Você está na página 1de 94

Pemicu 2

Kelompok 10
Pemicu 2
Tutor : dr. Chandra Anggota :
Ketua : Sheila Zivana P Dede Satria S
Sekretaris : Michael Wy Suci Sabila
Penulis : Natalia Nagan Reyna Lauwsen
Galuh Eka T
Rizky Lumalelssil
Merrie Ardelia J
Misahel O.J
Cecillia Cynthia
Ary Setiawan N
Langkah 1
1. Malpraktik : kelalaian/kegagalan seorang dokter untuk
mempergunaka keterampilan dan pengetahuan yang lazim untuk
mengobati pasien menurut ukuran dilingkungan yang sama
Langkah 2
1. Apakah benar tindakan dokter meminta pasien untuk segera
menandatangani formulir persetujuan tindakan medis sedangkan
pasien tidak dijelaskan secara rinci?
2. Apakah benar tindakan dokter untuk merahasiakan keadaan
suaminya kepada istrinya?
3. Apakah tindakan dokter merahasiakan keadaan suaminya ada;ah
tindakan malpraktik?
4. Pada keadaan gawat darurat dan pasien sadar, seberapa jauh dokter
harus menjelaskan tindakan kepada pasien?
5. Apakah pasien dikasus (istri) masih kompeten untuk mengambil
keputusan medis?
Langkah 3
1. - Dokter sudah melanggar UU no. 29 tahun 2004 pasal 45 ayat 3 =
tindakan kurang tepat
- UU no 36 tahun 2009 = pasien boleh menolak/menerima tindakan
medis setelah dijelaskan dokter
2. Kodeki pasal 5 = dokter boleh menahan informasi agar pasien tidak
menjadi lemah
3. Mengacu pada definisi malpraktik dokter tidak melakukannya
4. Sekurang-kurang nya: diagnosis, tatalaksana (tujuan), alternative
pengobatan, resiko dan komplikasi, prognosis
5. Permenkes RI 290 tahun 2008 pasal 7 : kompeten = pasien dewasa
sudah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisik, mampu
berkomunikasi secara wajar, tidak retardasi mental, tidak mengalami
penyakit mental sehingga mampu mengambil keputusan
Langkah 4
Suami Kesadaran
Pasangan Trauma resusitasi Meninggal
menurun
Istri Trauma Iga Sesak
Nyeri dada

Permenkes RI No 290
Informed
tahun 2008 Dokter menahan informasi Operasi membaik BBN
Kodeki 2012 consent
UU 29 tahun 2004
UU 36 tahun 2009
Mal praktik
Terburu buru
Tidak rinci

4 Prinsip otonomi
Permenkes RI 290 Langgar hak
tahun 2008 pasien
Langkah 5
1. Menjelaskan Informed Consent
2. Menjelaskan Malpraktik
3. Breaking Bad News
4. Rahasia Kedokteran
5. Menjelaskan Medikolegal (KUHP dan KUH perdata)
6. Menjelaskan UU no 36 tahun 2009
LO 1. Informed Consent
Medical providers Medical receivers
Kewajibannya Memiliki hak untuk
melakukan diagnosis, menentukan pengobatan
pengobatan, tindakan atau tindakan medik apa yg
medis yang terbaik akan dilakukan [ the right to
menurut jalan pikiran self determination ]
dan pertimbangannya.

INFORMED
INFORMED CONSENT
CONSENT
telah persetujuan
Persetujuan
diberitahukan, yang diberikan
yang diberikan
telah kepada
pasien kepada
disampaikan, seseorang
dokter setelah
telah untuk berbuat
diberikan
diinformasikan sesuatu
penjelasan
Persetujuan yang diperoleh
dokter sebelum melakukan
Umum pemeriksaan, pengobatan, &
tindakan medik apapun yang
Permenkes no
akan dilakukan
290/Menkes/PER/
Informed III/2008 ttg
Persetujuan
Consent Tindakan
Kedokteran
Persetujuan/izin tertulis dari
keluarga/pasien pada
Khusus tindakan operatif / tindakan
invasif lain yang beresiko

Proses Komunikasi

Tercapainya kesepakatan antara dokter dan pasien

Formulir hanya pen-dokumentasian dari apa


yang telah disepakati
Bentuk dan Tujuan Informed Consent
1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent)
Keadaan normal
Keadaan darurat presumed consent
2. Dinyatakan (expressed consent)
Lisan
Tulisan

Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum


dari:
tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya,
tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang,
tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan
standar profesi medis,
penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau over
utilization yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya;
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan
medis:
dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar
akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif
Sifat Pemberian Informasi
obyektif
tidak memihak
tanpa tekanan

Setelah mendapat informasi pasien diberi waktu untuk berfikir dan


mempertimbangkan keputusannnya
Yang berhak memberi persetujuan
Pasien yg sudah dewasa (>21 tahun / sudah menikah) dan dalam
keadaan sehat mental
Ada kesangsian terhadap kesiapan mental pasien diambil alih oleh
keluarga pasien atau atas alasan lain
Pasien usia <21 tahun , dan pasien gangguan jiwa yang
menandatangani adalah orangtua / wali / keluarga terdekat / induk
semang
Pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak
didampingi oleh keluarga terdekat secara medik dalam keadaan
gawat darurat yang perlu tindakan medik segera tidak diperlukan
persetujuan dari siapa pun
Menurut The Medical Defence Union dalam bukunya
Medicolegal Issues in Clinical Practice:

5 syarat sah-nya
Informed Consent
Diberikan secara bebas
Diberikan oleh orang yang sanggup
membuat perjanjian
Telah dijelaskan bentuk tindakan yang
akan dilakukan sehingga pasien dapat
memahami tindakan itu perlu
dilakukan
Mengenai sesuatu hal yang khas
Tindakan itu dilakukan pada situasi
yang sama
INDIKASI PERSETUJUAN TERTULIS
Bila :
Tindakan terapeutik bersifat kompleks / menyangkut risiko / efek
samping bermakna
Tindakan tersebut bukan dalam rangka terapi
Tindakan tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan
kepegawaian / kehidupan pribadi dan sosial pasien
Tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian

Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI Tahun 2006.


DASAR HUKUM INFORMED CONSENT
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 56 (perlindungan
pasien)
Permenkes No. 290/MenKes/Per/III/2008
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI Tahun 2006
ISI INFORMED CONSENT
Minimal mencakup : (pasal 7 ayat 3)
Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
Alternatif tindakan lain dan risikonya
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Perkiraan pembiayaan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
DIAGNOSIS DAN KEADAAN KESEHATAN
PASIEN (PASAL 8 AYAT 1)
Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis saat itu
Diagnosis penyakit, atau sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan
diagnosis banding bila belum dapat ditegakkan
Indikasi / keadaan klinis yang membutuhkan tindakan kedokteran
Prognosis bila dilakukan dan tidak dilakukan tindakan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
PENJELASAN TINDAKAN KEDOKTERAN (PASAL
8 AYAT 2)
Tujuan tindakan, dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,
terapeutik, atau rehabilitatif
Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama
dan sesudah tindakan, serta efek samping / ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi
Alternatif tindakan lain, berikut kelebihan dan kekurangannya
dibanding tindakan yang direncanakan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
PENJELASAN TINDAKAN KEDOKTERAN (PASAL
8 AYAT 2)
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
alternatif tindakan
Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan
darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut, atau keadaan tak
terduga lainnya

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
RISIKO DAN KOMPLIKASI TINDAKAN
KEDOKTERAN (PASAL 8 AYAT 3)
Semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan,
kecuali risiko dan komplikasi :
yang sudah menjadi pengetahuan umum
yang sangat jarang terjadi / dampaknya sangat ringan
yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya (unforeseeable)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
PROGNOSIS (PASAL 8 AYAT 4)
Tentang hidup-mati (ad vitam)
Tentang fungsinya (ad functionam)
Tentang kesembuhan (ad sanationam)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
YANG BERHAK MEMBERIKAN PERSETUJUAN
(PASAL 13)
Persetujuan diberikan pasien yang kompeten / keluarga terdekat (ayat
1)
Penilaian kompetensi pasien dilakukan dokter / dokter gigi sebelum
tindakan kedokteran (ayat 2)
Dalam hal terdapat keraguan dapat melakukan permintaan
persetujuan ulang (ayat 3)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
KETENTUAN PADA SITUASI KHUSUS (PASAL
14)
Tindakan penghentian / penundaan bantuan hidup (withdrawing /
withholding life support) harus ada persetujuan keluarga terdekat
pasien (ayat 1)
Persetujuan penghentian / penundaan diberikan setelah keluarga
mendapat penjelasan dari tim dokter (ayat 2)
Persetujuan secara tertulis (ayat 3)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
KETENTUAN PADA SITUASI KHUSUS (PASAL
15)
Bila tindakan kedokteran harus dilakukan sesuai program pemerintah
(untuk kepentingan masyarakat banyak) persetujuan tindakan tidak
diperlukan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
Isi informed consent
KKI memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien:
1. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
2. Ketidakpastian tentang diagnosis
3. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya,
termasuk pilihan untuk tidak diobati
4. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan
5. Untuk setiap tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan / keuntungan
dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan
risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat
dari tindakan tersebut.
6. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental
7. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau
dinilai kembali
8. Nama dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut
9. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka
sebaiknya dijelaskan peranannya didalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan
10. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu
11. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain
12. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya
CARA MEMBERIKAN INFORMASI
a. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang mereka.
b. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain
c. Tawarkan kepada pasien untuk membawa keluarga atau teman dalam diskusi
atau membuat rekaman dengan tape recorder
d. Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan agar diberikan
dengan cara yang sensitif dan empati
e. Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam diskusi
f. Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas
g. Memberikan cukup waktu bagI pasien untuk memahami informasi yang
diberikan
IMPLIED CONSENT
Diberikan secara tersirat, tanpa pernyataan tegas dari sikap,
tindakan, tingkah laku (gerakan) pasien
Tindakan dokter tindakan yang biasa dilakukan / sudah diketahui
umum (misal : menggulung lengan baju dan mengulurkan lengan saat
akan dilakukan pengambilan darah atau penyuntikan; jahit)
Paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari, meskipun tidak
memiliki bukti

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
IMPLIED CONSENT
Bentuk lain dalam keadaan gawat darurat (emergency) dapat
melakukan tindakan medis segera yang terbaik menurut dokter
(presumed consent)
Dokter harus melakukan tindakan segera, sedangkan pasien tidak dapat
memberi persetujuan dan keluarga tidak di tempat
Bila pasien dalam keadaan sadar diangggap menyetujui tindakan yang akan
dilakukan dokter

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
EXPRESSED CONSENT
Dinyatakan secara lisan / tulisan
Bila tindakan yang akan dilakukan invasif / berisiko pengaruhi kesehatan
pasien secara bermakna tertulis
Pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan yang akan dilakukan
supaya tidak salah paham
Misalnya :
RT, pemeriksaan dalam vagina, mencabut kuku, dll. yang melebihi prosedur
pemeriksaan dan tindakan umum lisan
Pembedahan, prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif tertulis

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
- Berdasarkan PMK pasal 4 ayat 1 no 290 tahun 2008
tentang persetujuan tindakan medis. dijelaskan bahwa
dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan
jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak
diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
- Pada pasal ini tidak dijelaskan apakah kesadaran pasien
penting dalam keadaan gawat darurat, namun bila
mengingat dalam keadaan kegawat daruratan yang hanya
untuk mencegah kecacatan diperbolehkan untuk
melakukan tindakan tanpa persetujuan pasien.
- Berdasarkan PMK pasal 4 (ayat 2 dan 3) no 290 tahun
2008 tentang persetujuan tindakan medis. dijelaskan
bahwa :
Tindakan pada ayat 1 pasal 4 harus dicatat dalam rekam
medis dan harus dijelaskan sesegera mungkin setelah
pasien sadar atau kepada keluarga pasien
- Berdasarkan PMK pasal 20 no 290 tahun 2008 tentang
persetujuan tindakan medis. dijelaskan bahwa :
PMK no 585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan
medis telah dicabut dan tidak berlaku lagi
LO 2. Malpraktik
Intentional

Neglicence
MALPRAKTIK Duty of care, Dereliction, Damage, Direct
causalship

Lack of skills
LAW ETHICS
General purposed Profesion purposed
Government & court Profesion member firm
(Pidana & Perdata) (MKEK/IDI)

UU Kesehatan 1992 KODEKI


UU Praktik Kedokteran no 29 th 2004

Charge Guidance
Need physical proof Need conscience
ETIKA MKEK

SIP/STR
TANGGUNG JAWAB ADMINISTRASI INFORMED CONSENT MKDI
PROFESI
KEDOKTERAN REKAM MEDIS

WANPRESTASI
HUKUM LITIGASI/NON-
PERDATA NEGLICENCE
LITIGASI
MELAWAN HUKUM

INTENTIONAL
PIDANA LITIGASI
NEGLICENCE
Pengaduan

MKDKI

Malpraktek Disiplin Malpraktek


Etik Kedokteran Medik

Hukuman Penegak
MKEK Bebas disiplin** hukum

Tuntunan Tindakan
Bebas lisan/tertulis Admin*
Pidana Perdata

Pidana
Bebas
(penjara+denda)
RAHASIA KEDOKTERAN
KODEKI Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Lafal Sumpah Dokter Indonesia butir ke-4


Saya akan merahasiakan segala sessuatu yang saya ketahui karena keprofesiaan saya.

UU No 29 Tahun 2004 Pasal 48 tentang Rahasia Kedokteran


(1)Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
(2)Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang- undangan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
Yang diwajibkan menyimpan rahasia ialah :
a. Tenaga kesehatan
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
KUHP Pasal 112
Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-
keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau
dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, diancam
pidana penjara paling lama 7 tahun.
KUHP Pasal 322
(1)Sengaja membuka rahasia, diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana
denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2)Jika dilakukan terhadap seorang tertentu, maka hanya dapat dituntut atas pengaduan
orang itu.

Pengecualian :
KUHP Pasal 48 = pengaruh daya paksa;
Pasal 49 = melakukan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain;
Pasal 50 = untuk melaksanakan ketentuan UU;
Pasal 51 = melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang
berwenang.
Definisi
Malpraktek medik
kelalaian/kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam
mengobati pasien atau orang cedera menurut ukuran di lingkungan yang
sama

WHO (1992)
Involves the physicians failure to conform to the standard of care for treatment of the
patients condition, or lack of skill, or neglience in providing care to the patient, which is
the direct cause of an injury to the patient
Malpraktek medik mengandung salah satu unsur dari
Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran & keterampilan yg
sudah berlaku umum di kalangan profesi kedokteran
Dokter memberikan pelayanan medik di bawah standar (tidak lege artis)
Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang mencakup
Tidak melakukan sesuatu tindakan yang harusnya dilakukan
Melakukan tindakan yg seharusnya tidak dilakukan
Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
Kelalaian
Kelalaian
Bukan suatu pelanggaran hukum jika tidak membawa kerugian (De minimis
noncurat lex)
Jika mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan, merenggut nyawa
kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminil.

Tolak ukur culpa lata


Bertentangan dengan hukum
Akibatnya dapat dibayangkan
Akibatnya dapat dihindarkan
Perbuatannya dapat dipersalahkan
UU no 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan pasal 11b yang
sekarang sudah dicabut oleh UU no 23 tahun 1992
Dengan tidak mengurangi ketentuan di dalam KUHP dan peraturan
perundang-undangan lain, terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan
tindakan-tindakan administratif dalam hal sebagai berikut
(a) melalaikan kewajiban
(b) melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga
kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya, maupun mengingat sumpah sebagai
tenaga kesehatan
Kelalaian dalam arti perdata
4 unsur berikut dapat dibuktikan
Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan
Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya
Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar

Kelalaian dalam arti pidana (kriminil)


Adanya suatu sikap yg sifatnya lebih serius, sangat sembarangan & tidak hati2
risiko orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggung jawab
terhadap tuntutan kriminal oleh negara
Upaya pencegahan malpraktik
Senantiasa berpedoman pada standar pelayanan medik dan standar
prosedur operasional
Bekerjalah secara profesional, beretika, & moral yang tinggi
Ikuti perundangan yang berlaku, terutama tentang kesehatan dan
praktik kedokteran
Jalin komunikasi yg harmonis dengan pasien dan keluarganya &
jangan pelit informasi baik tentang diagnosis, pencegahan ,dan terapi
Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban, kekluargaan sesama
sejawat & tingkatkan kerjasama tim medik
Jangan berhenti belajar, tingkatkan ilmu & keterampilan
Penanganan dugaan malpraktik
UU no 29 tahun 2004
Setiap orang yang merasa kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
dapat mengadukan kasusnya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI) secara tertulis atau lisan apabila tidak bisa tertulis
MKDKI meneruskan pengaduan kepada MKEK IDI apabila ditemukan
pelanggaran etik
Sanksi disiplin berupa
Peringatan tertulis
Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
Wajib mengikuti pendidikan kembali di Institusi Pendidikan Kedokteran
LO 3. Breaking Bad News
Breaking Bad News
Definisi : segala informasi yang dapat memberikan efek serius pada
seseorang mengenai masa depan mererka.
Mengapa hal ini penting?
Pasien menginginkan kebenaran
Hak autonomi pasien
Pasien perlu tahu informasi untuk menentukan tatalaksana dan meningkatkan
kualitas hidup mereka

Theoncologist.alphamedpress.org/content/5/4/302.full
Tujuan :
Mengumpulkan informasi dari pasien (membutuhkan keterampilan bertanya
apa yang sudah diketahui pasien dan harapan pasien)
Memberikan informasi yang dibutuhkan pasien
Membantu pasien dalam menekan efek emosi / perasaan saat diberikan
informasi tersebut
Menjelaskan kepada pasien tatalaksana atau pengobatan yang diperlukan

Prinsip dalam breaking bad news :


how to be honest with the patient and not destroy hope
dealing with patients emotions
finding the right time

Theoncologist.alphamedpress.org/content/5/4/302.full
The Six Steps of SPIKES
S Setting up the interview
(privacy, pasien berhak mengajak orang lain/keluarga, duduk tanpa ada
pemisah, eye contact, beritahukan pada pasien bahwa berhak bertanya
kapan saja)
P assessing the patients Perception
(pertanyaan terbuka untuk menggali informasi yang telah diketahui oleh
pasien)
I obtaining the patients Invitation
(tanyakan apakah pasien mau mendengar keseluruhan hasil tes atau
hanya kepada kesimpulan dan pengobatannya)
K giving Knowledge and information to the patient
(diawali dengan maaf dari pemeriksaan ternyata ada hal-hal yang kurang
baik)
E addressing the patient;s Emotions with Emphatic respones
S Strategy and Summary
(sebelum memberikan informasi pengobatan, tanyakan dulu apakah
pasien sudah siap untuk berdiskusi & apakah informasi yang didapat
pasien sudah sesuai

Theoncologist.alphamedpress.org/content/5/4/302.full
Baile,WF, Buckman R. SPIKESA Six-Step Protocol for Delivering Bad News:
Application to the Patient with Cancer.The Oncologist 2000;5:302-11
Breaking Bad News
Rabow and McPhee's ABCDE BREAKS Protocol
Model B Background
A-Advance preparation
R Rapport
B-Build a therapeutic environment/
relationship E Explore
C-Communicate well A Announce
D-Deal with patient and family K Kindling
reactions S Summarize
E-Encourage and validate emotions

ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3144432
- Berdasarkan KODEKI pasal 5 dijelaskan bahwa dokter
wajib memperoleh persetujuan pasien atau keluarga
ketika akan mengambil tindakan yang dapat melemahkan
fisik maupun psikis pasien
- Namun pada cakupan pasal tersebut (ayat 4) dijelaskan
bahwa:
Dokter dilarang berbohong, namun diperbolehkan untuk
menahan informasi yang dapat melemahkan fisik dan
psikis pasien.
LO 4. Rahasia Kedokteran
Rahasia Kedokteran
Dasar hukum UU no 29 tahun 2004 pasal 48
PMK no 36 tahun 2012

Rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan


seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan
pekerjaan atau profesinya.
Pada pasal 1 PMK no 36 tahun 2012 tentang rahasia kedokteran
dijelaskan bahwa:
Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau
menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
Pihak ini mencakup cleaning service, mahasiswa fk, dan siapapun
yang mengetahui dan/atau memiliki akses terhadap informasi
tersebut

Berdasarkan UU no 29 tahun 2004 pasal 48


dan
PMK no 36 tahun 2012 pasal 5
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan
kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkanketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pada PMK no 36 tahun 2012 tentang rahasia kedokteran
dijelaskan bahwa yang dimaksud untuk kepentingan
kesehatan pasien seperti yang disebutkan pada pasal 5
adalah:

a. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan,


penyembuhan, dan perawatan pasien; dan
b.keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau
jaminan pembiayaan kesehatan.
(Persetujuan dinyatakan telah diberikan pada saat
pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.)
Dilakukan dengan persetujuan dari pasien.
Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan
persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau
pengampunya.
Pada pasal 10 PMK no 36 tahun 2012 tentang rahasia
kedokteran dijelaskan bahwa:

(1) Pembukaan atau pengungkapkan rahasia kedokteran


dilakukan oleh penanggung jawab pelayanan pasien.
(2) Dalam hal pasien ditangani/dirawat oleh tim, maka
ketua tim yang berwenang membuka rahasia kedokteran.
(3) Dalam hal ketua tim sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berhalangan maka pembukaan rahasia kedokteran
dapat dilakukan oleh salah satu anggota tim yang ditunjuk.
(4) Dalam hal penanggung jawab pelayanan pasien tidak
ada maka pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dapat
membuka rahasia kedokteran.
Pada pasal 13 PMK no 36 tahun 2012 tentang rahasia
kedokteran dijelaskan bahwa:

(1) Pasien atau keluarga terdekat pasien yang telah


meninggal dunia yang menuntut tenaga kesehatan
dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan serta
menginformasikannya melalui media massa, dianggap
telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada
umum.
(2) Penginformasian melalui media massa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memberikan kewenangan kepada
tenaga kesehatan dan/atau fasillitas pelayanan kesehatan
untuk membuka atau mengungkap rahasia kedokteran
yang bersangkutan sebagai hak jawab.
Pada pasal 14 PMK no 36 tahun 2012 tentang rahasia
kedokteran dijelaskan bahwa:

(1) Dalam hal pihak pasien menggugat tenaga kesehatan


dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan maka tenaga
kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang
digugat berhak membuka rahasia kedokteran dalam rangka
pembelaannya di dalam sidang pengadilan.
Berdasarkan KUHP BAB XVII MEMBUKA RAHASIA Pasal 322
:
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang
wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik
yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu,
maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan
orang itu.
Tingkah Laku dalam Keadaan Khusus
Sebagai saksi/saksi ahli dapat mengundurkan diri untuk memberi keterangan
KUHAP (31 Desember 1981) pasal 120 & 168, khususnya pasal 170 :
Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dapat dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu
tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut, pengadilan
negeri memutuskan apakah alasan yang dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk tidak
berbicara itu, layak dan dapat diterima atau tidak.
Tingkah Laku dalam Keadaan Khusus
Yang pertama didahulukan adalah rahasia jabatan dokter, terutama karena
kewajiban moral.
Alasan melepaskan rahasia jabatan : pertumbuhan akal sehat, yaitu ada tidaknya
kepentingan yang lebih utama atau kepentingan umum.
Contoh :
Seorang supir yang menderita epilepsi, yang jika penyakitnya bangkit pada
waktu sedang menjalankan tugasnya, pasti sangat membahayakan
Seorang guru yang menderita TBC aktif dapat menular pada murid2 pada
waktu mengajar
Dasar Hukum Rahasia Jabatan Kedokteran
UU no 29 tahun 2004 tentang Prakdok pada paragraf 4 setiap
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk:
Kepentingan kesehatan pasien
Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum
Permintaan pasien sendiri
Berdasarkan ketentuan perundang2an
Persyaratan bila rahasia kedokteran dibuka
Menurut Herkutanto
Adanya kerelaan atau ijin pasien. Pasien dianggap telah menyatakan secara
tidak langsung bahwa rahasia kedokteran itu bukan lagi merupakan rahasia,
sehingga tidak wajib dirahasiakan lagi oleh dokter
Pembukaan rahasia kedokteran tanpa ijin pasien, karena adanya dasar
penghapus pidana berdasarkan ketentuan pasal 48, 50 dan 51 KUHP
Telling The Truth
Assesing physician : Dokter harus selalu mengatakan hal yang benar
ex : membuat tugas laporan dengan mengatakan hal yang sebenar
benarnya, Dokter Forensik harus memberitahukan hal yang benar
kepada pihak berwenang
Treating physician : Dokter mengutamakan kepentingan pasien
ex : bila seorang pasien masih dimungkinkan suatu terapi yang sangat
mahal dan pasti diluar jangkauan finansial keluarga, maka dokter
lebih baik diam saja, untuk tidak membuat gelisah
LO 5. Medikolegal
Prosedur mediko-legal
Prosedur mediko-legal adalah tata-cara atau prosedur
penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan pelayanan
kedokteran untuk kepentingan hukum untuk kepentingan hukum.
Secara garis besar prosedur mediko-legal mengacu kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa
bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.
Suatu tindakan dikatakan sebagai malpraktik kriminal
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : (tindak
pidana)
Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela
(actus reus).
Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea)
Merupakan perbuatan yang sengaja (intensional),
ceroboh (recklessness), atau kealpaan (negligence).
Pidana vs Perdata
Perkara Pidana Perkara Perdata
Individu vs publik Individu vs individu
Publik diwakili penyidik, Dapat diwakili pengacara
penuntut umum Pembuktian : penggugat
Pembuktian : P.U Penengah : Hakim
Penengah : hakim, sistem Kebenaran : formil
juri UU: KUH Perdata,KUHD,DLL
UU: KUHAP,KUHP,dll Sanksi: ganti rugi,
Kebenaran : materiel rehabilitasi
Sanksi : mati, seumur hidup,
penjara, sita , denda
KUHP dan Malpraktik
Tindak pidana malpraktik tidak diatur dengan jelas dalam KUHP
lebih kepada akibat dari perbuatan malpraktek tersebut.
Malpraktik tidak dilihat dari hasil melainkan dari proses
perbuatannya.
Pasien laki-laki meninggal istrinya tidak terima karena berpendapat
awalnya kondisi pasien masih baik dan dokter menahan informasi
tentang suaminya yang meninggal pemahaman wanita tersebut
(awam) tidak sama dengan malpraktik kedokteran.
Untuk memastikan suatu tindakan dokter adalah malpraktik
kedokteran maka harus ditelusuri dan dianalisis dahulu .
KUHP dan informed concent
Tanpa Informed Consent Penganiayaan (Pasal 351 KUHP), Pasien
Meninggal akibat kelalaian Pasal 359 KUHP)
Pada kasus, pasien dalam keadaan darurat dan tetap mendapat
inform concent meski tidak diberitahukan detail tindakan.
Doktrin informed concent tidak berlaku pada 5 keadaan : darurat
medis; ancaman kesehatan masyarakat; pelepasan hak concent;
pasien yang tidak kompeten memberi concent
Pasien wanita masih kompeten sudah menikah dan masih sadar
dapat diberikan informed concent dalam keadaan darurat medis
untuk menyelamatkan nyawa operasi
Mengenai kerahasiaan
PASAL 322 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang
ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau
pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dulu, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau
denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah

(2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang tertentu,


ia hanya dituntut atas pengaduan orang itu

PASAL 1365 KUH PERDATA


Barangsiapa yang berbuat salah sehingga seorang lain menderita
kerugian, berwajib mengganti kerugian itu
LO 6. UU No.36 tahun 2009
tentang KESEHATAN
UU No.36 tahun 2009 tentang KESEHATAN
Hak dan kewajiban (pasal 4-13) bab III
SDM tenaga kesehatan (pasal 22-24, 27-29) bab V
Fasilitas pelayanan kesehatan (pasal 30-34)
Upaya kesehatan (pasal 46-49) bab VI
Pemberian pelayan kesehatan (pasal 52-54)
Perlindungan pasien rahasia kedokteran (pasal 56-
58)
Penyidikan (pasal 189) bab XIX
Ketentuan pidana (pasal 190-200) bab XX
BAB V Sumber Daya di Bidang Kesehatan
Tenaga Kesehatan
Pasal 21
Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan,
dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Ketentuan tsb diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-Undang.
Pasal 22
Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum. Ketentuan tsb diatur dgn
Peraturan Menteri.
Pasal 23
Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Kewenangan dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah. Ketentuan tsb diatur dgn
Peraturan Menteri.
Selama memberikan pelayanan kesehatan dilarang mengutamakan kepentingan
yang bernilai materi.
Pasal 24
Tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional. Ketentuan tsb diatur oleh organisasi profesi.
Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan,
dan standar prosedur operasional diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 25
Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melalui pendidikan
dan/atau pelatihan. Penyelenggaraan tsb menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan pemerintah daerah. Ketentuan mengenai penyelengaraan
pendidikan dan/atau pelatihan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan
pelayanan kesehatan. Dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga
kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
merata.Ketentuan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga kesehatan
sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Hal tsb dilakukan dengan memperhatikan:
jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;
jumlah sarana pelayanan kesehatan; dan
jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada.
Pasal 27
Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Ketentuan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan
dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Pasal 28
Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan pemeriksaan
kesehatan atas permintaan penegak hukum dengan biaya ditanggung oleh
negara. Pemeriksaan didasarkan pada kompetensi dan kewenangan sesuai
dengan bidang keilmuan yang dimiliki.
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan
profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
mediasi
BAB V Sumber Daya di Bidang Kesehatan
Fasilitas Pelayanan
Pasal 30
Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis pelayanannya terdiri atas:
pelayanan kesehatan perseorangan dan masyarakat.
Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi: pelayanan kesehatan tingkat pertama;
kedua; dan ketiga.
Dilaksanakan oleh pihak Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta.
Ketentuan persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh
Pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku.
Ketentuan perizinan ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 31
Fasilitas pelayanan kesehatan wajib:
a. memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan
di bidang kesehatan; dan
b. mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembangan kepada
pemerintah daerah atau Menteri.
Pasal 32
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan
nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Dilarang menolak
pasien dan/atau meminta uang muka.
Pasal 33
Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat
harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat yang
dibutuhkan. Kompetensi tsb diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan
harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan perseorangan yang
dibutuhkan.
Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan tenaga
kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin melakukan pekerjaan profesi.
Ketentuan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perUU
Upaya Kesehatan
Pasal 1 (11)
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat

BAB VI
Pasal 46
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk
upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Pasal 47
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan.
Pasal 48
Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dilaksanakan melalui kegiatan:
pelayanan kesehatan; pelayanan darah;
pelayanan kesehatan tradisional; kesehatan gigi dan mulut;
peningkatan kesehatan dan pencegahan penanggulangan gangguan penglihatan
penyakit; dan gangguan pendengaran;
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan matra;
kesehatan; pengamanan dan penggunaan sediaan
kesehatan reproduksi; farmasi dan
keluarga berencana; alat kesehatan;
kesehatan sekolah; pengamanan makanan dan minuman;
kesehatan olahraga; pengamanan zat adiktif; dan/atau
pelayanan kesehatan pada bencana; bedah mayat.
Pasal 49
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas
penyelenggaraan upaya kesehatan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan
norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi.
Pasal 50
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab meningkatkan dan
mengembangkan upaya kesehatan, sekurang-kurangnya memenuhi kebutuhan
kesehatan dasar masyarakat, dilakukan berdasarkan pengkajian dan penelitian.
Ketentuan mengenai peningkatan dan pengembangan dilaksanakan melalui
kerja sama antar Pemerintah dan antarlintas sektor.
Pasal 51
Upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat, didasarkan pada standar
pelayanan minimal kesehatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar
pelayanan minimal kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bab XIX - Penyidikan
Pasal 189
Selain penyidik polisi negara RI, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan.
Penyidik berwenang:
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang kesehatan;
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di
bidang kesehatan;
melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
kesehatan
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan;
menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana di
bidang kesehatan.
Kewenangan dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
Bab XX Ketentuan Pidana
Pasal 190
Dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau
Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda
200jt rupiah
Mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
Pasal 191
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional
yang menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan kerugian harta
benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
tahun dan denda paling banyak 100jt rupiah
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh
dengan dalih apa pun dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak satu miliar rupiah
Bab XX Ketentuan Pidana
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk
tujuan mengubah identitas seseorang diancam dengan pidana penjara paling lama
10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak satu miliar rupiah
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun
dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 500jt rupiah
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu dipidana penjara paling lama 10
tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah
Bab XX Ketentuan Pidana
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dipidana
penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian dipidana dgn denda paling banyak Rp100.000.000,00
Pasal 199
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke
dalam wilayah NKRI dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan
berbentuk gambar (Pasal 114) dipidana penjara paling lama 5 tahun dan
dendan paling banyak Rp500.000.000,00
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok dipidana
denda paling banyak Rp50.000.000,00
Bab XX Ketentuan Pidana
Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI
eksklusif (Pasal 128 ayat (2)) dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda
paling banyak Rp100.000.000,00
Pasal 201
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1),
Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200
dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3x dari pidana denda
Selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
pencabutan izin usaha; dan/atau
pencabutan status badan hukum.
Daftar Pustaka
Bertens K. Etika Biomedis. Yogyakarta: Kanisius; 2011.
KODEKI.
UU no. 36 tahun 2009.
Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008.
KUHP.
KUHPer.
Kesimpulan
Dalam kasus ini, kami berpendapat bahwa dokter yang melakukan
tindakan tidak melakukan kesalahan.
Dokter kurang cakap dalam menyampaikan informasi

Saran
Dokter mencoba lebih baik lagi untuk berkomunikasi dengan pasien

Você também pode gostar