Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
senyawa antara 2 fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada sifat
dapat membantu untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau
waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai
standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail menganai kelarutan
dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut
dan pelarut, juga bergantung padafaktor temperature, tekanan, pH larutan dan untuk
jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
zat, hanya gas dalam cairan, cairan dalam cairan dan padat dalam cairan sajalah
1
II.2 Maksud dan Tujuan
memahami cara penentuan koefisien partisi suatu zat didalam dua pelarut yang
distribusu asam borat berdasarkan perbandingan kadar sampel yang terlarut dalam
minyak dan air setelah proses praktisi menggunakan corong pisah dimana sampel
yang terlarut dalam masing- masing ditentukan kadarnya secara alkalimetri dengan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi
fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur
molekul.
dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi
koefisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan pelarut
Zat terlarut terlarut dalam satu fase , dalam kesetimbangan dengan fase
bercampur lain , didistribusikan antara dua fase sehingga rasio konsentrasi dalam
dua fase adalah konstan pada temperatur tertentu . pada kesetimbangan ini konstan,
Nernst sebagai K = Cu/Cl dimana cu dan cl adalah konsentrasi di fase atas dan
keadaan yang sama agregasi . jika zat terlarut dipisahkan atau berhubungan ,
bentuk-bentuk yang lebih kompleks dari persamaan harus diterapkan . itu juga
diakui bahwa hanya dalam sistem yang ideal adalah koefisien partisi independen
dari tota zat terlarut ini, penyimpangan ini begitu terkenal sehingga dalam literatur
teknik kimia persamaan di atas dianggap kasus membatasi .partisi lemak / air dari
3
suatu molekul merupakan indeks yang berguna dalam kecenderungan untuk
Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan
air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang
bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada
muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat
yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat
yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat
non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah
merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan,
yaitu
kenaikan C.
Kekuatan ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi
makin kecil.
4
berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk
penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang
yang diperlukan untuk terjadi reaksi. Radiasi ini dengan frenkuensi yang
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika
obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi
terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion
kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh
pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah
5
II.2 Uraian Bahan
RM / BM : / 61,83
RM / BM : / 318,33
6
3. Minyak Kelapa ( FI III 1979, hal 456 )
RM / BM :-
tengik
RM / BM : NaOH / 40,00
dan korosif.
%)P
7
BAB III
METODE KERJA
1. Corong pisah
2. Buret
3. Erlenmeyer
4. Gelas Kimia
5. Pipet Volume
6. Timbangan
7. Pipet tetes
1. Asam Borat
2. Air suling
3. Minyak Kelapa
8
4. Ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa kedalam corong pisah tersebut.
diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
sebanyak 3 tetes
10. Titrasi dihentikan setelah tercapai titik akhir titrasi, ditandai dengan
12. Dihitung kadar sampel yang yang larut dalam fase minyak dan fase air
9
BAB IV
1. Sebelum partisi
sampel I II
2. Setelah partisi
sampel I II
IV.2 Pembahasan
antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik
dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul
dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Factor yang mempengaruhi
koefisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organic dan pelarut
non organic.
10
Cara kerja dalam percobaan ada 2 yaitu dengan partisi dan tanpa partisi
dimana cara kerja dengan partisi pertama-tama Dipipet 25 ml sisa larutan asam
benzoat yang telah dilarutkan di atas, di masukkan dalam corong pisah dan
cairan memisah satu sama lain. dibuka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari
larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening
menjadi merah muda lalu dihitung koefisien partisinya. Diulangi prosedur di atas
untuk asam borat. Dan untuk capa pengerjaan tanpa partisi Disediakan alat dan
erlenmeyer 250 ml, dilarutkan dengan aquades 100 ml dan dengan alat --- ,Dipipet
indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes, dititrasi larutan dengan titran larutan baku
NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah
muda.
Alasan dimana asam borat ditambahkanke dalam minyak kelapa dan air
pengocokan, karena agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut
dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa. Pada percobaan ini dilakukan
pengocokan selama 2 menit agar gugus polar dan non polar dari asam borat maupun
11
dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada
Tujuan dari campuran dalam corong pisah didiamkan selama 10-15 menit,
karena agar pemisahan antara minyak dan air bisa sempurna. Alasan mengapa yang
dilakukan titrasi hanya pada fase air saja. dikarenakan bila lapisan minyak yang
pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan
distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi,
misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya
larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak
menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk menentukan absorbsi obat, misalnya
dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan salep yang bekerja pada lapisan
12
BAB V
PENUTUP
V.I Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar sampel yang larut
dalam air yaitu 0,249 7 %, kadar sampel yang larut dalam fase minyak yaitu 0,
V.2 Saran
menggunakan alat dan alat-alat yang digunakan harus di cuci bersih sebelum
digunakan.
13
L
14
Pembakuan NaOH
Timbangan 1 : 0,1206
Timbangan 2 :0,1200
Volume 1 :6,8
Volume 2 :7,2
120,6
6,8 .N =
204,22
120,6
N =
204,22 . 6,8
120,6
=
1633,496
= 0,0734
𝑚𝑔
N = 𝐵𝐸 .𝑉
1200
=
204,22 .7,2
=1470.384
= 1.4703 N
15
0,0734+ 1.4703
N rata-rata =
2
= 0,8085 N
1. Sebelum partisi
mg =V .N.BE
= 0,5×0,8085×61,83
= 24,9947 mg
= 0.0249 gr
𝑚𝑔
% kadar = 𝑚𝑙 × 100 %
0,0249
= × 100 %
10 𝑚𝑙
= 0,249 7 %
2. Sesudah partisi
a. Titrasi 1
mg =V .N.BE
= 0,7×0,8085×61,83
= 34,9926 mg
= 0,0349
𝑚𝑔
% kadar = 𝑚𝑙 × 100 %
0,0349
= × 100 %
10 𝑚𝑙
= 0. 349 %
16
b. Titrasi 2
mg =V .N.BE
= 1×0,8085×61,83
= 49,9895 mg
= 0,0499
𝑚𝑔
% kadar = 𝑚𝑙 × 100 %
0,0499
= × 100 %
10 𝑚𝑙
= 0. 499 %
c. Titrasi 3
mg =V .N.BE
= 0,5×0,8085×61,83
= 24,9947 mg
= 0,0249
𝑚𝑔
% kadar = 𝑚𝑙 × 100 %
0,0249
= × 100 %
10 𝑚𝑙
= 0, 249 %
= 0, 864%
Jadi :
𝐶𝑢 ( 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 )
K = 𝐶𝑖 (𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑖𝑟)
0,864 %
= 0,249 %
= 3,469 %
17
DAFTAR PUSTAKA
18
Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU Bioteknologi
19