Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
RSUD CIAMIS
DR. dr. H. IWAN ARIJANTO, Sp.Kj, Mkes
Oleh:
Heri Kusyanto
Autisme berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti segala
sesuatu yang mengarah pada diri sendiri.
Autisme pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943,
seorang psikiatri Amerika.
Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala
psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering
disebut dengan sindroma Kanner.
Defisit perkembangan pervasif pada awal kehidupan anak yang
disebabkan oleh gangguan perkembangan otak yang ditandai
dengan ciri pokok yaitu terganggunya perkembangan interaksi
sosial, bahasa dan wicara, serta munculnya perilaku yang bersifat
repetitif, stereotipik dan obsesif
Di Amerika Serikat, kelainan autisme empat kali lebih sering ditemukan pada anak lelaki
dibandingkan anak perempuan dan lebih sering banyak diderita anak-anak keturunan
Eropa Amerika dibandingkan yang lainnya.
Di Indonesia, pada tahun 2013 diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak yang
menderita autisme dalam usia 5-19 tahun.
Sedangkan prevalensi penyandang autisme di seluruh dunia menurut data UNESCO
pada tahun 2011 adalah 6 di antara 1000 orang mengidap autisme. Data UNESCO pada
2011 mencatat, sekitar 35 juta orang penyandang autisme di dunia. Itu berarti rata-rata
6 dari 1000 orang di dunia mengidap autisme.
Begitu juga dengan penelitian Center for Disease Control (CDC) Amerika Serikat pada
2008, menyatakan bahwa perbandingan autisme pada anak usia 8 tahun yang
terdiagnosa dengan autisme adalah 1:80
Tetapi anak perempuan yang memiliki gangguan autistik cenderung terkena lebih serius
dan lebih mungkin memiliki riwayat keluarga gangguan kognitif dibandingkan anak laki-
laki.
Penyebab autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan
dengan pasti.
Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu
dengan yang lainnya mengenai hal ini.
1. Faktor Psikodinamika dan Keluarga
2. Kelainan Organik-Neurologis-Biologis
3. Faktor Genetika
4. Faktor Imunologis
5. Faktor Perinatal
6. Temuan Neuroanatomi
7. Temuan Biokimiawi
1. Faktor keluarga dan psikodinamik
Mulanya diperkirakan gangguan ini akibat kurangnya perhatian orang tua, tetapi
penelitian terakhir tidak menemukan adanya perbedaan dalam membesarkan anak
pada orang tua anak normal dari orang tua anak yang mengalami gangguan ini.
Namun beberapa anak autisme berespon terhadap
stressor psikososial seperti lahirnya saudara kandung atau pindah tempat tinggal
berupa eksaserbasi gejala.
2. Kelainan Organik-Neurologis-Biologis
Autisme berhubungan dengan kondisi perinatal dan kandungan. Pada tahun 2007
sebuah review menyebutkan bahwa ditemukan hubungan antara kondisi kandungan
termasuk berat badan yang kurang, durasi kehamilan, dan hypoxia selama kelahiran.
Hubungan tersebut tidak disebutkan sebagai penyebab namun merupakan dua
kondisi yang saling berhubungan.
3. Faktor genetis atau keturunan
Gen menjadi faktor kuat yang menyebabkan anak autis. Jika dalam satu keluarga
memiliki riwayat menderita autis, maka keturunan selanjutnya memiliki peluang
besar untuk menderita autis. Hal ini disebabkan karena terjadi gangguan gen yang
memengaruhi perkembangan, pertumbuhan dan pembentukan sel-sel
otak. Kondisi genetis pemicu autis ini bisa disebabkan karena usia ibu saat
mengandung sudah tua atau usia ayah yang sudah tua. Diketahui bahwa sperma
laki-laki berusia tua cenderung mudah bermutasi dan memicu timbulnya autisme.
4. Penyakit Imunologis
Terdapat beberapa bukti mengenai inkompatibilitas antara ibu dan fetus, dimana
limfosit fetus bereaksi terhadap antibodi ibu, sehingga kemungkinan menyebabkan
kerusakan jaringan syaraf embrional selama masa gestasi.
5. Faktor kandungan (pranatal).
Kondisi kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Pemicu autisme
dalam kandungan dapat disebabkan oleh virus yang menyerang pada trimester
pertama, yaitu virus syndroma rubella. Selain itu, kesehatan lingkungan juga
memengaruhi kesehatan otak janin dalam kandungan. Polusi udara berdampak
negatif pada perkembangan otak dan fisik janin sehingga meningkatkan
kemungkinan bayi lahir dengan risiko autis. Bahkan, kondisi kandungan ibu yang
bermasalah (komplikasi kehamilan) hingga mengalami perdarahan juga menjadi
pemicu munculnya gejala autisme. Kondisi ini menyebabkan gangguan
transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan otak
janin. Bahkan, bayi lahir prematur dan berat bayi kurang juga merupakan risiko
terjadinya autisme.
6. Kelainan Neuroanatomi
Ditemukan kelainan neuroanatomi (anatomi susuan saraf pusat) pada beberapa
tempat di dalam otak anak autis. Banyak anak autis mangalami pengecilan
otak terutama pada lobus VI-VII. Seharusnya di lobus VI-VII banyak terdapat sel
purkinje. Namun pada anak autis jumlah sel purkinje sangatlah kurang.
Akibatnya, produksi serotinin kurang, menyebabkan kacaunya prosses
penyaluran informasi antar otak. Selain itu ditemukan kelainan struktur pada
pusat emosi di dalam otak sehingga emosi anak autis sering terganggu.
Autisme akibat berhentinya perkembangan dari cerebellum, cerebrum dan
sistem limbik. Pada MRI ditemukan hipoplasi vermis cerebellum lobus VI dan VII
(Courchesne,1991). Pada sekitar 10-30% anak dengan autisme dapat
diidentifikasi faktor penyebabnya (Lumbantobing,2001).
7. Faktor Biokimiawi