Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh
dr. DURIYANTO OESMAN, Sp.B
Patofisiologi
Pada trauma toraks bisa menyebabkan hal-hal :
1. Kerusakan jaringan paru : kontusio paru, hematom,
kolaps alveoli.
2. Perubahan tekanan intra torakal : tension
pneumotoraks, open pneumotoraks.
3. Kehilangan darah
4. Sumbatan jalan nafas
5. Fraktur kosta
menyebabkan perfusi O2 di alveoli berkurang (hipoperfusi /
hipoventilasi ), berakibat hipoksia, hiperkarbia dan berlanjut
dengan ascidosis metabolik pada akhirnya menurunkan
tingkat kesadaran penderita.
Primary Survey
Trauma yang mengancam nyawa penderita trauma toraks
dimulai dengan airway.
A. Masalah yang ditemukan pada airway harus segera diatasi.
Patensi jalan nafas dan ventilasi dimulai dengan :
Mendengarkan gerakan udara dalam hidung, mulut dan
dada ( stridor )
Inspeksi pada daerah orofaring, adanya sumbatan oleh
benda asing, darah.
Inspeksi tarikan otot-otot pernafasan dan supraklavicula.
Jejas trauma pada leher ( tercekik, luka ).
B. Ventilasi = Breathing
Dada dan leher harus dilihat, vena-vena besar, deviasi
trakhea.
Peningkatan frekuensi nafas dan perubahan pola nafas
terutama pernafasan yang lambat, hipoksia dan
sianosis.
1. Tension Pneumotoraks
Terjadi kebocoran udara berasal dari paru-paru atau dinding
dada masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat
keluar lagi ( one way valve = fenomena ventil ).
Akibat : tekanan intra pleura tinggi, paru-paru akan kolaps,
mediastinum terdorong kesisi berlawanan dan menghambat
pengembalian darah vena ke jantung ( venous return ) serta
menekan paru-paru yang kontra lateral.
Gejala-gejala.
Nyeri dada, sesak, distres nafas, takikardi, hipotensi, deviasi
trakhea, distensi vena leher, suara nafas hilang, sianosis.
Gejala yang mirip adalah tamponade jantung, tapi bisa
dibedakan dengan perkusi paru-paru yang hipersonor.
Diagnose :
Ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ada.
Terapi :
Segera dilakukan dekompresi dengan pemasangan jarum di
sela iga II mid clavicula, yang disusul dengan WSD.
Penanganan ini tidak boleh terhambat oleh karena menunggu
foto toraks.
Setelah WSD terpasang, cabut jarumnya dari ICS II.
3. Fleil Chest
Adalah fraktur kosta multipel segmental sehingga ada
segmen dinding dada yang mengambang ( fleil )
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada
secara paradoksal.
Jika dibawah dinding yang fraktur terjadi kerusakan paruparu, maka akan menyebabkan hipoxia yang serius.
Gerakan paradoxal yaitu segmen fraktur bergerak
berlawanan arah dengan gerak pernafasan. Gerakan itu
sendiri tidak menyebabkan hipoksia selain karena kontusio
paru dan rasa nyeri sehingga penderita takut bernafas.
Penanganan pada Fleil Chest terutama mencegah
hipoksianya dengan pemberian O2 10 12 L/m dan fixasi
dengan plester pada segmen fraktur dengan lingkaran
dinding dada.
Pemakaian WSD dan respirator bisa dilakukan bila ada
indikasi jelas.
4. Hematotoraks masif
Terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc dalam
rongga pleura.
Sebab-sebab :- Luka tembus jaringan paru dan pembuluh
darah.
- Trauma tumpul dada.
Diagnostik ditegakkan secara klinik yaitu adanya shok,
suara nafas dan perkusi pekak pada hemitoraks yang
terkena.
Penanganannya : repleascement cairan dan darah,
dekompresi pleura dengan WSD.
Indikasi torakotomi ( membuka rongga dada )
bila : darah keluar awal lebih besar dari 1000 cc atau 200
cc/jam dalam waktu 2 4 jam
Bila indikasi jelas, WSD distop dulu sebagai tampon supaya
darah tidak mengucur deras kemudian tindakan transfusi
darah dan torakotomi.
C. Sirkulasi
Evaluasi nadi meliputi : kualitas, frekuensi, regularitasnya.
Tempat-tempat palpasi nadi : a. radialis, a. brachialis,
a.
jugularis, a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis. Pada
shok hipovolemik denyut nadi lemah atau tak teraba.
Monitor jantung atau pulse oximeter digunakan untuk
menilai shok dan trauma jantung.
Disritmia jantung bisa terjadi pada ruptur miokard,
sengatan listrik, hipoksia dan ascidosis maka pemberian
Lidokain 1 mg/kg bisa dipertimbangkan gangguan sirkulasi
pada trauma dada bisa ditimbulkan oleh : hematotoraks
masif dan tamponade jantung.
Tamponade Jantung
Terkumpulnya darah ke dalam rongga perikardium
sehingga mengganggu kerja otot jantung dan menimbulkan
shok.
Sebab : - Trauma tumpul
- Trauma tembus miokard
Perikard merupakan struktur jaringan ikat yang kaku dan
lumennya sedikit.
Tamponade 15 20 cc darah sudah bisa mengganggu
kerja jantung.
Diagnosa Tamponade Jantung tidak mudah yaitu adanya
Trias Beck : peningkatan tekanan vena leher, penurunan
tekanan arteri dan suara jantung melemah.
B. Hematotoraks
Penyebab : lacerasi paru, lacerasi pembuluh darah dari
arteri interkostal atau mamaria interna, baik pada
trauma tajam / tumpul.
Biasanya perdarahan bisa berhenti spontan setelah
pemasangan WSD.
C. Kontusio Paru
Memar jaringan paru sehingga ventilasi tidak berfungsi
baik keadaan ini menyebabkan potensial Lethal Chest
Injury. Penderita hipoksia ( Pa O2 < 65 mmHg, Sa O2 <
90% ) harus segera diberikan bantuan ventilasi.
Hal kritis yang terjadi : adanya darah dan buih di jalan
nafas dan mulut.
D. Trauma Tumpul Jantung
E. Ruptura Aorta
F. Empisema Mediastinum
G. Ruptura Diafragma
Ruptura diafragma lebih sering pada sebelah kiri
karena di kanan terlindungi hepar.
Diasnostik : adanya bising usus pada toraks, sesak
nafas waktu tiduran, pada pemasangan NGT dan foto
toraks terlihat gambaran selang NGT didalam rongga
dada.
Masuknya isi perut kedada disebut hernia diafragma.
Tindakan terapi : repair diafragma.
H. Empisema Kutis
Adanya udara sub kutis daerah dada dengan
perabaan adanya krepitasi.
Sebab-sebab : - trauma jalan nafas, paranichim paruparu
- jarang trauma ledakan
- penggunaan ventilator tekanan positif
Umumnya tidak memerlukan tindakan, kecuali yang
mengganggu ventilasi, dengan cara multiple insisi
dengan anestesi lokal.
TRAUMA ABDOMEN
ANATOMI ABDOMEN
1.
2.
Pinggang
Daerah antara garis axilaris anterior dan axilaris
posterior dari intercostal space ke 6 sampai krista
iliaka
3.
Punggung
Dari garis aksilaris posterior di ujung skapula sampai
krista iliaka yang ditutup otot-otot punggung
4.
5.
6.
Rongga Peritoneum
Abdomen atas atau torakoabdominal, meliputi :
diafragma, hati, limpa, lambung dan kolon
transversum.
Pada waktu expirasi maximal, diafragma bisa naik
sampai ICS 4
Abdomen bawah : berisi usus halus dan kolon sigmoid
Rongga Pelvis
Dibentuk oleh tulang-tulang pelvis, berada dibawah
ruang retroperitoneum.
Isi : rektum, buli-buli, pembuluh-pembuluh darah iliaka,
uterus
Rongga Retroperitoneum
Dibelakang abdomen yang tidak diliputi peritoneum
Isi : pembuluh darah besar, doudenum, pankreas,
ginjal, ureter, kolon ascenden dan kolon desenden
Macam Trauma
A.
B.
Trauma Tembus
Luka tusuk dan luka tembak, menyebabkan laserasi
atau terpotongnya jaringan.
Pada luka tembak, sering terjadi kerusakan multipel
dan lubang peluru keluar lebih lebar.
Penilaian Trauma
A.
B.
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan teliti dan sistematis, dengan urutanurutan : inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi.
5.
C.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
Toraks foto, pelvis foto AP, Abdomen AP lateral, foto
diafragma,LLD.
Hal ini untuk mengetahui fraktur costa, tulang
belakang, pelvis, perforasi usus, dikerjakan di
IGD.
Pada multi trauma, foto rontgen prioritas
adalah : Cervical AP lateral, toraks, pelvis.
2. Foto dengan Kontras
Sistografi
3. Foto Khusus
- USG abdomen
buli.
- CT-Scan
Test laboratorium
Indikasi DPL
Kontra Indikasi
USG
CT-Scan
Indikasi
Menentukan organ
yang cedera bila
TD normal
Keuntungan
Paling spesifik
untuk cedera
akurasi 92-98%
Kerugian
Invasif
Tergantung
operator
Tidak bisa mengetahui cedera Tidak bisa deteksi
diafragma atau
diafrag- ma usus,
cedera retropancreas
peritoneal
Biaya mahal
Waktu lama
Tidak bisa deteksi
diafrag- ma, usus,
pancreas
B.
Berdasarkan Rontgen
1. Adanya udara bebas ( air sicle ) atau ruptura
diafragma.
2. CT-Scan dengan kontras ada ruptura organ-organ
vaskuler.
Ruptura diafragma.
Dapat terjadi pada setiap bagian tapi yang paling
sering adalah hemidiafragma kiri, baik oleh karena
trauma tumpul ataupun tajam.
Pemeriksaan fisik : sesak nafas waktu terlentang,
adanya suara nafas menurun, terdengar bising usus di
dada, pada pemasangan NGT dan foto paru tampak
tube melengkung ke rongga dada ( hernia
diafragmatika ).
2.
Genitourinaria.
Trauma pinggang bisa menyebabkan memar, luka
pada ginjal dan pedikel ginjal, ditandai dengan adanya
hematuria.
Pemeriksaan IVP / CT-Scan atau arteriografi ginjal
dapat mengetahuinya.
Bila hanya memar / contusio ginjal, cukup dengan
perawatan konservatif yaitu bed rest total sampai tidak
ada hematuria.
Bila ada robekan ginjal atau ruptura pedikel, dilakukan
explorasi ginjal ( bisa dijahit atau dinefrektomi ).
Pada ruptura urethra biasanya disebabkan patah
tulang pelvis merupakan kontra indikasi pemasangan
DK.
3.
Patofisiologi trombosis
Dalam proses pembentukan trombosis vena ada 3
faktor penting yaitu Trias Virchow :
a.
Pembuluh darah
b.
c.
Stasis vena
a)
Pembuluh Darah
Kerusakan dinding dalam pembuluh darah
menyebabkan trombosit langsung terpapar pada
sub endotel dengan perantaraan faktor von
Willebrand. Selanjutnya trombosit tersebut
berhubungan dengan fibrinogen dan mengikat
trombosit lain terjadilah agregasi trombosit , hasil
akhir terbentuk trombosit plak, yang bertugas
menutup luka pada dinding pembuluh darah.
b)
Pembuluh Darah
Selain aktifasi faktor intriksik dan extrinsik, juga oleh
faktor trauma / operasi / infeksi maka terjadi migrasi
lekosit pada tempat yang rusak, sehingga
mengaktifkan sistem koagulasi.
Trombosit akan mengubah protrombin menjadi
trombin, trombin mengubah fibrinogen menjadi
fibrin, fibrin inilah yang menjadi dasar bekuan atau
trombosis.
Peningkatan koagulasi darah juga pada faktorfaktor usia tua, trombofilia ( kecenderungan darah
membentuk trombus ), hipotermi, penyakit
keganasan, polisitemia, infark miokard, berbaring
lama, kehamilan.
c)
Stasis Vena
Hambatan aliran darah vena akan mempermudah
interaksi trombosit dengan faktor-faktor pembekuan
didalam darah dengan terbentuknya trombus.
Akibat aliran darah vena lambat, bisa terjadi oedem
jaringan dengan rasa sakit.
Gejala Klinik
Trombosis vena-vena didalam dikenal dengan
nama DVT ( Deep Vein Trombosis ) adalah
bengkak, warna berubah, nyeri dengan gangguan
fungsi biasanya pada betis atau paha.
Sumbatan yang masif karena trombosis tungkai
dikenal dengan phlegmasia cerulae dolores
(bengkak,
biru-biru, sakit ).
Gelisah, tachicardi
Sianosis
Pemeriksaan Penunjang
1. Analisa gas darah
2. Foto paru-paru
3. ECG
4. Pemeriksaan darah lengkap
Differensial Diagnosis
1. Infark miokard, disertai hipertensi
2. Decompresi cordis, ada sesak nafasnya
3. Over hidrasi, menyebabkan oedem paru-paru
4. Kontusio paru-paru akibat trauma
Kesemuanya menyebabkan gangguan perfusi O 2 dan
pengeluaran CO2
Pengobatan
Tergantung pada kausanya, umumnya adalah :
1. Pemberian oksigen murni
2. Infus cairan untuk memperlancar sirkulasi dan
rehidrasi
3. Antibiotika
4. Heparinasi ( mengencerkan darah )
5. Embolektemi
Pencegahan
Obat-obatan coagulasi : walfarin, aspilet dsb
Mobilisasi penderita
Mengurangi stasis aliran darah ( Fisioterapi )
TUMOR PARU
Small cel ca
Small cel ca
Squamous cell ca
Adeno carcinoma
Large cell ca
Klinis
5 - 15% asymtomatis (ditemukan saat Ro
toraks rutin)
Batuk - iritasi/gangguan mekanik saluran nafas
Dypsnea - obstruksi bronkus
Hemoptysis
Pneumonitis - retensi lendir + infeksi
Stridor - penekanan trakea
Wheeze
Klinis
Nyeri (infiltrasi ke pleura/dinding toraks)
Disphagia (penekanan esofagus)
Horner syndrome - paralise n. recurrent
Horner syndrome
Klinis
Superior vena cava syndrome
Pleura efusi (obstruksi saluran limfe)
Perhatian pada :
Batuk darah
Batuk >2minggu tak membaik
Diagnosa imaging
Ro toraks
Pemeriksaan tomogram
Fluoroskopi (parese diafragma)
CT scan (metastase lymph nodes)
MRI (invasi ke mediastinal, vertebra,
spinal cord)
Kanker paru
Kanker paru
Metastase jauh?
Bone survey
Bone scaning
USG liver
Diagnosa patologi
Citologi sputum
Citologi cairan pleura
FNA/biopsi KGB cervical/supraclavicula
Bronkoscopi
Needle biopsi transtoraks
Video assisted thoracoscopy
Thoracotomi
Bronkoskopi
Kelainan dinding bronkus
tumor intrabronkial
infiltrasi dinding bronkus oleh tumor
stenosis/obstruksi
Tak ada kelainan - tumor terletak perifer
Biopsi/sekret bronkus/bilasan bronkus/
kerokan bronkus
ke jar. paru
Stage I, kanker invasi ke jar. paru tetapi belum mengenai
kel. Limfe.
Stage II, kanker telah menginvasi kel limfe didekatnya atau
dinding toraks.
Stage IIIA, Kanker telah invasi ke kel. Limfe regional dalam
satu paru.
Stage IIIB, kanker invasi ke organ toraks lainnya seperti
jantung, pembuluh darah, trakea, esofagus, kel. Limfe sisi
kontra lateral atau adanya pleura efusi.
Stage IV, kanker metastase keorgan lain, liver, tulang, otak.
Staging
Metastase
Terapi
Cancer screening
Ro toraks
Sitologi sputum
TUMOR MEDIASTINUM
Tumor mediastinum
Tumor dalam ruang
terpisah dengan
paru yang
mengandung
jantung, pembuluh
darah besar,
tymus, trakea dan
connective tissues
Anatomi
Rongga mediastinum dibagi dalam
Superior - thymus, v.innominata, vena cava
superior, arcus aorta, n.vagus, n.recurent,
n.phrenikus, trakea, esofagus, duct.thoracicus
Anterior - thymus
Middle - jantung, vena cava superior, bronkus,
sistem pembuluh darah paru, n.phrenicus
Posterior - aorta decending, esophagus,
duct.thoracicus, n.vagus
Keluhan
Sesak nafas
Gangguan menelan
Sindroma vena cava
superior
Suara serak (menekan n.
recurrent)
Keluhan sesuai asal tumor gangguan metabolisme
karena struma retrosternal
Pemeriksaan
Menentukan asal tumor
Foto toraks AP/Lat
Fluoroskopi - parese diafragma (menekan
n.phrenicus), tumor pulsasi (perlu aortografi)
Bronkhografi
Esofagogram
Scanning radioisotop (struma retrosternal)
CT scan
Pemeriksaan histopatologi
Citologi
sputum
cairan pleura
cairan bilasan bronkus
Biopsi
kelenjar supraklavicula
transtorakal (tumor dekat dinding dada)
transbronkial
esofagoskopi
torakoskopi
Pemeriksaan lain
Endokrin - struma retrosternal toxis
Neurologi - thymoma (gx myastenia
gravis)
Sekunder tumor mediastinum mencari tumor primer
Tumor teratoid
struma retrosternal
thymoma
cystahygroma
Mediastinum posterior
tumor neurogenik
kista enterogenik
Lokasi tak tentu
kista bronkogenik
lipoma
fibroma
tuberkuloma
tumor kel. Limfe primer/sekunder
Terapi
Pembedahan (kuratif/paliatif)
Radioterapi (limfoma
Tumor mediastinum
Tumor mediastinum
EMPYEMA
EMPYEMA
Batasan
Adanya nanah di dalam rongga pleura,
terdiri dari effusi yang mengandung
leukosit polimorphonuklear dan fibrin.
Insidens
Di negara berkembang masih tinggi.
Angka kejadian tertinggi pada bayi.
Etiologi
Kuman
- Staphylococcus (paling sering)
- Pnemococcus
- Streptococcus
- Gram negatif Hemophilus influenzae
(jarang)
Faktor predisposisi
- pemakaian antibiotik kurang baik
- prinsip dasar pembedahan kurang aseptik
- penurunan kekebalan tubuh
Stadium empyema
Perjalanan klinis empyema toraks
dibagi menjadi 3 stadium :
- Stadium eksudatif
- Stadium fibrinopurulen
- Stadium organisasi
Stadium Eksudatif
Ada peningkatan cairan pleura steril
akibat peningkatan permeabilitas
kapiler, kadar glukosa, saat ini pH
normal. (efusi parapneumanik)
Terapi antibiotik adekwat dapat
mencegah ke stadium selanjutnya
Stadium Fibrinopurulen
Adanya invasi bakteri ke rongga
Stadium Organisasi
Fibroblas tumbuh kedalam eksudat dari
Gambaran klinis
- merupakan komplikasi
pnemonia/bronkopnemonia
- Tampak sakit berat, demam,
takikardia dispnea, sianosis dan
batuk- batuk.
Pemeriksaan fisik
-
Torak asimetris
Bagian yang sakit lebih menonjol
Pergerakan sisi sakit tertinggal
Perkusi pekak jantung dan mediastinum
terdorong ke sisi sehat
Perkusi sisi sakit redup
Sela iga sisi sakit melebar
Suara nafas sisi sakit melemah atau hilang
Diagnosa
Ro toraks
- anteroposterior
- lateral
Pungsi pleura
- kultur kuman dan uji resistensi
Penanganan
Medis
- Antibiotik
- Aspirasi pus (bila minimal)
- Pemasangan WSD
- Tidakkan operatif pada kasus kronis
seperti pleurektomi, pleurodesis,
dekortikasi atau torakoplasti
Rehabilitasi
Komplikasi
Perluasan perkontinuitatum seperti
Empyema
Empyema
Torakoplasti
Pustaka
Pertanyaan?