Você está na página 1de 14

Oleh:

Aisyah Pretty 04/XI MIA 10


Annisa Rifka A. J. 05/XI MIA 10
Aura Puteri P.06/XI MIA 10
Iqbal Sodiq A. 13/XI MIA 10
Tri Raharjo 28/XI MIA 10

SMA Negeri 1 Klaten


2014/2015
Dalam Bahasa Arab, asuransi dikenal dengan
istilah at-tamin, yang diambil dari amana
dan berarti memberi perlindungan, ketenangan,
rasa aman, bebas dari rasa takut.

Jadi, at-tamin ialah seseorang membayar atau


menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli
warisnya mendapat sejumlah uang
sebagaimana disepakati, atau untuk mendapat
ganti terhadap hartanya yang hilang.
Di indonesia, asuransi Islam sering dikenal dengan
istilah takaful. Kata takaful berasal dari kata
takafalayatakafalu yang artinya ialah menjamin
atau saling menanggung.

Menurut Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 bagian


pertama mengenai Ketentuan Umum angka 1
disebutkan bahwa pengertian asuransi syariah
(tamin, takaful, atau tadhamun) ialah usaha
saling melindungi dan tolong menolong di antara
sejumlah orang/pihak melalui investasi bentuk
asset dan atau tabarru yang memberi pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad (perikatan) sesuai dengan Syariah.
A. Hukum Islam
1. Al Quran
Surat Al-Maidah (5) : 2

dan tolong menolonglah kamu dalam
mengerjakan kebajikan dan takwa,dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran
2. Hadis Nabi Muhammad SAW
Sesungguhnya seseorang yang beriman itu ialah
barang siapa yang memberi keselamatan dan
perlindungan terhadap harta dan jiwa raga
manusia (H.R. Ibnu Majah)
B. Hukum Operasional
1. Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman
Umum Asuransi Syariah.
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
4. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor
Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan
Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Asuransi dan
Reasuransi dengan prinsip Syariah.
Antara lain :
Principle of Insurable Interest
(Prinsip Kepentingan yang
Dipertanggungkan)
Principle of Utmost Good Faith
(Prinsip Kejujuran Sempurna)
Principle of Indemnity (Prinsip Indemnitas)
Principle of Subrogation (Prinsip Subrogasi)
Principle of Contribution (Prinsip Kontribusi)
Principle Proximate Cause (Prinsip Kausa
Proksimal)
Pendapat pertama : Mengharamkan
Dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii
(Mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad
Bakhil al-MuthI (Mufti Mesir). Alasannya :
1. Asuransi sama dengan judi
2. Mengandung unsur tidak pasti (gharar) dan riba
3. Termasuk jual beli atau tukar-menukar mata
uang tidak tunai
4. Hidup mati manusia menjadi objek bisnis
(mendahului takdir Allah)
5. Mengandung unsur pemerasan, diman pemegang
polis akan
kehilangan premi yang sudah dibayar, atau
dikurangi karena tidak
dapat melanjutkan pembayaran premi.
Pendapat kedua : Membolehkan
Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf,
Mustafa Akhmad Zarqa (Guru Besar Hukum Islam Fakultas
Syariah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru
Besar Hukum Islam Universitas Cairo Mesir), dan Abd.
Rakhman Isa (Pengarang Kitab Al Muamalah al-Haditsah wa
Ahkamuha). Alasannya :
1. Tidak ada nash (Al-Quran dan Sunnah) yang melarang
asuransi
2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua pihak
3. Saling menguntungkan kedua pihak
4.Asuransi termasuk akad mudharabah (bagi hasil)
5. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Taawuniyah)
6. Asuransi dianalogikan (diqiyaskan) sistem pensiun
seperti taspen
Pendapat ketiga :
Asuransi sosial boleh, dan komersial haram

Pendapat ini dianut oleh Muhammad Abdu


Zahrah (Guru Besar Hukum Islam Univ.
Cairo).

Alasan kelompok ini sama dengan kelompok


pertama dalam asuransi yang bersifat
komersial (haram), dan sama pula dengan
alasan kelompok dua dalam asuransi yang
bersifat sosial (boleh).
Produk asuransi syariah yang sering dipakai
dalam operasional sebuah perusahaan asuransi
syarah secara garis besar antara lain :
1. Produk asuransi syariah dengan unsur saving
:
Menggunakan 2 buah rekening dalam setiap
pembayaran premi, yaitu rekening untuk dana
Tabarru (sosial) dan dana saving (tabungan)
2. Produk asuransi syariah nonsaving
Ialah kumpulan dana dari peserta yang setelah
dikurangi biaya pengelolaan dimasukkan ke
dalam rekening khusus (tabarru atau
rekening dana sosial)
Asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas
Syariah(DPS), Dewan Pengawas Syariah ini tidak
ditemukan dalam asuransi konvensional.
Akad pada asuransi syariah adalah akad
Tabbaru(hibah), sedangkan asuransi konvensional
akad berdasarkan lebih mirip jual beli.
Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan
bagi hasil(mudharobah), barsih dari gharar,
maysir dan riba. Pada asuransi konvensional
memakai bunga(riba) sebagai landasan
perhitungan investasi.
Kepemilikkan dana pada asuransi syariah
merupakan hak peserta. Perusahaan hanya
sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya
secara syariah. Pada asuransi konvensional, dana
yang terkumpul dari nasabah(premi) menjadi
milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas
menentukan alokasi investasinya.
Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil
dari dana Tabbaru(dana kebajikkan). Pada
asuransi konvensional pembayaran klaim
diambilkan dari rekening dana perusahaan.
Pembagian keuntungan pada asuransi syariah
dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai
prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah
ditentukan. Pada asuransi konvensional seluruh
keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of
risk. Pada asuransi konvensional yang dilakukan
adalah transfer of risk.
Asuransi syariah dibebani kewajiban membayar
zakat dari keuntungan yang diperoleh sedangkan
konvensional tidak.
Sekian
Sukran Jazakumullah

Você também pode gostar