Você está na página 1de 33

Akuntansi Perpajakan

bab 5
Persediaan
Kelompok 3:
1. Luice Janiar I (12030110060102)
2. Inkariyani Yuli A (12030110060105)
3. Robby Wijaya K (12030110060134)
4. Christian Tambunan (12030110060139)
5. Marwan Kuncoro (12030110060192)

B
A
H
A
S
A
N
Definisi
persediaan
Jenis-jenis
persediaan
Sistem
pencatatan
persediaan
Nilai
persediaan
dalam
neraca
Teknik
menghitung
nilai
persediaan
akhir
Definisi Persediaan
Menurut IAI (2007) dalam PSAK 14, persediaan
adalah aset yang tersedia untuk dijual dalam
kegiatan usaha normal, baik barang dagangan
untuk usaha perdagangan maupun barang jadi
untuk manufaktur: berada dalam proses
produksi, dan dalam bentuk bahan baku atau
perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.

Jenis-jenis Persediaan
Manufaktur
Bahan
Baku
Barang
dalam
Pengolahan
Barang
Jadi
Bahan baku:
1. Bahan baku
langsung
2. Bahan baku
pembantu

Barang dalam
Proses:
Barang yang
masih dalam
tahap
penyelesaian
Barang jadi:
Produk yang
telah selesai
diproses dan
siap untuk
dijual
Bahan baku langsung: bahan
baku yang langsung dapat
diidentifikasikan ke produk
Bahan baku tidak langsung:
bahan baku yang tidak dapat
langsung diidentifikasikan
ke produk
Sistem Pencatatan Persediaan
Persediaan dihitung dengan
melakukan inventarisasi setiap
akhir periode
Stock opname wajib dilakukan
untuk menguji keakuratan nilai
persediaan
Hasil perhitungan digunakan
untuk menghitung HPP
Cocok untuk perusahaan dengan
jenis persediaan yang sedikit
Sistem
Periodik
Menyajikan keterangan
persediaan dan HPP secara
terus-menerus tanpa
inventarisasi
Stock opname hanya sebagai
pelengkap, hanya untuk
pengawasan persediaan dan
keakuratan perhitungan HPP
Sistem
Perpetual
Contoh
Pada tanggal 3 Maret 2009, PD Bintang membeli 100 unit barang dagang
dengan harga Rp 5.000.000 (harga belum termasuk PPN) secara tunai.
PD Bintang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sejak 31
Januari 2005. Pembukuan atas persediaan dilakukan dengan sistem
perpetual.
perhitungan:
PPN Masukan= 10%x Rp 5.000.000 = Rp 500.000
harga 1 unit barang= Rp 5.000.000 : 100 unit = Rp 50.000
Jurnal akuntansi pajak untuk transaksi tersebut:

Tanggal Keterangan Debit Kredit
3 Mar 09 Persediaan Barang Dagang 5.000.000
PPN Masukan 500.000
Kas/ Bank 5.500.000
Pada tanggal 31 Maret 2009, PD Bintang menjual 30 unit barang dagang
secara tunai dengan harga jual @Rp 70.000 ( belum termasuk PPN ).

Perhitungan:
PPN Keluaran : 10% x Rp 2.100.000 = Rp 210.000
Persediaan barang dagang yang tersisa dan tercatat dalam pembukuan PD
Biantang per tanggal 31 Maret 2009 adalah Rp 50.000 x 70 unit = Rp
3.500.000.
Jurnal akuntansi pajak untuk transaksi tersebut adalah :

Tanggal Keterangan Debit Kredit
31 Mar 09 Kas/ Bank 2.310.000
PPN Keluaran 210.000
Penjualan 2.100.000
HPP 1.500.000
Persediaan Barang Dagang 1.500.000
( Rp 50.000 x 30 unit)
Jika PD Bintang belum dikukuhkan sebagai PKP, maka untuk jurnal
akuntansi pajak pada saat pembelian barang dagang sebagai berikut :

Tanggal Keterangan Debit Kredit
03 Mar 09 Persediaan Barang Dagang 5.500.000
Kas/ Bank 5.500.000
PD Bintang tidak dapat mengkreditkan PPN Masukannya sehingga
PPN Masukan dimasukkan sebagai harga perolehan barang dagang
sehingga harga 1 unit barang dagang adalah Rp 5.500.000 : 100
unit = Rp 55.000.





Jurnal akuntansi pajaknya untuk transaksi penjualan adalah :


Tanggal Keterangan Debit Kredit
31 Mar 09 Kas/ Bank 2.100.000
Penjualan 2.100.000
HPP 1.650.000
Persediaan Barang Dagang 1.650.000
( Rp 55.000 x 30 unit)
Karena bukan PKP, maka PD Bintang tidak memungut PPN Keluaran.

Nilai Persediaan dalam Neraca
Penilaian persediaan barang didasarkan pada
harga perolehan.
Menurut UU PPh Nomor 36 tahun 2008
pasal 10 ayat (6), penilaian pemakaian
persediaan untuk perhitungan HPP hanya boleh
dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1. Metode Rata-rata (Average),
2. Metode mendahulukan persediaan yang
didapat pertama (First In First Out- FIFO)

Teknik Menghitung Nilai Persediaan Akhir
Dalam
Akuntansi
Metode Laba Bruto
(gross profit method)
Metode Harga Eceran
(retail method)
Metode Laba Bruto (gross profit method)
Bersifat estimasi dalam penilaian
persediaannya.
Biasanya diterapkan karena keterbatasan
dokumen yang terkait dengan persediaan.
Dasar penilaian persediaan adalah prosentase
laba kotor perusahaan tahun berjalan atau rata-
rata selama beberapa tahun.
Metode Harga Eceran (retail method)
Menggunakan perbandingan (rasio) biaya
terhadap harga eceran barang yang tersedia
dijual selama satu periode.
Syarat: catatan harga jual dan eceran setiap
barang yang dibeli
Penilaian Persediaan menurut Ketentuan Perpajakan
Menurut ketentuan perpajakan UU PPh Nomor 36 Tahun
2008:

Penilaian persediaan akhir tidak boleh dinilai dengan
asumsi estimasi atau penaksiran.

melainkan:

Penilaian persediaan dengan dasar harga perolehan
melalui metode average atau metode FIFO
Soal Latihan
1. Apakah yang dimaksud dengan persediaan menurut PSAK 14?
2. Dari jenis persediaan, sebutkan perbedaan antara perusahaan
dagang dengan perusahaan industri.
3. Sebutkan sistem pencatatan persediaan menurut akuntansi dan
pajak, disertai dengan peraturan-peraturannya.
4. Sebutkan perbedaan sistem pencatatan persediaan yang Anda
ketahui.
5. Sebutkan sistem penilaian persediaan menurut akuntansi dan
pajak beserta peraturan-peraturannya.
6. Sebutkan perbedaan sistem penilaian persediaan yang Anda
ketahui.
7. Dalam masa inflasi, jelaskan mengenai dampak terhadap nilai
persediaan akhir dan HPP dari sistem penilaian persediaan untuk
metode FIFO, LIFO, dan average.
8. Mengapa metode LIFO tidak diperkenankan dipergunakan oleh
pajak?

9. PT ninoy melakukan usaha perdagangan. Perhitungan harga pokok
menggunakan metode LIFO dan sistem perpetual. Berikut adalah
perincian transaksi yang berhubungan dengan persediaan.
Tanggal Rincian Harga/
unit
01 Jan 09 Persediaan
awal 300
unit
2.000
02 Apr 09 Pembelian
200 unit
2.250
25 Mei 09 Penjualan
400 unit
3.500
20 Ags 09 Pembelian
150 unit
2.500
21 Okt 09 Pembelian
125 unit
3.500
02 Nov 09 Pembelian
200 unit
2.600
Diminta:
a. Hitunglah HPP dengan
menggunakan metode dan
sistem yang dipakai PT Ninoy.
b. Anda memberitahukan bahwa
metode yang dipakai PT Ninoy
tersebut tidak diperbolehkan
oleh ketentuan perpajakan.
Menurut Anda, metode apa
yang sesuai dengan ketentuan
perpajakan (PT Ninoy tetap
ingin menggunakan sistem
perpetual)?
10. Jelaskan dari peraturan perpajakan yang mendasarinya dalam hal:
a. Dalam mencatat persediaannya, perusahaan menggunakan metode
penilaian harga rata-rata dengan saldo akhir persediaan akhir per 31
Desember 2008 sebesar Rp 20.000.000. Apabila dinilai dengan harga
pasar, nilai persediaan akhir menjadi sebesar Rp 22.500.000.
b. Dalam pencatatan persediaan, perusahaan menggunakan metode FIFO
dengan saldo akhir per 31 Des 2009 sebesar Rp 250.o00.000. Apabila
persediaan tersebut dinilai dengan harga rata-rata nilai persediaan akhir
menjadi sebesar Rp 260.000.000. dan apabila dinilai dengan harga
pasar persediaan akhir menjadi sebesar Rp 225.000.000
c. Dalam saldo akhir persediaan termasuk didalamnya beban penurunan
nilai persediaan sebesar Rp 25.000.000 dan telah menjadi beban
laporan keuangan.
d. Pada akhir tahun, perusahaan membuat cadangan penurunan nilai
persediaan sebesar Rp 15.000.000 karena harga pasar yang ada di
gudang terjadi penurunan. Perusahaan menggunakan metode nilai rata-
rata.
11. Dalam melakukan perhitungan persediaan akhir tahun 2009,
perusahaan menggunakan metode FIFO. Berikut adalah data transaksi
selama tahun 2009 (dalam rupiah).
Tanggal Deskripsi Unit Harga/unit
01 Jan 09 Saldo Awal 1.000 4.000
12 Feb 09 Beli 1.500 5.000
21 Mar 09 Jual

2.200 6.000
11 Jun 09 Beli 450 5.500
09 Ags 09 Beli 2.300 4.500
21 Sep 09 Jual 500 7.500
Berapakah nilai
persediaan akhir
2009?
Jawaban
1. Menurut IAI (2007) dalam PSAK 14, persediaan adalah aset yang
tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, baik barang
dagangan untuk usaha perdagangan maupun barang jadi untuk
manufaktur: berada dalam proses produksi, dan dalam bentuk
bahan baku atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.


2. Perbedaan antara perusahaan dagang dengan perusahaan industri yaitu :
Perusahaan jasa dalam pengadaan barang oleh usaha perdagangan seperti pasar
swalayan dan grosir, dimaksudkan untuk dijual kembali.
Perusahaan industri (manufaktur) pengadaan barang dimaksudkan untuk diolah
menjadi barang jadi sebelum dijual. Adapun tiga jenis persediaan dalam usaha
manufaktur :
1. Bahan Baku dan Bahan Pelengkap
Biaya perolehan bahan baku ( raw material ) terdiri dari harga pembelian,
ongkos angkut, biaya gudang, dan biaya lain-lain yang berhubungan dengan
penyimpanan sampai bahan tersebut dipakai dalam produksi.
2. Barang dalam Pengolahan
Barang dalam pengolahan ( work in process ) adalah barang yang masih dalam
tahap penyelesaian. Untuk menyelesaikan produk tersebut, perusahaan masih
memerlukan tambahan pekerjaan sehingga membutuhkan biaya tenaga kerja dan
biaya tidak langsung lainnya.
3. Barang Jadi
Barang jadi ( finished goods ) adalah produk yang telah selesai diolah dan siap
untuk dijual. Semua biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak langsung
telah selesai dibebankan. Persediaan meliputi barang-barang yang ada dalam
perusahaan, dalam perjalanan maupun yang dititipkan kepada pihak lain. Barang-
barang yang tidak dapat lagi dijual atau digunakan untuk produksi tidak digolongkan
ke dalam persediaan. Persediaan semacam ini dimasukkan sebagai bagian asset lain-
lain.

3. Dalam akuntansi, Sistem pencatatan persediaan:
Sistem periodik
Persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada akhir
periode. Hasil perhitungan dipakai untuk menghitung HPP, dan
kemudian disusun laporan keuangan. Sistem ini praktis digunakan
untuk perusahaan yang memiliki jenis persediaan yang tidak terlalu
banyak.
Sistem perpetual
Sistem ini menyajikan keterangan mengenai persediaan dan HPP
secara terus-menerus tanpa inventarisasi. Hal ini dilakukan karena
setiap transaksi yang berhubungan dengan persediaan selalu dicatat
sedemikian rupa sehingga rekening persediaan senantiasa
menyajikan saldo persediaan secara fisik.

Sedangkan menurut ketentuan perpajakan, dianjurkan untuk
menggunakan sistem perpetual, menurut UU PPh Nomor 36 Tahun
2008 pasal 10 ayat (6).

4. Perbedaan Sistem Pencatatan Persediaan:
NO Sistem Periodik Sistem Perpetual
1 Inventarisasi setiap akhir
periode.
Tanpa inventarisasi, keterangan
mengenai persediaan dicatat setiap
kali transaksi.
2 Wajib dilakukan stock opname,
untuk pengujian keakuratan nilai
persediaan.
Stock opname hanya sebagai
pelengkap untuk pengawasan
persediaan.
3 Cocok untuk perusahaan dengan
jenis persediaan yang sedikit.
Cocok untuk perusahaan dengan
jenis persediaan yang banyak.
5. Sistem penilaian persediaan menurut akuntansi dan
pajak beserta peraturan-peraturannya:
Menurut ketentuan perpajakan UU PPh Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 10 ayat (6), sistem akuntansi
penilaian persediaan yang boleh dilakukan adalah:
1. Metode rata-rata (average)
2. Metode FIFO
6. Perbedaan sistem penilaian persediaan:
FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih
dahulu dianggap yang pertama kali dijual/keluar
sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian
yang termuda/terakhir.

LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk
dianggap yang pertama kali keluar, sehingga persediaan
akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.

Rata-rata (Average), pengeluaran barang secara acak
dan harga pokok barang yang sudah digunakan maupun
yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-
ratanya.

7. Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan
dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, misalnya, konsumsi masyarakat yang
meningkat.
Dampak inflasi untuk metode FIFO yaitu nilai persedian
akhirnya menjadi lebih tinggi dan HPP menjadi lebih
tinggi. Sedangkan menggunakan metode LIFO dampaknya
nilai persediaan akhir tetap, nilai pasar naik sehingga
perusahaan mendapatkan keuntungan. Untuk metode
AVERAGE,harga perolehan persediaan menjadi lebih
tinggi.
8. Metode LIFO tidak diperkenankan dipakai oleh
ketentuan perpajakan, karena penilaian persediaan akhir
menurut metode LIFO menggunakan estimasi dengan
melihat harga pasar.
Sedangkan, menurut ketentuan perpajakan, penilaian
persediaan harus didasarkan dengan harga perolehan
barang.
9. a. PT Ninoy menggunakan metode LIFO.
tgl Pembelian Penjualan Saldo persediaan
01.01.09 300 Unit @Rp2.000
= Rp 600.000
02.04.09 200 unit @Rp 2.250
= Rp 450.000
300 unit @ Rp 2.000
200 unit @ Rp 2.250
=Rp 1.050.000
25.05.09 400 unit:
200 unit @ Rp 2.250
= Rp 450.000
200 unit @Rp 2.000
= Rp 400.000
100 unit @ Rp 2.000
=Rp 200.000
HPP persediaan akhir PT Ninoy:
100 unit @ Rp 2.000 = Rp 200.000
150 unit @ Rp 2.500 = Rp 375.000
125 unit @ Rp 3.500 = Rp 437.500
200 unit @ Rp 2.600 = Rp 520.000+
total = Rp 1.532.500
20.08.09 150 unit @ Rp 2.500
= Rp 375.000
100 unit @ Rp 2.000
150 unit @ Rp 2.500
=Rp 575.000
21.10.09 125 unit @ Rp 3.500
= Rp 437.500
100 unit @ Rp 2.000
150 unit @ Rp 2.500
125 unit @ Rp 3.500
= Rp 1.012.500
02.11.09 200 unit @ Rp 2.600
= Rp 520.000
100 unit @ Rp 2.000
150 unit @ Rp 2.500
125 unit @ Rp 3.500
200 unit @ Rp 2.600
= Rp 1.532.500
Sistem pencatatan persediaan PT Ninoy menggunakan sistem
perpetual.
Tgl Keterangan Debit Kredit
01.01.09 Persediaan Barang Dagang
Ikhtisar Laba/ Rugi
600.000
600.000
02.04.09 Persediaan Barang Dagang
Kas/ Bank/ Hutang Dagang
450.000
450.000
25.05.09 Kas/ Bank/ Piutang dagang
Penjualan
HPP
Persediaan Barang Dagang
1.400.000

850.000

1.400.000

850.000
20.08.09 Persediaan Barang Dagang
Kas/ Bank/ Hutang Dagang
375.000
375.000
21.10.09 Persediaan Barang Dagang
Kas/ Bank/ Hutang Dagang
437.500
437.500
02.11.09 Persediaan Barang Dagang
Kas/ Bank/ Hutang Dagang
520.000
520.000
9b. Menurut ketentuan perpajakan, penilaian persediaan
tidak diperbolehkan menggunakan metode LIFO.
Jika PT Ninoy tetap ingin menggunakan sistem
perpetual, saya menyarankan untuk menggunakan
metode average atau metode FIFO yang sesuai dengan
ketentuan perpajakan.
11. Perhitungan persediaan akhir dengan menggunakan metode FIFO:
tgl Pembelian Penjualan Saldo persediaan
01.01.09 1000 Unit @Rp4.000
= Rp 4.000.000
12.02.09 1500 unit @Rp 5.000
= Rp 7.500.000

1000 unit @ Rp 4.000
1500 unit @ Rp 5.000
=Rp 11.500.000
21.03.09 2200 unit:
1000 unit @ Rp 4.000
= Rp 4.000.000
1200 unit @Rp 5.000
= Rp 6.000.000
300 unit @ Rp 5.000
=Rp 1.500.000
11.06.09 450 unit @ Rp 5.500
= Rp 2.475.000
300 unit @ Rp 5.000
450 unit @ Rp 5.500
= Rp 3.975.000

09.08.09 2300 unit @ Rp 4.500
=Rp 10.350.000
300 unit @ Rp 5.000
450 unit @ Rp 5.500
2300 unit @ Rp 4.500
=Rp 14.325.000
21.09.09 500 unit:
300 unit @ Rp 5.000
=Rp 1.500.000
200 unit @ Rp 5.500
= Rp 1.100.000

250 unit @ Rp 5.500
2300 unit @ Rp 4.500
=Rp 11.725.000
Maka nilai persediaan akhir tahun 2009 adalah:
250 unit @ Rp 5.500 = Rp 1.375.000
2300 unit @ Rp 4.500 = Rp 10.350.000+
total = Rp 11.725.000

Você também pode gostar