Você está na página 1de 17

ACARA 4

ANALISA PETROGRAFI DAN


PETROGENESA BATUAN BEKU
BATUAN BEKU
Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk
secara alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersuhu antara
900oC 1.100oC dan berasal atau terbentu pada kerak bumi bagian
bawah hingga selubung bagian atas.
Mekanisme evolusi magma dapat dikelompokkan menjadi
pengertian diferensiasi, asimilasi dan pencampuran magma.
Diferensiasi magmatik adalah meliputi semua proses yang
mengubah magma dari asalnya yang homogen dan dalam ukuran
yang sangat besar menjadi massa batuan beku dengan bermacam-
macam komposisi.
PRINSIP KLASIFIKASI BATUAN BEKU
Batuan beku (igneous rocks) merupakan bersumber dari kristalisasi magma yang terbentuk
secara cumulate, deuteric, metasomatic atau proses metamorfosa. Klasifikasi utama
batuan beku harus di dasarkan pada keberadaan mineral atau mode, jika tidak memiliki
kristal atau gelas maka digunakan klasifikasi berdasarkan komposisi kimianya.
Beberapa istilah yang perlu diketahui adalah :
Batuan Plutonik : tekstur faneritik, berukuran butir relatif kasar (>3 mm), dimana setiap
mineral dapat dibedakan dengan mata telanjang.
Batuan Vulkanik : tekstur afanitik, rukuran butir relatif halus (<1 mm), diamana individu
kristal mineral tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang, dan biasanya mengandung
gelas vulkanik.
Batuan harus dinamakan apa adanya, bukan berdasarkan kemungkinan.
Batuan dinamakan dengan klasifikasi QAPF (kuarsa, alkali feldspar,
Plagioklas,Feldspatoid).
Akhiran bearing (pembawa) dipakai dengan nama mineral penting dengan komposisi
<5%, contoh plagioclase bearing ultramafic. Atau sampai 20 % jika gelas vulkanik
Akhiran rich (kaya) dipakai dengan nama mineral, jika mineral lebih dari 20 %. Contoh
gabbro kaya biotit.
Akhiran mineral dipakai jika mineral selain QAPF sebanyak 5 20%, contoh Andesit
Hornblenda
Awalan mikro -, dipakai untuk mengindikasikan batuan plutonik (intrusi) dengan ukuran
butir lebih halus dari biasanya, contoh microdiorite (Diorit mikro). Kecuali diabas dan dolerit.
Klasifikasi batuan beku, selalu menggunakan parameter indeks mafik (M) yang terlihat
sebagai tingkat kegelapan warna batuan. Batuan ultramafik mempunyai nilai M
90,sedangkan batuan lainnya mempunyai M < 90.
Pembeda nama batuan antara basal dan andesit, gabbro dan diorit adalah nilai M yang
berbanding dengan nilai keasaman batuan (SiO2), lihat Gambar Berikut
Gambar 4.1. Kategori pembagian parameter batuan beku, (a) parameter tekstur ukuran butir/ kristal, (b)
parameter warna atau tingkat kecerahan batuan, (c)klasifikasi keasaman batuan beku berdasarkan kandungan
SiO2 (Gill, 2010)
KLASIFIKASI BATUAN BEKU PLUTONIK

Klasifikasi ini dipakai untuk batuan faneritik (fanero-porfiritik) dengan ukuran


> 3mm, dan untuk batuan intrusi yang berukuran halus (mikro-).
Klasifikasi berdasarkan kehadiran mineral dilakukan dengan 3 tahap, yaitu :
1. Jika M (indeks mineral mafik) kurang dari 90% maka batuan diklasifikan
dengan mineral felsiknya, yaitu dengan QAPF diagram (Gambar 4.2).
2. Jika M lebih besar atau sama dengan 90%, maka batuan diklasifikasikan
seagai Ultramafik (Gambar 4.3)
3. Untuk Gabbro dan Diorit, dibedakan berdasarkan indeks M. Gabro
mempunyai nilai M>35%.
Gambar 4.2. Klasifikasi QAPF untuk batuan plutonik (Streckeisen, 1976 dalam
Le Maitre, 2006). Q = kuarsa, A = Alkali feldspar, P = Plagioklas, F=Felsdpatoid.
Cara penggunaan klasifikasi
Penggunaan klasifikasi QAPF, pada dasarnya merupakan diagram segitiga
(Ternary) yang mewajibkan mineral telah teridentifikasi dalam persen volum
mineral felsik, yang kemudian di kalkulasikan menjadi 100 %. Sebagai contoh
: sebuah batuan memiliki komposisi kuarsa = 10%, Ortoklas = 30 %,
Plagioklas = 20 %, dan Mafik = 40% maka dikalkulasikan menjadi : Q = 100 x
(10/60) = 16.7; A = 100 x (30/60) = 50.0; P = 100 x (20/60) = 33.3, maka
batuan tersebut dinamakan Monzonit kuarsa.
Klasifikasi ternary lainnya seperti batuan feldspatoid dan ultramafic,
diberlakukan cara yang sama yaitu dengan penggunaan modal dari 3
mineral di kalkulasikan menjadi 100 %.
Gambar 4.3. Klasifikasi untuk batuan Ultramafik (Streckeisen, 1973 dalam
Leemaitre,2006).
Ol (olivin), Px (piroksen), Cpx (klinopiroksen), Opx ortopiroksen), Hbl (Hornblenda).
KLASIFIKASI BATUAN BEKU VULKANIK
Klasifikasi QAPF-vulkanik hanya dipakai untuk batuan dengan tekstur
teridentifikasi sebagai batuan vulkanik, dan jika mineral telah
teridentifikasi kehadirannya. Untuk kolom basalt dan andesit, maka
penamaan dibedakan berdasarkan indeks warna dan persentase SiO2.
DAERAH PEMBENTUKAN BATUAN BEKU
VULKANIK
Gambar 4.4. Klasifikasi QAPF untuk batuan vulkanik (Streckeisen, 1976 dalam Le
Maitre, 2006). Q = kuarsa, A = Alkali feldspar, P = Plagioklas, F = Felsdpatoid.
KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIK
Batuann piroklastik merupakan batuan yang dihasilkan oleh erupsi gunung api dengan
ciri-ciri yang khas. Endapan piroklastik menurut Mc Phie et al (1993) adalah Piroklastik
atau piroklast didefinisikan sebagai fragmen produk langsung dari proses vulkanik,yang
terbagi menjadi kristal, gelas, atau fragmen batuan. Proses pembentukan batuan
piroklastik dan vulkaniklastik, terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan genesanya
terendapkan oleh proses volkanik primer (jatuhan, aliran, surge). Termasuk dalam tipe
endapan piroklastik meliputi:

1. Piroklastik aliran.

2. Piroklastik jatuhan.

3. Piroklastik surge.
KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIKA

Gambar 4.5. Diagram ternary untuk klasifikasi piroklastik. a) berdasarkan tipe


material, Pettijohn (1975) dan Harper & Row, Schmid (1981), (b) berdasarkan
ukuran material, Fisher (1966).
Penamaan piroklastika dalam petrografi berlaku untuk batuan dengan
kandungan > 75% material piroklastik, jika terdapat pencampuran
material lainnya maka dinamakan dengan klasifikasi campuran
piroklastik dan epiklastik (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Istilah yang digunakan untuk batuan campuran piroklastik -
epiklastik
Penamaan Batuan Vulkaniklastik
Batua vulkaniklastik, merupakan jenis batuan klastika dengan parameter tertentu,
dan sering di bingungkan dengan adanya transisi penamaan menuju epiklastik.
Dasar penamaan sebagai batuan piroklastik menggunakan ukuran butir pada Tabel
4.1 (Schmid, 1981) dan Gambar 4.5 (Fisher, 1966), dimana digunakan pada batuan
dengan kandungan >75% komponen piroklastika. Penamaan batuan vulkaniklastik
atau piroklastika dapat mengikuti beberapa parameter, yaitu :
1. Penamaan Lapangan :
a. Berdasarkan ukuran butir (Lihat Gambar 4.5), dan untuk batuan batuan
piroklastika dengan butiran fragmen <2 mm dinamakan Tuf, yang terbagi
menjadi Tuf kasar, Tuf sedang, dan Tuf halus.
b. Menggunakan parameter dan penamaan menurut Mc Phie (1996)
2. Penamaan petrografi :
a. Membagi berdasarkan kehadiran material penyusun : gelas, kristal mineral,
dan
batuan (lihat kembali Gambar 4.5).
b. Menambahkan penamaan dengan tambahan tekstur tekstur khusus pada
batuan:
welded, alteration, diagenesa.
c. Menambahkan penamaan dengan tambahan sifat batuan, seperti : andesitik,
dasitik, riolitik, atau basaltik. Hal ini didasarkan kehadiran mineralogi atau litik
yang dominan. Dan juga berdasarkan kecerahan atau kimia batuan.

Você também pode gostar