Você está na página 1de 24

ARTRITIS GOUT

Artritis gout merupakan salah satu penyakit metabolik


(metabolic syndrom) yang terkait dengan pola makan diet
tinggi purin dan minuman beralkohol. Penimbunan kristal
monosodium urat (MSU) pada sendi dan jaringan lunak
merupakan pemicu utama terjadinya keradangan atau
inflamasi pada gout artritis (Nuki dan Simkin, 2006).
Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi
peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri
hebat yang sering menyertai serangan artritis gout (Carter,
2006).
Peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia)
merupakan faktor utama terjadinya artritis gout (Roddy dan
Doherty, 2010).
ETIOLOGI

Kadar asam urat laki-laki di dalam darah secara alami lebih


tinggi dibandingkan kadar asam urat pada wanita. karena wanita
mempunyai hormon esterogen yang ikut membantu
pembuangan asam urat lewat urine.
Kadar asam urat kaum pria cenderung meningkat sejalan
dengan peningkatan usia.
Pada wanita, peningkatan itu dimulai sejak masa monopouse.
Kadar normal asam urat pada wanita adalah 2,4-6,0 mg/dl dan
pria 3,0-7,0 mg/dl. Jika melebihi nilai ini, maka seseorang
dikategorikan mengalami hiperurisemia.
Hiperurisemia adalah terjadinya peningkatan kadar asam urat
dalam darah melebihi batas normal.
Angka kejadian penyakit asam urat meningkat pada keadaan
asam urat tinggi lebih dari 9,0 mg/dl
(Novianti, 2015).
Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada pria dan wanita. Hal ini
kemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti peningkatan kadar asam urat
serum (penyebab yang paling sering adalah karena adanya penurunan fungsi
ginjal), peningkatan pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat
meningkatkan kadar asam urat serum (Doherty, 2009).
Obat diuretik dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam urat dalam
ginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya
diresepkan untuk kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit pada
pasien usia lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai
pirazinamid, etambutol, dan niasin (Weaver, 2008).
Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan dengan resiko
artritis gout. Resiko artritis gout sangat rendah untuk pria dengan indeks massa
tubuh antara 21 dan 22 tetapi meningkat tiga kali lipat untuk pria yang indeks
massa tubuh 35 atau lebih besar (Weaver, 2008).
Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Insulin diduga
meningkatkan reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui urate anion exchanger
transporter-1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion cotransporter pada
brush border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal.
Dengan adanya resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan pada proses
fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh meningkat. Peningkatan
konsentrasi adenosin mengakibatkan terjadinya retensi sodium, asam urat dan air
oleh ginjal (Choi et al, 2005).
Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut (terutama kerang
dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis gout. Sayuran yang
banyak mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi dalam diet rendah purin,
tidak ditemukan memiliki hubungan terjadinya hiperurisemia dan tidak
meningkatkan resiko artritis gout (Weaver, 2008).
Mekanisme biologi yang menjelaskan hubungan antara konsumsi alkohol dengan
resiko terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat proses
pemecahan adenosin trifosfat dan produksi asam urat (Zhang, 2006).
Metabolisme etanol menjadi acetyl CoA menjadi adenin nukleotida meningkatkan
terbentuknya adenosin monofosfat yang merupakan prekursor pembentuk asam
urat. Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat pada darah yang
menghambat eksresi asam urat (Doherty, 2009).
Alasan lain yang menjelaskan hubungan alkohol dengan artritis gout adalah
alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga mengakibatkan over
produksi asam urat dalam tubuh (Zhang, 2006).
PATOLOGI

Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme


(pembentukan dan ekskresi) dari asam urat, meliputi:
Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal
Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang
meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek
enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)
Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat
dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah
sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling banyak
terdapat di sendi dalam bentuk kristal mononatrium urat.
Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara:
Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini
bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran sinovium).
Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien,
terutama leukotrien B. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang
destruktif.
Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan
aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6,
IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping itu
mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini
akan menyebabkan cedera jaringan.
Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan
terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan
kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa,
yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan
sel raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis
sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di
tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam
tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout
GEJALA DAN TANDA
Gejala-gejala klinik hiperuresemia dapat dibagi dalam 4 stadium:
Stadium I
Tidak ada gejala yang jelas. Keluhan umum, sukar berkonsentrasi. Pada pemeriksaan
darah kadar asam urat tinggi.
Stadium II
Sendi menjadi bengkak dalam beberapa jam, menjadi panas, merah, sangat nyeri.
Kadang-kadang terjadi efusi di sendi-sendi besar. Tanpa terapi, keluhan dapat berkurang
sendiri setelah 4 sampai 10 hari, pmbengkakan dan nyeriberkurang, dan kulit mengupassampai
normal kembali. Kadang-kadang lebih dari satu sendi yang diserang (migratory polyarthritis).
Stadium III
Pada stadium ini di antara serangan-serangan artritis akut, hanya terdapat waktu yang
pendek, yang disebut fase interkritis.
Stadium IV
Pada stadium ini penderita terus menderita artritis yang kronis dan tophi sekitar sendi,
juga pada tulang rawan dari telinga. Akhirnya sendi-sendi dapat rusak, mengalami destruksi
yang dapat menyebabkan cacat sendi.
PERUBAHAN BIOLOGIS
Pada penderita gout terjadi pembengkakan, dapat di bagian
dorsal kaki, pergelangan kaki, tumit, lutut, pergelangan tangan,
jari, dan siku. Pembengkakan ini menyebabkan seseorang sulit
untuk melakukan aktivitas fisik rutin. Serangan biasanya dimulai
pada malam hari, dengan pasien terbangun dari tidurnya
dengan rasa nyeri yang menyiksa. Pada umumnya dapat terjadi
demam dan leukositosis. Serangan yang tidak diobati dapat
berlangsung selama 3 14 hari sebelum penyembuhan spontan.
DIAGNOSIS
a. Pada pasien yang sesuai dengan paling sedikit 6 kriteria diagnosis di bawah ini
Lebih dari satu serangan Arthritis akut
Maksimum inflamasi timbul dalam waktu 24 jam
Serangan monoArthritis (85%-90% dari serangan awal)
Sendi kemerah-merahan
Sendi MTP pertama nyeri atau bengkak
Serangan unilateral sendi MTP pertama (50%-70% awal, akhirnya 90% )
Serangan unilateral pada sendi tarsal
Tofi (dugaan klinis atau dibuktikan secara histologi)
Hiperurisemia
Sendi bengkak asimetris (klinis atau x-ray)
Temuan x-ray termasuk subkortikal cyst(s) tanpa erosi dalam sendi
Serangan berhenti total (hilangnya semua simtom dan tanda-tanda)
Tidak ada mikroba dalam cairan synovial
b. Pada pasien yang mempunyai semua kriteria Diagnosis di bawah ini
Sejarah berulang monoArthritis akut
Respons cepat terhadap obat antiinflamasi
Hiperurisemia atau tofi
TUJUAN TERAPI
Mengatasi serangan akut.
Mencegah kekambuhan serangan gout pada persendian (gouty
arthritis).
Mencegah komplikasi yang terkait dengan tertimbunnya kristal urat
pada jaringan dalam jangka waktu lama.
Mencegah atau mengembalikan kondisi yang sering terkait dengan
gout, seperti obesitas, kenaikan trigliserida dan hipertensi.

STRATEGI TERAPI
Meredakan radang sendi (dengan obat-obatan dan istirahat sendi yang
terkena).
Pengaturan asam urat tubuh (dengan pengaturan diet dan obat-
obatan).
TATALAKSANA TERAPI

Terapi Non Farmakologis


Penurunan berat badan
Mengurangi asupan makanan tinggi purin
Mengurangi konsumsi alkohol
Meningkatkan asupan cairan
Mengkompres sendi yang sakit dengan es dan mengistirahatkan
selama 1 2 hari
Terapi Farmakologis
A. GOUT ARTHRITIS AKUT (Ernst et al., 2008)
NSAID (NON STEROID ANTI
INFLAMATORY DRUG)
NSAID adalah terapi utama untuk serangan akut gouty arthritis karena keunggulan
efikasi dan toksisitas yang minimal pada penggunaan jangka pendek.
Indometasin secara historis telah menjadi NSAID pilihan dalam terapi gout akut.
Belum ada bukti yang menyatakan salah satu NSAID lebih unggul dari yang lain
dalam terapi gout, tetapi indometasin, naproxen dan sulindak telah di-approve oleh
FDA untuk indikasi gout.
aktor utama dalam keberhasilan terapi dengan NSAID adalah memulai terapi
sesegera mungkin, dengan dosis maksimum pada saat onset gejala, dilanjutkan
selama 24 jam setelah hilangnya serangan akut dan dilakukan tappering dosis
selama 2 3 hari. Pada sebagian besar pasien, hilangnya gejala dapat terjadi 5 8
hari setelah terapi dimulai (Ernst et al., 2008).
Mekanisme aksi NSAID menghambat enzim cyclooxygenase-1 dan 2 sehingga
mengurangi pembentukan prekusor prostaglandin yang merupakan mediator
inflamasi.
Semua NSAID memiliki resiko efek samping yang sebanding, antara lain :
sistem gastrointestinal : gastritis, perdarahan dan perforasi
ginjal : penurunan klirens kreatinin, renal papillary necrosis
kardiovaskuler : retensi cairan dan natrium, peningkatan tekanan darah
sistem saraf pusat : gangguan fungsi kognitif, sakit kepala, pusing

Oleh karena itu, penggunaan semua NSAID harus diwaspadai pada


pasien dengan riwayat ulkus lambung, gagal janting kongestif, hipertensi
yang tidak terkontrol, insufisiensi renal, penyakit arteri koroner dan pasien
yang menerima terapi antikoagulan.
KOLKISIN
Mekanisme aksi dari kolkisin adalah mengurangi motilitas leukosit sehingga
mengurangi fagositosis pada sendi serta mengurangi produksi asam laktat dengan
cara mengurangi deposit kristal asam urat yang berperan dalam respon inflamasi.
Ketika diberikan dalam 24 jam pertama setelah serangan, kolkisin memberikan respon
dalam beberapa jam setelah pemberian pada 2/3 pasien.
Meskipun sangat efektif, penggunaan kolkisin oral dapat menyebabkan efek samping
gastrointestinal (dose dependent) meliputi nausea, vomiting dan diare, selain itu juga
dapat terjadi neutropenia dan neuromiopati aksonal.
Oleh karena itu, kolkisin hanya digunakan pada pasien yang mengalami intoleransi,
kontraindikasi, atau ketidakefektifan dengan NSAID.
Kolkisin dapat diberikan secara oral maupun parenteral.
Jika tidak ada kontraindikasi atau kondisi insufisiensi renal, dosis awal yang biasa
digunakan adalah 1 mg, dilanjutkan dengan 0,5 mg setiap 1 jam sampai sakit pada
sendi reda, atau terjadi ketidaknyamana pada perut atau diare, atau pasien telah
menerima dosis total 8 mg.
Untuk terapi profilaksis, dosisnya harus diturunkan tidak lebih dari 0,6 mg per hari pada
setiap hari yang berlainan. Kolkisin i.v menimbulkan efek samping yang serius sehingga
sebaiknya dihindari jika ada terapi lain yang lebih aman.
KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid dapat digunakan dalam terapi gout akut pada kasus resistensi atau pada pasien
yang kontraindikasi atau tidak berespon terhadap NSAID dan kolkisin, serta pasien dengan nyeri
gout yang melibatkan banyak sendi. Kortikosteroid dapat digunakan secara sistemik maupun
dengan injeksi intraartikuler.
Mekanisme aksinya mengurangi inflamasi dengan cara menekan migrasi polimorphonuclear
leukocyte dan menurunkan permeabilitas kapiler.
Pada pasien gout yang melibatkan berbagai sendi, digunakan prednison (atau obat yang
ekuivalen) 30 60 mg secara oral selama 3 5 hari. Untuk mencegah terjadinya rebound akibat
putus obat, hendaknya dilakukan tappering dosis dengan penurunan 5 mg selama 10 14 hari.
Sebagai alternatif, jika pasien tidak dapat menggunakan terapi oral, dapat diberikan injeksi
intramuskuler kortikosteroid aksi panjang seperti metilprednisolon.
Jika tidak terdapat kontraindikasi, dapat diberikan kolkisin dosis rendah sebagai adjunctive
therapy pada kortikosteroid injeksi. Pada serangan akut yang terbatas pada 1 atau 2 sendi, dapat
digunakan triamcinolone acetonide 20 40 mg secara intraarticular.
Kortikosteroid memiliki banyak efek samping, sehingga harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien diabetes, riwayat masalah gastrointestinal, gangguan perdarahan, penyakit jantung,
gangguan psikiatrik. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang sebaiknya dihindari karena
menimbulkan resiko osteoporosis, penekanan jalur hipotalamus-pituitari, katarak dan
deconditioning otot.
B. PROPHILACTIC THERAPY OF
INTERCRITICAL
Terapi ini dilakukan setelah serangan pertama, pada periode bebas gejala dan terdapat
kemungkinan kambuh. Dilakukan jika pasien mengalami 2 kali serangan atau lebih tiap
tahunnya dengan kadar asam urat normal atau dengan sedikit kenaikan.
Kolkisin dosis 0,5- 0,6 mg efektif pada terapi pencegahan untuk pasien tanpa adanya tophi
atau normal atau sedikit kenaikan konsentrasi asam urat dalam darah.
Jika konsentrasi asam urat dalam serum berada dalam rentang normal dan pasien bebas
gejala dalam 1 tahun maka penggunaan kolkisin sebagai terapi pencegahan dapat
dihentikan. Pasien harus diberi nasehat bahwa setelah penghentian terapi kemungkinan akan
terjadi kekambuhan serangan akut.
Pasien dengan sejarah kekambuhan dan peningkatan konsentrasi asam urat secara signifikan
dapat diterapi dengan uric-acid lowering therapy untuk menurunkan kadar asam urat dalam
darah hingga< 6 mg /dl, atau lebih baik jika < 5 mg/dl.
Untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah dapat dilakukan dengan mengurangi sintesis
asam urat (dengan Xantin Oksidase Inhibitor), atau dengan meningkatkan ekskresi asam urat
lewat ginjal (dengan Uricosuric). Kolkisin kadang diberikan pada awal bulan ke 6 sampai ke 12
selama pasien menjalani uric acid-lowering therapy.
XANTIN OKSIDASE INHIBITOR
Allopurinol adalah obat yang direkomendasikan di USA untuk menghambat
sintesis asam urat. Mekanisme aksinya adalah allopurinol dan metabolitnya
oxipurinol memblok tahapan akhir dari sintesis asam urat dengan cara
menghambat enzim Xantin oxidase, yaitu enzim yang mengubah xantin menjadi
asam urat. Selain itu, allopurinol juga meningkatkan ekskresi asam urat melalui
ginjal dengan cara mengubah asam urat menjadi prekusor oxipurine, hal ini
mengurangi pembentukan batu asam urat dan nefropati.
Allopurinol banyak digunakan sebagai drug of choice untuk menurunkan kadar
asam urat pada pasien underexcretors dan overproducers. Allopurinol spesifik
digunakan untuk pasien dengan kategori :
Pasien yang mengalami Overproducers (Underexcretors) asam urat
Pasien dengan recurrence Tophaceous deposit atau batu asam urat
Pasien dengan komplikasi gagal ginjal (Dosis diturunkan)
Dosis terapi adalah 100 mg/hari 300mg/hari selama 1 minggu kemudian
dinaikkan sesuai kebutuhan sampai kadar asam urat 6 mg/dl.
Kadar asam urat dalam darah dapat dicek tiap seminggu sekali. Untuk pasien
dengan komplikasi tophaceous gout, diberikan dosis 400 mg/ hari- 600 mg/ hari.
Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 800 mg/dl. Dosis normal 300
mg/hari untuk pasien dengan fungsi ginjal normal dan diturunkan sampai 200
mg/hari untuk pasien dengan CrCl 60 ml/min dan diturunkan lagi sampai
100mg/hari untuk pasien dengan CrCl 30 ml/min.
Efek samping ringan pada penggunaan allopurinol adalah skin rash, leukopenia,
gangguan GI, sakit kepala, dan urtikaria. Efek samping berat yang terjadi
adalah rash berat, hepatitis, interstitial nephritis, dan eosinofilia. Reaksi
hipersensitivitasdapat terjadi pada dosis 200-400 mg/hari. Dan terjadi biasanya
pada penderita gangguan ginjal.
URICOSURICDRUG
Obat Uricosuric meningkatkan ekskresi asam urat dengan cara penghambatan
reabsorbsi asam urat pada tubulus postsecretory ginjal.
Obat yang biasanya digunakan adalah probenesid dan sulfinpirazon.
Terapi dengan agen uricosuric dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari
uricosuria atau kemungkinan terbentuknya batu asam urat.
Probenesid diberikan pada dosis inisial 250 mg dua kali sehari untuk 1 minggu.
Kemudian ditingkatkan sampai 500 mg 2x sehari sampai kadar asam urat dalam
darah kurang dari 6 mg/dl, atau dosis ditingkatkan sampai 2 g (dosis maksimal).
Sedangkan sulfinpirazone diberikan 50 mg dua kali sehari 3-4 hari kemudian
ditingkatkan 100 mg 2 kali sehari dan ditingkatkan 100 mg tiap minggu sampai
dosis maksimal 800 mg/hari.
Efek samping yang sering muncul karena penggunaan urosuric adalah iritasi GI,
rash dan hipersensitif, acute gouty arthritis, dan terbentuknya batu.
Uricosuric berinteraksi dengan aspirin yang dapat menyebabkan kegagalan
terapi.
Probenecid dapat menghambat sekresi tubular asam asam organik,
sulfonamide, danindomethacin.
Sulfinpirazone dapat beraksi seperti agen antiplatelet, karena struktur
kimianya mirip dengan phenylbutazone sehingga penggunaannya harus
sangat hati hati pada pasien yang menerima terapi antikoagulan dan pasien
yang menderita peptic ulcer.
Sulfinpirazone mungkin dapat menyebabkan juga blood dyscrasia, sehingga
penggunaannya perlu juga memonitor blood count secara periodik.
Uricosuric terapi dikontraindikasikan dengan pasien yang mempunyai
gangguan ginjal (CrCl 50 ml/ menit), mempunyai riwayat batu ginjal, dan
pasien yang overproducer asam urat, pada kondisi ini obat yang diberikan
adalah allopurinol.
MICELLANEOUSAGENT

Beberapa pengobatan lain yang juga efektif dalam mengobati gout


adalah Benzbromarone, Oxypurinol suatu metabolit allopurinol,
Uricase, dan Febuxostat.
Selain itu juga dapat menggunakan lipid-lowering agent yaitu
fenofibrat yang meningkatkan klirens hypoxantine dan xantine
sehingga mereduksi kadar usam urat dalam darah.
Losartan (Angiotensin II reaseptor antagonis) dapat mereduksi kadar
asam urat dalam darah. Losartan menghambat reabsorbsi asam urat
pada renal tubular dan meningkatkan ekskresi asam urat.
C. ASYMPTOMATICHYPERURICEMIA

Ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam


darah akan tetapi tidak terdapat gejala dan tanda
depotion disease(arthritis, tophi, dan urolithiasis).
Terapinya hanya menggunakan terapi supportif dan
tidak menggunakan obat.
Terapi suportifnya antara lain, mengatur pengeluaran
urin (untuk mencegah terbentuknya batu asam urat),
menghindari makan makanan tinggi purin, dan secara
berkala memonitor kadar asam urat dalam darah(Larry,
2001)

Você também pode gostar