Você está na página 1de 28

PERKEMBANGAN ISLAM

PADA PERIODE PERTENGAHAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMA Kelas XI


Semester Ganjil

disusun oleh
MGMP PAI SMA/SMK
Kabupaten Jombang
MENU UTAMA

1 IDENTITAS PROGRAM

2 PETA KONSEP

3 MATERI BELAJAR

4 LATIHAN DAN TUGAS


IDENTITAS PROGRAM
STANDAR KOMPETENSI
Memahami perkembangan Islam pada abad pertengahan (1250 1800)

KOMPETENSI DASAR
1. Menjelaskan perkembangan Islam pada abad pertengahan
2. Menyebutkan contoh peristiwa perkembangan Islam pada abad pertengahan

INDIKATOR
1. Menjelaskan perkembangan Islam di bidang ilmu pengetahuan dan peradaban
pada abad pertengahan.
2. Menjelaskan manfaat dari sejarah perkembangan Islam pada abad pertengahan
3. Menyebutkan beberapa contoh peristiwa perkembangan Islam pada abad
pertengahan.
4. Menjelaskan manfaat dari contoh peristiwa perkembangan Islam pada abad
pertengahan
PETA KONSEP

PERIODE PERTENGAHAN
( 1250 1800 M.)

PERKEMBANGAN
ISLAM

WILAYAH ISLAM ILMU PENGETAHUAN

CONTOH / BUKTI DAN MANFAAT


MATERI BELAJAR
Periode Pertengahan
Prof. Dr. Harun Nasution,
Peradaban Islam dibagi menjadi tiga tahap :
Pertama, yaitu sejak Islam didakwahkan oleh Nabi Muhammad SAW di
Mekah dan Madinah, periode Khulafaur Rasyidin, dilanjutkan dengan Dinasti
Umayyah dan Dinasti Abasiyyah.
Kedua, yaitu periode setelah Dinasti Abasiyyah runtuh sampai dengan Islam
mengalami kemunduran, bahkan dijajah oleh bangsa-bangsa Barat.
Ketiga, yaitu periode modern yang ditandai dengan kebangkitan kaum Muslim
untuk membebaskan diri dari kolonialisme, yang kemudian diwujudkan dalam
berbagai gerakan pembaharuan, kebangkitkan, nahdhiyyin, tajdid,
revivalisme, enlighment, modernisme dan sebagainya. Dalam bab ini, kajian
akan difokuskan kepada kondisi kaum Muslim pada Periode Pertengahan
yang mengalami keterbelakangan akibat dari kolonialisme, baik dalam hal
pendidikan, ekonomi, politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan
sebagainya. MATERI POKOK
1. Kerajaan Utsmani di Turki

Kerajaan Utsmani Turki didirikan pertama kali oleh


Utsman I, setelah Kerajaan Saljuq di Konya (Anatolia)
dan Dinasti Abasiyyah di Baghdad mengalami
kemunduran. Dengan kata lain, Kerajaan Utsmani ini
bukan murni kerajaan Islam yang berdiri di wilayah
yang independen, meskipun secara sepintas Kerajaan
Utsmani ini merupakan kelanjutan sejarah
mengingat pemerintahan pusatnya (Kerajaan Saljuq)
sudah tidak memiliki power untuk memerintah. Para
pendiri Kerajaan Utsmani ini mengaku keturunan
dari Utsman bin Affan r.a., Khulafaur Rasyidin ketiga,
dan merupakan bangsa Turki dari suku Thaghut
(Rayigh Oghua) yang hidup secara nomaden di
pegunungan Altai, sekitar daerah Tien Shan (Cina).

MATERI POKOK
Perkembangan
Pada masa Utsman I, dilakukan penyerangan terhadap Kerajaan Byzantium, sebagai
simbol kekuasaan bangsa Barat ketika itu. Kota Broessa berhasil dikuasai Utsman I
pada tahun 1317 dan dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Utsmani. Setelah Utsman I
meninggal dunia, tahta kerajaan diteruskan oleh Orkhan (1326-1359), kemudian
Murad I (1359-1389) dan Bayazid I (1389-1403). Pada periode kepemimpinan
Bayazid I inilah Kerajaan Utsmani diserang tentara Mongolia di bawah pimpinan Timur
Lenk yang sebelumnya menempati wilayah Cina bagian selatan. Dalam serangan
tentara Mongolia ini, Bayazid I dan puteranya (Musa) tewas. Setelah Bayazid I
meninggal dunia, maka banyak penguasa di Asia Kecil yang melepaskan diri,
termasuk Serbia dan Bulgaria.
Keadaan buruk ini baru dapat diatasi ketika pemerintah dipegang oleh Sultan
Mahmud I (1403-1421). Sultan Mahmud I berusaha menyatukan kembali kekuasaan
Kerajaan Utsmani seperti sebelum Bayazid I meninggal dunia. Setelah Sultan
Mahmud I meninggal dunia, digantikan oleh Murad II (1421-1451). Puncak kejayaan
dari Kerajaan Utsmani ini dicapai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II
(1451-1484) yang bergelar Al-Fatih, karena berhasil menaklukkan Kerajaan
Byzantium pada tahun 1453 Masehi dan ibu kota Kerajaan Byzantium
(Konstantinopel) diubah namanya menjadi Istambul. Kaisar Kerajaan Byzantium ketika
itu, Palaelogus, bahkan terbunuh dalam sebuah pertempuran untuk merebutkan Kota
Konstantinopel tersebut. Gereja Aya Sophia, sebagai gereja tertua dan terbesar di
Kerajaan Byzantium ketika itu, diubah fungsinya menjadi masjid raya (al-masjid al-
jami).
Kekuasaan
Wilayah kekuasaan Kerajaan Utsmani meliputi
Asia Kecil, Armenia, Irak, Syria, Hijaz dan
Yaman di Benua Asia, Mesir, Lybia, Tunis dan
Aljazair di Benua Afrika dan Bulgaria, Yunani,
Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di
Benua Eropa.
Periode Pemerintahan
Kerajaan Utsmani berkuasa sekitar 625 tahun dengan masa pemerintahan
yang dibagi menjadi lima tahap. Pertama, mulai tahun 1299-1402, yaitu
masa pertumbuhan dan ekspansi wilayah sampai ke Eropa, dimulai dari
masa Utsmani I sampai dengan Bayazid I. Kedua, mulai tahun 1403-1566,
yaitu masa transisi karena terjadi perebutan kekuasaan di antara sesama
keturunan Bayazid I, mulai dari masa Muhammad I sampai dengan masa
Sulaiman al-Qanuni. Ketiga, mulai tahun 1566-1793, merupakan masa
bertahan bagi Kerajaan Utsmani dari serangan bangsa-bangsa lain,
sehingga tidak mengalami kemajuan yang berarti, mulai masa Salim II
sampai dengan masa Musthafa II. Keempat, mulai tahun 1703-1839,
merupakan periode kemunduran bagi Kerajaan Utsmani, sehingga daerah
kekuasaan yang dimiliki semakin sempit. Kelima, mulai tahun 1839-1924,
merupakan periode untuk melakukan pembaharuan di Kerajaan Utsmani
dalam bidang politik, administrasi dan kebudayaan. Maka lahir Gerakan
Turki Muda, Utsmani Muda, Pan-Turanisme dan Nasionalisme Turki.
Pembaharuan ini mencapai puncaknya ketika Gerakan Sekulerisme yang
dipimpin Musthafa Kemal Attatruk berhasil menghapuskan sistem khilafah
Islamiyyah yang digunakan Kerajaan Utsmani untuk tetap berkuasa, yang
kemudian diganti dengan sistem Republik Turki.
Kemajuan Turki Usmani
Kemajuan yang dicapai Kerajaan Utsmani
meliputi kemajuan bidang :
1. Pemerintahan
2. Militer
3. Ilmu pengetahuan
4. Budaya
5. Ekonomi
6. Keagamaan.
Kemajuan Pemerintahan
Ketika berkuasa, Kerajaan Utsmani sudah memiliki organisasi
pemerintahan yang teratur. Hal ini dibuktikan dengan adanya
konstitusi (qanun) resmi yang bernama Multaqa al-Abhur yang
disusun pada masa kepemimpinan Sulaiman I. Pada struktur
pemerintahan, seorang sultan dibantu oleh perdana menteri (shadr
al-adzam). Pada setiap propinsi diangkat seorang gubernur (pasya)
dan di setiap kabupaten diangkat seorang bupati (janaziq).
Di samping itu, ketika Murad I menjadi sultan pada sekitar tahun
1359, digunakan gelar khalifah di samping gelar sulthan yang sudah
disandangnya. Gelar khalifah ini diklaim sebagai pemberian dari
pemimpin Dinasti Abasiyyah terakhir, yaitu Al-Mutawakkil III. Dengan
demikian, periode setelah Murad I diakui bahwa Kerajaan Utsmani
merupakan kunci pertahanan Islam terakhir sekaligus sebagai
penerus sah dari Dinasti Abasiyyah yang sudah runtuh.
Kemajuan Militer
Kerajaan Utsmani Turki memiliki tentara angkatan darat yang sangat
kuat dengan nama Jannisary (Inkisyariah). Sedangkan tentara yang dimiliki
kaum feodal (pemilik tanah yang luas) disebut dengan Taujiyah. Armada
laut Kerajaan Utsmani ketika itu juga dikenal dengan keberaniannya,
sehingga mampu menguasai Laut Hitam, Laut Tengah, Laut Merah, Laut
Arab, Teluk Persia dan Lautan Hindia.
Angkatan-angkatan perang ini sangat membantu Kerajaan Utsmani
untuk melakukan ekspansi wilayah, terutama setelah menaklukkan Kerajaan
Byzantium dan reformasi besar-besaran yang dilakuan panglima perangnya
bernama Orkhan. Reformasi tersebut dilakukan Orkhan dengan cara
memutasi personel tentara yang tidak setia kepada raja (sulthan) dan
melakukan rekrutmen besar-besaran terhadap anak-anak Kristen yang
masih kecil, kemudian diasramakan di Andrionopel dan Istambul. Tentara
yang diasramakan ini sudah siap sewaktu-waktu jika diperintahkan untuk
berangkat perang dan merupakan tentara yang selalu setia kepada sulthan.
Bidang Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan
Meskipun Kerajaan Utsmani lebih memfokuskan kepada ekspansi wilayah dan memperkuat
militer, namun di sisi lain juga berhasil membangun berbagai masjid, sekolah, rumah sakit dan
pemandian umum. Di antara masjid yang terkenal adalah Masjid Al-Muhammadi, Masjid Agung
Sulaiman dan Masjid Aya Sophia yang dibangun dari bekas sebuah gereja. Tokoh seni arsitektur
ketika itu yang terkenal adalah Sinan dari Anatolia.
Dalam bidang seni, pujangga yang terkenal ketika Kerajaan Utsmani berkuasa adalah Baki
(1526-1600) dan Nefi (1582-1636). Nefi kemudian dipenjara, diasingkan dan kemudian dibunuh
atas perintah Perdana Menteri Byram Pasya karena karya-karya yang dihasilkan banyak yang
mengkritik perilaku pejabat ketika itu, seperti nepotisme, kolusi, korupsi dan sebagainya.
Dalam bidang prosa, terdapat tokoh Katib Celebi (Haji Halife) yang bernama asli Musthafa
bin Abdillah, dengan karya terkenalnya berjudul Kunhal Akhbar yang berisi tentang sejarah dunia
sejak Nabi Adam sampai Yesus dan kebangkitan Islam periode awal yang dilanjutkan dengan
kebangkitan Kerajaan Utsmani itu sendiri. Di samping Katib Celebi, terdapat tokoh yang bernama
Eviliyah Celebi dengan karya monumetntal berjudul Seyahat Name yang berisi rangkuman cerita
perjalanannya di seluruh wilayah Kerajaan Utsmani, dengan fokus pembahasan pada masalah
kemasyarakatan dan ekonomi.
Terdapat juga nama Jalaludin Rumi (1207-1273) yang lahir di Afghanistan dan masih
keturunan Abu Bakar Shidiq r.a. Rumi merupakan tokoh besar dalam bidang tasawuf ketika itu,
sehingga memperoleh gelar Maulana (Tuan Kami). Karya Rumi yang terkenal adalah Diwan
Syamsi Tabriz (kumpulan puisi tasawuf) yang terdiri dari 33.000 bait puisi dan Mathnawi yang
terdiri dari enam jilid (26.660 bait) dan penyusunannya diselesaikan dalam waktu 10 tahun. Buku
Mathnawi ini sudah diterjemahkan selama 25 tahun dan diberi komentar oleh Renold Alleyne
Nicholson.

Bidang Ekonomi
Ketika Kerajaan Utsmani masih berkuasa,
masalah wakaf diurusi oleh pejabat negara yang
khusus mengurusi masalah wakaf, yaitu
Syaikhul Islam. Dalam bidang pertanian, sudah
dikenal undang-undang agraria bernama al-
Nizam al-Iqta yang mengatur pembagian tanah
bagi penduduk. Dalam bidang perdagangan,
sudah terjadi ekspor-impor dengan negara-
negara tetangga, seperti Syiria, Mesir, Iran,
Venesia, Laut Merah, Geneose, Teluk Persia
dan sebagainya.
Bidang Keagamaan
Pada masa Kerajaan Utsmani, peran mufti (pemberi fatwa)
sangat penting, karena masyarakat masih sangat terikat dengan
syariat Islam. Di samping itu, berkembang dua thariqat yang sangat
terkenal, yaitu thariqat Bektasyi yang diikuti para tentara Jannisary
dan masyarakat pada umumnya dan thariqat Maulawi yang didirikan
oleh Jalaludin Rumi dan diikuti oleh mayoritas pejabat. Di samping
kedua thariqat tersebut juga berkembang thariqat Naqsybandiyyah
dan Khalwatiyyah, meskipun anggotanya tidak sebanyak dari kedua
thariqat sebelumnya.
Kajian keislaman dalam bidang fikih, teologi, hadits dan tafsir
juga berkembang, meskipun masih dalam bentuk penjelas (syarah)
dan catatan kecil (hasyiyah) terhadap karya-karya ulama
sebelumnya. Mayoritas masyarakat Kerajaan Utsmani menganut
aliran Islam Sunni dengan lebih condong kepada paham Al-Asyari
dan teologi Jabariyah. Salah satu buktinya adalah buku berjudul Al-
Hushunul Hamidiyyah karya dari Syaikh Husain Al-Jisri.
Kerajaan Mughal di India

Kerajaan Mughal didirikan tahun 1526 oleh Zahirudin


Muhammad Babur dengan ibukota di Delhi. Zahirudin sendiri
merupakan cucu dari Timur Lenk, seorang Muslim taat dan
dari Turki keturunan bangsa Mongol. Dari garis ibunya yang
bernama Qatlak Nigar Kahanam, Zahirudin juga menjadi
keturunan keempat belas dari Jengis Khan. Zahirudin lahir di
Ferghana pada hari Jumat tanggal 24 Pebruari 1483 M.
Sebelum mendirikan Kerajaan Mughal di India, Zahirudin
telah menguasai daerah Samarkand dengan Anatolia sebagai
ibukotanya, yang kemudian ekspansi wilayah tersebut
dilanjutkan ke Afghanistan dan berakhir di India ini. Kerajaan
Hindu yang sebelumnya sudah berdiri di India, merasa
tersaingi. Oleh karena itu, banyak kerajaan Hindu yang
menyerang Kerajaan Mughal, namun dapat dikalahkan.
Perkembangan
Zahirudin berkuasa sekitar 30 tahun yang kemudian digantikan Humayun
(putera Zahirudin) dan berkuasa hanya sekitar 9 tahun karena kondisi dalam
negeri yang banyak konflik dan ancaman disintegrasi. Setelah Humayun
meninggal dunia, jabatan raja diserahkan kepada Akbar (putera Humayun)
yang masih berusia 14 tahun. Untuk melaksanakan pemerintahan, diangkat
Bairam Khan sebagai perdana menteri. Namun setelah dewasa, kendali
pemerintahan diambilalih oleh Akbar sendiri dengan pendekatan yang
militeristik. Di setiap propinsi diangkat seorang komandan yang disebut
sipah saleh dan di setiap kabupaten ditunjuk seorang komandan dengan
julukan fanydar. Para pegawai sipil pun harus mengikuti wajib militer.
Pada periode Akbar, Kerajaan Mughal mampu menguasai wilayah
Chundar, Ghond, Orisa dan Asingah. Namun pada masa puncak
kejayaannya ketika diperintah oleh Bahadur Syah II (1837-1858), Kerajaan
Mughal mampu menguasai Kabul, Lahore, Delhi, Multan, Agra, Oud,
Allahabad, Gujarat, Ajmer, Bihar, Bengal, Kashmir, Bajipur, Tajore,
Galkanda, Khandes dan Trichinopoli.
Hasil Kebudayaan
A. Taj Mahal
Karya ini adalah sebuah bangunan indah yang bertahtakan ratna mutu manikan yang
dibangun pada masa pemerintahan Syah Jihan (1627-1658 M) dan dipersembahkan kepada per-
maisurinya bernama Mumtaz Mahal yang telah meninggal dunia. Taj Mahal terletak di tepi Sungai
Jamuna di kota Agra yang dibangun pada tahun 1631-1643 M. Karena keindahan dan kemegahan
yang dimiliki bangunan ini, sampai sekarang Taj Mahal merupakan salah satu dari tujuh keajaiban
dunia

B. Masjid Quwwatul Islam dan Qutb Minor


Masjid ini didirikan oleh Qutbuddin Aybek pada tahun 589 Hijriyah sebagai monumen atas
kemenangan yang dicapai setelah menaklukkan Delhi. Masjid ini pada masanya dianggap sebagai
masjid yang paling agung di dunia. Bangunan masjid ini terdiri dari tiang-tiang bangunan kuil Hindu
yang dihiasi ayat-ayat Al-Qur'an. Hingga kini, menara yang mencantumkan nama Qutbuddin Aybek
ini masih berdiri kokoh, yang dikenal dengan nama Qutb Minar.

C. Padmayat
Buku ini merupakan karya sastra gubahan penyair istana Kerajaan Mughal yang terkenal,
yaitu Malik Muhammad Jayadi.

D. Benteng Merah dan Masjid Jami di Aunfur


Masjid megah ini dibangun pada tahun 1438-1478 Masehi dengan mengadopsi bangunan
masjid pada Dinasti Timurid.
3. Kerajaan Safawi di Persia (Iran)

Kerajaan Safawi didirikan oleh Syah Ismail I pada tahun 1501 di Tabriz
(Iran), yang sebelumnya merupakan ibu kota dari Kerajaan Alaq Koyunlu
yang sudah runtuh. Ismail I merupakan anak dari Haidar, sekaligus cucu
dari Syaikh Junaid. Syaikh Junaid inilah yang mampu merubah ideologi
thariqat yang didirikan Syaikh Syafiudin Ishaq (1252-1335 M), yaitu
thariqat Safawi. Thariqat Safawi, yang sebelumnya hanya berorientasi
kepada kepentingan transendental (ukhrawi), perlahan tetapi pasti menjadi
thariqat yang sekaligus menjadi aliran agama yang memiliki
kecenderungan kepada bidang politik dan kekuasaan. Oleh karena itu,
kerajaan Islam yang didirikan Syah Ismail I kemudian dihubungkan
(dinisbatkan) kepada nama thariqat yang menjadi cikal bakal dari
Kerajaan Safawi itu sendiri.
Kerajaan Safawi ini beraliran Syiah dengan menggantungkan
kekuasaannya kepada kekuatan militer yang bernama Qizilbasy. Dengan
tentara yang kuat, maka wilayah kekuasaan Kerajaan Safawi terbentang
luas ke timur berbatasan dengan Kerajaan Mughal di India dan ke barat
berbatasan dengan Kerajaan Utsmani di Turki.
Perkembangan Kerajaan Safawi
Selama berdiri, Kerajaan Safawi diperintah oleh 17 raja dengan raja terakhir
bernama Sultan Muhammad. Kerajaan Safawi ini mencapai puncak kejayaan
ketika diperintah Syah Abbas I (1588-1629 M) yang berhasil mempersatukan
seluruh rakyat Iran, mengusir Portugis dari Kepulauan Hormuz, memindahkan
ibu kota Kerajaan Safawi dari Qizwan ke Isfahan dan mengubah nama
pelabuhan Gumran menjadi Bandar Abas, sampai sekarang.
Setelah Syah Abbas I meninggal dunia dan konflik antar penguasa dalam
memperebutkan jabatan semakin meluas, menyebabkan Kerajaan Safawi
semakin lemah. Oleh karena itu, kemudian Iran diperintah oleh Dinasti Zand
(1759-1794), Dinasti Kajar (1794-1925) dan terakhir Dinasti Pahlevi (1925-1979).
Pada tanggal 11 Pebruari 1979, di bawah pimpinan seorang tokoh spiritual dari
kaum Syiah yang bernama Ayatullah Komeini (1900-1989), sistem dinasti yang
dijabat secara turun temurun selama ribuan tahun di Iran, kemudian diganti
dengan sistem demokrasi republik dengan nama Jumhuri-ye Eslami-ye Iran
(Republik Islam Iran). Presiden pertama dari republik baru ini dijabat oleh
Abalhassan Bani Sadr.
Selama berdiri, Kerajaan Safawi mampu menunjukkan kemajuannya
dalam bidang pemerintahan, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan
pembangunan.
Bidang Politik dan Agama
Struktur pemerintahan Kerajaan Safawi ditata secara horisontal
dengan berdasarkan garis kesukuan atau kedaerahan, sedangkan
secara vertikal meliputi dua kekuasaan, yaitu istana (dargah) dan
sekretariat negara (divan atau mamalik). Pelaksanaan organisasi
pemerintahan dipercayakan kepada kepala suku (amir) dan menteri
(wazir). Di samping itu, terdapat majelis nivis yang beranggotakan
para sejarawan istana, sekretaris pribadi raja dan kepala intelijen.
Jabatan raja (syah), di samping sebagai posisi tertinggi dalam
politik, juga merupakan status dalam sebuah thariqat yang setiap
perintahnya harus dilaksanakan para anggota thariqat tersebut.
Dengan jabatan ganda ini, sering kali tidak bisa dibedakan antara
raja sebagai kekuasaan politik dengan pemimpin tertinggi dalam
thariqat (mursyid). Pembedaan ini ternyata menunjukkan
ketidakberdayaan Kerajaan Safawi untuk memisahkan diri dari
budaya Persia Kuno yang menganggap raja adalah bayangan
Tuhan.
Bidang Sosial Ekonomi
Di samping terkenal dengan perdagangan melalui Bandar
Abbas yang mengekspor berbagai komoditi, Kerajaan Safawi juga
dikenal sangat produktif dalam bidang pertanian, terutama di
daerah Bulan Sabit yang subur bagian timur (fetile crescent).
Kemajuan dalam pertanian ini didukung dengan sistem irigasi
yang baik.
Kerajaan Safawi juga membuka hubungan dagang bilateral
dengan Inggris dalam bidang pendirian pabrik tekstil di daerah
Hormuz. Berbagai jalan dan jembatan pun dibangun, sebagai
akibat langsung dari semakin banyaknya devisa yang terseimpan
di Departemen Keuangan. Pada masa Syah Ismail I berkuasa,
sudah dikenal mata uang dengan menuliskan nama raja di koin
yang ada.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Kemajuan yang dicapai dalam bidang ekonomi, mendorong
penguasa Kerajaan Safawi untuk memperhatikan masalah
pengembangan ilmu pengetahuan dan memperluas ajaran-ajaran
Syiah, yang kemudian didirikan Sekolah Teologi. Dari
pengembangan ilmu seperti ini, kemudian pada masa Bahauddin
Syairazi lahir ahli filsafat terkenal yang bernama Sadrul Din
Syairazi (Mulla Sadra) dan Syihabuddin Yahya Suhrawardi,
yang keduanya terkenal dengan mazhab Isfahan yang pusat
kegiatannya berada di kota Qum.
Di samping kedua nama tersebut, juga terdapat beberapa
tokoh ilmu pengetahuan pada masa Kerajaan Safawi, seperti
Bahaudin Muhammad Al-Jubai, Muhammad Baqir Astarabadi
dan Muhammad Baqir Majlisi.
Bidang Pembangunan dan Kesenian

Ketika Kerajaan Safawi berkuasa, banyak dibangun


perkantoran, masjid, rumah sakit, jalan raya, vila, pemandian,
taman, aloon-aloon maupun jembatan. Di bidang seni,
berkembang seni kerajinan tangan, keramik, karpet dan seni
lukis.
Dalam bidang sastra, terdapat nama Nasimi dan Habibi
sebagai penyair terkenal ketika itu, bahkan sampai memperoleh
penghargaan dari Syah Ismail I. Syamsudin Muhammad Hafidz
(1320-1389), yang oleh Ralp Waldo Emerson dijuluki sebagai
Pangeran Penyair Persi, karena telah menulis buku tentang syair-
syair tasawuf dan mendorong beberapa ahli sastra dari Barat
untuk menerjemahkan dan mempelajarinya, seperti Johahn
Wolfgang von Goethe (1749-1832) dan Federich Engels (1820-
1895).
Kesimpulan
Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemunduran kaum Muslim
pada Periode Pertengahan disebabkan oleh :
Sistem pemerintahan yang diterapkan, yang diklaim dengan mengatasnamakan
khilafah Islamiyyah, dianggap kurang mampu untuk mengakomodasi modernisasi
jaman
Kekuasaan yang terpusat kepada kalangan elit di istana, terutama raja (sulthan)
Para pejabat, di pusat maupun di daerah, lebih mengembangkan karakter
individualistik dalam dirinya, sehingga kurang mengurusi kepentingan-kepentingan
rakyatnya
Para ilmuwan Islam lebih banyak mendekati lingkaran kekuasaan politik dari pada
konsisten (istiqamah) untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Banyak daerah kekuasaan yang menginginkan kemerdekaan secara mandiri
(disintegrasi)
Kaum Muslim lebih senang untuk memperdebatkan masalah-masalah sepele
(furuiyyah) dalam menyikapi perbedaan ideologi dan masalah keagamaan, dari
pada membahas masalah-masalah yang fundamental (ushuliyyah), sehingga hal ini
menjadikan Periode Pertengahan semakin mundur
Bangsa Barat mulai menunjukkan kemajuannya, terutama setelah mengalami
aufklarung dan renaissance, sehingga berlomba-lomba untuk menemukan daerah
jajahan baru guna menyebarkan ajaran Kristen (semangat gold, glory dan gospel)
MATERI POKOK
PERKEMBANGAN ISLAM
PADA PERIODE PERTENGAHAN ( 1250 1800 M. )

Kerajaan Kerajaan 3.
Islam Kerajaan
Safawi di
Mughal Persia (Iran)
India Islam
Syafawi
Iran
LATIHAN DAN TUGAS

Jawablah pertanyaan berikut dengan benar !

1. Apa yang dimaksud Periode Pertengahan itu ?


2. Sebutkan tiga kerajaan Islam yang besar pada abad
pertengahan !
3. Jelaskan hal-hal yang menjadi faktor pendorong
kemunduran Islam pada Periode Pertengahan !
4. Sebutkan kemajuan yang pernah dicapai oleh Kerajaan
Utsmani Turki, Kerajaan Mughal dan Kerajaan
Safawi !
5. Apakah hikmah mempelajari sejarah Islam pada
Periode Pertengahan itu ?
disusun oleh
MGMP PAI SMA/SMK
Kabupaten Jombang

Você também pode gostar