There are numerous sites in the body whereby tissue may be grafted with minimal risk of rejection. Such regions include, inter alia, the testis, thyroid lens, anterior chamber, cornea, iris and ciliary body. It is important that immune privilege is not simple interpreted as the hosts inability to initiate an immune response to a transplanted tissue. Rather, it is an area of the body in which there exists a paucity of various elements of the human immune system in response to an antigen. Factors
The factors purported by investigators that contribute to the phenomenon of ocular immune privilege include: Isolation from a vascular supply Isolation from a lymphatic supply Presence of a vascular barrier Ability to suppress the immune response Anterior chamber associated immune deviation (ACAID) Vascular supply
The healthy cornea is a good example of an ocular site devoid of a vascular network. The evidence to support the role a vascular network has to play in the mechanism of graft rejection is unequivocal since the risk of failure correlates positively with the degree of host vascularisation Vascular barrier
There is a plethora of evidence in the ophthalmic literature to support the existence of a blood-ocular barrier. Furthermore, the same said barrier encompasses different elements including tight junctions between retinal endothelial cells and the presence of junctional complexes linking retinal pigment epithelial cells. Lymphatic role
The fact that skin allografts were not rejected following lymph node removal led investigators to hypothesise that immune privilege was solely due to the absence of the same said system at a particular anatomical site. However, although certain immune privileged sites do indeed lack lymphatic drainage, others such as the testesBand eye do possess such a system. It appears that a proportion of the aqueous humour drains via the uveoscleral pathway into the lymphatic vessels in the head and neck
The eye, APCs & MHCs As mentioned previously, APCs, through their ability to express MHC class II molecules, are potent progenitors of the immune response. Moreover, such cells are capable of activating T cells within the tissue itself. It is therefore not unreasonable to assume that a paucity of APCs may play an important role in immune privilege. In addition, failure to express MHC class I molecule would make a tissue immun against the lytic action of the cytotoxic T cells. Although the aforementioned mechanisms are theoretically plausible, cells expressing both MHC class I and II molecules have been detected in the eye. iIt is noteworthy that the epithelial cells of the crystalline lens are devoid of class I Expression and that the Langerhans cells (class II expression) are absent from the central Cornea. It is interesting that not all cells, which express MHC class II act as professional APCs in the eye. Indeed, it has been shown that such cells reside in the iris and ciliary body and not only fail to present alloantigens to T cells, but have the ability to suppress mixed lymphocyte reactions. The failure to incite the inflammatory response has attracted a great deal of interest amongst ophthalmologists and immunologists alike. It appears such suppression is achieved by various factors present in the aqueous humour (e.g. transforming growth factor - ). Anterior chamber associated immune deviation (ACAID) As a result of experiments with rats, investigators discovered that antigens placed in the anterior chamber resulted in systemic inhibition of delayed type hypersensitivity (DTH or type IV hypersensitivity) reactions to the same said antigens. This phenomenon has been coined anterior chamber associated immune deviation (ACAID). The anterior chamber is thus able to suppress delayed type hypersensitivity reactions and inhibit the production of complement fixing antibodies18,19. However, it has no inhibitory effect on cytotoxic T cell activity and has a minimal influence on the production of non-complement fixing antibodies. PROTEKSI NON IMUN (BARIER ANATOMIK) :
Mekanisme perlindungan yang bersifat non imun secara alamiah antara lain : 1. Palpebra, yang melindungi mata dari paparan dengan lingkungan luar. Palpebra melindungi permukaan okuler terhadap organisme yang tersebar di udara, benda asing dan trauma minor. 2. Bulu mata, mampu mendeteksi adanya benda asing dan segera memicu kedipan mata. 3. Air mata, mempunyai efek mengencerkan dan membilas. Memegang peranan dalam menjaga integritas dari epitel konjungtiva dan kornea yang berfungsi sebagai barier anatomi. Pembilasan yang terus menerus pada permukaan okuler mencegah melekatnya mikroorganisme pada mata.
Integrasi antara palpebra, silia, air mata dan permukaan okuler merupakan sebuah mekanisme proteksi awal terhadap benda asing. Epitel kornea adalah epitel skuamosa non keratin yang terdiri hingga lima lapis sehingga akan menyulitkan mikroorganisme untuk menembus lapisan-lapisan tersebut. Selain itu kornea juga diinervasi oleh ujung serabut saraf tidak bermielin sehingga akan memberikan peringatan awal yang sangat cepat bagi mata terhadap trauma dikarenakan oleh sensitifitasnya. SISTEM LAKRIMALIS Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk permukaan okuler adalah Mucosa-Associated Lymphoid Tissue (MALT) . MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi dari daerah mukosa yang memberikan gambaran imunologis spesifik tertentu yaitu terdapat banyak APC, struktur khusus untuk memproses antigen secara terlokalisir (tonsil) dan sel efektor (sel T intraepitelial dan sel mast yang berlimpah). Salah satu fungsi utama MALT adalah untuk menciptakan keseimbangan antara imunitas dan toleransi. Fungsi utama sistem imun mukosal (mempertahankan keseimbangan proteksi imun melawan infeksi mikroba & antigen non pathogen permukaan mukosa. Jaringan limfoid difus pada permukaan glandula lakrimal, duktus lakrimal, konjungtiva (conjunctival associated lymphoid tissue atau CALT) dan berlanjut sampai kanalikulus serta sistem drainase lakrimal (lacrimal drainadeassociated lymphoid tissue atau LDALT) secara keseluruhan disebut Eye-Associated Lymphoid Tissue (EALT). EALT merupakan kumpulan sel-sel limfoid yang terletak pada epitel permukaan mukosa. Sel- sel ini menghasilkan antigen dan mampu menginduksi terjadinya respon imun seluler maupun humoral. Kelenjar lakrimalis merupakan penghasil IgA terbesar bila dibandingkan dengan jaringan okuler lainnya.
TEAR FILM
Air mata mengandung berbagai mediator seperti histamin, triptase, leukotrin dan prostaglandin yang berhubungan dengan alergi pada mata. Mediator- mediator itu berasal dari sel mast. Semuanya dapat menimbulkan rasa gatal, kemerahan, air mata dan mukus yang berhubungan dengan penyakit alergi akut dan kronis. Pengerahan komponen seluler lokal melibatkan molekul adhesi seperti Intercelluler Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) di epitel konjungtiva yang meningkatkan adhesi leukosit ke epitel dan endotel. Ekspresi molekul adhesi diatur oleh banyak komponen ekstraseluler dan intraseluler seperti sitokin proinflamasi, matriks protein ekstraseluler dan infeksi virus Pada lapisan mukus yang diproduksi oleh sel goblet dan sel epitel konjungtiva, glikocalyx yang disintesis epitel kornea membantu perlekatan lapisan mukus sehingga berhubungan dengan imunoglobulin pada lapisan akuos. Pada lapisan akuos sendiri, banyak mengandung faktor-faktor terlarut yang berperan sebagai antimikroba. Seperti laktoferin, lisozim, dan -lisin. Laktoferin berfungsi utama dalam mengikat besi yang dibutuhkan oleh pertumbuhan bakteri, sehingga bersifat bakteriostatik dan bakterisidal. Lisozim efektif dalam menghancurkan dinding sel bakteri gram positif. -lisin memiliki kemampuan dalam merusak dinding sel mikroorganisme. Selain faktor terlarut tersebut, lapisan akuos juga mengandung banyak IgA yang sangat efektif dalam mengikat mikroba, lalu melakukan opsonisasi, inaktivasi enzim dan toksin dari bakteri, serta berperan langsung sebagai efektor melalui Antigen Dependent Cell Cytotoxycity (tanpa berinteraksi dengan komplemen) KONJUNGTIVA
Konjungtiva terdiri dari dua lapisan : lapisan epitel dan lapisan jaringan ikat yang disebut substansia propria. Konjungtiva tervaskularisasi dengan baik dan memiliki sistem drainase limfe yang baik ke limfonodi preaurikularis dan submandibularis. Jaringan ini mengandung banyak sel Langerhans, sel dendritik dan makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang potensial. Folikel pada konjungtiva yang membesar setelah infeksi ataupun inflamasi pada ocular surface menunjukkan adanya kumpulan sel T, sel B dan APC. Folikel ini merupakan daerah untuk terjadinya respon imun terlokalisir terhadap antigen oleh sel B dan sel T secara lokal di dalam folikel. SKLERA
Sklera sebagian besar terdiri atas jaringan ikat kolagen. Hal ini menyebabkan sklera bersifat relatif lebih avaskuler dibandingkan dengan konjungtiva. Karenanya pada sklera hanya terdapat sedikit sel imun jika dibandingkan dengan konjungtiva. Dalam keadaan normal sklera hanya sedikit mengandung sel-sel limfosit, makrofag dan neutrofil. Namun sebagai respon imun saat terjadi inflamasi pada sklera sel-sel imun tersebut memasuki sklera melalui pembuluh darah episklera dan pembuluh darah koroid Pada saat istirahat IgG ditemukan dalam jumlah yang cukup besar KORNEA
Kornea unik karena bagian perifer dan sentral jaringan menunjukkan lingkungan mikro imunologis yang jelas berbeda. Hanya bagian limbus yang tervaskularisasi. Limbus banyak mengandung sel Langerhans, namun bagian perifer, parasentral dan sentral dari kornea dalam keadaan normal sama sekali tidak mengandung APC. Namun demikian, berbagai stimulus dapat membuat sitokin tertentu (seperti IL- 1) menarik APC ke sentral kornea. Komplemen, IgM dan IgG ada dalam konsentrasi sedang di daerah perifer, namun hanya terdapat IgG dengan level yang rendah pada daerah sentral. Sel kornea juga terlihat mensintesis berbagai protein imunoregulasi dan antimikrobial. Sel efektor tidak ada atau hanya sedikit terdapat pada kornea normal, namun PMN, monosit dan limfosit siap siaga bermigrasi melalui stroma jika stimulus kemotaktik teraktivasi. Limfosit, monosit dan PMN dapat pula melekat pada permukaan endotel selama inflamasi, memberikan gambaran keratik presipitat ataupun garis Khodadoust pada rejeksi endotel implan kornea. Proses lokalisasi dari suatu respon imun tidak terjadi pada kornea, tidak seperti halnya pada konjungtiva. Mediator yang Berperan Dalam Gatal Pruritoseptif Senyawa terpenting adalah histamin. Histamin merupakan produk degranulasi sel mast dan basofil, selain dapat dihasilkan oleh makrofag dan limfosit. Jenis histamin H1 ditemukan menyebabkan gatal. Histamin banyak dilepaskan setelah terjadi cidera yang melibatkan dermal.
Saraf yang menghantarkan sensasi gatal (dan geli, tickling sensation) merupakan saraf yang sama seperti yang digunakan untuk menghantarkan rangsang nyeri. Saat ini telah ditemukan serabut saraf yang khusus menghantarkan rangsang pruritus, baik di sistem saraf perifer, maupun di sistem saraf pusat. Ini merupakan serabut saraf tipe C tak termielinasi. Hal ini dibuktikan dengan fenomena menghilangnya sensasi gatal dan geli ketika dilakukan blokade terhadap penghantaran saraf nyeri dalam prosedur anestesi Blood supply Arterial supply; Posterior conjunctival arteries derived from arterial arcade of lids which is formed by palpebral branches of nasal and lacrimal arteries of the lids. Anterior conjunctival arteries derived from the anterior ciliary arteries muscular br. of ophthalmic artery to rectus muscles. Venous drainage; Palpebral and Ophthalmic veins. INJEKSI KONJUNGTIVA Melebarnya arteri konjungtiva posterioryg memperdarahi konjungtiva bulbi Mudah digerakkan, injeksi terutama terletak daerah forniks, ukuran pembuluh darah semakin perifer semakin besar,fotofobia (-)
Mata merah gatal Benda asing masuk tubuh akan membentuk suatu mekanisme pertahanan tubuh melalui reaksi inflamasi atau peradangan, yang pertama kali terjadi adalah adanya kalor (panas) karena vasodilatasi pembuluh darah, tapi hal ini sangat jarang terjadi pada mata karena organ nya kecil dan pembuluh darahnya tidak banyak dan kecil-kecil, kemudian akan timbul rubor (kemerahan) karena vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatnya aliran darah pada daerah yang terkena, kemudian terjadi tumor (pembengkakan) karena adanya peningkatan masa jaringan akibat edema dan transudasi jaringan, lalu timbul dolor (rasa nyeri) karena akibat rangsangan pada serabut saraf sensoris dan akhirnya dapat menyebabkan fungsiolesa (fungsi organ yang terkena menjadi terganggu).
Hiperemi konjungtiva terjadi karena bertambahnyaa asupan pembulluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara konjungtiva dan sclera maka akan terlihat warna merah pada mata yang sebelumnya berwana putih. Pelebaran pembuluh darah mata merah peradangan akut, missal pada konjungitvitis, keratitis, atau iridosiklitis. Keratitis pleksus arteri konjungtiva permukaan melebar, sedang pembuluh darah arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaucoma akut kongestif. Mata merah karena pembuluh darah superficial melebar diberi epinefrin topical agar terjadi vasokonstriksi sehingga mata kembali putih. Pembuluh darah pada konjungtiva : arteri konjngtiva posterior mendarahi konjungtiva bulbi arteru siliar anterior atau episklera , mencabangkan : arteri episklera masuk ke bola mata dengan arteri siliar posterior longus, bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus siliaris mendarahi iris dan badan siliar. Arteri perkornea mendarahi kornea Arteri episklera, merupakan bagian arteri siliar anterior mendarahi bola mata. Bila pembuluh darah di atas melebar mata merah. Atau bias karena pecahnya pembuluh darah di atas. (Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas)
Antigen masuk ditangkap sel fagosit ( makrofag ) dipresentasikan ke sel Th2 melepas sitokinin merangsang sel B membentuk antibodi ( Ig E ) antibodi berikatan dengan Sel Mast ikatan antibodi + sel Mast memfagositosis antigen terjadi degranulasi sel Mast mengeluarkan mediator inflamasi (histamin) Histamin menyebabkan : Vasodilatasi pembuluh darah ( Rubor = merah ) untuk meningkatkan persediaan darah guna memberikan lebih banyak molekul dan sel yang diperlukan untuk memerangi antigen yang mencetuskan inflamasi. Banyaknya darah yang mengalir pada pembuluh darah Calor (panas) Peningkatan permeabilitas vaskular menyebabkan migrasinya cairan cairan intravaskular ( termasuk neutrofil, eosinofil, basofil ) menuju ekstravaskular ( Tumor = edema ) sel sel neutrofil, eosinofil, basofil akan memfagosit antigen infiltrasi ( sekret ) Imunologi Dasar, FKUI, 2004
INJEKSI SILIAR Melebarnya pembuluh darah perikornea (a.siliar anterior)yg memperdarahi kornea Padat disekitar kornea dan berkurang ke arah forniks, tidak ikut serta dalam pergerakan konjungtiva, fotofobia (+), nyeri tekan (+) INJEKSI EPISKLERA Melebarnya arteri siliaris longusyg memeperdarahi intraokular. Arah aliran ke sentral, warna merah gelap, tidak ikut bergerak. NO. INJEKSI KONJUNGTIVAL INJEKSI SILIAR 1. Melebarnya pembuluh darah a. Konjungtiva posterior akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva. Melebarnya pembuluh darah a. Siliaris anterior karena radang kornea, tukak kornea, benda asing pada kornea, radang jaringan uvea, glaukoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis. 2. Ukuran pembuluh darahnya makin besar ke bagian perifer karena asalnya dari bagian perifer / a. Siliaris anterior, pembuluh darahnya terutama di dapatkan di daerah forniks Ukurannya sangat halus terletak disekitar kornea, paling padat disekitar kornea dan berkurang ke arah forniks. 3. Mudah digerakkan dari dasarnya karena a. Konjungtiva posterior melekat secara longar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dasarnya sklera. Tidak ikut serta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan karena menempel erat dengan jaringan perikornea. 4. Warna pembuluh darahnya merah segar Berwarna lebih ungu dibandingkan dengan injeksi konjungtiva 5. Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan lenyap sementara Dengan tetes adrenalin / epinefrin 1:1000 pembuluh darah perikornea tidak menciut 6. Fotofobia ( - ) Fotofobia ( + ) 7. Pupil ukuran normal dengan reaksi normal Pupil irregular kecil ( iritis ) dan lebar ( glaukoma ) 8. Gatal PINGUECULA Benjolan pada konjungtiva bulbi Degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva
PTERYGIUM Pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Berbentuk segitiga dengan puncak ke arah kornea. Akibat iritasi kronis debu, UV, udara panas PSEUDOPTERIGIUM Perlekatan konjungtiva dengan kornea yang CACAT biasanya pada pasien dgn riwayat tukak kornea Perbedaan dgn pterigiumdi bawah pseudopterigium dapat diletakkan sonde(ada celah)! Padapterigium tidak ada celah. PERDARAHAN SUB-KONJUNGTIVA Pada keadaan pembuluh darah rapuh (trauma,hipertensi,arterisklerosis,dll) Hilang sendiri dlm 1-3 minggu KEMOSIS Edema stroma konjungtiva
FOLIKEL Hiperplasia limfoid lokal dalam lapis limfoid konjungtiva dan mengandung sebuat pusat germinal Struktur kelabu putih yang avaskuar dan bulat PAPIL Timbunan sel radang pada konjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh darah ditengahnyabenjolan Nerve supply - Sensory Bulbar conjunctiva long ciliary nerves nasociliary N. Ophthalmic division of trigeminal N. Superior palpebral and forniceal conjunctiva frontal and lacrimal branches of Ophthalmic division of trigeminal N. Inferior palpebral and forniceal conjunctiva laterally from lacrimal branches of Ophthalmic division of trigeminal N. and medially infraorbital N. Maxillary division of trigeminal N. Sympathetic; Superior cervical sympathetics to blood vessels. Lymphatic drainage Lymph vessels are arranged as a superficial and a deep plexus in sub mucosa. Ultimately as in the lids to the pre auricular and sub-mandibular lymph glands. Konjungtivitis Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental . Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif . Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata. Etiologi dan Faktor Resiko Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis. Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi Patofisiologi Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah Gejala Klinis Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata. Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur. Diagnosis Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear. Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan. Komplikasi Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea Penatalaksanaan Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva . Terapi tergantung agen mikrobiologiknya. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4-5 kali sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15 % atau khloramfenikol). Apabila tidak sembuh dalam satu minggu bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi,kemungkinan defisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi duktus lakrimalis. Terapi untuk k. gonore : pasien dirawat dan diberi pngobatan dengan penisilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000U/kgBB selama 7 hari. Secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus atau dengan garam fisiologis ) setiap jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit sampai 30 menit , disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3hari.
Simple bacterial conjunctivitis Crusted eyelids and conjunctival injection Subacute onset of mucopurulent discharge Treatment - broad-spectrum topical antibiotics Signs Gonococcal keratoconjunctivitis Treatment Acute, profuse, purulent discharge, hyperaemia and chemosis Corneal ulceration, perforation and endophthalmitis if severe Topical gentamicin and bacitracin Intravenous cefoxitin or cefotaxime Signs Complications Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri. Etiologi dan Faktor Resiko Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus. Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi . Herpes simplex conjunctivitis Treatment Unilateral eyelid vesicles Acute follicular conjunctivitis - topical antivirals to prevent keratitis Gejala Klinis Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam . Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang- kadang dapat terjadi kimosis . Diagnosis Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala- gejala yang membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor- faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus . Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi . Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya Komplikasi Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit Penatalaksanaan Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea .Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai olehsistem imun Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1. Etiologi dan Faktor Resiko Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda- beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau mata buatan dari plastik. Gejala Klinis Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-kategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal Diagnosis Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia. Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder . Penatalaksanaan Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya by. Christianto Nugroho S.Kep.Ns
Konjungtivitis - Alergi Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun jarang. Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan Perbedaan
Tanda Konjungtivitis Keratitis / Iritis Tajam penglihatan Silau Sakit Mata merah Secret Lengket kelopak Pupil Normal Tidak ada Pedes, rasa kelilipan Injeksi konjungtival Serous, mukos, purulen Terutama pagi hari Normal Turun nyata Nyata Sakit Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada Mengecil Klinik & Sitologi Viral Bakteri Klamidia Atopik (Alergi) Gatal Hyperemia Air mata Eksudasi Adenopati- preurikular Pewarnaan kerokan &eksudat Sakit tenggorok, panas yang menyertai Minim Umum Profuse Minim Lazim Monosit Kadang- kadang Minim Umum Sedang Mengucur Jarang Bakteri, PMN Kadang- kadang Minim Umum Sedang Mengucur Lazim hanya konjuntivitis inklusi PMN, plasma sel badan-badan inklusi Tak pernah Hebat Umum Sedang Minim Tak ada Eosinofil Tak pernah D.Vaughan, T.Asbury.:General Ophthalmology.Singapore. Maruzen Asian edition. 10 th edition. 1983.p.63. table 7 1 Differentiation of the common types of conjunctivitis
BLEFARITIS
Definisi : Adalah peradangan pada margo palpebra. Di bagi menjadi 2 yaitu : Blefaritis anterior Oleh karena disfungsi kelenjar Zeis dan Moll Terbagi lagi menjadi 2 : Blefaritis ulserosa : Oleh karena Stafilokokus Terdapat ulserasi pada folikel silia Silia mudah dicabut Blefaritis skuamosa : Oleh karena Pytirosporum ovale Terdapat sisik berminyak pada folikel silia Silia mudah dicabut Blefaritis posterior Oleh karena disfungsi kelenjar Meibom
Blefaritis
Salep AB Gram (+) Digosok dengan cotton aplicator Tetrasiklin 2 x 250 mg atau Eritromisin 3 x 250 mg Diberikan selama 2 minggu Topikal : steroid ringan