Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KAIDAH USHULIYAH
AMAR, NAHI, AMM, & KHOS
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Merupakan suatu kewajiban bagi Setiap muslim
untuk memahami hukum islam secara menyeleruh
berdasarkan sumber agama islam (Al-Quran & Al-
Hadist). Karena ditakutkan ketika dalam memahami
islam hanya setengah-setengah hanya akan memberikan
dampak negatif. Seperti timbulnya aksi para teroris yang
mengatas namakan islam dalam meluncurkan agresinya.
Mereka memahami islam hanya sebagai sosok yang
memberikan motivasi untuk berjihad tanpa
memperdulikan wajah-wajah islam yang lain.
Oleh karena itu, usaha yang dilakukan untuk
memahami islam adalah kita harus mampu membuka
setiap kata dan makna yang terkandung dalam sumber-
sumber islam yaitu Al-quran dan Al-Hadist itu. Untuk
itu, kita memerlukan sebuah metode istimbat
(Penggalian Hukum) yakni usul fiqh.
Disini penulis akan mencoba sedikit mengulas
tentang metode istimbat dalam usul fiqh yang berkisar
pada Amar, Nahi, Amm, dan khos, dengan harapan
semoga sedikit membantu dalam memahami Al-Quran
dan Al-Hadist.
2. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah pengertian Amar, Nahi, Amm, dan khos?
b. Apakah hukum yang ditunjukan oleh Amar, Nahi,
Amm, dan khos...?
3
BAB II
PEMBAHASAN
(METODE ISTIMBAT DARI SEGI
BAHASA)
A. LAFADZ AL- AMM
1. Definisi dan bentuk-bentuk al-amm
Al-Amm menurut bahasa lafadz yang
menunjukan akan mencakupnya terhadap
keseluruhan satuan yang sesuai dengan
maknanya tanpa ada yang membatasi. Ada
bebrapa lafadz yang menunjukan makna umum,
diantaranya :
a. Kata Kull ) (dan kata Jami ) (seperti yang
terdapat ayat :
)21 : (
)29:(.....
b. kata Jama yang disertai alif dan Lam
diawalnya, seperti pada lafadz Al-Walidatu
(para ibu) dalam surat al-Baqarah :233.
c. Kata Tunggal yang dimarifatkan dengan Alif
dan Lam. Contoh lafadz AL-Insan dalam surat
al-Ashr :2.
d. Isim Isyarah (kata benda yang disyaratkan)
seperti kata man ) ) dalam suratan-Nisa :92.
e. Isim Nakirah (indenfinite noun) yang dinafikan
seperti lafadz la junaha ) (dalam surat al-
Mumtahanah :10.
f. Isim mausul (kata ganti penghubung), seperti
kata Alladzina ( (dalam ayat 10 surat an-
Nisa.
)10: (
4
2. PEMBAGIAN LAFADZ AMM
Lafadz umum yang dikehendaki keumumannya
karena terdapat dalil atau indikasi yang menutup
kemungkinan adanya Takhsis (pengkhususan). Misalnya
surat Hud :6.
)6 : (
yang dimaksud binatang melata pada ayat tersebut
adalah bersifat umum,mencakup semua jenis binatang
tanpa terkecuali. Karena diyakini bahwa yang
memberikan rizki bagi semua mahluk adalah Allah swt.
Lafadz Amm akan tetapi yang dimaksud adalah khusus
karena ada indikasi yang menunjukkan makna tersebut.
Contoh Qs. At-Taubah : 120.
)120 : (....
sepintas ketika kita memahami ayat tersebut
diperuntukan kepada semua masyarakat madinah dan
bangsa arab yang ada disekitarnya. Namun, yang
dimaksud ayat tersebut bukanlah makna umum, tetapi
hanyalah orang-orang yang mampu.
Lafadz al-Amm yang ditakhsis. Yaitu al-Amm yang
mutlak, tidak disertai dengan alasan yang yang
meniadakan kemungkinan adanya takhsis, tidak pula
alasan yang menunjukkan atas keumumannya secara
pasti. Lafadz ini secara lahir umum, sampai terdapat
dalil yang mengkhususkanya. Seperti terdapat pada ayat
228 surat al-Baqarah.
) 228 : (....
Lafadz umu pada ayat tersebut (Al-muthallqat / wanita-
wanita yang ditalak), terbebas dari indikasi yang
menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah makna
umumnya atau sebagianya. Dalam hal ini menurut
jumhur ulama usul fiqh, seperti yang dikemukakan oleh
Muhammad Adib Shaleh, kaidah usul fiqh yang berlaku
adalah bahwa sebelum terbukti adanya penakhsisnya,
ayat itu harus diterapkan pada semua satuan cakupannya
secara umum.
5
Berkaitan dengan kata umum, maka perlu dibahas
pula pembahasan tentang takhsis, seperti yang
dikemukakan oleh Khudlori Bik, Takhsis adalah
bahwa yang dimaksud lafadz umum adalah sebagian
dari cakupannya, bukan keseruhanya. Dengan kata
lain mengeluarkan sebagiandari satuan-satuan yang
dicakup oleh lafadz umum dengan dalil.
Diantara dalil pen takhsis adalah takhsis dengan ayat
al-quran, takhsis dengan sunah, dan takhsis dengan
Qiyas. Lafadz umum yang ditelah ditakhsis akan
menjadi khusus. Makna sebagian yang tinggal itulah
sesungguhnya yang dimaksud ayat tersebut sejak
diturunkan atauhadist sejak diucapkan.
B. Lafadz Khusus (khos)
Lafadz khusus adalah lafadz yang mengandung satu
pengertian secara tunggal atau beberapapengertian
yang terbatas. Abu Zahrah menyatakan, bahwa
lafadz khos dalam nas syara menunujuk kepada
pengertiannya yang secata qothI (pasti) dan hukum
yang dikandungnya bersifat pasti pula selama tidak
terdapat indikasi terhadap pengertian lain. Contoh
lafadz khos adalah QS. Al-Maidah : 80.
)89 :(... ...
kata asyara pada ayat tersebut diciptakan hanya
untuk bilangan sepuluh, tidak kurang dan tidak lebih.
Arti sepuluh itu sendiri tidak terdapat
kemungkinanpengertian lain. Begitulah dipahami
setiap lafadz dalam al-quran, selama tidak aeda
dalil yang memalingkan kepada pengertian lain
seperti lafadz majazi (metafora. Jika terdapat
indikasi yang menunjukan bahwa yang dimaksud
adalah bukan makna hakikatnya melainkan makna
majazi, maka terjadilah tawil yaitu memalingkan
6
kepada majazi yang akan dijelaskan pada
pembahasan Mutlaq dan Muqoyyad.
C. Lafadz Amar (Perintah)
7
b. Hukum-hukum yang ditunjukkan oleh bentuk
amar (perintah
Suatu bentuk perintah bisa menunjukkan berbagai
perngertian sebagaimana yang telah dikemukakan
oleh guru besar usul fiqh universitas Damaskus.
Diantaranya Sebagai berikut.
Menunujukan hukum wajib, seperti perintah untuk
melakukan sholat.
Menjelaskan bahwa sesuatu itu booleh dilakukan.
Qs. al-muminun : 51.
Sebagai anjuran. QS. Al-Baqarah : 282.
Untuk melemahkan. QS. Al-Baqarah : 23.
Sebagi ejekan atau hinaan. QS. Ad-Dukhan : 49.
8
c. Kaidah-kaidah Yang Berhubungan Dengan Amar
Kaidah Pertama : meskipun
suatu perintah menunjukkanberbagai perngertia,
namun pada dasarnya suatu perintah menunjukan
hukum wajib dilaksanakan, kecuali terdapat
indikasi lain yang memalingkan dari hukum
tersebut.
9
d. Nahi atau larangan
10
b. Hukum-hukum yang ditunjukkan oleh bentuk
Nahi (Larangan)
adib Sholeh mengemukakan, bahwa bentuk
larangan dalam penggunaanya mungkin
menunjukan berbagai pengertian. Diantarnya :
11
c. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan Nahi
Para ulama Ushul Fiqh merumuskan kaidah yang
berhubungan dengan larangan, diantanranya
sebagai berikut :
Kaidah Pertama : pada
dasarnya suatu larangan menunjukan hukum
haram dilaksanakan, kecuali terdapat indikasi lain
yang memalingkan dari hukum tersebut.
Kaidah Kedua : ,
adalah suatu larangan menunjukan fasad (rusak)
perbuatan yang dilarang itu jika dikerjakan. Para
ulama ushul fiqh bersepakat bilamana larangan
tersebut tertuju pada zat atau esensi dari
perbuatan, bukan terhadap hal-hal yang terletak
diluar esensi perbuatan tersebut.
contoh dari larangan terhadap zat adalah larangan
berzina, menjual bangkai, shalat dalam keadaan
hadas. Larangan-larangan dalam hal-hal
tersebutmenunjukkan batalnya perbuatan-
perbuatan tersebut bilamana dikerjakan.
12
BAB III
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14