Você está na página 1de 22

Anak dengan HIV / AIDS

Home Group Discussion I


Nurul Anjarwati
Reisy Tane
Atika Dranesia
Kurniawati
Konsep HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
adalah virus yang menyebabkan penyakit
AIDS yang kelompok retrovirus.
AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome) adalah bentuk lanjut dari
infeksi HIV, yang merupakan kumpulan
gejala mennurunnya sistem kekebalan
tubuh.
(Kemenkes RI, 2012)
Cara Penularan HIV/AIDS :
1. Hubungan Seksual (berganti pasangan,
hubungan beresiko)
2. Pajanan oleh darah, produk darah, organ
yang terinfeksi
3. Penularan HIV dari ibu ke anak

(Kemenkes RI, 2012)


Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak
Prong 1 : Pencegahan penularan HIV pada perempuan
usia produksi
Prong 2 : Pencegahan kehamilan yang tidak
direncanakan pada perempuan dengan HIV
Prong 3 : Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke
bayi yang dikandungnya
Prong 4 : Pemberian dukungan psikologis sosial dan
perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan
keluarganya

(Kemenkes RI,
2012)
Prevalensi HIV pada Anak
3,2 juta anak hidup dengan HIV;
240 ribu anak terinfeksi baru;
190 ribu anak meninggal karena AIDS;
660 anak terinfeksi HIV setiap harinya;
530 anak meninggal karena AIDS setiap harinya dan baru 24%
anak dengan HIV yang mendapatkan terapi ARV.
Di Indonesia, data dari Kemenkes RI Triwulan I Tahun 2015,
anak yang terinfeksi HIV yang dilaporkan menurut kelompok umur
dari tahun 2010 hingga 2014 cenderung mengalami kenaikan.
Jumlah anak yang terinfeksi pada tahun 2010 sebanyak 795 anak,
kemudian pada tahun 2013 mencapai 1075 anak dan pada tahun
2014 mencapai hingga 1388 anak
Kebutuhan Nutrisi pada Anak
Bayi yang lahir dari Ibu HIV, umumnya
adalah BBLR. Bayi yang terbukti positif
HIV maka pertumbuhannya akan tidak
adekuat yang dapat menyebabkan
gangguan dalam perkembangan.

(Kemenkes RI, 2010)


Apabila tidak mampu memberikan ASI
secara eksklusif, maka dapat diberikan
susu formula dengan kriteria yang
memenuhi AFASS (Kemenkes RI, 2010)
Pemberian Nutrisi pada Anak
Bayi 0-6 bulan : ASI eksklusif / sufor (jangan mixed
feeding)
Bayi 6-24 bulan :
Jika pada usia 4 bulan, terdeteksi gangguan tumbang,
segera konsultasi pemberian MP ASI.
6-12 bulan, Susu : MP ASI = 50:50
12-24 bulan : Susu 1/3, makanan lain 2/3
Anak 2-12 tahun : 90% mengalami gizi buruk, dilakukan
penerapan tata laksana gizi buruk
Anak 12-18 tahun : indikator gizi dengan IMT
(Kemenkes RI,
2010)
Efek HIV pada Gizi

(Kemenkes RI, 2010)


Stigma pada Anak-anak dengan
HIV/AIDS
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya stigma dan
diskriminasi kepada ODHA oleh tenaga kesehatan antara lain
(Paryati dkk, 2013):
1) Pengetahuan tentang HIV/AIDS,
2) Persepsi tentang ODHA
3) Tingkat Pendidikan
4) Lama bekerja,
5) Umur
6) Pelatihan
7) Jenis Kelamin
8) Dukungan institusi dan
9) Kepatuhan Terhadap Agama
Faktor Penyebab Munculnya
Stigma bagi ODHA:
hidup dengan HIV dan AIDS behubungan dengan
kematian
perilaku seksual menyimpang & berganti pasangan
dianggap perilaku tidak bermoral. Terkena infeksi
hukuman atas perbuatannya, tanggungjawab pribadi
Kesalahan persepsi dari masyarakat tentang resiko bagi
kehidupan ODHA.
stgmatisasi dan diskriminasi merupakan faktor yang
menunjukkan ketidakmampuan individu,keluarga dan
masyarakat dalam melindungi dirinya sendiri dan
merespons peningkatan ODHA. (Hikmat, 2015)
Pendidikan pada Anak dengan
HIV
Terkait dengan pendidikan bagi anak dengan HIV,
UNAIDS menyatakan bahwa diperlukan:
pelatihan bagi guru sekolah dasar dan sekolah
lanjutan;
dukungan kepada anak yatim dan terlantar;
perluasan akses ARV;
hal-hal yang masih merupakan halangan sosial
(misalnya stigma, marginalisasi dan
ketidakberdayaan perempuan) harus dipecahkan;
peningkatan ketersediaan sumber dana untuk HIV.
Pengaruh Tingkat Pendidikan
terhadap Stigma
Pelajar dengan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS
yang rendah lebih berisiko untuk menstigma ODHA
Stigma ODHA lebih banyak diketemukan pada pelajar
laki-laki daripada pelajar perempuan.
Media massa merupakan sumber informasi utama
pelajar tentang HIV/AIDS.
Para pelajar banyak yang masih kurang pemahaman
tentang cara penularan HIV/AIDS, menggambarkan
kondisi fisik penderita HIV, dan sebagian masih belum
percaya bahwa kondom dapat mencegah penyebaran
HIV/ AIDS (Sosodoro dkk, 2009)
Penangan stigma
a. Kebijakan pemerintah
Kebijakan dimaksud dilaksanakan oleh team
terpadu (Dit RTS, Puspensos, Pusdiklat, Balai
Diklat), dan LKS yang berpengalaman.
b. Kementerian sosial, c.q Ditjen Rehabilitasi Sosial
perlu meningkatkan kerjasama dengan
pemerintah daerah dan organisasi non
pemerintah (seperti Yayasan Pelita Ilmu, Yayasan
Aids Indonesia, Yayasan Lentera,dll)
memonitor dan mengevaluasi
HIV Drug Resistance
mengacu pada pengurangan kemampuan dari
obat HIV tertentu atau kombinasi obat untuk
memblokir replikasi HIV.
dapat dikategorikan sebagai perlawanan
transmisi, yang terjadi bila sebelumnya individu
tidak terinfeksi dengan resistan terhadap obat
virus; dan
diperoleh perlawanan ketika resistensi mutasi
muncul karena tekanan seleksi obat pada
individu yang menerima terapi antiretroviral.
Prevalensi Drug Resistance
Tingkat pra-perawatan HIV drug resistance pada low-
and middle-income countries telah meningkat antara
tahun 2004 dan 2010. (peningkatan kadar resistensi
terhadap inhibitor non-nucleoside reverse
transcriptase (NNRTI).
Baru-baru ini, tingkat yang lebih tinggi dari HIV Drug
Resistance telah diamati antara orang-orang untuk
obat ARV di beberapa pengaturan low- and middle-
income countries, yaitu Angola (16%), Argentina
(10%), Botswana (10), Kuba (22%), Meksiko (9%),
Papua Nugini (16% ), dan Afrika Selatan (14%)
Prevalensi Drug Resistance
Tingkat global drug resistance pada 12
bulan selama periode yang sama rata-rata
20%, melebihi target WHO yang
direkomendasikan yaitu 15%. Selain itu,
tingkat global pelaporan data meningkat
secara signifikan dari waktu ke waktu dari
11,9% pada tahun 2004 menjadi 24,5%
pada tahun 2012.
Faktor Penyebab Drug
Resistance
Regimen spesifik obat
Virus yang berhubungan
Pasien yang spesifik
Program.
Strategi dalam Penatalaksaan
Drug Resistance
Surveillance of transmitted HIV drug
resistance in recently infected populations
Surveillance of acquired HIV drug
resistance in populations receiving
antiretroviral therapy
Monitoring of early warning indicators of
HIV drug resistance
DAFTAR PUSTAKA 2 SLIDE DI ATAS
[1] Kriteria usia anak yang dipergunakan oleh UNAIDS adalah di bawah 15 tahun.
[2] Children and HIV. Factsheet. 2014. UNAIDS.
[3] Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I Tahun 2015. Kemenkes RI.
[4] Anak Penderita HIV-AIDS Masih Terima Perlakuan Diskriminatif. (
http://www.voaindonesia.com/content/anak-penderita-hiv-aids-kerap-dapat-diskriminasi-/308
3904.html
).
[5] An assessment on the integration of reproductive health and drug abuse issues on HIV
education in junior dan senior secondary schools in Papua, Maluku, Kalimantan Barat,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta. 2013. Education Sector Response to HIV, Drugs, and
Sexuality in Indonesia (UNESCO). (
http://arc-atmajaya.org/education-sector-response-to-hiv-drugs-and-sexuality-in-indonesia-u
nesco/
)

Dewi, E., H. (2015) Anak dan HIV: Mungkinkah Sekolah Mendukung Anak-anak yang
Terdampak HIV dan AIDS?. Kebijakan AIDS Indonesia. Diunduh pada 18 Oktober 2018
.http://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/artikel/artikel-tematik/1462-anak-dan-hiv-
mungkinkah-sekolah-mendukung-anak-anak-yang-terdampak-hiv-dan-aids
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2010. Pedoman Pelayanan
Gizi bagi ODHA.

Você também pode gostar