Você está na página 1de 21

Asma

EKO ANUGERAH KAHAYANTO SELVIA HARUM SARI MERRYTA HARYATI APRILIA AYU WIDIARTI INDAH DWI ASTUTU LOLLA ILLONA ELFANI KAUSAR DEVI MAGDALENA SIAGIAN

Latar Belakang
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan kronik yang telah lama dikenal masyarakat luas dan merupakan penyakit genetik dengan penyebab belum diketahui secara pasti. Prevalensi penyakit ini dilaporkan dari tahun ke tahun terus meningkat di seluruh dunia. Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia, sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Menurut data WHO, penyandang asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diprediksi jumlah ini akan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025.

Pohon Masalah
Penyebab Patofisiologi Gejala

Asma

Penatalaksanaan dan Pemeriksaan

Askep

Pengertian asma
Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan dan ini bersifat sementara. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paruparu normal tidak akan memengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.

Klasifikasi Asma
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1.

Ekstrinsik (alergik)
Intrinsik (non alergik) Asma gabungan

2.

3.

1. 1. Faktor predisposisi Genetik 2. Faktor presipitasi Alergen, dibagi menjadi 3 jenis yaitu : ~ Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ~ Ingestan, yang masuk melalui mulut ~ Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit Perubahan cuaca Stress Lingkungan kerja Olah raga atau aktifitas jasmani yang berat

Faktor predisposisi dan faktor presipitasi asma

Patofisiologi terjadinya asma


Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest (dada cembung kedepan).

Gejala-gejala asma
Gejala awal
1.

batuk terutama pada malam atau dini hari sesak napas

napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya


rasa berat di dada dahak sulit keluar

Gejala yang berat


Serangan batuk yang hebat Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut) Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk Kesadaran menurun

Pengobatan Asma
Pengobatan non farmakologik
Penyuluhan
Menghindari faktor pencetus Fisioterapi

Pengobatan farmakologik
Agonis beta Metil Xantin Kortikosteroid Kromolina Ketotifen Iprutropioum bromide (Atroven)

Pemeriksaan pada Penyakit Asma


1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan sputum, dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degrabulasi dari kristal eosinofil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mukus plug.

b. Pemeriksaan darah, dilakukan untuk melihat adanya : Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnis, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremi dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen.

Asuhan keperawatan pada pasien asma


Dx : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukos Intervensi : - Kaji fungsi pernafasan seperti bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman juga penggunaan otot bantu nafas. - Berikan posisi senyaman mungkin (semi fowler). - Catat kemampuan untuk mengeluarkan sputum. - Berikan dan anjurkan klien untuk minum hangat ( 40-50). - Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan nafas dalam dan batuk efektif. - Ukur tanda-tanda vital setiap 4-6 jam bila keadan stabil. - Kolaborasi dengan tim medis dalam hal: berikan O2 sesuai program. - Berikan obat-obatan sesuai program.

Dx : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai O2 pada tubuh Interven si : - Observasi dan kaji tingkat fungsi pernafasan seperti adanya wheezing atau ronchi dan penggunaan otot bantu nafas. - Kaji kulit terhadap pucat atau sianosis. - Observasi hasil gas darah arteri. - Observasi tanda-tanda vital tiap 4-6 jam. - Berikan posisi semi fowler - Kolaborasi : berikan oksigen sesuai instruksi, lakukan pemeriksaan analisis gas darah

Dx : Resiko tinggi pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Intervensi : - Kaji pola diet biasa klien yang disukai atau tidak disukai. - Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil tapi sering, tinggi protein dan karbohidrat, disajikan dalam bentuk menarik. - Kaji intake/output dan berat badan secara periodik. - Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan. - Anjurkan perawatan oral hygiene sebelum dan sesudah tindakan pernafasan. - Kaji turgor kulit - Kolaborasi : rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet, awasi pemeriksaan laboratorium seperti Albumin, protein, serum

Dx : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Intervensi : - Bina hubungan saling percaya dengan klien. - Ajarkan klien untuk mengekspresikan kecemasannya. - Dengarkan keluhan klien dengan penuh empati. - Jelaskan kepada klien tentang kondisi saat ini serta program pengobatan dan keperawatan. - Perawat selalu berada dekat klien dan siap bila diminta bantuannya

Dx : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi mengenai penyakitnya Intervensi : - Kaji tingkat pengetahuan klien. - Berikan informasi yang benar tentang pengertian, pencegahan dan perawatan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien dan keluarga. - Berikan infomrasi tertulis untuk klien. - Beri kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas. - Tanyakan kembali kepada klien tentang hal yang sudah dijelaskan. - Berikan umpan balik terhadap respon klien.

Dx : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan pemasangan alat invasif Intervensi : - Kaji tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan klien. - Bantu klien untuk mandiri dalam hal Makan, minum, oral hygiene dan eliminasi. - Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan di meja klien. - Libatkan keluarga dalam melakukan pemenuhan kebutuhan seharihari. - Anjurkan aktivitas/mobilisasi secara bertahap sesuai dengan tingkat kemampuan klien. - Observasi tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan infus. - Ganti balutan infus setiap hari. - Ganti jarum/abolate infus setiap 3 x 24 jam dengan cara teknik septik dan anti septik. - Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam. - Kolaborasi : berikan terapi antibiotik seusai instruksi dokter, lakukan pemeriksaan leukosit.

Você também pode gostar