Você está na página 1de 16

ARDS Acute Respiratory Distress Syndrome

Sastra Wira Panji Negara 082011101063

Keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006). Bentuk khusus dari gagal nafas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengtan penanganan yang konvensional ( Sylvia price Ed 6).

Epidemiologi Sindrom ini mempengarui kurang lebih 150.000-200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko adalah sepsis dengan pencetus lain seperti trauma mayor, DIC, transfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat.

Etiologi

Trauma langsung: a. Pneumoni virus,bakteri,fungal b. Contusio paru c. Aspirasi cairan lambung d. Inhalasi asap berlebih e. Inhalasi toksin f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama Trauma tidak langsung: a. Sepsis b. Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation) d. Pankreatitis e. Uremia f. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin. g. Idiophatic (tidak diketahui) h. Bedah Cardiobaypass yang lama i. Transfusi darah yang banyak j. PIH (Pregnand Induced Hipertension) k. Peningkatan TIK l. Terapi radiasi m. Trauma hebat, Cedera pada dada

Gejala muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. ARDS sering kali terjadi bersamaan dengan organ lain, seperti hati dan ginjal

Gangguan pencetus ARDS bisa berupa; Sistemik : a. Syok karena beberapa penyebab b. Sepsis gram negative c. Hipotermia, Hipertermia d. Obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin) e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal) f. Eklampsia g. Luka bakar Pulmonal : a. Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii) b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru) c. Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon ) d. Pneumositis Non-Pulmonal : a. Cedera kepala b. Peningkatan TIK c. Pascakardioversi d. Pankreatitis e. Uremia

Patofisiologi

Kerusakan sistemik Pe perfusi jaringan Hipoksia seluler Pelepasan faktor-faktor biokimia ( enzim lisosom, vasoaktif, system komplemen, asam metabolic, kolagen, histamine ) Pe permiabilitas kapiler paru Pe aktivitas surfaktan Edema interstisial alveolar paru Kolaps alveolar yang progresif Pe compliance paru Stiff lung Pe shunting Hipoksia arterial

Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS: 1. Fase Eksudatif Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut. 2. Fase Proliferatif Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase proliferative merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax). 3. Fase Fibrotik/Recovery Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsur-angsur membaik dalam waktu 6 12 bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan cederanya.

Manifestasi Klinik Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah: a. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral. b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing. d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma. e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop ( YasminAsih Hal 128 ). Gejala lain a. Cemas, merasa ajalnya hampir tiba b. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ lain) c. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.

Diagnosa Bisa dilakukan dengan pemeriksaan faal paru dan foto radiologi Kriteria yang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus infiltrat bilateral, refrakter hipoksemia, berkurang statik komplain paru (lung compliance) dan bertambahnya shunt (QS/QT). PaO2/FiO2 < 200 sedangkan PCWP <18mmHg in Swan-Ganz Catheter

Penatalakasanaan Tujuan terapi a. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif b. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat c. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi) Farmakologi a. Inhalasi NO2 dan vasodilator lain b. Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik) c. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis leukotrienes, mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS

Non-farmakologi a. Ventilasi mekanis, dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure) b. Pembatasan cairan c. Pemberian surfaktan, tidak dianjurkan secara rutin

Prognosis Biasanya, korban

mulai pulih dalam waktu dua minggu awal ARDS dengan penganan yang agresif dan pencegahan infeksi serta dukungan nutrisi yang adequat. Usia <55 tahun memberi angka kesembuhan lebih tinggi dari pada usia >70 tahun, dimana pada usia tersebut resiko angka kematian 2x lipat. Kematian banyak disebabkan oleh kegagalan multisystem organ daripada kegagalan dalam system pernapasan.

Terima kasih

Você também pode gostar