Você está na página 1de 91

PENATAAN RUANG DAN

LINGKUNGAN HIDUP
M. Edi Armanto
Koordinator Tim Pengembangan Wilayah &
Tataruang
Materi:
1. Pengertian dasar Tata Ruang
2. Prinsip Umum
3. Pola Pemanfaatan Ruang
4. Struktur Pemanfaatan Ruang
5. Penataan Ruang
6. Tahapan Penataan Ruang
7. Review dan Pandangan thd Sistem
Penataan Ruang di masa datang
Ruang
Domain Ruang (space), bukan ruang
(room)
Ruang: meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara beserta
sumberdaya yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian perencanaan
tata ruang mencakup struktur dan pola
pemanfaatan ruang yang meliputi tata
guna tanah, tata guna air, tata guna udara
dan tata guna sumberdaya alam lainnya.
Klasifik Homogen Konsep Alamiah

asi Nodal (pusat hinterland)

Konsep Sistem Desa - kota


Sederhana
Wilaya
h
Budidaya - lindung

Sistem /
Wilayah Fungsional
Sistem ekonomi : agropolitan,
kawasan produksi, kawasan industri

Sistem Sistem ekologi :


Komplek DAS, hutan, pesisir

Sistem sosial politik :


Cagar budaya, wilayah etnik

Konsep Non Alamiah


Perencanaan / Umumnya disusun / dikembangkan berdasarakan :
Pengelolaan Konsep homogen / fungsional : KSP, KATING dan
sebagainya
Administrasi politik : propinsi, Kabupaten, Kota
Tabel . Hubungan antara berbagai konsep
ruang/wilayah dengan tujuan/manfaat
penggunaannya
No Ruang/ Tujuan dan manfaat penggunaan Contoh
wilayah
1 Wilayah 1. Penyederhanaan dan 1. Deskripsi pola
homogen pendeskripsian ruang/wilayah penggunaan/penutupan
2. Pewilayahan pengelolaan lahan
(zonasi kawsan fungsional) 2. Pewilayahan komotas

3. Identifikasi tipologi
wilayah
2 Wilayah 1. Deskripsi hubungan nodalitas 1. Keterkaitan CBD dan
nodal 2. Identifikasi daerah daerah pelayanannya.
pelayanan/pengaruh/ 2. Growth Pole area

3. Penyusunan hirarki 3. Central place and


pelayanan/fasilitas periphery
4. Sistem/ordo kota/pusat
pelayanan
3 Wilayah 1. Pengelolaan sumberdaya 1. Pengelolaan DAS
Sistem wilayah berkelanjutan 2. Cagar alam
ekologi 2. Identifikasi carrying capacity 3. ekosistem mangrove
kawasan
3. Siklus aliran sumberdaya,
1. Pertumbuhan 1. Wilayah Pembangunan
2. Produktifitasdan 2. Kawasan Andalan
Wilayah mobilisasi sumberdaya 3. KAPET
4. sistem 3. Efisiensi 4. Kawasan Agropolitan
ekonomi 5. Kawasan cepat tumbuh
(pertumbuhan)
1. pewilayahan menurut 1. Kawasan adat
sistem budaya, etnik, 2. Perlindungan/ pelestarian
bangsa, dll. (cagar) budaya
2. Identifikasi komunitas 3. Pengelolaan kawasan
dan society publik kota (menghindari
Wilayah 3. Optimalisasi Interaksi tawuran)
5 sistem sosial
sosial 4. Community Development
5. Keberimbangan,
pemerataan dan keadilan
6. Distribusi penguasaan
sumberdaya
7. Pengelolaan konflik

1. Menjaga 1. Negara
keutuhan/integrasi 2. Propinsi
Wilayah
7 wilayah teritorial 3. Kabupaten
Politik
2. Menjaga pengaruh /
kekuasaan teritorial
Wilayah Optimasi fungsi-fungsi 1. Negara
Tata Ruang
Wujud struktur dan pola pemanfaatan
ruang, baik yang direncanakan
maupun tidak direncanakan.
Struktur pemanfaatan: menyangkut
hal-hal yang bersifat hirarki,
keterkaitan, serta kelembagaan
pemanfaatan ruang (land status)
Pola pemanfaatan: pola spasial (spatial
pattern) pemanfaatan ruang (land use)
Domain dan Prinsip-prinsip Umum
Sumberdaya di dalam Ruang
Hukum Geografi Pertama Tobler:
'Setiap hal memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun yang
lebih berdekatan memiliki keterkaitan lebih dari lainnya'.

Public Goods: Ruang Publik, yang harus


dikelola untuk kemanfaatan publik (namun
tidak selalu harus dikelola secara publik)
Common Goods: Sumberdaya yang
dimiliki/dikelola oleh suatu kelembagaan
komunitas/publik
Externality pemanfaatan sumberdaya (optimal
bagi satu pihak tapi tidak bagi yang lain)
Pola Pemanfaatan Ruang
Pola: pola spasial dan waktu
Pola pemanfaatan ruang secara tiga dimensi
Pola Pemanfaatan tiga matra ruang:
a. Ruang Darat
b. Ruang Perairan/Laut
c. Ruang Udara/angkasa
Pola Penggunaan Lahan (land use pattern):
Wujud gambaran aktifitas manusia di dalam
mengelola sumberdaya fisik wilayah secara spasial.
Penutupan Lahan (land cover)
Laut, Tambak,
Industri dan
Permukiman di
Pesisir
Tangerang
Dominasi
Tambak di
Pesisir.
Muara Gembong,
Bekasi
650 00 0 675 00 0 700 00 0 725 00 0 750 00 0

LAND USE CLASSES


2001

Tangerang
9 32 50 00

932 50 00
North Jakarta
West Jakarta
Central
Tangerang Jakarta
Municipal
East Jakarta Bekasi

South Jakarta Bekasi N

Municipal

930 00 00
9 30 00 00

5000 0 5000 10000 m

Bogor Bogor
9 27 50 00

927 50 00
Municipal

Adm inistra ti ve Bo und ari es

Urban

Wa ter/Po nds

Agr icultu re

Pad dy

Fore st

925 00 00
9 25 00 00

650 00 0 675 00 0 700 00 0


Land Cover 2001 725 00 0 750 00 0
Pantai Indah Kapuk
1994

Pantai Indah Kapuk


1981
Perkembangan
Rasio Lahan
Urban
Jabotabek
1992-2000
690000 695000 700000 705000 710000 715000

Land Use/Cover of

9325000
9325000

the Core Zone of


Jabotabek
Peta Penutupan
(Jakarta Lahan
City)
DKI Jakarta Tahun 1972

9320000
9320000

1972

9315000
9315000

2000 0 2000 Meters

9310000
9310000

KETERANGAN

9305000
9305000

Lake
DANAU
Public Facilities
FASILITAS UMUM
Open areas
LAHAN TERBUKA
PERMUKIMAN
Settlements
RAWA/TAMBAK/LAUT
Swamp/ponds
SAWAH
Paddy Field

9300000
9300000

VEGETASI
Other greenery

9295000
9295000

690000 695000 700000 705000 710000 715000


690000 695000 700000 705000 710000 715000

Land Use/Cover of the

9325000
9325000

Core Zone of
Jabotabek (Jakarta
City)
Peta Penutupan Lahan
DKI Jakarta Tahun 1983
1983

9320000
9320000

9315000
9315000

2000 0 2000 Meters

9310000
9310000

KETERANGAN

9305000
9305000

Lake
DANAU
Public Facilities
FASILITAS UMUM
Open areas
LAHAN TERBUKA
Settlements
RAWA/TAMBAK/LAUT
Swamp/ponds
SAWAH
Paddy Field
URBAN

9300000
9300000

Other greenery
VEGETASI

9295000
9295000

690000 695000 700000 705000 710000 715000


690000 695000 700000 705000 710000 715000

Land Use/Cover of the

9325000
9325000

Core Zone of
Jabotabek (Jakarta
City)
Peta Penutupan Lahan
DKI Jakarta Tahun 1998
1988

9320000
9320000

9315000
9315000

2000 0 2000 Meters

9310000
9310000

KETERANGAN

9305000
9305000

Lake
AIR/SUNGAI
Public Facilities
FASILITAS UMUM
Open areas
LAHAN TERBUKA
Settlements
PERMUKIMAN
Swamp/ponds
RAWA/TAMBAK/LAUT
Paddy Field
SAWAH

9300000
9300000

Other greenery
VEGETASI

9295000
9295000

690000 695000 700000 705000 710000 715000


690000 695000 700000 705000 710000 715000

Land Use/Cover of the

9325000
9325000

Core Zone of
Jabotabek (Jakarta
City)
Peta Penutupan Lahan
DKI Jakarta Tahun 1993
1993

9320000
9320000

9315000
9315000

2000 0 2000 Meters

9310000
9310000

KETERANGAN

9305000
9305000

Lake
AIR/SUNGAI
Public Facilities
FASILITAS UMUM
Open
LAHAN areas
TERBUKA
Settlements
PERMUKIMAN
Swamp/ponds
RAWA/TAMBAK/LAUT
Paddy
SAWAH Field

9300000
9300000

Other greenery
VEGETASI

9295000
9295000

690000 695000 700000 705000 710000 715000


690000 695000 700000 705000 710000 715000

Land Use/Cover of the

9325000
9325000

Core Zone of
Jabotabek (Jakarta
City)
Peta Penutupan Lahan
DKI Jakarta Tahun 2002
2002

9320000
9320000

9315000
9315000

2000 0 2000 Meters

9310000
9310000

KETERANGAN

9305000
9305000

Lake
AIR/SUNGAI
Public Facilities
FASILITAS UMUM
Open areas
LAHAN TERBUKA
Settlements
PERMUKIMAN
Swamp/ponds
RAWA/TAMBAK/LAUT
Paddy Field
SAWAH

9300000
9300000

Other greenery
VEGETASI

9295000
9295000

690000 695000 700000 705000 710000 715000


690000 695000 700000 705000 710000 715000

9325000
9325000

Jakartas Land Use/Cover Changes 1972-2002


Peta Penutupan Lahan
DKI Jakarta Tahun 1972

9320000
9320000

9315000
9315000

2000 0 2000 Meters

9310000
9310000

690000 695000 700000 705000 710000 715000

9325000
9325000
KETERANGAN

9305000
9305000

DANAU
FASILITAS UMUM
LAHAN TERBUKA
PERMUKIMAN Peta Penutupan Lahan
RAW A/TAMBAK/LAUT DKI Jakarta Tahun 1983

9320000
9320000 SAWAH

9300000
9300000

VEGETASI

1972

9315000
9315000

9295000
9295000

2000 0 2000 Meters


690000 695000 700000 705000 710000 715000

9310000
9310000

690000 695000 700000 705000 710000 715000

KETERANGAN

9305000
9305000

DANAU

9325000
9325000
FASILITAS UMUM
LAHAN TERBUKA
RAW A/TAMBAK/LAUT
SAWAH Peta Penutupan Lahan
URBAN
DKI Jakarta Tahun 1993

9300000
9300000

VEGETASI

9320000
9320000
1983

9295000
9295000

9315000
9315000
690000 695000 700000 705000 710000 715000
2000 0 2000 Meters

9310000
9310000

690000 695000 700000 705000 710000 715000

9325000
9325000
KETERANGAN

9305000
9305000

AIR/SUNGAI
FASILITAS UMUM
LAHAN TERBUKA
PERMUKIMAN Peta Penutupan Lahan
RAWA/TAMBAK/LAUT DKI Jakarta Tahun 1998

9320000
9320000
SAWAH

9300000
9300000

VEGETASI

1993

9315000
9315000

9295000
9295000

2000 0 2000 Meters

The Jakarta City has


690000 695000 700000 705000 710000 715000

9310000
9310000
690000 695000 700000 705000 710000 715000

9325000
9325000
KETERANGAN

significant losses on:

9305000
9305000

AIR/SUNGAI
FASILITAS UMUM
LAHAN TERBUKA Peta Penutupan Lahan
PERMUKIMAN DKI Jakarta Tahun 2002

9320000
9320000
RAWA/TAMBAK/LAUT
SAWAH

9300000
9300000

VEGETASI

Greenery Areas, 1998

9315000
9315000

9295000
9295000

2000 0 2000 Meters

690000 695000 700000 705000 710000 715000

9310000
9310000
functions of water recharge areas, KETERANGAN

9305000
9305000
AIR/SUNGAI
FASILITAS UMUM
LAHAN TERBUKA
PERMUKIMAN
RAW A/TAMBAK/LAUT
SAWAH

small lakes/ponds areas, etc

9300000
9300000
VEGETASI

2002

9295000
9295000

690000 695000 700000 705000 710000 715000


Indikator-indikator
Pola Pemanfaatan Lahan
Pangsa relatif (%) penggunaan/penutupan
lahan (KDB, RTH, dll)
Penyebaran: Sebaran aktifitas ekonomi/
sosial/ pemanfaatan ruang menurut lokasi.
Pemusatan: Adanya pemusatan aktifitas-
aktifitas tertentu pada lokasi tertentu
(analisis LQ)
Pencampuran: Kecenderungan keterkaitan,
pencampuran, sinergi dan asosiasi spasial
antar berbagai jenis aktifitas
ke Jakarta Peta Lokasi Penelitian

ke
BogorSindangrasa Peta Lokasi Penelitian
Cipayung
Sindang Sari Megamendung 1 0 1 2
Cipayung datar girang
Pandansari
# Cilember Ki l omet er
Ciawi #

Jogjogan
Gadog Kopo Leuwi
Malang Batu
#
Sukamahi Layang
Sukakarya
Cisarua
Sukamaju Tugu Utara
Keterangan Sukamanah
ke Sukabumi
Batas desa Kuta
Batas Sub DAS
Sukaresmi Citeko
Sungai utama
Anak sungai Sukagalih
Tugu Selatan
Jalan utama ke Cianjur
#
Kota
Daerah penelitian Cibeureum
Bojong murni
Lau t Ja wa

Serang
Jakarta
#
#
#

Lokasi Penelitian Bogor


# #

Cianjur
# Majale ngka
#
Sukabumi
Pelabuhan Ratu #
# Bandung

# Tasikmalaya
#

6 37 48 - 6 46 12 LS
106 49 48 - 107 0 0 BT
705000 710000 715000 720000

9265000

9265000
9260000

9260000
Peta Penggunaan Lahan
Sub DAS Ciliwung Hulu Tahun 1981

Keterangan
Hutan lebat
Hutan semak/belukar 1 0 1 2
Kebun campuran
9255000

9255000
Kebun karet Kilometer
Kebun teh
Lahan terbuka Jalan utama
Permukiman Sungai utama
Sawah Anak sungai
Tegalan Batas Sub Das
1981
705000 710000 715000 720000
705000 710000 715000 720000

9265000

9265000
9260000

9260000
Peta Penggunaan Lahan
Sub DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985

Keterangan
Hutan lebat
Hutan semak/belukar 1 0 1 2
Kebun campuran
9255000

9255000
Kebun karet Kilometer
Kebun teh
Lahan terbuka Jalan utama
Permukiman Sungai utama
Sawah Anak sungai
Tegalan Batas Sub Das
1985
705000 710000 715000 720000
705000 710000 715000 720000

9265000

9265000
9260000

9260000
Peta Penggunaan Lahan
Sub DAS Ciliwung Hulu Tahun 1990

Keterangan
Hutan lebat
Hutan semak/belukar 1 0 1 2
Kebun campuran
9255000

9255000
Kebun teh Kilometer
Lahan terbuka
Permukiman Jalan utama
Sawah Sungai utama
Tegalan Anak sungai
Batas Sub Das
1990
705000 710000 715000 720000
705000 710000 715000 720000

9265000

9265000
9260000

9260000
Peta Penggunaan Lahan
Sub DAS Ciliwung Hulu Tahun 1994

Keterangan
Hutan lebat
Hutan semak/belukar 1 0 1 2
Kebun campuran
9255000

9255000
Kebun teh Kilometer
Lahan terbuka
Permukiman Jalan utama
Sawah Sungai utama
Tegalan Anak sungai
Batas Sub Das
1994
705000 710000 715000 720000
705000 710000 715000 720000

9265000

9265000
9260000

9260000
Peta Penggunaan Lahan
Sub DAS Ciliwung Hulu Tahun 2001

Keterangan
Hutan lebat
Hutan semak/belukar 1 0 1 2
Kebun campuran
9255000

9255000
Kebun teh Kilometer
Lahan terbuka
Permukiman Jalan utama
Sawah Sungai utama
Tegalan Anak sungai
Batas Sub Das
2001
back 705000 710000 715000 720000
Luas Penggunaan Lahan
di Sub DAS Ciliwung Hulu

Hasil dan
Perubahan Luas
Penggunaan Lahan
Menurut Periode Tahun

Hasil dan
Lima Ranking Perubahan Tipe dan
Luas Penggunaan Lahan yang
Dominan
di Sub DAS Ciliwung Hulu Tahun
1981-2001

*Persentase terhadap perubahan


Hasil dan
Kurva Selisih Debit Maksimum-
Minimum (dQ)
dan Penggunaan Lahan
yang Mengalami Perubahan
Dominan

Hasil dan
Model dari Hasil Analisis
Regresi Berganda
Y = 42,20128(L2) + 16,29618(R7)

Y : Selisih antara debit maksimum dan


minimum dalam satu tahun (dQ) (m3/detik)
L2 : Luas penggunaan Lahan Hutan
semak/belukar (ha)
R7 : Rata-rata luas poligon permukiman (ha)

Hasil dan
Struktur Pemanfaatan
Ruang
Gambaran keterkaitan aktifitas-aktifitas
pemanfaatan ruang serta besaran
(magnitude) dan hirarki dari pusat-pusat
dan keterkaitan antar aktifitas
Unsur-unsur struktur pemanfaatan ruang:
a. Keterkaitan antar aktifitas (arah,
jenis/bentuk dan besaran aktifitas)
b. Besaran dan jenis aktifitas-aktifitas di
pusat-pusat aktifitas/pelayanan
c. Hirarki antar pusat/keterkaitan
HIRARKI FUNGSI KOTA DAN PUSAT
PELAYANAN/AKTIFITAS

Desa Desa Desa Desa

Pusat Kegiatan Pusat Kegiatan Wilayah Pusat Kegiatan Lokal


Nasional
KETERKAITAN ANTAR KOTA PKN METROPOLITAN
JABODETABEK-PUNJUR (Eksisting)
Keluar antar Provinsi
Kuningan

Serang 1 jt

0,6 Jt. 106,4 Jt. Subang


0,6 Jt. JAKARTA
6,6 Jt. Tasikmalaya
Tangerang 14, 0,3 jt 0,1 jt
1 Jt. 1.5 Jt.
0,12 Jt. 22,9 Jt. Bekasi 0,8 Jt.
n.a 5,1
0,15 Jt. 1,2 Jt. J t.
Depok 1.6 Jt.
Lebak 0,9 Jt. Karawang
9,1 Jt. 1.9 Jt. 0,1 Jt.
25 Jt.
1,1 Jt. Purwakarta

Bogor 0,7
jt Indramayu
0,5 jt
2,5 jt 0,1
2,3 jt 0,9 jt
Cianjurjt
Sukabumi
Bandung
370295
KAB TANGERANG
KOTA 112707
TANGERANG DKI JAKARTA
KAB BEKASI
222539
KOTA
BEKASI
100323
127830

KOTA DEPOK

Pola melaju 14731

(commuting)
didominasi pergerakan KAB BOGOR
dari Botabek ke Jakarta KOTA
BOGOR

Peta Mobilitas Penduduk Botabek yang


Melakukan Aktivitas di DKI Jakarta Tahun
2001
KETERKAITAN FUNGSI JALAN DENGAN FUNGSI KOTA
YANG DIHUBUNGKAN BERDASARKAN FUNGSI

PKN PKN
AP
AP AP

PK KP PKW
W
KP KP

PKL LP PKL

LP LP

Perdesaan Perdesaa
n

PKN : Pusat Kegiatan Nasional AP : Arteri Primer


PKW: Pusat Kegiatan Wilayah KP : Kolektor Primer
PKW: Pusat Kegiatan Lokal LP : Lokal Primer
KETERKAITAN ANTAR KOTA PKN METROPOLITAN
JABODETABEK-PUNJUR (Plan)
Serang
(PKW) Keluar/Masuk

Subang
(PKW)
JAKARTA

Bekasi
Tangerang

Lebak Depok
(PKW)
Purwakarta
(PKW)
Bogor

PKN METROPOLITAN
JABODETABEK
Sukabumi
(PKW)
SKEMATIK PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN

Kota
OUTLET
DPP Besar
Pelabuhan
Sedang
Bandara
Kecil

Sentra Produksi

Jalan & Dukungan Sarana


Prasarana

Pusat Kawasan Agropolitan/Desa


Pusat Pertumbuhan yang Terkait
dengan Sistem Pusat Permukiman
Nasional Propinsi, dan kabupaten.
KAW.AGROPOLITAN
DALAM SISTEM Ibukota Propinsi
Kota Jenjang I
PEMASARAN

Kawasan Agropolitan
Jalan Arteri Primer

Jalan Kolektor
Primer

Ibukota Propinsi
Kota Jenjang I

Kota Jenjang II

Kawasan Agropolitan
Kawasan Agropolitan
Jalan Arteri Primer n a
uh
la b
Pe
et
tl
Ou
Sketsa Jaringan Jalan Dalam Kawasan Agropolitan
Sketsa jaringan jalan agar terjadi efisiensi desa-kota sebagai satu
kesatuan dalam meningkatkan SDA, Infrastruktur buatan & SDM

Desa Hinterland Sentra Produksi

Jalan antar Desa

Jalan Utama
antar Pusat
Agropolitan Jalan Primer
Pusat
Agro
polita
n
Jalan Akses

Jalan Usaha Tani


CONTOH STRUKTUR
KAWASAN
AGROPOLITAN

Kawasan Sentra
Produksi (On-
Farm)

Kota Tani
Utama
(Agropolis)
Pola Spasial Keterkaitan Antar Hirarkhi Pusat-Pusat Aktivitas dan
Keberadaan Jalur Jalan yang Menghubungkannya

A Keterangan : Menurut Smith (1976), pola jalan yang


Kota Besar : A
B Kota Menengah : B bersifat denritik mendorong interaksi rural-
Kota Kecil : C urban yang asimetris sehingga posisi kawasan
Wilayah Perdesaan : D
C perdesaan menjadi lemah
D

A
Keterangan :
Pola Denritik Kota Besar : A
B Kota Menengah : B
Kota Kecil : C
Wilayah Perdesaan : D
C

D Menurut Smith (1976), pola jalan yang


bersifat network system (terdapat jalan
penghubung antar desa) mendorong interaksi
rural-urban yang lebih simetris sehingga
posisi kawasan perdesaan menjadi lebih kuat
Network
System
Dari hasil overlay peta
administrasi, peta land use
permukiman, dan peta jaringan
jalan di kawasan agropolitan
nampak bahwa pola jaringan
jalan bersifat denritik dimana
jalan-jalan desa dan jalan
kabupaten di kawasan
agropolitan pada akhirnya
bermuara pada jalan propinsi
yang kemudian langsung
berhubungan dengan kota besar
Penataan Ruang
Proses perencanaan, implementasi dan
pengendalian pemanfaatan ruang

Urgensi Penataan Ruang


upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan
tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU
5/1960 Pasal 2 ayat 3)

1.Optimasi pemanfaatan sumberdaya


(mobilisasi dan alokasi pemanfaatan
sumberdaya): (Prinsip efisiensi dan
produktifitas)
2.Alat dan wujud distribusi sumberdaya: asas
pemerataan, keberimbangan dan keadilan
Beberapa kesalahan cara pandang
tentang Penataan Ruang
Asumsi ruang yang direncanakan seolah-olah adalah
ruang tanpa penghuni: berakibat penggusuran
top-down process
Master plan syndrome
Kewenangan/hak pemerintah semata (asumsi hanya
pemerintah yang dapat melakukannya)

Paradigma Baru Penataan Ruang


Menjawab Kebutuhan Masyarakat
Adanya political will
Menekankan pada proses
Landasan-landasan
penting
Sebagai bagian dari upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat untuk melakukan
perubahan atau upaya untuk mencegah
terjadinya perubahan yang tidak diinginkan
Menciptakan keseimbangan pemanfaatan
sumberdaya di masa sekarang dan masa yang
akan datang (pembangunan berkelanjutan)
Disesuaikan dengan kapasitas pemerintah
dan masyarakat untuk mengimplementasikan
perencanaan yang disusun
Penataan Ruang
sebagai bagian dari
Proses Pembangunan
Pembangunan: upaya melakukan perubahan ke
arah yang lebih baik secara terencana
Penataan Ruang: Kegiatan Perencanaan,
Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan
Ruang
Penataan Ruang merupakan upaya melakukan
perubahan tata ruang ke arah yang lebih baik.
Penataan Ruang dilakukan jika dikehendaki
adanya perubahan struktur dan pola
pemanfaatan ruang
Hal yang ingin dicapai di
dalam Penataan Ruang
Peningkatan efisiensi dan produktifitas dari
kacamata spasial (spatial arrangement):
a. Prinsip-prinsip economic land rent,
terutama
ricardian rent (kesesuian lahan) dan
locational rent.
b. Spatial interaction (sinergi antar wilayah)
Pemerataan dan keberimbangan
pembangunan antar wilayah (secara spasial)
Keberlanjutan: pemanfaatan yang
disesuaikan dengan daya dukung sumberdaya
fisik ruang/wilayah: environmental rent.
Tiga Kategori Keberlanjutan dalam
Pemanfaatan sumberdaya
Unsur-unsur Penataan
Ruang
A. Unsur-unsur fisik/spasial:
(1) Zonasi (Zoning): Arahan Pola
Pemanfaatan Ruang
(2) Penataan Hirarki Pusat-pusat
aktifitas Sosial-Ekonomi,
(3) Penataan Jaringan Keterkaitan
antar pusat-pusat aktifitas
(4) Pengembangan Infrastruktur.

B. Unsur non-fisik/non-spasial:
(1) aspek-aspek institusi dan organisasi

(2) aspek-aspek mengenai rule of game


Perencanaan Tata Ruang

Perencanaan
Suatu proses menentukan apa yang
ingin dicapai di masa yang akan datang
serta menetapkan tahapan-tahapan
yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Suatu cara rasional untuk
mempersiapkan masa depan.
Suatu kegiatan terkoordinasi untuk
mencapai suatu tujuan tertentu di
dalam waktu tertentu.
Dua Unsur Utama
Perencanaan
Di dalam Proses Perencanaan, secara
umum selalu terdapat dua unsur
penting, yakni:
(1) hal yang ingin dicapai dalam
penataan ruang adalah berupa
tujuan-tujuan pembangunan itu
sendiri,
(2) cara untuk mencapainya.
Ciri degradasi sumberdaya alam/lingkungan
hidup:
perlahan (lamban)
dampaknya bersifat kumulatif
pada suatu saat akan terjadi krisis yang
penanggulangannya sulit/mahal
sifat pelaku kerusakan umumnya golongan
masyarakat kuat secara sosial-politik &
ekonomi
penerima dampak negatif (yang terkena
social cost) adalah golongan masyarakat
miskin, tidak punya hak-hak, atau hak-haknya
sedikit/lemah.
Sifat Penataan Ruang:
Persepektif Jangka Panjang (karena ada
kecenderungan irreversibility
Pendekatan Sistemik/fungsional (keterpaduan)
Arah Penggunaan Lahan

Hutan primer

Komoditi harapan:
Hortikultura semusim
Komoditi andalan: sayur
Cabe/tomat
Komoditi andalan: aren
Komoditi harapan:
Horti, tanaman keras
Arah Penempatan Sarana
Agribisnis

Kios agribisnis
Suban Ayam
Air Duku
Sumber Bening

Sub-terminal agribisnis
Klinik agribisnis
Pabrik pengolahan
Arah Pengembangan
Jalan
KAWASAN JABODETABEK-PUNJUR
KAWASAN JABODETABEK-PUNJUR
KAWASAN JABODETABEK-PUNJUR
KAWASAN JABODETABEK-PUNJUR
KAWASAN JABODETABEK-PUNJUR
The Hierarchy of Spatial Planning in
Jabotabek Region

National Spatial
Planning

Provinces and
Inter-Provinces
Spatial Planning

Districts and
Subdistricts
Spatial Planning
The Inconsistency
between Planning
and Existing Land
Cover (2001)

Production Forest Agric Land Uses


Agriculture Built Up Areas
Conservation Zone Built Up Areas
Tahap-tahap dan aktivitas perencanaan:
Kombinasi rational dan
participatory/consensus planning
Pengumpulan data
Social assessment
Analisis Masalah
Menetapkan Tujuan-tujuan
Mengidentifikasikan alternatif-alternatif
Mengidentifikasi/investigasi hambatan dan peluang
Memilih alternative terbaik (decision making)
Implementasi
Monitoring dan Evaluasi
Survei, Kajian Studi awal data-data
Visi, Misi dan Aspirasi
sekunder tentang kondisi sosial masyarakat
Kebijakan-kebijakan Stakeholder
dan penelusuran awal tim studi
Model Perencanaan
Penyusunan Master Plan Hasil-hasil Studi

Regional
Workshop I

Isu dan Permasalahan

1. Aspirasi
2. Alternatif- alternatif pemecahan

Survey/analisis tim tentang pengelompokan peserta


berdasarkan isu aktual (masalah SDA, Lingkungan,
Sosial Ekonomi, Kelembagaan, SDM,
Infrastruktur)

Alternatif
Pengembangan (II)

Workshop II

Alternatif-alternatif
Terbaik

Master Plan
TOR

Penyusunan Rencana
Model Perencanaan
f
Desa Partisipatif Social Assesment (DIALOG I)

Persetujuan/kesepakatan dengan Masyarakat


tentang arah & lokasi pengembangan

Survai Topografi/Geodesi

f Peta Lapangan

DIALOG II : Konfirmasi Lokasi

Survei Lapang
BudidayaAgronomi/ Agribisnis & Pasar Hidrologi
Tanah Perikanan/peternakan Teknik
Sipil

f
DIALOG III : Diskusi hasil survei
sementara
ANALISIS
f Lab./Studio

Draft Perencanaan Awal/Alternatif-


Alternatif
Pengembangan Desa Potensial
DIALOG IV: Kesepakatan alternatif terbaik
Pemerintah, Masyarakat, Swasta

RENCANA TATA RUANG


DESA POTENSIAL

PELAKSANAAN

f
Proses Feedback, review/kaji ulang
Output Aliran Aktivitas
(Antara)

Gambar 7. Bagan Tahapan Studi Pengembangan dan Perencanaan Desa Potensial


Berbasisi Masyarakat
660000 690000 720000 750000

10 0 10 Kilometers

Sistem Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)


WGS 84 Zona 48 Southern

9330000
9330000

Peta Penggunaan Lahan


Jabodetabek
2001

Legenda :
Hutan

9300000
9300000

Tanaman Pertanian Lahan Basah


Tanaman Pertanian Lahan Kering
Ruang Terbangun
Air

9270000
9270000

Sumber :
Citra Landsat TM Tahun 2001
660000 690000 720000 750000
TOTAL INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN
DI KAWASAN JABODETABEK
650000 660000 670000 680000 690000

9340000
9340000

4 0 4 Kilometers

Sistem Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)


WGS 84 Zona 48 Southern

9330000
9330000

Peta Penggunaan Lahan


Kabupaten Tangerang
2001

9320000
9320000

Legenda :
Hutan
Tanaman Pertanian Lahan Basah
Tanaman Pertanian Lahan Kering
Ruang Terbangun
Air

9310000
9310000

9300000
9300000

Sumber :
Citra Landsat TM Tahun 2001
650000 660000 670000 680000 690000
650000 660000 670000 680000 690000

9340000
9340000

2 0 2 Kilometers

Sistem Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)


WGS 84 Zona 48 Southern

9330000
9330000

Peta Arahan Penggunaan Lahan


Kabupaten Tangerang

Legenda :
Hutan bakau
Industri yang ada

9320000
9320000

Pariwisata
PUSPITEK
Lapangan terbang BUDIARTO
Kawasan pariwisata
Kawasan pengembangan pantai
Pelita Air Service
Pengembangan kota baru

9310000
9310000

Pengembangan kota kecamatan


Pengembangan tnm.lahan basah
Pengembangan wisata
Perdagangan dan jasa
Pertambakan dan perikanan
Pertambakan dan wisata pantai
Perumahan perkotaan

9300000
9300000

Perumahan terbatas
Potensi Industri dan gudang
Sawah wisata
Taman wisata

Sumber :
Rencana Tata Ruang W ilayah
Kabupaten Tangerang
650000 660000 670000 680000 690000
INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN TANGERANG
675000 680000 685000 690000

4 0 4 Kilometers

9325000
9325000

Sistem Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)


WGS 84 Zona 48 Southern

Peta Penggunaan Lahan


Kota Tangerang
2001

9320000
9320000

Legenda :
Hutan
Tanaman Pertanian Lahan Basah
Tanaman Pertanian Lahan Kering
Ruang Terbangun
Air

9315000
9315000

9310000
9310000

Sumber :
Citra Landsat TM Tahun 2001
675000 680000 685000 690000
675000 680000 685000 690000

2 0 2 Kilometers

9325000
9325000

Sistem Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)


WGS 84 Zona 48 Southern

Peta Arahan Penggunaan Lahan


Kota Tangerang

9320000
9320000

Legenda :
Jalan toll
Kawasan bandara /lapangan terbang
Kawasan industri
Kawasan perumahan
Kws.pengembangan terbatas
Kws.pusat kota(perdg,pemerinthan)

9315000
9315000

Sungai/danau/situ
Taman jalan

9310000
9310000

Sumber :
Rencana Tata Ruang W ilayah
Kota Tangerang
675000 680000 685000 690000
INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA TANGERANG
ISU DAN PERMASALAHAN
UU Penataan Ruang (UU 24/1992)
1.TUJUAN YANG DIRUMUSKAN DALAM UU PENATAAN RUANG
MASIH TERLALU SANGAT NORMATIF. Seharusnya secara
eksplisit, kongkrit, terukur, dan memiliki dimensi yang jelas (misal
tujuan penataan ruang adalah: pemanfaatan yang optimal) dari sisi:
Efisiensi dan produktifitas pemanfaatan nggunaan sumberdaya
(ditunjukan oleh TFP)
Sinergi dan keterkaitan spasial (termasuk rural-urban lingkages)
Meningkatkan keberimbangan, mengurangi konflik-konflik
pemanfaatan sumberdaya secara vertikal & horizontal, dll
Keseimbangan antara pemanfaatan daya dukung SDA-LH

2. KUALITAS PRODUK/PROSES PERENCANAAN YANG LEMAH


Bersifat pasif, tidak dinamis
Terjadi pelanggaran pelanggaran penataan ruang yang berakibat
pada terjadinya alih fungsi lahan yang tidak dikehendaki, dan
rusaknya ekosistem, mendatangkan kerugian ekonomi dan sosial.
Lemah di dalam proses: perencanaan partisipatif yang melibatkan
masyarakat lokal yang dekat dengan sumberdaya .
ISSU DAN PERMASALAHAN
lanjut
3. BIAS WILAYAH ADMINISTRATIF, perspektif
penataan ruang ke arah keberlanjutan, ruang
dimaknai juga dengan wilayah berdasarkan:
Keterkaitan fungsional seperti:
wilayah yang berfungsi sebagai sistem sosial
wilayah sebagai sistem ekologi atau
Wilayah yang berfungsi sebagai penyangga
ekosistem (bio-physical region) seperti kawasan
pesisir dengan species hutan bakaunya,
kawasan pergunungan dengan kekayaan bio-
diversitynya, kawasan DAS dan lain-lain
Perlu adanya koordinasi antar level pemerintah
baik secara vertikal maupun secara horizontal,
guna penentuan pengawasan, pemanfaatan,
dan upaya konservasi
ISU DAN PERMASALAHANlanjut
4. ASPEK PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN
YANG LEMAH.
Terutama kapasitas kelembagaan (strategi
implementasi, organisasi, manajemen) yang
akan menindaklanjuti dan melaksanakan
kebijakan rencana tata ruang yang telah
disusun
Lemahnya posisi bargainning kelembagaan
perencaaan dalam sistem pemerintahan secara
keseluruhan,
Bidang perencaaan dan penataan ruang dalam
prakteknya bukanlah pusat pemikiran (think
thank) dari pusat aktifitas pemerintahan
Diperlukan instrumen-instrumen pengendalian
yang lebih komprehensif (berupa pengaturan
hukum dan pajak dan denda yang efektif)
ISU DAN PERMASALAHANlanjut
5. BIAS DARATAN (CONTINENTAL BASED).
Indonesia Sebagai negara kepulauan memiliki wilayah
matra laut yang lebih dominan, baik di dalam
resourcesnya maupun di dalam skala luasnya.
resources endowment yang ada di laut ini penataan
ruangnya selama ini terabaikan
Mulai disadari ketika sudah terjadi banyak
masalah/konflik dan terdegradasinya lingkungan laut dan
perairan: rusaknya terumbu karang, pencurian ikan dan
biota laut lainnya yang bernilai tinggi, sengketa
pemanfaatan ruang laut antar daerah, sengketa
perbatasan wilayah kepulauan dengan negara tetangga,
dsb.
Prinsip-prinsip penataan ruang perairan dan laut
memiliki perbedaan yang sangat signifikan, karena
bersifat milik publik (common property),
Salah satu formulasi adalah memberikan hak pengelolaan
dan pemanfaatan kekayaan laut di pesisir pantai kepada
nelayan tradisional.
Sebagai acuan batas 12 mil laut harus dikuasai dan
dikelola oleh nelayan kecil, batas 200 mil zona ekonomi
exslusive (ZEE) bisa diberikan hak dan wewenang
KONSEPSI KEBIJAKAN
LINGKUNGAN
Mengurangi kebijaksanaan penyebab
distorsi sistem pasar yang efisien atau
kebijaksanaan yang memperburuk
terjadinya kegagalan pasar (Pajak, Subsidi,
quota,dll).
Pengurangan kegagalan pasar melalui
intervensi pemerintah, terutama persoalan
yang menyangkut dengan barang public
Internalisasi biaya-biaya sosial yang
berdampak kepada lingkungan hidup
Perbaikan hak-hak masyarakat lokal
(property right) terhadap sumberdaya alam
seperti lahan, hutan dan air juga mengarah
kepada perbaikan lahan
KONSEPSILANJUT
Perbedaan hak-hak (entitlement) yang
sangat mencolok di antara berbagai
lapisan masyarakat menjadi salah satu
penyebab pokok yang mendorong
timbulnya permasalahan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup
Faktor lain yang menjadi penyebab dari
terjadinya kerusakan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup adalah karena
masalah kekurangan dalam sistem
penilaian (undervaluation) terhadap
sumberdaya alam di dalam sistem ekonomi
pasar
REKOMENDASI
SUBSTANSI UPR
1. Penataan Kawasan Fungsional
Aspek lingkungan dalam konteks ruang akan
terkait dengan pemahaman ruang sebagai suatu
kesatuan sistem yang saling terkait.
Penataan wilayah dalam konteks fungsional dan lintas
administrasi perlu disikapi dan dikelola secara lebih
jelas di dalam revisi UUTR
Ruang wilayah fungsional dalam konteks keterkaitan
ekologis lingkungan bisa dianggap sebagai satu
wilayah bio-physical region yang harus dibangun
institusi pengelolaan ruangnya secara terpadu dan
independen.
Keterpaduan yang dimaksudkan di sini adalah baik
keterpaduan lintas wilayah administratif, maupun
lintas pelaku. Sebagai contoh penataan ruang pesisir
tidak bisa berdiri sendiri dan harus memperhatikan
penataan ruang di wilayah hulunya.
REKOMENDASI SUBSTANSI UUTR
Lanjut
2. Mekanisme Insentif dan Disinsentif
Dalam konteks ruang sebagai sebuah sistem
wilayah, terdapat wilayah-wilayah yang
memperoleh manfaat dan terdapat wilayah-
wilayah yang menghasilkan manfaat. Dalam
keterkaitan ekologis aliran manfaat ini tidak
ditransaksikan melalui mekanisme pasar, dalam
istilah ekonomi disebut sebagai eksternalitas
Hubungan eksternalitas yang terjadi karena
adanya keterkaitan ekologis belum banyak
diatur dalam UUTR
Mekanisme aliran biaya-manfaat dalam konteks
hubungan eksternalitas secara ekologis tersebut
harus diwadahi dalam suatu bentuk produk
hukum UUTR agar biaya-biaya yang ditimbulkan
oleh eksternalitas negatif bisa dinternalisasikan
Harus ada mekanisme insentif-dis-insentif
antara wilayah konservasi dengan wilayah yang
menerima manfaatnya.
REKOMENDASI SUBSTANSI UUTR
Lanjut
3. Pengaturan hak-hak komunal lokal
Penataan ruang tanpa memperhatikan hak-hak
komunal lokal hanya akan mendorong terjadinya
konflik dan justru bisa menurunkan kualitas
lingkungan itu sendiri.
Riparian rights akan medorong perubahan perilaku
masyarakat yang tadinya tidak mampu memelihara
sumberdaya alam, menjadi melestarikannya.
Penetapan dan pengaturan hak-hak komunal lokal ini
penting untuk mencegah agar sumberdaya alam tidak
menjadi akses terbuka (open access) dimana semua orang
mau memanfaatkan secara maksimal dari sumberdaya
tersebut tetapi tidak satupun yang mau memeliharanya
kelestariannya aspek lingkungan dan sumberdaya
alam harus tidak diartikan sebagai tidak ada hak ( res
common is res nullius) seperti yang diinterpretasikan
oleh Garet Hardin dalam artikelnya Tragedy of the
common (1966). Tetapi dalam hak-hak bersama
(common property) sebenarnya hak-hak itu bukan
hak individual, melainkan diatur oleh tatanan norma-
norma adat yang berlaku
REKOMENDASI SUBSTANSI UUTR
Lanjut
4. Resolusi Konflik atas Undang-Undang Sektoral
UUTR menjadi solusi dan payung besar untuk medorong
terjadinya integrasi dan koordinasi dari berbagai kebijakan
penataan ruang sektoral.
5. Class Action Sebagai Bagian Dari Fungsi
Pengendalian
Dalam revisi UUTR ini juga dibuka peluang bagi masyarakat
untuk mengajukan gugatan dalam bentuk class action.
Institusi pemerintah leluasa menerbitikan ijin yang
melanggar tata ruang dan pada saat yang sama atas nama
tata ruang bisa membongkar atau menggusur kelompok
masyarakat lain yang dianggap melanggar tata ruang.
Hal ini telah menjadi preseden buruk di masyarakat bahwa
penataan ruang pada dasarnya lebih ditujukan untuk
mengakomodir kepentingan kelompok masyarakat
menengah ke atas. Kasus demikian saat ini seringkali
terjadi dan biasanya diakhiri dengan terjadinya konflik
antara aparat dengan masayarakat.
Dengan membuka ruang mengajukan gugatan atau class
action diharapkan pemerintah bisa lebih berhati-hati dalam
merencanakan pembangunan dan penerbitan ijin lokasi.
REKOMENDASI SUBSTANSI UUTR
Lanjut
6. Valuasi Ekonomi Sumberdaya
6. Valuasi Ekonomi Sumberdaya
Pandangan teori entropy dalam hukum termodinamik II
tentang sumberdaya alam, bahwa setiap sumberdaya alam
yang renewable apalagi yang non renewable akan
menghasilkan energi yang bermanfaat dan energi yang tidak
bermanfaat yang kemudian menjadi limbah secara alamiah
serta membahayakan keberlanjutan dari sumberdaya alam itu
sendiri
Dissipation resource.
valuation of resources economic itu sendiri dibedakan antara
market based mechanism non market institution
Sehingga berlaku prinsip prinsip market economic. Sedangkan
pendekatan valuation yang kedua adalah non market
institution dengan menekankan pada contingent valuation
terutama yang merangkum nilai-nilai sumberdaya yang tidak
ditransaksikan di pasar seperti, keindahan pemandangan
lingkungan (amenities) misalnya danau, landsscape yang
menyenangkan, nilai rekreasi dan wisata dari lingkungan dan
wisata wildlife serta nilai-nilai ekologi sumberdaya.
REKOMENDASI SUBSTANSI
UPRLanjut
7. Partisipasi Masyarakat Komunal Lokal Di Dalam
Penyusunan Tata Ruang
Perencanaan penataan ruang partisipatori
Kearifan-kearifan lokal ( wisdom), kebiasaan, aturan dan pamali
lokal ini sebagai pengetahuan lokal ( indigenous knowledge)
harus menjadi acuan di dalam penyusunan undang-undang
penataan ruang ini.
Interaksi yang intensif diantara stakeholders akan memberikan
suatu kesepakatan-kesepakatan diantara pihak-pihak yang
terlibat agar sama sama menguntungkan, sehingga
keseimbangan Nash (Nash Equilibrium) dapat tercapai
8. Penguatan kapasitas aturan main dan kelembagaan lokal.
the participation of communities
Dengan membentuk aliansi-aliansi bersama komunitas
untuk memerlukan dan memonitor kinerja pembangunan,
pemerintahan pada tingkat yang lebih tinggi dapat
memperbaiki hasil-hasil pembangunan sementara juga
memperoleh legitimasi dan dukungan masyarakat
(popular support).

Você também pode gostar