Você está na página 1de 53

Analgesik Opioid Dan

Antagonis
Sundari (111007010060)
Dwiva Wulan Guri (1110070100086)
Dhio Bestnanda (1110070100117)
Pembimbing:
dr. Adji Mustiadji, Sp.An

Defenisi

Analgesik
opioid
merupakan
kelompok obat yang memiliki sifat
seperti opium. Analgesik opioid
terutama
digunakan
untuk
meredakan atau menghilangkan rasa
nyeri, meskipun juga memperlihatkan
berbagai efek farmakodinamik yang
lain.

Reseptor Opioid

Obat

Kerja Opioid pada Reseptor


Opioid Reseptor
(mu)

(delta)

(kappa)

Peptida opioid
-

Enkefalin

Agonis

Agonis

-endorfin

Agonis

Agonis

Dinorfin

Agonis lemah

Agonis
-

Kodein

Agonis lemah

Agonis lemah

Morfin

Agonis

Agonis lemah

Metadon

Agonis

Meperidin

Agonis

Fentanil

Agonis

Agonis lemah

Agonis-antagonis
-

Buprenorfin

Agonis parsial

Agonis

Pentazosin

Antagonis/agonis parsial

Agonis

Nalbufin

Antagonis

Antagonis
-

Nalokson

Antagonis

Antagonis

Antagonis

Klasifikasi Obat Golongan


Opioid
Berdasarkan kerjanya pada reseptor, obat
golongan opioid dibagi menjadi :

1. Agonis penuh (kuat)


2. Agonis
parsial
(agonis
lemah sampai sedang)
3. Campuran
agonis
dan
antagonis
4. Antagonis

Berdasarkan rumus bangunnya obat


golongan opioid dibagi menjadi :

1.Derivat fenantren
2.Fenilheptilamin
3.Fenilpiperidin
4.Morfinan
5.Benzomorfan.

Klasifikasi obat Golongan Opioid


Struktur dasar
Fenantren

Agonis kuat

Agonis lemah

Campuran

sampai sedang

agonis-antagonis

Antagonis

Morfin

Kodein

Nalbufin

Nalorfin

Hidromorfon

Oksikodon

Buprenorfin

Nalokson

Oksimorfon

Hidrokodon

Fenilheptilamin

Metadon

Propoksifen

Fenilpiperidin

Meperidin

Difenoksilat

Naltrekson

Fentanil
Morfinan
benzomorfan

Levorfanol

Butorfanol
Pentazosin

MORFIN

FARMAKODINAMIK

Susunan Saraf Pusat

Sistem Kardiovaskular

Farmakokinetik
Morfin dapat diabsorbsi usus, tetapi efek analgetik setelah

pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgetik


yanng timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis
yang sama.
Sebagian morfin mengalami konyugasi dengan asam
glukoronat di hepar, sebagian dikeluarkan dalam bentuk
bebas dan 10% tidak diketahui nasibnya.
Morfin dapat melintasi sawar uri dan mempengaruhi janin.
Eksresi morfin terutama melalui ginjal.
Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan
dalam keringat.
Morfin yang terkonyugasi ditemukan dalam empedu.
Sebagian yang sangat kecil dikeluarkan bersama cairan
lambung.

diosinkrasi dan alergi

Efek
Samping

Interaksi Obat
Efek

depresi SSP beberapa opioid dapat


diperhebat dan diperpanjang oleh fenotiazin,
penghambat monoamin oksidase dan antidepresi
trisiklik.
Beberapa fenotiazin mengurangi jumlah opioid
yang diperlukan untuk menimbulkan tingkat
analgesia tertentu.
Dosis
kecil amfetamin meningkatkan efek
analgetik dan euforia morfin dan dapat
mengurangi efek sedasinya.
Sinergisme analgetik antara opioid dan obatobat sejenis aspirin.

Sediaan dan Posologi


Sediaan

morphin HCl (generik) cairan


iinjeksi 10 mg/mL, 20 mg/mL; tablet 10 mg,
30 mg, 60 mg, sirup 5 mg/5 mL. Kapabloc
(Glaxo
Australia/Kimia
Farma)
kapsul
pelepasan lambat 20 mg, 50 mg, 100 mg.
MST Continus (Bard Ph-England/Kimia
Farma) tablet salut selaput 5 mg, 10 mg, 15
mg, 30 mg, 60 mg, 100 mg, 200 mg.
Palfium (Kimia Farma) tablet 5 mg.

MEPERIDIN dan DERIVAT


FENILPIPERIDIN LAIN

Kimia
Meperidin yang juga dikenal sebagai
petidin, secara kimia adalah etil-1-metil-4fenilpiperidin-4-karboksilat.

Sistem Kardiovaskular

Farmakokinetik
Absorpsi

meperidin setelah cara pemberian apapun


berlangsung baik.
Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45
menit
Setelah
pemberian secara oral, sekitar 50% obat
mengalami metabolisme lintas pertama dan kadar
maksimal dalam plasma tercapai dalam 1-2 jam.
Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma
menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian
penurunan berlangsung lambat.
Metabolisme meperidin terutama berlangsung di hati.
Masa paruh meperidin 3 jam. Pada pasien sirosis,
biovailabilitas meningkat sampai 80% dan masa paruh
meperidin dan normeperidin memanjang.
Meperidin bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin.

Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk

menimbulkan analgesia.

Kontraindikasi
Pada pasien penyakit hati dan orang tua

dosis obat harus dikurangi


Selain itu dosis meperidin perlu dikurangi
bila
diberikan
bersama
antipsikosis,
hipnotik sedatif dan obat-obat lain penekan
SSP.
Pada pasien yang sedang mendapat MAO
inhibitor
pemberian
meperidin
dapat
menimbulkan kegelisahan, gejala eksitasi
dan demam.

Intoksikasi
tremor dan konvulsi bahkan juga depresi

napas, koma dan kematian.


pemberian meperidin dalam dosis besar
dapat menimbulkan tremor, kedutan otot,
midriasis, refleks hiperaktif dan konvulsi.

Sediaan dan Posologi


1. Meperidin HCl
Meperidin lazim diberikan per oral atau IM.

Efektivitas meperidin oral kurang, dan


diperlukan dosis yang relatif besar dari
parenteral. 1
Sediaan Pethidin HCl (Generik) cairan
injeksi 50 mg/mL, tablet 50 mg.
Dosis
premedikasi,
dengan
injeksi
intramuskular, 25-100 mg 1 jam sebelum
pembedahan; pada anak, 0,5-2 mg/kgBB.

2. Alfaprodin HCl

Tersedia dalam bentuk ampul 1 mL dan vial 10 mL


dengan kadar 60 mg/mL.

3. Difenoksilat

Dosis 40-60 mg obat ini menunjukkan efek opiod


yang khas termasuk euforia, supresi abstinensi
morfin, dan ketergantungan fisik seperti morfin
setelah penggunaan kronik.
Tersedia dalam bentuk tablet dan sirup yang
mengandung 2,5 mg difenoksilat dan 25 g atropin
sulfat tiap tablet atau tiap 5 mL sirup. Dosis yang
dianjurkan untuk pengobatan diare pada orang
dewasa 20 mg per hari dalam dosis terbagi.

4. Loperamid

Loperamid tersedia dalam bentuk tablet 2 mg dan


sirup a mg/5 mL dan digunakan dengan dosis 4-8 mg
per hari.

5. Fentanyl dan derivatnya


Fentanil

dan derivatnya : sulfentanil,


alfentanil, dan remifentanil merupakan
opioid sintetik dari kelompok fenilpiperidin
dan bekerja sebagai agonis reseptor .
Indikasi
:
sebagai
analgesia
selama
pembedahan, memperdalam anastesi, serta
depresan respirasi pada ventilasi buatan.
Waktu untuk mencapai puncak analgesia
lebih singkat dibandingkan morfin dan
meperidin (sekitar 5 menit), efeknya cepat
berakhir setelah dosis kecil yang diberikan
secara
bolus,
dan
relatif
kurang
mempengaruhi kardiovaskular.

Dosis melalui injeksi intravena, dengan napas


spontan, 50-200 mcg, kemudian 50 mcg sesuai
dengan kebutuhan; pada anak, 3-5 mcg/kgBB,
kemudian 1 mcg/kgBB sesuai dengan kebutuhan.
Dengan napas buatan, 0,3-3,5 mg; kemudian 100200 mcg sesuai dengan kebutuhan; pada anak, 15
mcg/kgBB, kemudian 1-3 mcg/kgBB sesuai dengan
kebutuhan.
Sediaan fentanyl (generik) cairan injeksi 0,05
mg/mL. Durogesic (Janssen-Belgia/Kimia Farma)
transdermal 2,5 mg/cakram, 5 mg/ cakram, 7,5
mg/cakram, 10 mg/cakram. Fentanyl citrate
(Janssen-Belgia/Kimia Farma) cairan injeksi 0,05
mg.mL.

METADON
Kimia
Metadon adalah di-4,4 difenil-6-dimetilamino-3-heptanon.

Farmakodinamik
Susunan Saraf Pusat

Susunan Saraf Pusat

Siste

Farmakokinetik
Setelah suntikan metadon subkutan ditemukan kadar dalam

plasma yang tinggi selam 10 menit pertama.


Sekitar 90% metadon terikat protein plasma.
Metadon diabsorbsi secara baik oleh usus dan dapat
ditemukan dalam plasma setelah 30 menit pemberian oral;
kadar puncak dicapai setelah 4 jam.
Metadon cepat keluar dari darah dan menumpuk dalam paru,
hati, ginjal, dan limpa; hanya sebagian kecil yang masuk otak.
Kadar maksimal metadon dalam otak dicapai dalam 1-2 jam
setelah pemberian parenteral
Biotransformasi metadon terutama berlangsung di hati.
Kurang dari 10% mengalami eksresi dalam bentuk asli.
Sebagian besar dieksresi bersama empedu. Masa paruhnya 11,5 hari.

Indikasi
Analgesia
Antitusif

Efek Samping
Metadon menyebabkan efek samping

berupa:
perasaan ringan,
pusing,
kantuk,
fungsi mental terganggu,
berkeringat,
pruritus,
mual, dan muntah.

Sediaan dan Posologi


Metadon

dapat diberikan secara oral


maupun suntikan
Suntikan subkutan menimbulkan iritasi
lokal.
Metadon tersedia dalam bentuk tablet 5
dan 10 mg serta sediaan suntikan dalam
ampul atau vial dengan kadar 10mg/mL.
Dosis analgetik metadon oral untuk dewasa
berkisar antara 2,5-15 mg, tergantung dari
hebatnya nyeri dan respon pasien,
sedangkan dosis parenteral ialah 2,5-10
mg.

ANTAGONIS OPIOID

Farmakodinamik
Efek tanpa pengaruh opioid

Farmakokinetik
Nalokson hanya dapat diberikan parenteral dan

efeknya segera terlihat setelah penyuntikan IV.


Obat ini dimetabolisme di hati, terutama
dengan glikoronidasi.

Indikasi
Mengatasi depresi napas akibat takar lajak

opioid
Pada bayi yang baru dilahirkan oleh ibu
yang mendapat opioid sewaktu persalinan
Akibat tentamen suicide dengan suatu
opioid
Obat ini juga digunakan untuk
mendiagnosis dan mengobati
ketergantungan fisik terhadap opioid.

Sediaan dan Posologi


Nalorfin HCl ( Nalin HCl ) , tersedia untuk

penggunaan parenteral, masing-masing


mengandung 0,2 mg nalorfin/mL untuk
anak, 5 mg nalorfin/mL untuk orang
dewasa. Juga tersedia lavalorfan 1 mg/mL
dan nalokson 0,4 mg/mL.

AGONIS PARSIAL

Pentazosin
Obat ini merupakan antagonis lemah pada reseptor

, tetapi merupakan antagonis kuat pada reseptor .


Pentazosin diserap baik melalui cara pemberian apa
saja, tetapi karena mengalami metabolisme lintar
pertama, bioafailabilitas per oral cukup bervariasi.
Obat dimetabolisme secara intensive di hati,
dieksresi sebagai metabolit melalui urin. Pada pasien
serosis hepatis klirensnya sangat berkurang.
Diindikasikan untuk mengatasi nyeri sedang, tetapi
kurang efektif dibandingkan morfin untuk nyeri
berat.
Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa adalah 30
mg IV/IM yang dapat diulang tiap 3-4 jam bila perlu
dengan dosis total maksimal 360 mg/hari.

Butorfanol
Seperti

pentazosin dan obat lain yang dihipotesiskan


bekerja pada reseptor dan
Butorfanol mirip dengan morfin dalam hal mula kerja,
waktu tercapainya kadar puncak dan masa kerja,
sedangkan waktu paruhnya kira-kira 3 jam.
Efek samping utama butorfanol adalah kantuk, rasa lemah,
berkeringat, rasa mengambang dan mual. Sedangkan efek
pikotomimetik lebih kecil dibanding pentazosin pada dosis
ekuianalgetik.
Kadang-kadang
terjadi
gangguan
kardiovaskular yaitu palpitasi dan gangguan kulit rush.
Butorfanol efektif untuk mengatasi nyeri akut pascabedah
sebanding dengan morfin, meperidin, atau pentazosin.
Dosis butorfanol yang dianjurkan untuk dewasa ialah dosis
1-4 mg IM atau 0,5-2 mg IV dan dapat diulang 3-4 jam.

Buprenorfin
Agonis parsial reseptor
Buprenorfin menimbulkan analgesia dan efek lain pada

SSP seperti morfin.


Masa paruh disosiasi buprenorfin dari reseptor 166
menit
Buprenorfin dapan mengantagonis depresi pernapasan
yang ditimbulkan oleh dosis anastetik fentanyl sama
baiknya dengan nalokson.
Buprenorfin diarbsorbsi relatif baik. Buprenorfin 0,4-0,8
mg sublingual menimbulkan analgesia yang baik pada
pasien pascabedah. Kadar puncak dalam darah dicapai
dalam 5 menit setelah suntikan IM dan dalam 1-2 jam
setelah penggunaan secara oral atau sublingual.

Tramadol
Tramadol adalah analog kodein sintetik yang merupakan agonis

reseptor yang lemah. Sebagian dari efek analgetiknya


ditimbulkan oleh inhibisi ambilan norepinefrin dan serotinin.
Tramadol mengalami metabolisme di hati dan ekskresi oleh ginjal,
dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan 7,5 jam
untuk metabolit aktifnya.
Analgesia timbul dalam 1 jam setelah penggunaan secara oral,
dan mencapai puncak dalam 2-3 jam. Lama analgesia sekitar 6
jam.
Dosis oral, 50-100 mg tidak boleh lebih sering dari 4 jam.
Intramuskular atau intravena (lebih dari 2-3 menit) atau infus
intravena, 50-100 mg tiap 4-6 jam.
Efek samping yang umum mual, muntah, pusing, mulut kering,
sedasi, dan sakit kepala.
Sediaan tramadol (generik) cairan injeksi 25 mg/mL, 50 mg/mL;
kapsul 50 mg; tablet 50 mg.

KESIMPULAN
Analgesik opioid saat ini jarang digunakan

sebagai premedikasi; analgesik opioid lebih


sering digunakan saat induksi. Pemberian
dosis kecil analgesik opioid segera sebelum
atau bersama dengan induksi akan
menurunkan kebutuhan dosis obat lain yang
diigunakan selama anastesi.
Morfin merupakan analgesik opioid pilihan
untuk nyeri berat. Morfin merupakan standar
yang digunakan sebagai pembanding bagi
analgesik opioid lain.

Petidin/meperidin merupakan analgesik

yang cepat tetapi bertahap hanya untuk


waktu singkat, kurang kuat sebagai
analgesik bahkan dalam dosis tinggi. Tidak
cocok untuk nyeri hebat berkepanjangan.
Digunakan untuk analgesia dalam proses
melahirkan.
Alfentanil, fentanil, dan remifentanil
biasanya digunakan melalui injeksi sebagai
penghilang nyeri dalam intra-operasi.
Metadon kurang menimbulkan sedasi
dibanding morfin dengan masa kerja lebih
lama.

Tramadol bekerja sebagai analgesia melalui

dua mekanisme yaitu efek opioid dan memacu


jalur serotoninergik dan adrenergik. Memiliki
efek samping khas opioid yang lebih sedikit.
Berbagai analgesik opioid memiliki banyak
efek samping yang sama walaupun ada
perbedaan kualitatif dan kuantitatif. Efek
samping utama dari analgesik opioid adalah
depresi pernapasan, depresi kardiovaskular
serta mual dan muntah. Penggunaan berulang
dapat mengakibatkan ketergantungan dan
toleransi.

TERIMA KASIH

Você também pode gostar