Rinitis alergi adalah inflamasi hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap alergen tertentu. Gejalanya berupa bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Penyebabnya antara lain alergen inhalan seperti debu dan polen, serta alergen makanan. Diagnosanya didasarkan pada riwayat dan gejala klinis pasien beserta pemeriksaan fisik hidung. Penatalaksanaannya meliputi penghindaran alergen, obat antihistamin
Rinitis alergi adalah inflamasi hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap alergen tertentu. Gejalanya berupa bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Penyebabnya antara lain alergen inhalan seperti debu dan polen, serta alergen makanan. Diagnosanya didasarkan pada riwayat dan gejala klinis pasien beserta pemeriksaan fisik hidung. Penatalaksanaannya meliputi penghindaran alergen, obat antihistamin
Rinitis alergi adalah inflamasi hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap alergen tertentu. Gejalanya berupa bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Penyebabnya antara lain alergen inhalan seperti debu dan polen, serta alergen makanan. Diagnosanya didasarkan pada riwayat dan gejala klinis pasien beserta pemeriksaan fisik hidung. Penatalaksanaannya meliputi penghindaran alergen, obat antihistamin
Oleh : Rendy Chandra Adibah Hamran Nur Aqila Md Rahim Nur Atiqah Nordin Siti Hajar Zaini Zainal Anatomi Anatomi hidung luar pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).
Kerangka tulang: 1.tulang hidung (os nasalis), 2.prosesus frontalis os maksila dan 3.prosesus nasalis os frontal Tulang rawan: 1.sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor), 3.beberapa pasang kartilago alar minor dan 4.tepi anterior kartilago septum.
Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi. Kavum nasi bagian depan - nares anterior, bagian belakang - nares posterior (koana). Vestibulum - dilapisi oleh kulit,banyak kelenjar sebasea, vibrise.
Kavum nasi - 4 dinding Medial - septum nasi Lateral - 4 buah konka Inferior - dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum Superior - lamina kribriformis
Pendarahan Bagian atas rongga hidung - a.etmoid anterior dan posterior cabang dari a.oftalmika berasal dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung - cabang a.maksilaris interna - a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina ,masuk rongga hidung di belakang ujung posterior konka media
Bagian depan hidung - cabang a.fasialis Pleksus Kiesselbach - anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor Persarafan Bagian depan dan atas rongga hidung - persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, cabang n.nasosiliaris, berasal dari n.oftalmikus Rongga hidung lainnya - persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina Ganglion sfenopalatina - memberikan persarafan sensoris, otonom untuk mukosa hidung. - menerima serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus Fungsi penghidu - berasal dari Nervus olfaktorius - turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius, berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius
Fisiologi hidung Fungsi respirasi Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik local. Fungsi penghidu Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu. Fungsi fonetik Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang. Fungsi static dan mekanik Untuk meringankan beban kepala. Reflex nasal.
Definisi Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986) Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE (WHO, 2001) Etiologi Genetik Interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan alergan pada lingkungan.
Prevalensi Bentuk yang paling sering dari semua penyakit atopi, diperkirakan mencapai prevalensi 5-22%. Menjadi problem kesehatan global, mempengaruhi 10% sampai lebih dari 40% seluruh penduduk dunia. Patofisiologi F a s e
S e n s i t i s a s i
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus.
Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung histopatologik
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:
Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan Misalnya: tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan serta jamur. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan Misalnya: susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting dan kacang-kacangan. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan Misalnya: penisilin dan sengatan lebah. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa Misalnya: bahan kosmetik, perhiasan. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:
Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan.
Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
Respon tersier Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
KLASIFIKASI Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:
Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) Di Indonesia tidak dikenal rinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur.
Rinitis alergi sepanjangt ahun (perenial) Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus- menerus,tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan. Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :
Intermiten (kadang-kadang) Bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
Persisten/menetap Bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :
Ringan Bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu.
Sedang-berat Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
Diagnosis - anamnesa Bersin berulang > 5 kali setiap kali serangan Rinore encer dan banyak Hidung dan mata gatal Kadang kadang lakrimasi
Gejala konjungtivitis alergi Keluhan tunggal Hidung tersumbat Riwayat atopi dalam keluarga Gejala lain popping of the ear, berdehem, batuk Diagnosa - Pemeriksaan fisik
Rinoskopi anterior Mukosa edema, basah, warna pucat/livide Sekret encer yang banyak Gejala perisisten mukosa inferior tampak hipertrofi Gejala spesifik pada anak Anak Allergic shiner Aleergic salute Aleergic crease Facies adenoid Cobblestone appearance Geographic tounge Diagnosis - Pemeriksaan penunjang Hitung eosinofil dapat normal/meningkat Hitung IgE total biasanya normal bila alergi lebih dari 1 mcm penyakit kadar IgE dapat meningkat Pemeriksaan ini berguna utk prediksi kemungkinan alergi pada bayi Lebih bermakna : RAST dan ELISA Eosinofil tinggi pada pemeriksaan sitologi hidung kemungkinan alergi inhalan mencari alergen penyebab tes cukit kulit, uji intrakutan/intradermal Skin end-point titration (SET) utk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi keuntungan : diketahui derajat alergi dan dosis inisial untuk desensitisasi Alergi makanan diagnosis ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi Alergen ingestan lenyap secara tuntas dari tubuh dalam 5 hari Pada challenge test makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari Diet eliminasi jenis makanan yang menyebabkan alergi dihilangkan dari menu makanan DD - Rinitis non alergik Inflamasi hidung yang disebabkan oleh selain alergi Tergantung dari penyebabnya vasomotor, gustator, medikamentosa, hormonal DD - Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis) Diskinesia silia primer ditandai oleh penurunan clearance mukosiliar. Gejala batuk kronis, rinitis kronis, dan sinusitis kronis. Tatalaksana 1. AVOIDANCE 2. MEDIKA MENTOSA 2.1 Antihistamin
Gen-1(klasik) Gen-2(non-sedatif) Lipofilik Lipofobik Menembus sawar otak dan plasenta Sulit menembus sawar darah otak Efek kolinergik Tidak ada efek antikolinergik Difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin Kel-1 Kel-2 astemisol dan terfenadin loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin, dan levosetirisin Tatalaksana 2.2 Dekongestan pseudoephedrine HCL phenylpropanolamin HCl 2.3 Anti kolinergik hidroklorida oxymetazoline ipratropium bromide
Tatalaksana 2.4 Kortikosteroid topikal beklometason, budesonid, flutikason, mometason dan triamsinolon 3. OPERATIF kaeuterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat konkotomi parsial inferior turbinoplasty Tatalaksana 4. IMUNOTERAPI Sublingual Intradermal menginduksi IgG blocking yang bersaing dengan IgE, menurunkan IgE, memodulasi sel mast dan basofil dan peningkatan aktivitas limfosit T supresor, sehingga terjadi penurunan respons alergi.
Komplikasi Polip hidung Otitis media yang sering residif Sinusitis paranasal