Você está na página 1de 54

ASKEP GGN NEUROMUSKULER

DI INTENSIF
A. MIASTENIA GRAVIS

Miastenia Gravis yang berarti


kelemahan otot yang serius

Satu-satunya penyakit
neuromuskuler yang
menggabungkan kelelahan cepat
otot voluntar dan waktu
penyembuhan yang lama
Etiologi Miastenia Gravis

Kelainan primer pada Miastenia


Gravis dihubungkan dengan
gangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu
penghubung antara unsur saraf dan
unsur otot
Dulu dikatakan, pada Miastenia
Gravis terdapat kekurangan ACh
atau kelebihan kolinesterase, tetapi
menurut teori terakhir, faktor
Manifestasi klinis Miastenia
Gravis

Karakteristik penyakit berupa


kelemahan otot ekstrem dan mudah
mengalami kelelahan, yang
umumnya memburuk setelah
aktivitas dan berkurang setelah
istirahat
Berbagai gejala yang muncul sesuai
dengan otot yang terpengaruh.
Otot-otot simetris terkena, umumnya
ini dihubungkan dengan saraf kranial
Gambar 1. Letak otot mata dan maseter Gambar
2. Pasien ptosis
Kelemahan pada otot bulbar menyebabkan
masalah mengunyah dan menelan dan
adanya bahaya tersedak dan aspirasi
Beberapa pasien sekitar 15% sampai 20%
mengeluh lemah pada tangan dan otot-otot
lengan, dan biasanya berkurang, pada otot
kaki mengalami kelemahan, yang membuat
pasien jatuh
Kelemahan diafragma dan otot-otot
interkostal progresif mengebabkan gawat
napas, yang merupakan keadaan darurat akut
Patofisiologi

Pada Miastenia Gravis, konduksi


neuromuskularnya terganggu.
Jumlah reseptor asetilkolin normal
menjadi menurun yang terjadi akibat
cedera autoimun sehingga terjadi
penurunan potensial aksi yang
menyebabkan kelemahan pada otot.
Pada 90 % pasien gejala awal
melibatkan otot okular yang
menyebabkan ptosis dan diplopia.
Otot wajah, laring dan faring juga
sering terlibat dalam Miastenia
Gravis yang dapat mengakibatkan
regurgitasi melalui hidung ketika
berusaha menelan dan pasien dapat
mengalami aspirasi, gangguan suara
(disfonia).
Kelemahan otot pernapasan juga ditandai
dengan batuk lemah dan akhirnya
serangan dispnea, dan ketidakmampuan
membersihkan mukus dari cabang
trakeobronkial.
Selain itu terjadi kelemahan otot
ekstremitas yang menyebabkan pasien
kesulitan untuk berdiri, berjalan, atau
bahkan menahan lengan di atas kepala
(Misalnya ketika sedang menyisir rambut).
Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan


riwayat pasien dan pemeriksaan fisik
Elektromiografi (EMG) memperlihatkan
satu ciri khas penurunan dalam
amplitudo unit motorik potensial dengan
penggunaan yang terus menerus
Tes khusus untuk Miastenis Gravis
adalah adanya antibodi serum terhadap
reseptor asetilkolin
Diagnosis dipastikan dengan tes
Tensilon. Edrofonium klorida
(Tensilon) adalah suatu obat
penghambat kolinesterase, yang
diberikan secara intravena
Pada Miastenia Gravis terjadi
kelainan kelenjar timus

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Miastenia Gravis


ditentukan dengan meningkatkan
fungsi pengobatan pada obat
antikolinesterase dan menurunkan
serta mengeluarkan sirkulasi
antibodi.
Terapi mencakup agens-agens
antikolinesterase dan terapi
imunosupresif, yang terdiri dari
plasmeferesis dan timektomi
Agens-agens antikolinesterase.
Obat ini bereaksi dengan
meningkatkan konsentrasi asetilkolin
yang relatif tersedia pada
persimpangan neuromuskular
Terapi imunosupresif ditentukan
dengan tujuan menurunkan produksi
antibodi antireseptor atau
mengeluarkan langsung melalui
perubahan plasma
Pertukaran plasma
(plasmeferesis) adalah teknik yang
memungkinkan pembuangan selektif
plasma dan komponen plasma
pasien.sel-sel yang sisa kembali
dimasukkan
Penatalaksanaan pembedahan
Timektomi yaitu membuka sternum
karena seluruh timus harus dibuang
B. SINDROMA GUILAIN BARRE

Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu


polineuropati yang bersifat ascending dan
akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3
minggu setelah infeksi akut
Menurut Bosch, SGB merupakan suatu
sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis
flasid yang terjadi secara akut berhubungan
dengan proses autoimun dimana targetnya
adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis
Etiologi

Beberapa keadaan/penyakityang mendahului


dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya SGB, antara lain
Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
Penyakit sistematik:
- Keganasan
- systemic lupus erythematosus
- Tiroiditis
- penyakit Addison
Kehamilan atau dalam masa nifas
Patofisiologi

Pada Guillain Barre Syndrome (GBS)


selaput mielin yang mengelilingi akson
hilang, selaput mielin cukup rentan
terhadap cedera karena banyak agen
dan kondisi,termasuk trauma fisik
hipoksemia,toksik kimia,insufisiensi
vaskuler dan reaksi imunologi
trauma fisik hipoksemia,toksik
kimia,insufisiensi vaskuler dan reaksi
imunologi.
Demielinasi adalah respon umum
dari jaringan saraf terhadap banyak
kondisi yasng merugikan ini.

Aksonbermielin mengkonduksi
impuls saraf lebih cepat dibanding
akson tak bermielin
Sepanjang perjalanan serabut
bermielin terjadi gangguan dalam
selaput (Nodus Ranvier) tempat
kontak langsung antara membran sel
akson dengan cairan ekstraseluller
Membran sangat permiabel pada nodus
tersebut,sehingga konduksi menjadi baik.

Gerakan ion-ion masuk dan keluar akson dapat terjadi


dengan cepat hanya pada nodus ranvier sehingga infuls
saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari
satu nodus ke nodus yang lain (konduksi saltatori)
dengan cukup kuat

Kehilangan selaput mielin pada Guillain Barre Syndrome


(GBS) membuat konduksi saltatori tidak mungkin
terjadi,dan transmisi impuls saraf dibatalkan.
Gejala klinis dan kriteria
diagnose
Ditandai dengan timbulnya suatu
kelumpuhan akut yang disertai
hilangnya refleks-refleks tendon dan
didahului parestesi dua atau tiga
minggu setelah mengalami demam
disertai disosiasi sito albumin pada
liquor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer.
.

Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

Progresifitas: gejala kelemahan motorik


berlangsung cepat, maksimal dalam 4
minggu, 50% mencapai puncak dalam 2
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90%
dalam 4 minggu
Gejala saraf kranial 50% terjadi
parese N VII dan sering bilateral.
Saraf otak lain dapat terkena
khususnya yang mempersarafi lidah
dan otot-otot menelan, kadang < 5%
kasus neuropati dimulai dari otot
ekstraokuler atau saraf otak lain
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia,
hipotensi postural, hipertensi dan gejala
vasomotor
Tidak ada demam saat onset gejala
neurologis
Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1
minggu atau terjadi peningkatan pada LP
serial
Penatalaksanaan

a. Kortikosteroid
b.Plasmaparesis
c. Pengobatan imunosupresan
Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena
lebih menguntungkan dibandingkan
plasmaparesis karena efek samping/komplikasi
lebih ringan.
Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3
hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4
gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
C.CEDERA MEDULA SPINALIS

Trauma pada tulang belakang adalah


cedera mengenai servikalis, vertebrahs
dan lumbalis akibat dari suatu trauma
yang mengenai tulang belakang
Trauma tulang bclakang harus dianggap
suatu trauma yang hebat, sehingga
sejak awal pertolongan pertama dan
transportasi ke rumah sakit penderita
harus diperlakukan secara hati-hati
Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang, yaitu ligamen dan diskus,
tulang belakang sendiri, dan
sumsum tulang belakang (Spinal
Cord).
Etiologi

Penyebab cedera medula spinalis akibat


trauma langsung yang mengenai tulang
belakang dan melampaui batas kemampuan
tulang belakang dalam melindungi saraf-
saraf yang berada di dalamnya.
Trauma tersebut rneliputi kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan
industri, atau kecelakaan lain seperti jatuh
dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka
tembak, dan kejatuhan benda keras
Tanda dan gejala

Echymosis , edema, kekakuan,


adanya deformitas di area spinal dan
para spinal.
Kelemahan , paralysis, penurunan
aktifitas motorik pada bagian distal
daerah yang cedera
Ganngguan system persyarafan
simpatis.
Hypotensi bukan karena hipovolemia.
Hilangnya reflek bulbocavernosa.
Kehilanga tonus rectal.
Kehilangan kontraksi anus.
Batuk menyebakan nyeri leher.
Pernafasan mulut
Patofisiologi

Trauma sumsum tulang belakang paling


sering terjadi pada daerah toraka! atau
pada daerah batas torakal dari lumbal,
lebih jarang pada daerah servikal
ataupun daerah lumbal.
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari
komisio sementara (dimana pasien dapat
sembuh sempurna) sampai contusion,
laserasi, dan kompresi substansi medulla,
sampai transeksi lengkap medulla
Pemeriksaan Penunjang

a. CT Scan : mengevaluasi gangguan


struktural
b. MRI : mengidentifikasi adanya
kerusakan saraf s pinal, oedema, dan
kompresi.
c. Mielografi : memperlihatkan kolumna
vertebralis.
d. Foto rontgen spinal: menentukan
lokasi dan jenis cedera tulang belakang.
Penatalaksanaan Cedera Medula Spinalis
Akut

Tujuan penatalaksanaan adalah


mencegah cedera medulla spinalis
lanjut dan mengobservasi gejala
penurunan gejala neurologic.
Pasien diresusitasi bila perlu, dan
stabilisasi oksigenasi dan
kardiovaskuler dipertahankan
Farmakoterapi.
Pemberian kortikosteroid dosis
tinggi, khususnya
metilprednisolon,diberikan untuk
memperbaiki prognosis dan
megurangi kecacatan bila diberikan
dalam 8 jam pertama cedera.
Tindakan pernafasan.
Oksigen diberikan untuk
mempertahankan PO2 arteri tinggi,
karena anoksemia dapat
menimbulkan ataumemperburuk
deficit neurologi medulla spinalis.
Intubasi endotrakea dilakukan bila
perlu
Traksi dan reduksi skelet.
Penatalaksanaan cedera medula
spinalis memerlukan imobilisasi dan
reduksi dislokasi (memperbaiki posisi
normal) dan stabilisasi kolum
vertebra.
Intervensi pembedahan.
Pembedahan diindikasikan bila :
1 deformitas pasien tidak dapat dikurangi
dengan traksi,
2 tidak ada kestabilan tulang servikal,
3 cedera terjadi pada daerah toraks atau
lumbal,
4 status neurologi pasien memburuk.
Pembedahan dilakukan untuk mengurangi
fraktur spinal atau dislokasi atau dekompresi
medulla
Laminektomi.
(eksisi cabang posterior dan
prosesusspinosus vertebra)
diindikasikan pada adanya deficit
neurologic progresif, dicurigai
adanya hematum epidural, atau
cedera penetrasi yang memerlukan
debridement pembedahan
PROSES KEPERAWATAN KRITIS PASIEN DENGAN DISFUNGSI
NEUROMUSKULER

Pengkajian
Pengkajian pasien dengan disfungsi
neuro muskuler mencangkup uji
terhadap banyak area fungsi mayor,
termasuk fungsi cerebral, saraf
cranial,system motorik, maupun fungsi
system sensorik dan respon refleks.
Mengobservasi gerakan pasien dan
menanyakan sesuai dengan perubahan
sensasi pada bagian awal pengkajian
Masalah dan Diagnosa Keperawatan

Pola nafas tidak efektif


Bersihan nafas tidak efektif
Kerusakan menelan
Kerusakan integritas kulit
Kerusakan mobilitas fisik
Kurang perawatan diri
Nyeri
Perubahan nutrisi kurang dari
kebuthan tubuh
Masalah kolaborasi/komplikasi
potensial yang terjadi meliputi :
Gagal nafas
Pneumonia
Aspirasi
Ulkus peptikum
Intervensi Keperawatan

Memperbaiki pernafasan
Pasien dengan gangguan
neuromuskuler seperti sinrom guillen
barre, miastenia gravis dan cedera
pada servikal medulla spinalis
menyebabkan kelemahan pada
diafragma, otot-otot interkostalis dan
otot-otot aksesori pernafasan yang
berhubungan dengan ventilasi.
Stabilisasi hemodinamik/kardiovaskuler
Pada kasus yang mengalami gangguan
system saraf otonom dapat mengakibatkan
disritmia jantung atau perubahan drastis
yang mengancam kehidupan dalam ntanda-
tanda vital.

Intervensi keperawatan meliputi memantau


perubahan hemodinamik secara terus
menerus dan berkolaborasi dengan dokter
untuk menyetabilkan kondisi paisen.
Mengurangi nyeri
Pasien yang mengalami cedera medulla
spinalis dan gangguan system saraf perifer
kemungkinan akan paling tinggi mengalami
nyeri
Peran perawat membantu mengurangi nyeri
yang dirasakan pasien dengan cara
mengajarkan pasien teknik distrakasi dan
mengalihkan perhatian pasien, kolaborasi
pemberian analgetik yang adekuat sesuai
program dokter
Perawatan diri
Pasien dengan paralisis/kelumpuhan
maka tidak akan mampu untuk
merawat dirinya.
Perawat harus membantu pasien
secara penuh untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya (ADL)
termasuk perawatan dirnya
Pemberian makan per sonde
Tanggung jawab keperawatan dalam
pemberian makanan termasuk
membuat posisi yang benar,
memeriksa posisi pipa sebelum
pemberian makanan.
Diharapkan pasien-paisen dengan
NGT, selang makanan masuk sampai
di duodenum, untuk
mencegah/menurunkan resiko
Mempertahankan intergritas
kulit
Pencegahan dilakukan dengan
mengubah posisi sesering mungkin,
mempertahankan kesejajaran
tubuh,dengan menggunakan matras
penurun tekanan.
Melatih perkemihan.
Adanya paralisis/plegi pada kasus ini
maka penatalaksanaan kadung kemih
harus dilakukan dengan baik.
Tujuannya adalah untuk tetap dapat
mengosongkan secara kontinyu dengan
cara pemasanga dawer kateter
selanjutnya dilakukan latihan blader
training secara bertahap sehingga
pasien mampu bebasa dari kateter
Dukungan psikologis
Dukungan psikologis harus diberikan
juga pada anggota keluarganya
Pneumonia
Fisioterapi dada yang giat, penghisapan
dan pemantauan yang sering terhadap
fungsi paru-paru penting untuk
mencegah bahaya yang terjadi di paru-
paru atau kerusakan paru-paru dan
pneumonia.
Evaluasi

Subyektif :
Menyatakan bernafas dengan lega
Menyatakan nyeri berkurang
Menyatakan mampu mengunyah dan
menelan
Menyatakan kemampauan otot
meningkat
Menyatakan defikasi lancar
Menyatakan berkemih lancar
Meyatakan perasaan cemas berkurang
Obyektif :
Suara nafas bersih ronchi tidak ada
Bersihan jalan napas efektif.
Respirasi normal 16x/mnt
Tampak rileks
Palpasi pada area rectum tidak ada pengerasan
Palpasi pada kandung kemih distensi tidak ada
Tidak ada tanda - tanda cedera
Tampak peningkatan kekuatan otot
Bising usus 8-10 kali per menit.
Jumlah urine normal 0,5cc -1cc/kgBB/jam.
Beradaptasi pada kerusakan mobilitas.
Nutrisi pasien adekuat.
Pasien mampu berkomunikasi dengan alternatif
pilihan pasien
Pasien mampu mengekspresikan konsep diri yang
positif.
Pasien dapat melihat dengan bantuan penutup mata
Tidak mengalami aspirasi.

MARI KITA HIDUP SEHAT


SAMPAI JUMPA

Você também pode gostar