Você está na página 1de 34

RINITIS ALERGI

Pembimbing : dr. Stivina Azrial, Sp THT-KL


Oleh :
Rendy Chandra
Adibah Hamran
Nur Aqila Md Rahim
Nur Atiqah Nordin
Siti Hajar Zaini Zainal
Anatomi
Anatomi hidung luar
pangkal hidung (bridge),
dorsum nasi,
puncak hidung,
ala nasi,
kolumela dan
lubang hidung (nares anterior).

Kerangka tulang:
1.tulang hidung (os
nasalis),
2.prosesus frontalis os
maksila dan
3.prosesus nasalis os
frontal
Tulang rawan:
1.sepasang kartilago
nasalis lateralis superior,
2. sepasang kartilago
nasalis lateralis inferior
(kartilago alar mayor),
3.beberapa pasang
kartilago alar minor dan
4.tepi anterior kartilago
septum.


Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi.
Kavum nasi bagian depan - nares anterior, bagian
belakang - nares posterior (koana).
Vestibulum - dilapisi oleh kulit,banyak kelenjar
sebasea, vibrise.

Kavum nasi - 4 dinding
Medial - septum nasi
Lateral - 4 buah konka
Inferior - dasar rongga hidung dan dibentuk oleh
os maksila dan os palatum
Superior - lamina kribriformis


Pendarahan
Bagian atas rongga hidung
- a.etmoid anterior dan posterior cabang dari
a.oftalmika berasal dari a.karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung
- cabang a.maksilaris interna - a.palatina
mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari
foramen sfenopalatina bersama
n.sfenopalatina ,masuk rongga hidung di
belakang ujung posterior konka media

Bagian depan hidung
- cabang a.fasialis
Pleksus Kiesselbach
- anastomosis dari cabang-cabang
a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis
superior dan a.palatina mayor
Persarafan
Bagian depan dan atas rongga hidung
- persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, cabang n.nasosiliaris,
berasal dari n.oftalmikus
Rongga hidung lainnya
- persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina
Ganglion sfenopalatina
- memberikan persarafan sensoris, otonom untuk mukosa hidung.
- menerima serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari
n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari
n.petrosus profundus
Fungsi penghidu
- berasal dari Nervus olfaktorius
- turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius,
berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius

Fisiologi hidung
Fungsi respirasi
Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam
pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik local.
Fungsi penghidu
Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk
menampung stimulus penghidu.
Fungsi fonetik
Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan
mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.
Fungsi static dan mekanik
Untuk meringankan beban kepala.
Reflex nasal.

Definisi
Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan
alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik
tersebut (von Pirquet, 1986)
Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa
gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen
yang diperantarai oleh IgE (WHO, 2001)
Etiologi
Genetik
Interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi
alergi dengan alergan pada lingkungan.

Prevalensi
Bentuk yang paling sering dari semua penyakit atopi,
diperkirakan mencapai prevalensi 5-22%.
Menjadi problem kesehatan global, mempengaruhi 10%
sampai lebih dari 40% seluruh penduduk dunia.
Patofisiologi
F
a
s
e

S
e
n
s
i
t
i
s
a
s
i

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi
pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran
sel goblet dan sel pembentuk mukus.

Terdapat juga pembesaran ruang interseluler
dan penebalan membran basal, serta
ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada
jaringan mukosa dan submukosa hidung
histopatologik

Berdasarkan cara masuknya alergen
dibagi atas:


Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara
pernapasan
Misalnya: tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit
binatang, rerumputan serta jamur.
Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa
makanan
Misalnya: susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting
dan kacang-kacangan.
Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan
Misalnya: penisilin dan sengatan lebah.
Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau
jaringan mukosa
Misalnya: bahan kosmetik, perhiasan.
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara
garis besar terdiri dari:


Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non
spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya
dihilangkan.

Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan
ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.
Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih
ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi
berlanjut menjadi respon tersier.


Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini
dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag
oleh tubuh.

KLASIFIKASI
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan
sifat berlangsungnya, yaitu:


Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
Di Indonesia tidak dikenal rinitis alergi musiman, hanya ada di
negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya
spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur.

Rinitis alergi sepanjangt ahun (perenial)
Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus-
menerus,tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan
sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering adalah alergen
inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi
berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi
menjadi :



Intermiten (kadang-kadang)
Bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang
dari 4 minggu.

Persisten/menetap
Bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih
dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit,
rinitis alergi dibagi menjadi :



Ringan
Bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan
aktivitas harian,bersantai, berolahraga, belajar,
bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu.

Sedang-berat
Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut
diatas.


Diagnosis - anamnesa
Bersin berulang > 5
kali setiap kali
serangan
Rinore encer dan
banyak
Hidung dan mata
gatal
Kadang kadang
lakrimasi

Gejala
konjungtivitis alergi
Keluhan tunggal
Hidung tersumbat
Riwayat atopi
dalam keluarga
Gejala lain
popping of the ear,
berdehem, batuk
Diagnosa - Pemeriksaan fisik

Rinoskopi anterior
Mukosa edema, basah, warna
pucat/livide
Sekret encer yang banyak
Gejala perisisten mukosa
inferior tampak hipertrofi
Gejala spesifik pada anak
Anak
Allergic
shiner
Aleergic
salute
Aleergic
crease
Facies
adenoid
Cobblestone
appearance
Geographic
tounge
Diagnosis - Pemeriksaan penunjang
Hitung eosinofil dapat normal/meningkat
Hitung IgE total biasanya normal bila
alergi lebih dari 1 mcm penyakit kadar IgE
dapat meningkat
Pemeriksaan ini berguna utk prediksi
kemungkinan alergi pada bayi
Lebih bermakna : RAST dan ELISA
Eosinofil tinggi pada pemeriksaan sitologi
hidung kemungkinan alergi inhalan
mencari alergen penyebab tes cukit kulit,
uji intrakutan/intradermal
Skin end-point titration (SET) utk alergen
inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam
berbagai konsentrasi keuntungan :
diketahui derajat alergi dan dosis inisial untuk
desensitisasi
Alergi makanan diagnosis ditegakkan
dengan diet eliminasi dan provokasi
Alergen ingestan lenyap secara tuntas dari
tubuh dalam 5 hari
Pada challenge test makanan yang dicurigai
diberikan pada pasien setelah berpantang
selama 5 hari
Diet eliminasi jenis makanan yang
menyebabkan alergi dihilangkan dari menu
makanan
DD - Rinitis non alergik
Inflamasi hidung yang disebabkan oleh selain
alergi
Tergantung dari penyebabnya vasomotor,
gustator, medikamentosa, hormonal
DD - Immotile cilia syndrome (ciliary
dyskinesis)
Diskinesia silia primer ditandai oleh
penurunan clearance mukosiliar.
Gejala batuk kronis, rinitis kronis, dan
sinusitis kronis.
Tatalaksana
1. AVOIDANCE
2. MEDIKA MENTOSA
2.1 Antihistamin

Gen-1(klasik) Gen-2(non-sedatif)
Lipofilik Lipofobik
Menembus sawar otak dan
plasenta
Sulit menembus sawar darah otak
Efek kolinergik Tidak ada efek antikolinergik
Difenhidramin, klorfeniramin,
prometasin, siproheptadin
Kel-1 Kel-2
astemisol
dan
terfenadin
loratadin, setirisin,
fexofenadin,
desloratadin, dan
levosetirisin
Tatalaksana
2.2 Dekongestan
pseudoephedrine HCL
phenylpropanolamin HCl
2.3 Anti kolinergik
hidroklorida oxymetazoline
ipratropium bromide

Tatalaksana
2.4 Kortikosteroid topikal
beklometason, budesonid,
flutikason, mometason dan triamsinolon
3. OPERATIF
kaeuterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor
asetat
konkotomi parsial
inferior turbinoplasty
Tatalaksana
4. IMUNOTERAPI
Sublingual
Intradermal
menginduksi IgG blocking yang bersaing
dengan IgE, menurunkan IgE, memodulasi sel
mast dan basofil dan peningkatan aktivitas
limfosit T supresor, sehingga terjadi
penurunan respons alergi.

Komplikasi
Polip hidung
Otitis media yang sering residif
Sinusitis paranasal

Você também pode gostar