Você está na página 1de 8

WIRAUSAHA

TERSUKSES DI
RIAU

Makanan tradisional masyarakat Riau ini sekarang jadi oleholeh khas daerah. Salah satu perintisnya adalah seorang ibu
yang awalnya tak hobi masak. "Dulu, jualan pun saya malu,"
ujarnya.
Tak lengkap rasanya bila ke Riau tidak membawa oleh-oleh
bolu kumojo. Ya, bolu kumojo sudah jadi oleh-oleh khas
masyarakat Riau. Dinawati, SAG termasuk perintis yang
mengangkat bolu kumojo. Dina mengisahkan, ia menekuni
usaha ini karena gemas melihat bolu kumojo tidak banyak
dilirik, termasuk putra daerah sendiri. "Sebenarnya kue ini
sudah populer di masyarakat Riau. Namun, tidak ada yang
mengelolanya jadi usaha menjanjikan," ujar Dina memulai
cerita.
Nama kumojo sendiri ada sejarahnya. Dina menjelaskan, nama
ini sudah ada sejak nenek moyang. "Bolu ini memiliki delapan
lekukan mirip bunga kamboja," cetus Dina. Oleh karena
dialek yang berbeda di lidah orang Melayu, lama-kelamaan
nama itu berubah. Ada yang bilang kumojo, kembojo, kemoje.
"Kebetulan saya dari Bengkalis, maka saya terbiasa menyebut
kumojo," lanjut Dina.

sejak tahun 1999, bermodal Rp 15 ribu, Dina mulai


konsentrasi menekuni usaha. Ia memberi nama
usahanya dengan merek Al Mahdi. "Semula, saya
hanya membuat bolu bila ada pesanan. Setelah itu,
saya memproduksi bolu kumojo khusus rasa pandan
tiap hari," terang wanita berkerudung ini.
DAPAT BANYAK PESANAN
Bukan hal gampang bagi Dina untuk menjalankan
usahanya. Belum-belum ia sudah dapat ejekan dari
orang luar Melayu. Pasalnya, harga bolunya dianggap
terlalu mahal dibandingkan kue sejenis. Belum lagi
ukurannya yang lebih kecil. "Super market pun tidak
mau terima bolu buatan saya," kenang Dina.
Akan tetapi, Dina tak patah semangat. Sebaliknya, ia
justru semakin bertekad untuk mempopulerkan bolu
tersebut. "Pikir saya waktu itu, kalau orang datang ke
Riau, dia harus tahu kue melayu termasuk bolu
kumojo ini," ujar Dina yang awalnya hanya membuat
10 buah. "Bakar kuenya pun masih pakai arang.
Tradisional sekali."

Usaha Dina terus berkembang. Ia pun mendapat banyak pesanan. Bila semula hanya rasa
pandan, Dina membuat beragam rasa lagi. "Yang paling diminati tetap rasa pandan. Tapi,
kami juga memenuhi permintaan pesanan. Antara lain saya membuat rasa durian dan jagung.
Kalau buat rasa jagung, saya pakai jagung manis. Untuk rasa durian, saya pilih durian yang
kualitas bagus," tutur Dina yang punya motto, "Tidak lengkap kunjungan Anda tanpa Bolu
Kumojo.

Dina teramat lancar menjelaskan bagaimana cara membuatnya. "Bahan bakunya tepung
terigu, gula, telur ditambah santan kelapa, juga ada ditambah perasan pandan dan sedikit
pasta. Penggunaan pastanya tak sembarangan, tapi harus pasta kue supaya warna nya cantik.

Meningkatnya usaha, tentu saja Dina butuh tenaga bantuan. Ia pun mulai merekrut karyawan.
Ternyata, bukan hal gampang. "Mereka tidak tahu sama sekali cara memproduksi bolu ini.
Mereka tidak bisa membuat sesuai dengan takaran yang pas. Makanya saya perlu mengajari
mereka sekaligus mengontrol mutu. Dulu ada yang complain, katanya ada kulit telur yang
masuk. Lama kelamaan bisa teratasi karena pegawai saya sudah terampil.

Dina mengaku memperlakukan khusus pegawainya. "Saya tekankan pada mereka bahwa
kami keluarga. Mencari tenaga kerja itu, kan, susah. Makanya saya tak ingin menyia-nyiakan
mereka. Sebelum ada karyawan, dulu saya dibantu keluarga,"

Dina kini memiliki 10 pegawai. "Ini terdiri dari bagian pengadaan bahan
baku, produksi, pengepakan, pembakaran, pemasaran, dan pembukuan."
MALU BANTU IBU
Upaya lain Dina meningkatkan usahanya, ia terus berupaya memperbaiki
kualitas produk. Salah satu caranya, ia terus memodifikasi rasa agar
sesuai keinginan banyak konsumen. "Resep terdahulu rasanya sangat
manis, yang belum tentu cocok dengan lidah semua orang. Padahal,
masyarakat kita beragam. Akhirnya saya berkesimpulan, bolu yang
disukai rasanya mesti gurih, tidak terlalu manis."
Resep baru Dina terbukti jitu. Pelanggannya justru semakin banyak.
Sama sekali ia tak menyangka, kini omset usahanya per bulan bisa
mencapai sekitar Rp 20 juta - Rp 25 juta. Apalagi, ia merasa sebenarnya
tak punya jiwa wirausaha. Ayahnya adalah kepala SD dan ibunya
seorang ibu rumah tangga. "Tahu enggak, dulu saya malu membantu ibu
jualan pisang goreng. Padahal, Ibu jualan di depan rumah," ujar Dina
tertawa terbahak.
Bahkan, semasa mahasiswa, Dina mengaku tidak bisa masak. Namun,
setamat kuliah di IAIN dan berkeluarga, ia paham betapa sulitnya
menambah penghasilan.

"Gaji saya waktu itu sebagai guru madrasah tidak terlalu


besar. Mau tak mau, saya harus mencari usaha lain. Mulailah
saya usaha kecil-kecilan. Awalnya saya beli semangka, saya
potong-potong dan saya jual ke warung-warung. Pernah juga
saya buat kue donat.
Sampai akhirnya Dina terpikir mengembangkan bolu kumojo.
Lewat proses perjuangannya, ada satu hikmah yang Dina
petik. "Mesti ada kejelian dalam memandang keadaan. Saya
pun terus berusaha menumbuhkan jiwa wirausaha saya," tutur
Dina yang menikah dengan Mahlil Zulfli, SAG,
Sekarang, Dina mampu membuat adonan sekitar 20 kg.
"Kalau ada mo men-momen tertentu seperti Festival Melayu
kemarin bisa sampai 50 kg," ujar Dina seraya menyebutkan
kekhasan bolu kreasinya. "Bolu ini mengembangnya tidak
sewajarnya. Mungkin bisa dibilang semacam bantat gitu,"
imbuh wanita berpawakkan mungil ini lagi.
Dina sempat mengajak NOVA melihat ke dapur pembuatan
bolu. Di dapur yang berukuran sekitar 4 x 4 meter ini, Dina
meneruskan ceritanya. Menurut Dina, bolu kumojo ini
memiliki dua klasifikasi harga. "Untuk pandan selera
konsumen kebanyakan itu harganya Rp 6.000 per kotak.
Sedangkan pandan yang benar-benar melayu, rasa jagung,
dan durian harganya Rp 10 ribu per kotak."

CARI BAPAK ANGKAT


Soal kemasan, Dina mengaku awalnya sama sekali tak tahu-menahu. "Namanya juga orang awam.
Jadi, enggak tahu bagaimana menampilkan supaya produk itu
menarik konsumen." Hingga suatu saat, Dina melihat kue yang diletakkan di piring kertas. Dina
pun mencoba menirunya. Setelah bolu ditata di piring kertas, ia memasukkannya ke dalam kotak.
"Jadilah pengemasannya seperti itu," cetus Dina.
Setelah usahanya berjalan lancar, dengan bangga Dina berujar tak mau lagi kerja kantoran. "Saya
senang kerja seperti ini," ujar aktivis Muslimat Nahdatul Ulama ini. "Saya menjabat Sekretaris
Asosiasi Industri Pangan Riau."
Menurut Dina, kemajuan usahanya tak lepas dari peran pemerintah maupun swasta. "Mereka
mensupport kita baik moral maupun material. Sekarang saya terus berusaha mencari bapak angkat
yang bisa menjadi mitra usaha. Istilahnya yang mau menggembleng," ungkap Dina yang dalam
waktu dekat akan mendirikan counter-counter di tempat keramaian supaya usahanya lebih bisa
menarik perhatian masyarakat.

Harapan Dina, ada orang yang berbakat dan berminat pula jadi pembuat bolu kumojo.
Memangnya enggak takut tambah saingan? "Oh enggak. Justru saya sangat mengharapkan
ada lagi pembuat bolu kumojo. Ini supaya kita bisa memenuhi permintaan pasar yang cukup
besar dan sulit kami tangani."
Selain itu, Dina tengah berupaya mencari cara bagaimana tiap hotel di Riau bisa
menampilkan bolu kumojo sebagai oleh-oleh. "Saya terus berupaya melihat perluang.
Soalnya, hampir semua pengunjung hotel selalu tanya kekhasan Pekanbaru. Sayang, saya
belum mampu menyuplai hotel," paparnya.
Kendati demikian, Dina sudah bahagia karena usaha yang dirintis sudah menjadi salah satu
oleh-oleh yang dicari masyarakat

~TERIMA KASIH~

Você também pode gostar