penyalahguna napza dan
kelompok risikonya

Foto-foto kegiatan

2. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan


jiwa

a. Penjelasan indikator
Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 cukup besar. Gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi
dan ansietas) usia ≥ 15 tahun sebesar 6% atau lebih dari 10 juta jiwa; sedangkan
gangguan jiwa berat (psikosis) sebesar 1,7 per 1000 penduduk. Dengan jumlah
penduduk sebesar 422 juta jiwa pada tahun 2013, maka diperkirakan lebih dari
400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis).

Sementara itu menurut WHO kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Negara-


negara dengan penghasilan rendah-menengah termasuk Indonesia masih tinggi,
yaitu >85%. Hal ini berarti kurang dari 15% penderita gangguan jiwa mendapatkan

Laptah 2016_P2MKJN Hal 65


layanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan. Melalui estimasi sederhana tentang
utilisasi layanan baik di tingkat primer maupun sekunder-tersier menunjukkan
bahwa ternyata memang cakupan layanan kesehatan jiwa di Indonesia masih
rendah yaitu <10% (tahun 2013), dan tingkat kekambuhan pasien masih cukup
tinggi pasca perawatan di Rumah Sakit.
Untuk itu diperlukan upaya kesehatan jiwa di Puskesmas untuk meningkatkan
akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa, baik upaya-upaya pencegahan
maupun deteksi dan tata laksana secara dini. Agar mutu layanan terjaga, maka
dalam kriteria indikator tercantum bahwa tenaga kesehatan puskesmas terlatih.

b. Definisi Operasional
Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 puskesmas di wilayahnya dengan
kriteria: 1) Memiliki minimal 2 (dua) tenaga kesehatan terlatih kesehatan
jiwa(dokter dan perawat atau tenaga kesehatan lainnya), minimal 30 jam pelatihan,
dan 2) Melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait
kesehatan jiwa secara berkala dan teritegrasi dengan program kesehatan puskesmas
lainnya, dan 3) Melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis, penatalaksanaan
awal dan pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa.

c. Cara perhitungan
Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki puskesmas dengan upaya
kesehatan jiwa sesuai dengan kriteria.

d. Capaian indikator

Grafik 3.2

Jumlah Kab/Kota Yang Memiliki Puskesmas Yang Menyelenggarakan


Upaya Kesehatan Jiwa
Tahun 2015 – 2016

Dari grafik 3.2 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian jumlah kab/kota
yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa sebesar
82 kab/kota dari 80 kab/kota target yang ditetapkan. Pada tahun 2016, capaian
jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa sebesar 130 kab/kota dari 130 kab/kota target yang ditetapkan.
Capaian Jumlah Kab/Kota Yang Memiliki Puskesmas Yang Menyelenggarakan
Upaya Kesehatan Jiwa tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif .
Laptah 2016_P2MKJN Hal 66
Apabila dibandingkan dengan indikator RPJM, Renstra Kementerian Kesehatan
Tahun 2015-2019, Rencana Aksi Program BUK, Rencana Aksi Kegiatan, untuk
target jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa telah sejalan.

e. Analisa Penyebab keberhasilan


1. Adanya daya dorong dengan masuknya indikator kesehatan jiwa dalam
Standar Pelayanan Minimal Prov/Kab/Kota dan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga.
2. Aktif melakukan advokasi, sosialisasi serta bimbingan melalui
workshop/lokakarya kepada Dinas Kesehatan di 34 provinsi terutama
mengenai perencanaan kegiatan yang mendukung pencapaian indikator
kesehatan jiwa, sehingga terbentuk pemahaman dan kesepakatan serta
kerjasama yang baik antara Kementerian Kesehatan/Pusat dengan Dinas
Kesehatan Tingkat Provinsi.
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala baik formal maupun
informal untuk mengetahui perkembangan capaian indikator terkini.
4. Melaksanakan kegiatan Peningkatan Keterampilan Tenaga Kesehatan
(Dokter dan Perawat) di Puskesmas.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


1. Melakukan pertemuan advokasi dan evaluasi nasional (2 kali) dengan
mengundang pengelola kesehatan jiwa semua dinkes propinsi dan
beberapa dinkes kabupaten/kota yang dianggap berhasil menerapkan
program keswa di PKM dan
2. Melakukan Pelatihan Kesehatan Jiwa bagi nakes PKM di 6 propinsi yang
cakupan puskesmasnya masih kurang (Sultra, Sumsel, NTT, Papua, DIY
dan Sulteng) untuk target Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang
menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

g. Kendala / masalah yang di hadapi


1. Perubahan SOTK di propinsi dan kab/kota
2. Kurangnya anggaran keswa di daerah
3. Masih kurangnya komitmen daerah terhadap program keswa dan napza

h. Pemecahan masalah
1. Memberikan dekon untuk propinsi
2. Terdapat menu keswa dalam DAK non fisik 2017
3. Tahun 2017 keswa masuk SPM dan indikator keluarga sehat
4. Advokasi program keswa dan napza ke daerah

Laptah 2016_P2MKJN Hal 67


foto-foto kegiatan

4. 5. 6.

7. 8. 9.

10. 11. 12.

13. 14. 15.

16. 17. 18.

3. Prosentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan


jiwa/psikiater

a. Penjelasan indikator
Masalah kesehatan jiwa mempengaruhi 1 dari 4 orang penduduk di dunia pada
suatu masa dari hidupnya (WHO Improving Health Systems and Services for
Mental Health, 2009). Sekitar 30% dari seluruh penderita yang dilayani dokter di
pelayanan kesehatan dasar (puskesmas) mengalami masalah kesehatan jiwa
(Psychiatric disorders: a global look at facts and figure, Psychiatry 2010).
Masalah gangguan jiwa di Indonesia dewasa ini cukup prevalen, yaitu 11,6 %
untuk gangguan mental emosional (cemas dan depresi) di atas 15 tahun serta 0,46
% untuk gangguan jiwa berat (Riskesdas 2007).
Kesenjangan antara jumlah pasien yang membutuhkan layanan kesehatan jiwa
dengan jumlah pasien yang mendapatkan layanan tersebut sangat besar. Salah satu

Laptah 2016_P2MKJN Hal 68


penyebab terjadinya kesenjangan tersebut adalah kendala terhadap akses
pelayanan, sehingga menimbulkan keterlambatan penanganan.
Oleh karena itu, untuk:
1) Mempermudah akses dan keterjangkauan layanan kesehatan jiwa di
Fasyankes,
2) Mendukung jumlah RSJ dan tenaga kesehatan jiwa yang terbatas jumlahnya,
3) Menjalankan amanat Undang - Undang No 18 tahun 2014 tentang kesehatan
Jiwa, Pasal 88 bahwa setiap fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa yang
sudah ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 harus menyesuaikan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun setelah
Undang-Undang ini diundangkan,
4) Diselenggarakannya layanan kesehatan jiwa di RSU rujukan regional di mana
masing – masing RSU menyediakan 10 tempat tidur sesuai dengan draf
pedoman penyelenggaraan layanan kesehatan jiwa di RSU.

maka penyeleggaraan pelayanan kesehatan jiwa di RSU rujukan regional perlu


dijadikan indicator.

b. Definisi Operasional

Prosentase RS Rujukan Regional yang menyelenggarakan pelayanan medik


kedokteran jiwa rawat jalan dan rawat inap kedokteran jiwa / psikiatri oleh tenaga
kesehatan yang kompenten . baseline data tahun 2014 adalah 23 RSU atau 13,53
% dari 110 RSU Regional

c. Cara perhitungan

Jumlah RS Rujukan Regional yang menyelenggarakan pelayanan medik


kedokteran jiwa baik rawat jalan dan rawat inap kedokteran jiwa / psikiatri oleh
tenaga kesehatan yang kompenten di bagi Jumlah RS Rujukan Regional yang
telah ditetapkan X 100 %

d. Capaian indikator

Grafik 3.3

Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik


Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri
Tahun 2015 – 2016

Laptah 2016_P2MKJN Hal 69


Dari grafik 3.3 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian Prosentase RS
Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa
Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri sebesar 20% dari 20%
target yang ditetapkan. Pada tahun 2016, capaian Prosentase RS Rujukan Regional
Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan
Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri sebesar 31,8% dari 30% target yang
ditetapkan.
Capaian Jumlah Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan
Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa
/ Psikiatri tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif .

e. Analisa Penyeban keberhasilan


1. Melakukan Sosialisasi dan Advokasi draft pedoman penyelenggaraan layanan
keswa di RS Umum
2. Melakukan bimbingan dan evaluasi secara berkala untuk mengetahui
perkembangan capaian indikator terkini.
3. Melaksanakan kegiatan pelatihan kesehatan jiwa bagi tenaga kesehatan dan
unsur masyarakat di tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


1. Sosialisasi dan Advokasi draft pedoman penyelenggaraan layanan keswa
di RS Umum pada saat kunjungan ke daerah, melalui seminar dan
workshop
2. Melakukan Bimtek dan Pilot Project tiga percontohan RS Umum
Banyumas di Jateng, RS Umum di wilayah Maluku Utara dan RS Umum
di Sulawesi Barat.

g. Kendala / masalah yang di hadapi


1. Berubahnya SOTK Kementerian Kesehatan yang tadinya Direktorat Bina
Keswa berada dibawah Direkt Jenderal BUK mutasi dibawah Direkt.
Jenderal P2P dengan menitikberatkan kepada pencegahan dan
pengendalian masalah keswa dan Napza dengan nama Direktorat P2MKJN
2. Mekanisme sistim pelaporan belum dilaksanakan secara
berkesinambungan
3. Kurangnya advokasi dan sosialisasi tentang penyelenggaraan layanan
keswa di RSU
4. Rencana penyelenggaraan layanan keswa membutuhkan waktu
5. Sumber daya tidak memadai (ruang poli, rawat inap, dan tenaga berprofesi
keswa

h. Pemecahan masalah
1. Indikator RSU rujukan regional hanya sampai akhir tahun 2016 dan
selanjutnya berganti menjadi indikator sekolah
2. Menyepakati mekanisme alur sistim pelaporan dengan Dinas Kesehatan
setempat

Laptah 2016_P2MKJN Hal 70


3. Mensosialisasikan kembali pentingnya penyelenggaraan keswa dan napza
yang tercantum dalam UU Keswa, untuk menurunkan kesenjangan
pengobatan dan menurunkan stigma
4. Dinas Kesehatan mendukung RSU rujukan regional agar
menyelenggarakan keswa dan napza
5. Sesuai persyaratan RSU rujukan regional, UU Keswa, maka sudah
selayaknya Pemda memprioritaskan penyediakan ruang poli jiwa, rawat
inap jiwa dan tenaga kesehatan keswa dari daerahnya masing-masing
foto-foto

Laptah 2016_P2MKJN Hal 71


35 RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik
Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri

NAMA
NO KABUPATEN/KOTA NO NAMA RSU
PROVINSI

Kab. Aceh Barat 1. RSUD Cut Nyak Dhien

Kab. Aceh Tengah 2. RSUD Datu Beru Takengon


Nanggroe
1. Aceh Kab. Aceh Selatan 3. RSUD dr.H.Yulidin Away
Darussalam
Kab. Aceh
4. RSUD Datu Beru
Tengah,Takengon

Kab. Bireun 5. RSUD dr Fauziah

2. Banten Kab.Serang 6. RSUD Kab Serang

Kab. Jakarta Barat 7. RSUD Cengkareng

3. Kab. Jakarta Pusat 8. RSUD Tarakan


DKI Jakarta
Kab. Jakarta Utara 9. RSUD Kodja

Kab. Jakarta Timur 10. RSUD Pasar Rebo

Kab. Sukabumi 11. RSUD Syamsudin

4. Jawa Barat Kab. Cirebon 12. RSUD Gunung Jati

Kab. Cimahi 13. RSUD Cibabat

Kab. Pati 14. RSUDSoewondo

RS Prof dr.Margono
Kab. Purwokerto 15.
Soekarjo
5. Jawa Tengah
Kab.Surakarta 16. RSUD dr. Moewardi

Kab. Tegal 17. RSUD Kardinah

Kab. Malang 18. RSUD dr. Saiful Anwar


6. Jawa Timur
Kab. Jember 19. RSUD Soebandi

Laptah 2016_P2MKJN Hal 72


Kab. Djombang 20. RSUD Djombang

Kab. Madiun 21. RSUD Soedomo

7. DIY Kota Yogyakarta 22. RSUD Kota Yogyakarta

Sumatra
8. Kab. Labuhan Batu 23. RSUD Rantau Prapat
Utara
RS Achmad Mochtar
Kota Bukittinggi 24.
Bukittinggi
Sumatra
9. Kota Solok 25. RSUD Solok
Barat

Kota Pariaman 26. RSUD Pariaman

Bangka
10. Kab. Belitung 27. RSUD Marsidi Judono
Belitung
Kalimantan
11. Kab. Sampit 28. RSUD dr.Murjani Sampit
Tengah
Kab. Kandangan, Sungai
29. RSUD H. Hasan Basry
Kalimantan Hulu Selatan
12.
Selatan
Kab. Banjarmasin 30. RSUD Ansari Saleh

13. Gorontalo Kab. Gorontalo 31. RSUD dr. M.M Dunda

14. Bali Kab. Gianyar 32. RSUD Sanjiwani Gianyar

15. NTB Kab. Sumbawa 33. RSUD Kab. Sumbawa

Kab. Kolaka 34. RSUD Kolaka


Sulawesi
16.
Tenggara
Kab. Baubau 35. RSUD Baubau

Laptah 2016_P2MKJN Hal 73


134 IPWL AKTIF

NO IPWL JENIS LAYANAN

1 Puskesmas Abiansemal I Rawat Jalan


2 Puskesmas Bangil Pasuruan Rawat Jalan
3 Puskesmas Banguntapan Ii Rawat Jalan
4 Puskesmas Biaro Agam Rawat Jalan
5 Puskesmas Bogor Timur Rawat Jalan
6 Puskesmas Cengkareng Rawat Jalan
7 Puskesmas Cibodasari Banten Rawat Jalan
8 Puskesmas Cipondoh Banten Rawat Jalan
9 Puskesmas Ciputat Rawat Jalan
10 Puskesmas Duren Sawit Rawat Jalan
11 Puskesmas Gambir Rawat Jalan
12 Puskesmas Gedong Tengen Diy Rawat Jalan
13 Puskesmas Gondanglegi Malang Rawat Jalan
14 Puskesmas Grogol Petamburan Jkt Rawat Jalan
15 Puskesmas Jagir Sby Rawat Jalan
16 Puskesmas Jalan Mas Banten Rawat Jalan
17 Puskesmas Jatinegara Rawat Jalan
18 Puskesmas Johar Baru Rawat Jalan
19 Puskesmas Jongaya Rawat Jalan
20 Puskesmas Jumpandang Baru Rawat Jalan
21 Puskesmas Kasikasi Rawat Jalan
22 Puskesmas Kec.Kramat Jati Rawat Jalan
23 Puskesmas Kec.Senen Jakarta Rawat Jalan
24 Puskesmas Kedung Badak Rawat Jalan
25 Puskesmas Kemayoran Rawat Jalan
26 Puskesmas Kendalsari Malang Rawat Jalan
27 Puskesmas Koja Rawat Jalan
28 Puskesmas Kuta I Bali Rawat Jalan
29 Puskesmas Manahan Solo Rawat Jalan
30 Puskesmas Manukan Kulon Sby Rawat Jalan
31 Puskesmas Paloyansek Rawat Jalan
32 Puskesmas Parakan Temanggung Rawat Jalan
33 Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Rawat Jalan
34 Puskesmas Plumbon Cirebon Rawat Jalan
35 Puskesmas Poncol Semarang Rawat Jalan
36 Puskesmas Pondok Gede Rawat Jalan
37 Puskesmas Prabumulih Rawat Jalan
38 Puskesmas Rasimah Ahmad Rawat Jalan
39 Puskesmas Sidorejo Lor Salatiga Rawat Jalan

Laptah 2016_P2MKJN Hal 74


40 Puskesmas Sukabumi Rawat Jalan
41 Puskesmas Sukarahayu Subang Rawat Jalan
42 Puskesmas Sukma Jaya Depok Rawat Jalan
43 Puskesmas Tabanan III Rawat Jalan
44 Puskesmas Tambora Rawat Jalan
45 Puskesmas Tanjung Morawa Rawat Jalan
46 Puskesmas Tanjung Murawa Rawat Jalan
47 Puskesmas Tanjung Priok Rawat Jalan
48 Puskesmas Tebet Rawat Jalan
49 Puskesmas Ubud II Rawat Jalan
50 Puskesmas Umbul Harjo Diy Rawat Jalan
51 RS Bhayangkara Sespimma Polri Jkt Rawat Jalan, Rawat Inap
52 RS H.B Saanin Padang Rawat Jalan, Rawat Inap
53 RS Marzoeki Mahdi Rawat Jalan, Rawat Inap
RS Tentara Dr.R.Hardjanto Balikpapan (UNITRA
54 Rawat Jalan
Butterfly)
55 RS. H.A Djunaid Pekalongan Rawat Jalan
56 Rsj Alianyang Pontianak Kota Singkawang Rawat Jalan, Rawat Inap
57 RSJ Amino Gondohutomo Rawat Jalan, Rawat Inap
58 RSJ Ernaldi Bahar Rawat Jalan, Rawat Inap
59 RSJ Ghrasia Rawat Jalan, Rawat Inap
60 RSJ Kalawa Atei Kalimantan Tengah Rawat Jalan
61 Rsj Madani Palu Rawat Jalan, Rawat Inap
62 Rsj Medan Rawat Jalan, Rawat Inap
63 RSJ Menur Rawat Jalan, Rawat Inap
64 Rsj Mutiara Sukma Rawat Jalan, Rawat Inap
65 RSJ Muwardi Solo Rawat Jalan, Rawat Inap
66 RSJ Prov . Aceh Rawat Jalan, Rawat Inap
67 RSJ Prov Bali Rawat Jalan, Rawat Inap
68 RSJ Prov Jambi Rawat Jalan, Rawat Inap
69 Rsj Prov Lampung Rawat Jalan, Rawat Inap
70 Rsj Sungai Liat Prov. Bangka Belitung Rawat Jalan, Rawat Inap
71 RSJ Prov. Jawa Barat Rawat Jalan, Rawat Inap
72 Rsj Ratubuysang Manado Rawat Jalan, Rawat Inap
73 RSJ Sambang Lihum Rawat Jalan, Rawat Inap
74 RSJ Soedjarwadi Klaten Rawat Jalan, Rawat Inap
75 Rsj Soeharto Heerdjan Jakarta Rawat Jalan, Rawat Inap
76 RSJ Soeroyo Magelang Rawat Jalan, Rawat Inap
77 Rsj Surakarta Rawat Jalan, Rawat Inap
78 RSJ Tampan Riau Rawat Jalan, Rawat Inap
79 RSJD Atma Husada Mahakam Rawat Jalan, Rawat Inap
80 Rsjd Jambi Rawat Jalan, Rawat Inap
81 RSJD Sei Bangkong Rawat Jalan, Rawat Inap
82 RSJKO Soeprapto Bengkulu Rawat Jalan, Rawat Inap

Laptah 2016_P2MKJN Hal 75


83 Rskd Maluku Rawat Jalan, Rawat Inap
84 RSKO Jakarta Rawat Jalan, Rawat Inap
85 Rsu Andi Makassau Rawat Jalan
86 Puskesmas Tatelu Rawat Jalan
87 Rsu Pambalah Batung Amuntai Rawat Jalan, Rawat Inap
88 Rsud Abdul Azis Singkawang Rawat Jalan, Rawat Inap
89 Rsud Bekasi Rawat Jalan
90 RSUD Dr. Djasamen Saragih Rawat Jalan
91 RSUD Dr. Soedarso Rawat Jalan
92 Rsud Dr. Soedono Madiun Rawat Jalan
93 Rsud Dr. Soetomo Surabaya Rawat Jalan
94 Rsud Dr.Syaiful Anwar Malang Rawat Jalan
95 Rsud Genteng Banyuwangi Rawat Jalan
96 Rsud Gunung Jati Cirebon Rawat Jalan
97 Puskesmas Lubuk Sikaping Rawat Jalan
98 RSUD Anutapura Palu Rawat Jalan
99 Puskesmas Gendanglegi Malang Rawat Jalan
100 Puskesmas Selat Nasik Rawat Jalan
101 Puskesmas Prapatan Balikpapan Rawat Jalan
102 Rsud Embung Fatimah Kota Batam Rawat Jalan
103 Rsud Margono Rawat Jalan
104 Rsud Muwardi Solo Rawat Jalan
105 Rsud Petala Bumi Pekan Baru Rawat Jalan
106 Rsud Prof Dr H Aloei Saboe Kota Gorntalo Rawat Jalan
107 Rsud R. Syamsudin Sh. Sukabumi Rawat Jalan
108 Rsud Serang Rawat Jalan
109 Rsud Tasikmalaya Rawat Jalan
110 Rsup Adam Malik Medan Rawat Jalan
111 RSUP Dr. Kariadi Rawat Jalan
112 Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta Rawat Jalan
113 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Rawat Jalan
114 RSUP Fatmawati Rawat Jalan
115 RSUP Hasan Sadikin Bandung Rawat Jalan, Rawat Inap
116 Rsup M Djamil Padang Rawat Jalan, Rawat Inap
117 RSUP Sanglah Bali Rawat Jalan, Rawat Inap
118 RSUD Tarakan Kalimantan Utara Rawat Jalan
119 RS Pengayoman Jakarta Timur Rawat Jalan
120 Poliklinik Badan Narkotika Nasional Jkt Rawat Jalan

121 Rawat Jalan


Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Sukabumi

122 Rawat Jalan


Klinik Utama “Balai Rehabilitasi BNN Baddokka

Laptah 2016_P2MKJN Hal 76


123 Rawat Jalan
Rumah Sakit Bhayangkara Trijata Polda Bali

124 Rawat Jalan


Klinik Pratama Enggal Waras BNNP Jawa tengah
125 Klinik Utama BNNP Jawa Timur Rawat Jalan
126 Klinik Pratama BNNP Sumatera Utara Rawat Jalan

127 Rawat Jalan


Rehabilitasi Pecandu Narkoba BNNP Lampung
128 Klinik Pratama BNNP Riau Rawat Jalan

129 Klinik Pratama Rawat Jalan Adi Pradana BNNP Rawat Jalan
Sulsel

130 Rawat Jalan


Klinik Rehabilitasi Mosipakabelo BNNP Sulteng

131 Rawat Jalan


Poliklinik Pratama BNNP Sulawesi Tenggara

132 Klinik Pratama IPWL Penyalahguna Narkoba Rawat Jalan


BNNP Sulut
133 Klinik Pratama Harapan Mulia BNNP Gorontalo Rawat Jalan
134 Klinik Pratama BNNP Sumatera Utara Rawat Jalan

130 KAB / KOTA YANG MEMILIKI PUSKESMAS


YANG MENYELENGGARAKAN UPAYA KESEHATAN JIWA

Provinsi No. Kab/Kota

Aceh 23 1 Kab. Aceh Barat


2 Kab. Aceh Barat Daya
3 Kab. Aceh Besar
4 Kab. Aceh Jaya
5 Kab. Aceh Selatan
6 Kab. Aceh Singkil
7 Kab. Aceh Tamiang
8 Kab. Aceh Tengah
9 Kab. Aceh Tenggara
10 Kab. Aceh Timur
11 Kab. Aceh Utara
12 Kab. BenerMeriah
13 Kab. Bireuen
14 Kab. GayoLues
15 Kab. Nagan Raya
16 Kab. Pidie

Laptah 2016_P2MKJN Hal 77


17 Kab. Pidie Jaya
18 Kab. Simeulue
19 Kota Banda Aceh
20 Kota Langsa
21 Kota Lhokseumawe
22 Kota Sabang
23 Kota Subulussalam
Riau 5 24 Kota Dumai
25 Kota Pekanbaru
26 Kab. Meranti
27 Kab. Pelalawan
28 KabRohil
Kepri 3 29 Kota Batam
30 Kota Tanjung Pinang
31 Kab. Natuna
Jambi 4 32 Kota Sungai Penuh
33 Kab. Kerinci
34 Kota Jambi
35 Kab. Sarolangun
Sumsel 17 36 Palembang
37 OganIlir
38 OganKomeringIlir
39 Pali
40 EmpatLawang
41 Okus
42 Prabumulih
43 Lahat
44 MuaraEnim
45 PagarAlam
46 LubukLinggau
47 Okut
48 MusiRawas
49 Muaratara
50 Oku
51 MusiBanyuasin
52 Banyuasin
DKI Jakarta 2 53 Kota AdmJakpus
54 Kota AdmKep.Seribu
55 KabPandeglang
Banten 3 56 KabSerang
57 Kota Cilegon
Jabar 11 58 Kab Bandung
59 Kab Bandung Barat
60 Kab Bogor
61 Kab Cirebon
62 KabIndramayu

Laptah 2016_P2MKJN Hal 78


63 KabKuningan
64 KabMajalengka
65 KabSubang
66 KabSukabumi
67 KabSumedang
68 Kota Banjar
DIY 5 69 Kota Yogyakarta
70 KabBantul
71 KabKulonProgo
72 KabGunungKidul
73 KabSleman
Jatim 18 74 Kab Malang
75 KabJombang
76 KabSitubondo
77 KabPonorogo
78 KabMadiun
79 KabTulungagung
80 Kab Kediri
81 KabNganjuk
82 KabNgawi
83 Kota Surabaya
84 KabJember
85 KabBlitar
86 KabProbolinggo
87 KabBanyuwangi
88 Kota Batu
89 Kota Blitar
90 Kota Kediri
91 Kota Malang
Kaltim 3 92 Samarinda
93 Kutai Barat
94 KutaiTimur
Kalbar 2 95 KabSekadau
96 KabSintang
Kalteng 5 97 KabKatingan
98 KabGunung Mas
99 Kab Barito Timur
100 Kab Barito Utara
101 Palangkaraya
Bali 9 102 KabBuleleng
103 KabJembrana
104 KabTabanan
105 KabBadung
106 Kota Denpasar
107 KabBangli
108 KabKlungkung

Laptah 2016_P2MKJN Hal 79


109 KabKarangasem
110 KabGianyar
NTB 4 111 Kota Mataram
112 Kab Lombok Barat
113 Kab Sumbawa
114 Kota Bima
NTT 1 115 KabEnde
Malut 4 116 Kota TidoreKepulauan
117 Kota Ternate
118 KabHalteng
119 KabHalbar
Sulteng 1 120 KabPoso
Sulsel 7 121 KabTakalar
122 KabPangkep
123 KabBarru
124 KabWajo
125 KabSidrap
126 KabPinrang
127 KabTanaToraja
Sultra 3 128 Kota Kendari
129 KabKolaka
130 KabKolaka Utara

C. Realisasi Anggaran
Realisasi Anggaran Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sebesar Rp.
21.368.799.135 atau 97,95 % dari alokasi anggaran sebesar Rp. 21.813.923.000
dengan rincian per jenis belanja sebagai berikut:

a. Alokasi dan realisasi berdasarkan jenis belanja


Belanja Barang Belanja Modal
No
Alokasi Realisasi % Alokasi Realisasi %

1 21.713.923.000 21.192.922.735 97,60 100.000.000 98.505.000 98,5

Laptah 2016_P2MKJN Hal 80


b. Alokasi dan realisasi berdasarkan kegiatan

subdit kegiatan anggaran realisasi sisa %

subdit p2 penyusunan mudol pola asuh yang 217.620.000 214.934.400 2.685.600 99

masalah keswa mendukung tumbuh kembang anak

anak dan

remaja penyusunan modul dampak psikologis 207.675.000 206.801.300 873.700 100

kekerasan pada anak

penyusunan juklak pembiayaan 124.500.000 117.462.025 7.037.975 94

penanganann dampak psikologis pada

anak dan perempuan korban kekerasan

penyusunan pedoman pengendalian 176.820.000 175.536.800 1.283.200 99

dampak disabilitas pada anak

berebutuhan khusus

penyusunan roadmap keswa anak dan 71.250.000 69.149.500 2.100.500 97

remaja

penyusunan materi media kie keswa 197.100.000 193.350.000 3.750.000 98

anak dan remaja

advokasi dan sosialisasi prgram 354.900.000 352.850.400 2.049.600 99

pencegahan bunuh diri pada remaja

pemetaan data kasus percobaan dan 3.500.000 1.750.000 1.750.000 50

bunuh diri di masyarakat

lokakarya dalam hari pencegahan bunuh 121.525.000 120.450.000 1.075.000

diri sedunia 99

pelayanan keswa pencegahan dn 138.000.000 137.625.000 375.000 100

penanggulangan pada kelompok

beresiko dan hari kesehatan (mmhs)

advokasi dan sosialisasi program 364.100.000 363.348.000 752.000 100

penanganan dampak psikologis pada

anak korban kekerasan

koordinasi lp/ls penanganan dampak 55.140.000 52.250.000 2.890.000 95

psikologis pada anak korban kekerasan

advokasi peningkatan keswa remaja 96.800.000 96.800.000 - 100

melalui keterampilan sosial pada

pemangku kebijakan

lokakarya dalam rangka hari autis 116.665.000 115.525.000 1.140.000 99

sedunia

layanan keswa bergerak (mmhs) pada 200.800.000 200.800.000 - 100

hari-hari besar kesehatan

jumlah 2.446.395.000 2.418.632.425 27.762.575 99

Laptah 2016_P2MKJN Hal 81


subdit p2 penyusunan modul resiliensi mental 124.290.000 93.244.200 31.045.800 75

masalah keswa pada ante natal care bagi ibu hamil

dewasa dan
penyusunan pedoman pencegahan dan 132.250.000 123.244.388 9.005.612 93
usia lanjut
pengendalian demensia

penyusunan materi kie pencegahan dan 133.850.000 129.850.000 4.000.000 97

pengendalian alzheimer

penyusunan modul keswa bagi kader 112.480.000 106.399.300 6.080.700 95

komunitas

penyusunan instumen kesenjangan 203.455.000 202.445.100 1.009.900 100

pengobatan gangguan jiwa di

masyarakat

peningkatan keterampilan keswa bagi 1.298.900.000 1.262.014.582 36.885.418 97

petugas kesehatan di puskesmas

peningkatan keterampilan keswa bagi 1.125.000 1.125.000 100

nakes di kkp (di ganti bimtek -

kegawatdaruratan psikiatrik)

advokasi dan sosialisasi keswa bagi 436.250.000 434.318.617 1.931.383 100

pemangku kepentingan di lapas rutan

advokasi dan sosialisasi keswa bagi 189.650.000 187.994.324 1.655.676 99

pemangku kepentingan tenaga kerja

migran

lokakarya penilaian kebutuhan keswa 160.660.000 155.838.308 4.821.692 97

bagi perempuan (diganti menjadi

lokakarya pencegahan dan pengendalian

masalah kesehatan jiwa pada

perempuan)

lokakarya untuk perencanaan tindak 276.810.000 273.061.922 3.748.078 99

lanjut program bebas pasung

advokasi dan sosialisasi pencegahan dan 2.800.000 2.050.000 750.000 73

pengendalian alzheimer

lokakarya hari alzheimer sedunia 153.680.000 148.279.251 5.400.749 96

pemetaan data kasus alzheimer di 9.250.000 3.875.000 5.375.000 42

masyarakat

koordinasi lp/ls terkait tppo 218.075.000 216.379.354 1.695.646 99

koordinasi mitra peduli kesehatan jiwa 188.300.000 179.866.553 8.433.447 96

evaluasi program bebas pasung 423.100.000 415.455.530 7.644.470 98

advokasi penanggulangan pemasungan 2.600.000 2.600.000 100

orang dengan gangguan jiwa -

jumlah 4.067.525.000 3.938.041.429 129.483.571 97

subdit p2 napza penyusunan rencana aksi pencegahan

pengendalian masalah napza 230.650.000 204.248.081 26.401.919 89

Laptah 2016_P2MKJN Hal 82


penyusunan modul pemberdayaan orang 178.540.223 24.909.777 88
203.450.000
tua dalam pencegahan penyalahgunaan

napza

penyusunan finalisasi rpp 47.975.000 47.250.000 725.000 98

kesehatan jiwa dan napza

peningkatan keterampilan interpersonal 975.000 975.000 100

dalam rangka pencegahan -

penyalahgunaan napza berbasis sekolah

bagi pelatih

peningkatan keterampilan interpersonal 975.000 975.000 100

dalam rangka pencegahan -

penyalahgunaan napza bagi anak

jalanan

peningkatan keterampilan skrining 975.000 975.000 100

menggunakan assist dan keterampilan -

intervensi singkat bagi pelatih

pelatihan asesmen wajib lapor 771.431.501 20.623.499 97


792.055.000

advokasi dan sosialisasi dampak buruk 975.000 975.000 100

alkohol di masyarakat -

koordinasi program rehabilitasi medis 3.222.012 98


148.675.000 145.452.988
pecandu narkotika

lokakarya dalam rangka hari anti 1.950.000 1.950.000 100

narkoba (hani) -

pertemuan koordinasi dengan organisasi 975.000 975.000 100

masyarakat peduli napza -

supervisi program terapi dan rehabilitasi 25.823.105 68


79.995.000 54.171.895
napza

skrining dampak buruk alkohol pada 100


1.950.000 1.950.000
pengemudi angkutan lebaran -

uji coba penggunaan instrumen assist 2.669.800 98


122.265.000 119.595.200
dan intervensi singkat

program wajib lapor dan rehabilitasi 4.024.170.000 4.014.277.444 9.892.556 100

dalam rangka pencegahan dan

penanggulangan gangguna penggunaan

napza

tambahan dana klaim ipwl 5.951.000.000 5.902.451.939 48.548.061 99

jumlah 11.609.010.000 11.446.194.271 162.815.729 99

sub bag tata penyusunan revisi ppdgj 190.390.000 178.070.238 12.319.762 94

usaha evaluasi program - anggaran dan 152.524.000 135.225.000 17.299.000 89

indikator

kunker-rakontek-rakerkes-binwil-monev 299.300.000 294.269.208 5.030.792 98

terpadu

peningkatan sdm keswa 613.203.000 595.703.314 17.499.686 97

Laptah 2016_P2MKJN Hal 83


diseminasi dan informasi hkjs 218.175.000 203.525.000 14.650.000 93

pertemuan lintas program dan lintas 241.500.000 220.765.000 20.735.000 91

sektor bidang pencegahan dan

pengendalian masalah keswa dan napza

monitoring dan bimbingan teknis 336.000.000 335.869.550 130.450 100

program pencegahan dan pengendalian

masalah keswa dan napza

advokasi dan sosialisasi program dan 223.156.000 222.098.700 1.057.300 100

sotk baru dit p2m masalah keswa dan

napza

program dan anggaran keswa 46.608.000 45.086.000 1.522.000 97

barang cetakan 150.000.000 144.767.500 5.232.500 97

sak dan simak bmn 212.255.000 205.990.000 6.265.000 97

lakip 39.917.000 39.413.000 504.000 99

penatalaksanaan arsip 78.675.000 72.090.000 6.585.000 92

layanan perkantoran 789.290.000 774.553.500 14.736.500 98

perangkat pengolah data dan informasi 100.000.000 98.505.000 1.495.000 99

jumlah 3..690.993.000 3.565.931.010 125.061.990 97

total jumlah 21.813.923.000 21.368.799.135 445.123.865 98

c. Masalah dan hambatan


Walaupun realisasi anggaran belanja barang mencapai 97,60 % dan realisasi
belanja modal mencapai 98,5 %, tentu masih ada kendala dalam pelaksanaan
penyerapan anggaran yaitu :

1. Realisasi anggaran pada triwulan 1 sd 3 sangat rendah


2. Pertanggungjawaban keuangan yang melabihi dari batas waktu yang di
tentukan oleh KPPN, sehingga menghambat dalam pengajuan TUP dan
penyerapan anggaran
3. Belum adanya reward dan funismen dalam penyerapan anggaran

Laptah 2016_P2MKJN Hal 84


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya maka dapat di simpulkan :

1. SOTK Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza terdiri dari 1 orang
direktur, 3 kepala sub direktorat, 6 kepala seksi dan 1 kasub bag tata usaha
2. Jumlah SDM 45 orang PNS dan 5 orang honorer
3. Jumlah Aset sebesar Rp 2.436.041.368
4. Alokasi anggaran sebesar Rp. 21.813.923.000,- dengan realisasi sebesar Rp.
21.368.799.135 atau 97,95%
5. Tahun 2016 indikator Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes)
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) pecandu narkotika yang aktif
target 30% capaian 30,8% (134 IPWL dari 434 yang di tetapkan tahun 2015 ,
Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa targert 130 capaian 130 kab/kota, Persentase RS umum rujukan
regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri target 30%
dengan capaian 31,8 % (35 RSU)
B. Saran
1. Agar tepat waktu dalam pertanggungjawaban keuangan sesuai aturan dari KPPN
2. Agar penyerapan anggaran yang tinggi dilakukan pada triwulan ke 2 dan 3
dengan cara melaksanakan kegiatan yang mempunyai jumlah anggaran yang besar
3. Agar kegiatan lebih di fokuskan lagi pada pencapaian indikator, dan perlu adanya
kegiatan evaluasi capaian indikator di masing2 subdit, sehingga mengetahui
kendala dan tindak lanjutnya dan hasil evaluasi tersebut di jadikan program atau
kegiatan untuk tahun selanjutnya

Laptah 2016_P2MKJN Hal 85

Você também pode gostar