Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kelompok 10
Pemicu 2
Tutor : dr. Chandra Anggota :
Ketua : Sheila Zivana P Dede Satria S
Sekretaris : Michael Wy Suci Sabila
Penulis : Natalia Nagan Reyna Lauwsen
Galuh Eka T
Rizky Lumalelssil
Merrie Ardelia J
Misahel O.J
Cecillia Cynthia
Ary Setiawan N
Langkah 1
1. Malpraktik : kelalaian/kegagalan seorang dokter untuk
mempergunaka keterampilan dan pengetahuan yang lazim untuk
mengobati pasien menurut ukuran dilingkungan yang sama
Langkah 2
1. Apakah benar tindakan dokter meminta pasien untuk segera
menandatangani formulir persetujuan tindakan medis sedangkan
pasien tidak dijelaskan secara rinci?
2. Apakah benar tindakan dokter untuk merahasiakan keadaan
suaminya kepada istrinya?
3. Apakah tindakan dokter merahasiakan keadaan suaminya ada;ah
tindakan malpraktik?
4. Pada keadaan gawat darurat dan pasien sadar, seberapa jauh dokter
harus menjelaskan tindakan kepada pasien?
5. Apakah pasien dikasus (istri) masih kompeten untuk mengambil
keputusan medis?
Langkah 3
1. - Dokter sudah melanggar UU no. 29 tahun 2004 pasal 45 ayat 3 =
tindakan kurang tepat
- UU no 36 tahun 2009 = pasien boleh menolak/menerima tindakan
medis setelah dijelaskan dokter
2. Kodeki pasal 5 = dokter boleh menahan informasi agar pasien tidak
menjadi lemah
3. Mengacu pada definisi malpraktik dokter tidak melakukannya
4. Sekurang-kurang nya: diagnosis, tatalaksana (tujuan), alternative
pengobatan, resiko dan komplikasi, prognosis
5. Permenkes RI 290 tahun 2008 pasal 7 : kompeten = pasien dewasa
sudah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisik, mampu
berkomunikasi secara wajar, tidak retardasi mental, tidak mengalami
penyakit mental sehingga mampu mengambil keputusan
Langkah 4
Suami Kesadaran
Pasangan Trauma resusitasi Meninggal
menurun
Istri Trauma Iga Sesak
Nyeri dada
Permenkes RI No 290
Informed
tahun 2008 Dokter menahan informasi Operasi membaik BBN
Kodeki 2012 consent
UU 29 tahun 2004
UU 36 tahun 2009
Mal praktik
Terburu buru
Tidak rinci
4 Prinsip otonomi
Permenkes RI 290 Langgar hak
tahun 2008 pasien
Langkah 5
1. Menjelaskan Informed Consent
2. Menjelaskan Malpraktik
3. Breaking Bad News
4. Rahasia Kedokteran
5. Menjelaskan Medikolegal (KUHP dan KUH perdata)
6. Menjelaskan UU no 36 tahun 2009
LO 1. Informed Consent
Medical providers Medical receivers
Kewajibannya Memiliki hak untuk
melakukan diagnosis, menentukan pengobatan
pengobatan, tindakan atau tindakan medik apa yg
medis yang terbaik akan dilakukan [ the right to
menurut jalan pikiran self determination ]
dan pertimbangannya.
INFORMED
INFORMED CONSENT
CONSENT
telah persetujuan
Persetujuan
diberitahukan, yang diberikan
yang diberikan
telah kepada
pasien kepada
disampaikan, seseorang
dokter setelah
telah untuk berbuat
diberikan
diinformasikan sesuatu
penjelasan
Persetujuan yang diperoleh
dokter sebelum melakukan
Umum pemeriksaan, pengobatan, &
tindakan medik apapun yang
Permenkes no
akan dilakukan
290/Menkes/PER/
Informed III/2008 ttg
Persetujuan
Consent Tindakan
Kedokteran
Persetujuan/izin tertulis dari
keluarga/pasien pada
Khusus tindakan operatif / tindakan
invasif lain yang beresiko
Proses Komunikasi
5 syarat sah-nya
Informed Consent
Diberikan secara bebas
Diberikan oleh orang yang sanggup
membuat perjanjian
Telah dijelaskan bentuk tindakan yang
akan dilakukan sehingga pasien dapat
memahami tindakan itu perlu
dilakukan
Mengenai sesuatu hal yang khas
Tindakan itu dilakukan pada situasi
yang sama
INDIKASI PERSETUJUAN TERTULIS
Bila :
Tindakan terapeutik bersifat kompleks / menyangkut risiko / efek
samping bermakna
Tindakan tersebut bukan dalam rangka terapi
Tindakan tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan
kepegawaian / kehidupan pribadi dan sosial pasien
Tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian
Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
IMPLIED CONSENT
Bentuk lain dalam keadaan gawat darurat (emergency) dapat
melakukan tindakan medis segera yang terbaik menurut dokter
(presumed consent)
Dokter harus melakukan tindakan segera, sedangkan pasien tidak dapat
memberi persetujuan dan keluarga tidak di tempat
Bila pasien dalam keadaan sadar diangggap menyetujui tindakan yang akan
dilakukan dokter
Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
EXPRESSED CONSENT
Dinyatakan secara lisan / tulisan
Bila tindakan yang akan dilakukan invasif / berisiko pengaruhi kesehatan
pasien secara bermakna tertulis
Pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan yang akan dilakukan
supaya tidak salah paham
Misalnya :
RT, pemeriksaan dalam vagina, mencabut kuku, dll. yang melebihi prosedur
pemeriksaan dan tindakan umum lisan
Pembedahan, prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif tertulis
Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
- Berdasarkan PMK pasal 4 ayat 1 no 290 tahun 2008
tentang persetujuan tindakan medis. dijelaskan bahwa
dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan
jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak
diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
- Pada pasal ini tidak dijelaskan apakah kesadaran pasien
penting dalam keadaan gawat darurat, namun bila
mengingat dalam keadaan kegawat daruratan yang hanya
untuk mencegah kecacatan diperbolehkan untuk
melakukan tindakan tanpa persetujuan pasien.
- Berdasarkan PMK pasal 4 (ayat 2 dan 3) no 290 tahun
2008 tentang persetujuan tindakan medis. dijelaskan
bahwa :
Tindakan pada ayat 1 pasal 4 harus dicatat dalam rekam
medis dan harus dijelaskan sesegera mungkin setelah
pasien sadar atau kepada keluarga pasien
- Berdasarkan PMK pasal 20 no 290 tahun 2008 tentang
persetujuan tindakan medis. dijelaskan bahwa :
PMK no 585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan
medis telah dicabut dan tidak berlaku lagi
LO 2. Malpraktik
Intentional
Neglicence
MALPRAKTIK Duty of care, Dereliction, Damage, Direct
causalship
Lack of skills
LAW ETHICS
General purposed Profesion purposed
Government & court Profesion member firm
(Pidana & Perdata) (MKEK/IDI)
Charge Guidance
Need physical proof Need conscience
ETIKA MKEK
SIP/STR
TANGGUNG JAWAB ADMINISTRASI INFORMED CONSENT MKDI
PROFESI
KEDOKTERAN REKAM MEDIS
WANPRESTASI
HUKUM LITIGASI/NON-
PERDATA NEGLICENCE
LITIGASI
MELAWAN HUKUM
INTENTIONAL
PIDANA LITIGASI
NEGLICENCE
Pengaduan
MKDKI
Hukuman Penegak
MKEK Bebas disiplin** hukum
Tuntunan Tindakan
Bebas lisan/tertulis Admin*
Pidana Perdata
Pidana
Bebas
(penjara+denda)
RAHASIA KEDOKTERAN
KODEKI Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pengecualian :
KUHP Pasal 48 = pengaruh daya paksa;
Pasal 49 = melakukan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain;
Pasal 50 = untuk melaksanakan ketentuan UU;
Pasal 51 = melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang
berwenang.
Definisi
Malpraktek medik
kelalaian/kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam
mengobati pasien atau orang cedera menurut ukuran di lingkungan yang
sama
WHO (1992)
Involves the physicians failure to conform to the standard of care for treatment of the
patients condition, or lack of skill, or neglience in providing care to the patient, which is
the direct cause of an injury to the patient
Malpraktek medik mengandung salah satu unsur dari
Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran & keterampilan yg
sudah berlaku umum di kalangan profesi kedokteran
Dokter memberikan pelayanan medik di bawah standar (tidak lege artis)
Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang mencakup
Tidak melakukan sesuatu tindakan yang harusnya dilakukan
Melakukan tindakan yg seharusnya tidak dilakukan
Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
Kelalaian
Kelalaian
Bukan suatu pelanggaran hukum jika tidak membawa kerugian (De minimis
noncurat lex)
Jika mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan, merenggut nyawa
kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminil.
Theoncologist.alphamedpress.org/content/5/4/302.full
Tujuan :
Mengumpulkan informasi dari pasien (membutuhkan keterampilan bertanya
apa yang sudah diketahui pasien dan harapan pasien)
Memberikan informasi yang dibutuhkan pasien
Membantu pasien dalam menekan efek emosi / perasaan saat diberikan
informasi tersebut
Menjelaskan kepada pasien tatalaksana atau pengobatan yang diperlukan
Theoncologist.alphamedpress.org/content/5/4/302.full
The Six Steps of SPIKES
S Setting up the interview
(privacy, pasien berhak mengajak orang lain/keluarga, duduk tanpa ada
pemisah, eye contact, beritahukan pada pasien bahwa berhak bertanya
kapan saja)
P assessing the patients Perception
(pertanyaan terbuka untuk menggali informasi yang telah diketahui oleh
pasien)
I obtaining the patients Invitation
(tanyakan apakah pasien mau mendengar keseluruhan hasil tes atau
hanya kepada kesimpulan dan pengobatannya)
K giving Knowledge and information to the patient
(diawali dengan maaf dari pemeriksaan ternyata ada hal-hal yang kurang
baik)
E addressing the patient;s Emotions with Emphatic respones
S Strategy and Summary
(sebelum memberikan informasi pengobatan, tanyakan dulu apakah
pasien sudah siap untuk berdiskusi & apakah informasi yang didapat
pasien sudah sesuai
Theoncologist.alphamedpress.org/content/5/4/302.full
Baile,WF, Buckman R. SPIKESA Six-Step Protocol for Delivering Bad News:
Application to the Patient with Cancer.The Oncologist 2000;5:302-11
Breaking Bad News
Rabow and McPhee's ABCDE BREAKS Protocol
Model B Background
A-Advance preparation
R Rapport
B-Build a therapeutic environment/
relationship E Explore
C-Communicate well A Announce
D-Deal with patient and family K Kindling
reactions S Summarize
E-Encourage and validate emotions
ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3144432
- Berdasarkan KODEKI pasal 5 dijelaskan bahwa dokter
wajib memperoleh persetujuan pasien atau keluarga
ketika akan mengambil tindakan yang dapat melemahkan
fisik maupun psikis pasien
- Namun pada cakupan pasal tersebut (ayat 4) dijelaskan
bahwa:
Dokter dilarang berbohong, namun diperbolehkan untuk
menahan informasi yang dapat melemahkan fisik dan
psikis pasien.
LO 4. Rahasia Kedokteran
Rahasia Kedokteran
Dasar hukum UU no 29 tahun 2004 pasal 48
PMK no 36 tahun 2012
BAB VI
Pasal 46
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk
upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Pasal 47
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan.
Pasal 48
Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dilaksanakan melalui kegiatan:
pelayanan kesehatan; pelayanan darah;
pelayanan kesehatan tradisional; kesehatan gigi dan mulut;
peningkatan kesehatan dan pencegahan penanggulangan gangguan penglihatan
penyakit; dan gangguan pendengaran;
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan matra;
kesehatan; pengamanan dan penggunaan sediaan
kesehatan reproduksi; farmasi dan
keluarga berencana; alat kesehatan;
kesehatan sekolah; pengamanan makanan dan minuman;
kesehatan olahraga; pengamanan zat adiktif; dan/atau
pelayanan kesehatan pada bencana; bedah mayat.
Pasal 49
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas
penyelenggaraan upaya kesehatan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan
norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi.
Pasal 50
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab meningkatkan dan
mengembangkan upaya kesehatan, sekurang-kurangnya memenuhi kebutuhan
kesehatan dasar masyarakat, dilakukan berdasarkan pengkajian dan penelitian.
Ketentuan mengenai peningkatan dan pengembangan dilaksanakan melalui
kerja sama antar Pemerintah dan antarlintas sektor.
Pasal 51
Upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat, didasarkan pada standar
pelayanan minimal kesehatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar
pelayanan minimal kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bab XIX - Penyidikan
Pasal 189
Selain penyidik polisi negara RI, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan.
Penyidik berwenang:
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang kesehatan;
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di
bidang kesehatan;
melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
kesehatan
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan;
menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana di
bidang kesehatan.
Kewenangan dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
Bab XX Ketentuan Pidana
Pasal 190
Dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau
Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda
200jt rupiah
Mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
Pasal 191
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional
yang menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan kerugian harta
benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
tahun dan denda paling banyak 100jt rupiah
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh
dengan dalih apa pun dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak satu miliar rupiah
Bab XX Ketentuan Pidana
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk
tujuan mengubah identitas seseorang diancam dengan pidana penjara paling lama
10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak satu miliar rupiah
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun
dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 500jt rupiah
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu dipidana penjara paling lama 10
tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah
Bab XX Ketentuan Pidana
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dipidana
penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian dipidana dgn denda paling banyak Rp100.000.000,00
Pasal 199
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke
dalam wilayah NKRI dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan
berbentuk gambar (Pasal 114) dipidana penjara paling lama 5 tahun dan
dendan paling banyak Rp500.000.000,00
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok dipidana
denda paling banyak Rp50.000.000,00
Bab XX Ketentuan Pidana
Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI
eksklusif (Pasal 128 ayat (2)) dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda
paling banyak Rp100.000.000,00
Pasal 201
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1),
Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200
dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3x dari pidana denda
Selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
pencabutan izin usaha; dan/atau
pencabutan status badan hukum.
Daftar Pustaka
Bertens K. Etika Biomedis. Yogyakarta: Kanisius; 2011.
KODEKI.
UU no. 36 tahun 2009.
Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008.
KUHP.
KUHPer.
Kesimpulan
Dalam kasus ini, kami berpendapat bahwa dokter yang melakukan
tindakan tidak melakukan kesalahan.
Dokter kurang cakap dalam menyampaikan informasi
Saran
Dokter mencoba lebih baik lagi untuk berkomunikasi dengan pasien