Você está na página 1de 29

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No. 2 Cawang Jakarta 13650

CASE REPORT
PENGELOLAAN PERIOPERATIF
PADA PASIEN HIPERTENSI

Disusun oleh : FRANSISKA LUMEMPOUW KOEDOEBOEN


1261050302

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI FK UKI


PERIODE 27 FEBRUARI 2017 1 APRIL 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
BAB I RESUME
Pasien laki laki berusia 71 tahun dengan berat badan 45
kg ini didiagnosis Polip Nasal Dextra , akan dilakukan tindakan
Polipektomi dengan teknik anestesi yang digunakan adalah
General Anestesia (GA) dengan Intubasi menggunakan ETT No.
7,5. Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA 2.

Obat anestesi yang digunakan untuk premedikasi adalah


midazolam 3 mg, dan fentanyl 100 mcg, untuk induksi general
anastesi menggunakan propofol 100 mg, untuk pelumpuh otot
diberikan vecuronium 4 mg, maintenance dengan O 2, N2O dan
Isoflurane, lalu dilanjutkan dengan pemberian Ondancentron 4 mg
untuk mencegah mual dan muntah pasca operasi.
Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi
untuk membantu anestesiolog mendapatkan informasi fungsi organ
vital selama perioperasi, agar dapat bekerja dengan aman. Monitor
tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Selama operasi berlangsung juga tetap
diberikan cairan intravena Ringer Laktat.
Teknik yang digunakan pada pasien ini sudah sesuai dengan
indikasi General Anastesi. Pada monitoring, didapatkan tekanan darah
85/50 mmHg kemudian diputuskan untuk memasukan Ephedrin 5 mg
dengan SpO2 : 100 %, HR : 70x/menit pada menit ke 15 setelah insisi
awal. 5 menit sebelum operasi berakhir diberikan asam traneksamat
500 mg. Operasi selesai pukul 12.50 WIB , 5 menit kemudian diberikan
tramadol drip 100 mg untuk menangani rasa sakitnya. Pasien pindah ke
recovery room pukul 13.10 WIB. Selama di recovery room pasien
diperiksa tanda vitalnya. Pindah ke ruang dahlia pukul 14.00 WIB.
BAB II STATUS PASIEN
Keadaan Pra Bedah
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36,5 oC
Berat badan : 45 kg
Tinggi badan : 160 cm
Keadaan Pra Bedah
Pemeriksaan Fisik
Airway/Respiratory Gastro Intestinal
Clear; snoring (-), gurgling (-), Mual-muntah (-), riwayat
crowing(-), BND vesikuler, Rhonki
maag (-)
-/-, Wheezing -/-, gigi caries (-), gigi
palsu (-), riwayat asma (-), riwayat Renal : Kateter (-), CVA -/-
alergi (-), mallampati 1. Metabolik : Riwayat DM (-),
Sirkulasi GDS 117 mg/dl
Akral hangat, CRT < 2, sianosis
(-), BJ I & II reguler, murmur (-), Hepar : Riwayat
gallop (-), riwayat penyakit jantung hepatitis (-)
(-), riwayat hipertensi (+). Status fisik : ASA II
Saraf
Riwayat Alergi : Disangkal
Kesadaran komposmentis, GCS
E4M6V5, riwayat kejang (-), riwayat
stroke (-), riwayat penyakit saraf (-).
Defisit neurologis (-).
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Hb : 13,1 g/dL
Leukosit : 7,7 x103/L
Hematokrit : 39,1 %
Trombosit : 261 x103/L
Ureum : 41 mg/dl
Kreatinin : 1,81 mg/dl
SGOT : 19 U/L
SGPT : 20 U/L
Masa perdarahan : 2 menit
Masa pembekuan : 14 menit
Na : 136 mmol /L
K : 4,1 mmol/L
Cl : 99 mmol/L
Gula darah sewaktu : 81 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang

2. Pencitraan : Foto thoraks KP minimal


lession
3. EKG : Normo sinus rhytm
Diagnosis Kerja
Polip Nasal Dextra dengan
status fisik ASA 2

Rencana General Anestesia


pada tindakan Polipektomi
Penatalaksanaan
Persiapan Operasi Relaksasi : Vecuronium 4 mg
Lengkapi Informed Consent Anestesi Obat - obat selama operasi
Stop makan dan minum / puasa 6 jam Medikasi
pra bedah
Midazolam (Fortanest) 3 mg iv
Memakai baju khusus kamar bedah
Fentanyl 100 mcg iv
Premedikasi
Propofol 100 mg iv
Fortanest 3 mg (iv), Fentanyl 100
mcg (iv) Vecuronium (Ecron) 4 mg
Jenis anestesi : General Anestesia Ondansteron 4 mg iv
Respirasi : Kontrol Respirasi Ephedrin 10 mg iv
Posisi : Supine Asam traneksamat 500 mg iv
Teknik : Intubasi dengan ETT Tramadol drip 100 mg iv
No. 7,5, kk, Cuff (+) 5 ml,
Jenis cairan : Ringer Lactate 500cc
dan menggunakan guedel No. 4.
Jumlah cairan yang masuk selama
Anestesi dengan
operasi
Induksi : Propofol 100 mg pada
General Anestesia. Kristaloid = 500 cc(RL 500 cc)

Maintenance : O2 (2 lpm), N2O Perdarahan selama operasi : 150 cc

(2 lpm), Isoflurane (1,5%)


Keadaan selama operasi
TD :
Sistolik = 85 - 100 mmHg
Diastolik = 40 - 120 mmHg
Nadi : 60 120 x/menit
Pernafasan : 14 x/menit
Suhu : 36 oC
SpO2 : 100%
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan


darah terhadap dinding pembuluh darah.
Menurut WHO dikatakan hipertensi bila
peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg secara
kronis.
Menurut JNC VII hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah atau proses penyakit dimana
tekanan darahnya 140/90 mmHg.
Hipertensi Berdasarkan
Penyebabnya
1. Hipertensi
Primer
(esensial,
idiopatik)
2. Hipertensi
Sekunder
A. Hipertensi sistolik dengan B. Hipertensi sistolik dan diastolik
tekanan nadi melebar dengan peningkatan SVR

Renal : glomerulonefritis akut dan


Regurgitasi aorta, kronis, pyelonefritis, polikistik ginjal,
tirotoksikosis, PDA. stenosis arteri renalis.
Endokrin : Sindroma Chusing,
hiperplasia adrenal congenital,
sindroma Conn (hiperaldosteronisme
primer), phaeochromacytoma,
hipotiroidisme.
Neurogenik : peningkatan TIK,
psikis (White Coat Hypertension),
porfiria akut, tanda-tanda keracunan.
Penyebab lain : coarctation dari
aorta, polyarteritis nodosa,
hiperkalsemia, peningkatan volume
intravaskuler (overload)
Patofisiologi Hipertensi
Secara umum hipertensi selalu dihubungkan dengan ketidaknormalan
peningkatan aktivitas simpatis, yaitu terjadi peningkatan baseline dari curah
jantung (CO), seperti pada keadaan febris, hipertiroidisme atau terjadi
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer (SVR) atau kedua-duanya.

Peningkatan SVR merupakan penyebab hipertensi pada mayoritas


penderita hipertensi. Pola perkembangan terjadinya hipertensi, awalnya CO
meningkat, tetapi SVR dalam batas-batas normal. Ketika hipertensi semakin
progresif, CO kembali normal tetapi SVR meningkat menjadi tidak normal.
Afterload jantung yang meningkat secara kronis menghasilkan LVH (left
ventricle hypertrophy) dan merubah fungsi diastolik. Hipertensi juga merubah
autoregulasi serebral sehingga cerebral blood flow (CBF) normal untuk
penderita hipertensi dipertahankan pada tekanan yang tinggi. Tekanan darah
berbanding lurus dengan curah jantung dan SVR, dimana persamaan ini
dapat dirumuskan dengan menggunakan hukum Law, yaitu: BP = CO x SVR
Secara fisiologis TD individu dalam keadaan normal ataupun
hipertensi, dipertahankan pada CO atau SVR tertentu. Secara
anatomik ada 3 tempat yang mempengaruhi TD ini, yaitu
arterial, vena-vena post kapiler (venous capacitance) dan
jantung. Sedangkan ginjal merupakan faktor keempat lewat
pengaturan volume cairan intravaskuler.

Hal lain yang ikut berpengaruh adalah baroreseptor sebagai


pengatur aktivitas saraf otonom, yang bersama dengan
mekanisme humoral, termasuk sistem rennin-angiotensin-
aldosteron akan menyeimbangkan fungsi dari keempat
tersebut. Faktor terakhir adalah pelepasan hormon-hormon
lokal yang berasal dari endotel vaskuler dapat juga
mempengaruhi pengaturan SVR. Sebagai contoh, nitrogen
oksida (NO) berefek vasodilatasi dan endotelin-1 berefek
vasokonstriksi
Farmakologi Dasar Obat-obatan
Antihipertensi
1. Diuretika, menurunkan TD 3. Vasodilator langsung,
dengan cara mengurangi menurunkan TD dengan cara
natrium tubuh dan volume relaksasi otot-otot polos vaskuler.
darah, sehingga CO berkurang.

4. Golongan penghambat
2. Golongan simpatolitik /
produksi atau aktivitas
simpatoplegik, menurunkan TD
dengan cara menumpulkan Angiotensin, penghambatan ini
refleks arkus simpatis sehingga menurunkan resistensi perifer
menurunkan resistensi pembuluh dan volume darah, yaitu dengan
darah perifer, menghambat menghambat angiotensin I
fungsi kardiak, meningkatkan menjadi angiotensin II dan
pengisian vena sehingga terjadi
menghambat metabolisme dari
penurunan CO.
bradikinin.
Premedikasi
Premedikasi dapat menurunkan kecemasan preoperatif
penderita hipertensi. Untuk hipertensi yang ringan sampai dengan
sedang mungkin bisa menggunakan ansiolitik seperti golongan
benzodiazepin atau midazolam. Obat antihipertensi tetap
dilanjutkan sampai pada hari pembedahan sesuai jadwal minum
obat dengan sedikit air non partikel.
Beberapa teknik dibawah ini bisa dilakukan sebelum tindakan
laringoskopi-intubasi untuk menghindari terjadinya hipertensi :
Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas volatile yang
poten selama 5-10 menit.
Berikan opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25
mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25- 0,5 mikrogram/kgbb, atau
ramifentanil 0,5-1 mikrogram/kgbb).
Berikan lidokain 1,5 mg/kgbb intravena atau intratrakea.
Menggunakan beta-adrenergik blockade dengan esmolol 0,3-1,5
mg/kgbb, propanolol 1-3 mg, atau labetatol 5-20 mg).
Menggunakan anestesia topikal pada airway.
Hipertensi Intraoperatif
Berikut ini ada beberapa contoh sebagai dasar pemilihan obat yang akan
Beta-adrenergik blockade: Nitroprusside: onset cepat dan efektif

digunakan tunggal atau tambahan untuk terapi intraoperatif pada

pada pasien dengan fungsi hipertensi sedang sampai berat.

ventrikuler yang masih baik dan Nitrogliserin: mungkin kurang efektif,

dikontra indikasikan pada namun bisa digunakan sebagai terapi

bronkospastik. atau pencegahan iskemia miokard.

Nicardipine: digunakan pada pasien


Fenoldopam: dapat digunakan untuk
mempertahankan atau menjaga
dengan penyakit bronkospastik.
fungsi ginjal.
Nifedipine: refleks takikardia
Hydralazine: bisa menjaga kestabilan
setelah pemberian sublingual sering
TD, namun obat ini juga punya onset
dihubungkan dengan iskemia
yang lambat sehingga menyebabkan
miokard dan antihipertensi yang
timbulnya respon takikardia.
mempunyai onset yang lambat.
Krisis Hipertensi

Hal - hal yang paling sering menimbulkan krisis


hipertensi adalah antara lain karena penggunaan obat
antihipertensi seperti clonidine, hiperaktivitas autonom,
obat-obat penyakit kolagen-vaskuler, glomerulonefritis
akut, cedera kepala, neoplasia seperti pheokromasitoma,
preeclampsia dan eklampsia.
Krisis hipertensi terbagi atas hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi.
Manajemen
Postoperatif
Hipertensi yang terjadi pada periode pasca operasi sering
terjadi pada pasien yang menderita hipertensi esensial.
Penyebab terjadinya hipertensi pasca operasi ada banyak
faktor, disamping secara primer karena penyakit
hipertensinya yang tidak teratasi dengan baik, penyebab
lainnya adalah gangguan sistem respirasi, nyeri, overload
cairan atau distensi dari kandung kemih. Sebelum
diputuskan untuk memberikan obat-obat antihipertensi,
penyebab-penyebab sekunder tersebut harus dikoreksi
dulu.
BAB IV PEMBAHASAN

Pasien ini dengan tekanan darah 150/90 mmHg


masuk dalam klasifikasi hipertensi derajat 1.
Sebelum operasi pasien di terapi hipertensinya oleh
dokter spesialis penyakit dalam dengan pemberian
obat amlodipine golongan calcium channel blocker
yaitu vasodilator langsung, menurunkan TD dengan
cara relaksasi otot-otot polos vaskuler dan captopril
golongan ACE inhibitor. Golongan penghambat
produksi atau aktivitas angiotensin ini menurunkan
resistensi perifer dan volume darah, yaitu dengan
menghambat angiotensin I menjadi angiotensin II
dan menghambat metabolisme dari bradikinin.
Pembahasan
Premedikasi pada pasien ini diberikan
fortanest 3 mg intravena diharapkan dapat
menurunkan kecemasan preoperatif penderita
hipertensi yang ringan sampai dengan sedang
dengan menggunakan ansiolitik seperti golongan
benzodiazepin atau midazolam. Pada pasien ini
untuk induksi diberikan propofol 100 mg.
Pemilihan obat induksi untuk penderita hipertensi
adalah bervariasi untuk masing-masing klinisi.
Propofol, barbiturate, benzodiazepine dan
etomidat tingkat keamanannya adalah sama
untuk induksi pada penderita hipertensi.
Pembahasan
Pemeliharaan dan monitoring anestesia selama operasi
bertujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan
selama pemeliharaan anestesia adalah meminimalkan
terjadinya fluktuasi TD yang terlalu lebar. Mempertahankan
kestabilan hemodinamik selama periode intraoperatif
adalah sama pentingnya dengan pengontrolan hipertensi
pada periode preoperatif. Anestesia dengan volatile
(tunggal atau dikombinasikan dengan N2O), anestesia
imbang (balance anesthesia) dengan opioid + N2O +
pelumpuh otot, atau anestesia total intravena bisa
digunakan untuk pemeliharaan anestesia. Pada pasien ini
diberikan vecuronium sebagai pelumpuh otot. Tidak
mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang,
tidak menyebabkan perubahan kardiovaskular.
Pembahasan
Pasien diberikan ondancetron 4 mg 5 menit setelah
induksi mencegah mual dan muntah pasca operasi.
Tekanan darah pasien menurun setelah pemberian obat-
obat anestesi, maka diputuskan untuk memberikan
ephedrin yaitu obat stimulan sistem saraf pusat yang
meningkatkan tekanan denyut jantung/darah. 5 menit
terakhir sebelum operasi selesai diberikan asam
traneksamat 500 mg mengurangi pendarahan yang tidak
diinginkan dan juga telah dimasukkan tampon yang telah
diberikan salep adrenalin dimasukkan ke dalam rongga
mulut ke arah belakang untuk menghentikan perdarahan
dan mengurangi rasa nyeri. 5 menit setelah operasi
selesai diberikan tramadol drip yaitu analgesik kuat yang
bekerja pada reseptor opiat, mengikat secara
stereospesifik pada reseptor di sistem syaraf pusat
sehingga memblok sensasi rasa nyeri dan respon
terhadap nyeri. Operasi ini selesai pukul 12.50 WIB
BAB V KESIMPULAN

Manajemen perioperatif dimulai sejak evaluasi


prabedah, selama operasi dan dilanjutkan sampai
periode pasca bedah
Evaluasi prabedah sekaligus optimalisasi keadaan
penderita sangat penting dilakukan untuk meminimalkan
terjadinya komplikasi intraoperatif maupun pasca
operatif.
Gangguan hemodinamik mudah terjadi, baik berupa
hipertensi maupun berupa hipotensi, yang bisa
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi
Secara umum pelaksanaan dan penanganan anestesi
pada pasien ini berlangsung dengan baik tanpa ada
kendala yang berarti.
DAFTAR PUSTAKA
Soenarjo, Jatmiko. Anestesiologi. Semarang. IDSAI. 2010
Herman, Rahmatina B. Buku Ajar Fisiologi Jantung. Nirmala,Windriya
Kerta.Jakarta.EGC.2012.
Noviyanti.Hipertensi Kenali,Cegah & Obati.Notebook.Yogyakarta:2015.
Dobson, Michael. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta. EGC. 2012
Wiryana, Made. Manajemen Perioperatif Pada Hipertensi. SMF Ilmu Anestesi dan
Reanimasi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 9 Nomor 2
Mei 2008.
Pramono, Ardi. Buku Kuliah Anestesi. Jakarta. EGC. 2016.
Culepepper, R. Michael. Management of Hypertension. Albama. 2014.
https://www.acponline.org/about_acp/chapters/al/13mtg/culpepper.pdf
21 Maret 2017.
U.S. Departement of Health and Human Services. National Institutes of Health National
Heart, Lung, and Blood Institute. JNC 7 Express. The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. Diunduh dari http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf 21
Maret 2017.
Muhiman, Muhadi. Dkk. Anestesiologi. Jakarta. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia. 2004

Você também pode gostar