Você está na página 1de 39

Analisis DNA feses merupakanCost-

Effective untuk Pemantauan Kanker


Kolorektal pada pasien dengan
KolitisUlseratif

Pembimbing :
dr. Jacobus Albert, Sp.PD K-GEH, FINASIM, FASSGE, AGAF
Pendahuluan
Data tingkat populasi menunjukkan, bahwa terjadi peningkatan
insidensi kanker kolorektal (CRC) pada pasien inflammatory
bowel disease (IBD), khususnya pada pasien dengan kolitis
ulseratif kronik (UC) dan Chrons disease.

insidensi dan mortalitas CRC pada pasien UC menurun dengan


adanya pemantauan kolonoskopi menggunakan endoskopi white
light (WLE).

Diagnosis dini menggunakan kolonoskopi merupakan standar


yang digunakan untuk diagnosis dini CRC.
American Gasatroenterology
Association dan American Society
for Gastrointestinal Endoscopy,
saat ini lebih merekomendasikan
kromoendoskopi sebaagai
pemantauan standar untuk
pemantauan CRC pada pasien US,
daripada WLE

Tetapi , penggunaan metode


kromoendoskopi ini jarang
digunakan, karena Pemeriksaan noninvasive DNA
membutuhkan pelatihan feses (sDNA) merupakan strategi
tambahan, prosedur yang lebih potensial, yang diprediksi mampu
lama, serta biaya yang lebih mengurangi biaya dan
tinggi. meningkatkan kepatuhan
pemantauan.

United states Food and Drug


Administration
Definisi
Kolitis ulseratif adalah penyakit
kronis peradangan mukosa
difus yang terbatas pada usus
besar, dan hampir 95 %
melibatkan rektum dan dapat
meluas ke proksimal sehingga
melibatkan seluruh usus besar.

Kanker kolorektal adalah


kanker yang berasal dari
epitel lapisan usus besar dan
rectum.
Epidemiologi
Kolitis ulseratif terjadi pada 500.000 penduduk
di Amerika Serikat dengan insiden 8-12 per
100.000 ribu penduduk/ tahun. Inisiden
Pada wanita kanker kolorektalurutan ke 2
tersebut realif konstan selama 5 tahun terakhir.
kanker yang sering terjadi setelah kanker
payudara dengan 16.500 kasus baru yang di
diagnosa setiap tahun.

Hampir 3/4kasus kanker kolorektal terjadi pada


seseorang yang berusia 65 tahun keatas.

pada laki-laki merupakan kanker urutan ketiga


setelah kanker paru-paru dan prostat
Dari tahun 1998-2010 terjadi peningkatan
insiden terjadinya kanker kolorektal pada
pasien IBD sebesar 60% didalam populasi
umum.

Pada populasi penelitian kohort dengan


metanalisis didapatkan sebesar 1,6% pasien UC
di diagnosis menderita CRC setelah 14 tahun
pengematan.
Pada tahun 2017, terdapat sekitar
95.520 insiden kanker usus besar
dan 39.910 kasus kanker rectum
yang didiagnosis di Amerika
Serikat.
INDONESIA
Di indonesia
insiden terajadinya
kanker kolorectal
adalah 12,8 per
100.000 penduduk
usia dewasa ,
dengan mortalitas
9,5% dari seluruh
kasus kanker
-.
FAKTOR RESIKO UC
Infeksi gastrointestinal ( oleh salmonella dan
compylobacter)
Infeksi e.coli dan penemuan parasit Amuba.
penggunaan obat-obat anti inflamasi.
Faktor keluarga memiliki peran terjadinya
colitis ulseratif pada 12-15% kasus..
faktor genetic yang berkaitan erat dengan UC
yaitu HLA-DqA .
Faktor resiko CRC
Riwayat keluarga

Riwayat penyakit
Penyakit Radang Usus
Diabetes Melitus
Merokok

Konsumsi alkohol

Faktor Pola makan


Gejala Klinik
Diare yang bisa disertai dengan darah dan
lendir pada tinja.
nyeri perut, atau nyeri pada anus
Demam
Penurunan nafsu makan
Serta penuruan berat badan.
Penyakit timbul secara perlahan dan berlangsng
selama beberapa minggu.
Gejala lain diuar
intestial
Nyeri pada
persendian
ulkus pada kulit
(eritema nodusum)
dan bibir,
iritasi mata
(episkleritis dan
uveitis)
peradangan pada
kandung empedu
dll
Gejala klinis kanker kolorectal
Perdarahan dari rectum
Darah pada tinja atau darah pada toilet setalah buang
air besar.
Tinja yang berwarna gelap atau kehitaman
Perubahan pola BAB dan bentuk dari tinja
Rasa tidak nyaman atau kram di perut bagian bawah
Perasaan ingin BAB ketika usus sedang kosong.
Konstipasi atau diare lebih dari beberapa hari
Penurunan nafsu makan
Penurunan berat badan yang tidak diketahui.
Derajat Kanker Kolorektal
In situ : kanker belum menyerang dinding usus
besar/rectum atau disebut lesi preinvansiv.
Local : kanker telah berkembang dan tumbuh kedalam
dinding usus besar atau rectum,namun belum
menyebar dijaringan sekitarnya.
Regional : kanker telah menyebar melalui dinding
usus besar atau rektum dan telah menginvasi jaringan
di sekitarnya atau telah menyebar ke kelenjar getah
bening disekitarnya.
Luas: kanker telah menyebar kabagian atau sisi tubuh
yang lain seperti hati dan paru-paru.
Stadium kanker kolorektal National Cancer Institute
tahun 2006

Stadium 0 ( Carsinoma insitu): kanker hanya pada


lapisan terdalam dari kolon atau rectum
Stadium I : sel kanker telah tumbuh di dinding dalam
kolon atau rectum, tapi belum menembus dinding luar
Stadium II: sel kanker telah menyebar kedalam lapisan
otot dari kolonatau rectum. Tetapi sel kanker belum
menebar dijaringan kGB sekitarnya.
Stadium III: kanker telah menyebar ke satu atau lebih
kelenjar KGB didaerah tersebt tetapi tidak kebagian lain
Stadium IV: kanker telah menyebar dibagian lain dari
tubuh, seperti hati,paru-paru atau tulang
Klasifikasi UCBerat : frekuendi BAB
berdarah > 6kali perhari,
disertai dengan gejala toksik
termasuk demam, takikardi,
anemia.

Fulminan: frekuensi BAB


Ringan : frekuensi BAB 4 kali berdarah> 10 kali perhari
dalam sehari dengan atau disertai dengan gejala toksik
tanpa darah, dan tidak disertai termasuk abdomen yang
gejala sistemik dan tanda menegang,membutuhkan
peradangan normal. transfusi.

Sedang : frekuensi BAB


berdarah 4 kali atau lebih,
dengan gejala toksik yang
minimal.
Lokasi UC
Ulcerative proctitis
Proctosigmoid :
melibatkan rectum dan
Colon
Left Side:Distal atau sisi kiri
kolitis. penyakit tidak
melewati fleksura lienalis,
Pancolitis melibatkan
seluruh bagian dari usus
besar di luar fleksura
lienalis.
Screening
Tujuan ketahanan hidup,
penurunan tingkat morbiditas dan
mortalitas pada pasien dengan
kanker kolorectal

Unisted States preventive services


task Force (USPSTF) menyarankan
skrining kanker dimulai saat inividu
berusia 50-75 tahun pada individu
dengan faktor resiko.
White Light Endoskopy
Alat endoskopi memiliki cahaya dan kamera
kecil di ujungnya, yang memungkinkan untuk
dilakukannya deteksi dan biposi

Memiliki interval pengulangan yang


panjang dari semua pemilihan uji
diagnostik (10 tahun)

Penelitian obesrvasional bahwa kolonoskopi


membantu menurunkan insiden CRC sekitar
40% dan mortalitas sebesar 50% . Tetapi hal
tersebut berkaitan dengan kualitas dari
kolonoskop.
White Light Endoskopy
Memiliki resiko tinggi terjadinya komplikasi
dibandingkan dengan tes diagnostic yang
lain, seperti perdarahan

kurang dapat mendeteksi lesi yang datar


(adenoma sesil) sekitar 20-30%, serta
lesi yang terletak di proksimal dari
colon.

Pemeriksaan kolonoskopi mengurangi resiko


terjadinya CRC pada pasien dengan IBD, serta
tingkat kematian lebih rendah terhadap
pasien yang didiagnosis CRC.
KROMOENDOSKOPI

Chromoendoscopy (CE; endoscopic dye spraying ) merupakan


teknik yang digunakan untuk lebih meningkatkan deteksi adanya
dysplasia yang halus serta meningkatkan pengawasan
Terdapat 2 pewarnaan utama pada CE yaitu Indigo carmine untuk
melihat permukaan dan bentuk colon yang ireguler, dan methylen
blue yang akan diserap oleh mukosa usus, tetapi akan kurang
penyerapannya pada mukosa usus yang megalami peradangan dan
neoplasia.
Teknik CE lebih murah, aman, cepat dan mudah dibandingkan
dengan pengambilan sampel dengan biopsi acak
Dengan menggunakan CE dapat mendeteksi dysplasia 2-4 kali lipat
lebih tinggi di bandigkan dengan teknik konvensional WLE
Kromoendoskopi
(CE; endoscopic dye spraying ) merupakan
teknik yang digunakan untuk lebih
meningkatkan deteksi adanya dysplasia yang
halus serta untuk meningkatkan pengawasan

Terdapat 2 macam
Pewarnaan:
Keterbatasan WLE dalam menilai displasia
Indigo Carmin &
Methylen Blue
Penelitian metaanalisis
Dengan menggunakan
membuktikan bahwa
CE dapat mendeteksi
CE secara signifikan
dysplasia 2-4 kali lipat
lebih baik daripada
lebih tinggi di
WLE dalam
bandingkan dengan
mendeteksi dysplasia
teknik konvensional
pada pasien dengan
WLE.
IBD.
sDNA
Terdapat beberapa pemeriksaan sDNA multi
target yang telah disetujui, seperti Cologuard
(Exact Sciences, Madison WI), assays mutant
KRAS, methylated BMP3, methylated NDRG4,
dan pemeriksaan fecal immunochemical.
Sensitivitas dari sDNA
dibandingkan dengan
FIT
Analisis Model Diagnosis
Penelitian Markov dengan menggunakan simulasi
Monte Carlo.
1 dari 4 strategi pemantauan:
Analisis sDNA dengan diagnostik kromoendoskopi
untuk pasien dengan hasil positif,
Analisis sDNA diagnostik WLE untuk pasien dengan
hasil positif,
Kromoendoskopi dengan sampel biopsi tertarget, atau
WLE dengan sampel biopsi acak
Tujuan
Rasio biaya efektivitas tambahan (ICER)
(Biaya tambahan/perbedaan tambahan pada
quality adjusted life years [QALY]) untuk tiap
strategi pemantauan dalam interval 2 tahun,
dibandingkan dengan tanpa adanya
pemantauan. Batas WTP ( willingnes to pay)
sebesar $50,000 per QALY digunakan untuk
memperkirakan cost-effective.
ICER sDNA,
kromoendoskopi, dan
WLE selama 1 tahun
(annual), 2 tahun
(biennial), dan tiap 3
tahun berada
dibawah batas
$50,000.
Sesuai dengan hasil
sebelumnya
kromoendoskopi lebih
cost-effective
dibanding WLE.
Pemantauan
WLE biennial menurunkan kasus CRC sebesar
53,800.Untuk mencegah 1 kasus CRC
tambahan 9 pasien harus mengikuti
program pengamatan WLE.
Biennial kromoendoskopi mencegah 52,539
kasus dengan kebutuhan 10 pasien tambahan
untuk mencegah 1 CRC tambahan.
Dengan Biaya yang lebih murah
sDNA + diagnostik kromoendoskopi dan sDNA
+ diagnostik WLE, secara berturut-turut dapat
mencegah fatalitas CRC pasien sebesar 17,681
dan 16,230. Untuk mencegah 1 kasus CRC
tambahan, dibutuhkan 18 dan 19 pasien pada
tiap pengamatan tersebut.
Meningkatnya tingkat
kepatuhan pasien
terhadap berbagi
diagnostic untuk CRC,
berkaitan dengan
biaya yang akan
digunakan mejadi
lebih mahal.

Namun tingkat
kepatuhan pasien
pada diagnoctic sDNA
masih termasuk dalam
kategori cost effective
Pembahasan
Dalam berbagai analisis strategi pemantauan
CRC , sDNA tampak lebih cost-effective
ketika digunakan bersamaan dengan diagnostic
kromoendoskopi atau WLE dibandingakan
hanya menggunakan kromoendoskopi atau
WLE saja.

Pemantauan untuk CRC pada pasien US tampak cost-effective, karena


seluruh perkiraan ICER memiliki nilai dibawah WTP $50,000
Pemantauan berbasis endoskopi dapat lebih
efektif apabila spesifitas sDNA <0.65 dalam
perbandingannya dengan kromoendoskopi
tunggal, atau <0.66 dalam perbandingannya
dengan WLE.
Pemantauan untuk dysplasia dan CRC pada
pasien US tampak cost-effecive harapan
pada pasien dalam hal analisis ekonomi.
Semua strategi berada di bawah batas
willingness-to-pay dalam interval 2 tahun

Pada analisis sDNA pada analisis sDNA


dengan diagnostik diagnostic WLE
kromoendoskopi, sebesar $18,643 per
rasio tambahan quality-adjusted
biaya-efektivitas life-years;
sebesar $16,362 per
quality-adjusted
life-years.
pada kromoendoskopi
sebesar $27,907 per
quality-adjusted life-
years

WLE sebesar $27,907


per quality-adjusted
life-years
Analisis sDNA tetap menjadi
strategi pemantauan yang cost-
effective pada hampir semua ,
ketika dikombinasikan dengan
diagnostik kromoendoskopi,
pendekatan ini lebih baik
dibandingkan dengan hanya
kromoendoskopi, karena
spesifisitas tes sDNA untuk CRN
sebesar >65%.
Kesimpulan

Você também pode gostar