Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pembimbing:
dr. Komang Yunita, Sp.S
2
Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSD dr. Soebandi pada
tanggal 2 Desember 2017 dengan keluhan kejang
seluruh tubuh selama 20 menit terus-menerus.
Kejang terjadi saat pasien sedang tidur, saat
kejang tidak sadar, saat berhenti kejang pasien
tertidur lagi. Saat kejang mata pasien melirik
keatas dan mulut keluar busa. Pasien kejang
pertama kali saat usia 1 tahun dan sering kambuh
sampai sekarang. 3
Menurut ibu pasien perkembangan pasien tidak seperti anak
seusianya. Awalnya ketika baru lahir pasien masih normal, pasien
bisa mengangkat kepala saat usia 2 bulan dan bisa tengkurap
sendiri pada usia 4 bulan. Saat belajar merangkak pada usia 5
bulan, pasien pernah jatuh kebelakang dan kepalanya
terbentur lantai. Semenjak itu pasien dirasakan mengalami
kemunduran kemampuan. Pasien tidak dapat berjalan dan
berbicara. Pasien bergerak dengan cara ngesot (duduk dan
menyeret pantat). Pasien berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
Gangguan pendengaran (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (+)
Trauma (+) saat bayi
4. Riwayat kehamilan
infeksi saat hamil (-), trauma (-)
5. Riwayat Persalinan
aterm, pervaginam, ditolong bidan
6. Riwayat Pengobatan
-
7. Riwayat Alergi
Riwayat alergi terhadap makanan dan obat disangkal
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita gejala yang sama dengan
pasien
5
Status Interna Singkat
A. Keadaan umum
• Kesadaran
• Kualitatif : komposmentis
• Kuantitatif : GCS 4-2-4
• Vital sign
• TD : 110/70 mmHg
• Nadi : 98x/menit, reguler, kuat angkat
• RR : 20 x/menit, reguler
• Suhu : 36,8 oC
6
B. Kepala
• Bentuk : Normochepal, bulat
• Mata
• Sklera : ikterik (-/-)
• Konjungtiva : anemis (-/-)
• Telinga/ hidung : sekret (-), perdarahan (-)
• Mulut : sianosis (-)
C. Leher
• Struma : (-)
• Bendungan vena : (-)
• Pembesaran KGB : (-)
7
D. Thorax
Jantung
• Inspeksi : tidak terlihat
• Palpasi : tidak teraba
• Perkusi :
Batas kiri atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas kiri bawah : ICS V L. midclavicularis sinistra
Batas kanan atas : ICS II L.Parasternalis dextra
Batas kanan bawah : ICS IV L.Parasternal dextra
• Auskultasi : S1S2 Tunggal, reguler, gallop (-),
murmur (-)
8
Paru
• Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
• Palpasi : fokal fremitus kanan = kiri
• Perkusi : Paru kanan sonor = paru kiri
• Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan
wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
9
Abdomen
• Inspeksi : Datar, luka operasi (-)
• Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), tak teraba massa,
hepar
lien tidak teraba
• Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
• Auskultasi : Bising usus (+) N
Ekstremitas
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
10
Status Psikiatri Singkat
• Emosi dan Afek : sde Lanjutan…
• Proses Berfikir
• Bentuk : sde
• Arus : sde
• Isi : sde
• Kecerdasan : sde
• Pencerapan : sde
• Kemauan : sde
• Psikomotor : sde
• Ingatan : sde
11
STATUS NEUROLOGIK
Lanjutan...
• Keadaan Umum
• Kesadaran
• Kualitatif: composmentis
• Kuantitatif : GCS 4-2-4
• Pembicaraan
• Disarthria : sde
• Monoton : sde
• Scanning : sde
• Afasia : Motorik:(-), Sensorik: (-),
Amnestik/anomik: sde/sde
12
PEMERIKSAAN KHUSUS
13
PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS
KANAN KIRI
• N.I Hypo/Anosmia sde sde
Parosmia sde sde
Halusinasi sde sde
• N.II
KANAN KIRI
Visus sde sde
KANAN KIRI
Kedudukan bola mata sentral sentral
Pergerakan bola mata
Ke nasal sde sde
Ke temporal atas
Ke bawah
Ke atas
Ke temporal bawah
Eksophthalmos Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Celah mata (Ptosis) Tidak ditemukan Tidak ditemukan
15
Pupil
KANAN KIRI
Bentuk Reguler (bulat) Reguler (bulat)
Lebar 2 mm 2 mm
Perbedaan lebar - -
Refleks cahaya + +
langsung
Refleks cahaya + +
konsensual
16
N. V
KANAN KIRI
Cabang motorik
Otot maseter sde sde
Otot temporal
Otot pterygoideus int/ext
Cabang sensorik
I sde sde
II
III
17
N. VII
KANAN KIRI
• Menutup kedua mata • sde • sde
• Kembungkan pipi • sde • sde
• Menyeringai • sde • sde
18
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik sde Sde
Detik arloji sde Sde
Rinne test sde Sde
Weber test Sde Sde
Swabach test sde sde
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
19
N IX, X
◦ Bagian motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara : tidak bersuara
Kedudukan arcus pharynx : simetris
Kedudukan uvula : di tengah
Pergerakan arcus pharynx/uvula : sde
Detak jantung : 98 x/m
Menelan : sde
Bising usus : + normal (10x/menit)
◦ Bagian sensorik
◦ Pengecapan 1/3 belakang lidah : sde
◦ Reflek-refleks
• Refleks muntah :+
• Refleks palatum-molle :+ 20
KIRI KANAN
• N.XI
Mengangkat bahu Sde Sde
Memalingkan kepala Sde Sde
• N.XII
Kedudukan lidah
- Waktu istirahat : sde
- Waktu gerak : sde
- Atrofi : Kanan (-) Kiri (-)
- Fasikulasi/tremor : Kanan (-) Kiri (-)
- Kekuatan lidah pada bagian dalam pipi : sde
21
EXTREMITAS
A.SUPERIOR
Inspeksi : atrofi (+), deformitas (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal
(-)
Perkusi : miotonik -/-, mioedema ; -/-
22
Motorik
Kekuatan otot
Lengan Kanan Kiri
- M. Deltoid (abduksi lengan atas) : sde sde
- M. Biceps (flexi lengan bawah) : sde sde
- M. Triceps (ekstensi lengan bawah) : sde sde
- Flexi sendi pergelangan tangan : sde sde
- Extensi sendi pergelangan tangan : sde sde
- Membuka jari-jari tangan : sde sde
- Menutup jari-jari tangan : sde sde
Lateralisasi (-)
Tonus otot : spastik/spastik
Refleks fisiologis : BPR : (+)3/(+)3
TPR : (+)3/(+)3
Refleks patologis : Hoffman : (-) (-)
Tromner : (-) (-)
23
Sensibilitas
Kanan Kiri
Eksteroseptik
- Rasa nyeri superfisial : sde sde
- Rasa suhu(panas/dingin) : sde sde
- Rasa raba ringan : sde sde
Propioseptik
- Rasa getar : sde sde
- Rasa tekan : sde sde
- Rasa nyeri tekan : sde sde
- Rasa gerak & posisi : sde sde
Enteroseptik
- Referred pain : (-) (-)
24
Rasa kombinasi
Kanan Kiri
• Stereognosis : sde sde
• Barognosis : sde sde
• Graphestesia : sde sde
• Sensory extinction : sde sde
• Loss of body image : sde sde
• Two point tactile discrimination: sde sde
25
INFERIOR
Inspeksi : atrofi (+), hipertrofi (-), deformitas (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal (-)
Perkusi : miotonik ; -/-, mioedema ; -/-
Kekuatan otot
Tungkai
Kanan Kiri
Flexi articulatio coxae (tungkai atas) : sde sde
Extensi articulatio coxae (tungkai atas): sde sde
Flexi sendi lutut (tungkai bawah) : sde sde
Extensi sendi lutut (tungkai bawah) : sde sde
Flexi plantar kaki : sde sde
Extensi dorsal kaki : sde sde
Gerakan jari-jari : sde sde
Lateralilasasi (-)
26
Kanan Kiri
Tonus otot : spastik spastik
Refleks fisiologis: KPR: (+) 3 (+) 3
APR: (+) 3 (+) 3
Refleks patologis:
Babinsky : (+) (+)
Chaddok : (-) (-)
Openheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Scaeffer : (+) (+)
27
Sensibilitas
Kanan Kiri
Eksteroseptik
- Rasa nyeri superfisial : sde sde
- Rasa suhu (panas/ dingin) : sde sde
- Rasa raba ringan : sde sde
Propioseptik
- Rasa getar : sde sde
- Rasa tekan : sde sde
- Rasa nyeri tekan : sde sde
- Rasa gerak dan posisi : sde sde
Enteroseptik
- Referred pain : (-) (-)
28
Rasa kombinasi
Kanan
Kiri
- Stereognosis : sde sde
- Barognosis : sde sde
- Graphestesia : sde sde
- Sensory extinction : sde sde
- Loss of body image : sde sde
- Two point tactile discrimination: sde sde
29
BADAN
Inspeksi : Atrofi (-), hipertrofi (-), deformitas (-)
Palpasi
Otot perut : konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
Otot pinggang : konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
Kedudukan diafragma : Gerak : Simetris
Istirahat : Simetris
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Motorik
Gerakan cervical vertebrae
-Fleksi : sde
-Ekstensi : sde
-Rotasi : sde
-Lateral deviation :(-)
30
Gerakan dari tubuh
-Membungkuk : sde
-Ekstensi : sde
-Lateral deviation : sde
Refleks-refleks
-Refleks dinding abdomen: ( + )
-Refleks interskapula :(+)
-Refleks gluteal : Tdl
-Refleks cremaster : Tdl
-Refleks anal : Tdl
31
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Jari tangan – jari tangan : sde
Jari tangan – hidung : sde
Ibu jari kaki – jari tangan : sde
Tapping dengan jari-jari tangan : sde
Tapping dengan jari-jari kaki : sde
Jalan di atas tumit : sde
Jalan di atas jari kaki : sde
Tandem walking : sde
Jalan lurus lalu putar : sde
Jalan mundur : sde
Hopping : sde
Berdiri dengan satu kaki : sde
Romber test, jatuh ke :-
32
FUNGSI LUHUR
Apraksia :(-)
Alexia :(-)
Agraphia :(-)
Acalculia :(-)
Finger agnosia :(-)
Membedakan kanan dan kiri: sde
REFLEKS PRIMITIF
Grasp refleks : (-)
Snout refleks : (-)
Sucking refleks : (-)
Palmo-mental refleks : (-)
SISTEM VEGETATIF
Miksi : inkontinensia urin ( - ) retensio urin (-)
Defekasi : inkontinensia alvi ( - ) retensio alvi (-)
33
DIAGNOSA
• Diagnosa Klinis : konvulsi
• Diagnosa Topis : hemisfer cerebri
• Diagnosa Etiologi : Cerebral palsy dengan komorbid epilepsi
34
TERAPI
• O2 masker 10 lpm
• Inf. NS 20 tpm
• Inj. Diazepam 10 mg iv
• Inj. Ranitidin 2x1
• Fisioterapi
35
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad malam
• Quo ad fungsionam : dubia ad malam
36
CEREBRAL PALSY
DEFINISI
• Cerebral palsy adalah berbagai sekumpulan kelainan permanen
dari perkembangan pergerakan dan postur tubuh yang
mengakibatkan limitasi aktifitas, dan diakibatkan oleh gangguan
non progresif yang terjadi pada saat perkembangan otak janin
atau bayi.
• Kelainan motorik pada cerebral palsy sering diikuti oleh kelainan
sensasi, kognisi, komunikasi dan perilaku.
• Diperkirakan 1-5 kasus per 1000 kelahiran di negara berkembang
39
TIPE CP
40
41
PATOFISIOLOGI CP
• CP terjadi akibat dari lesi otak pada periode fetal atau neonatal sampai
pada masa kanak-kanak awal. Terdapat 5 penyebab lesi Cerebral Palsy
yaitu:
1. Lesi otak pada saat perkembangan otak
2. Cedera pada saat vaskuler otak belum matang
3. Periventricular Leukomalacia
4. Periventriculer Hemmorage dan Intraventriculer Hemorrage
5. Hypoperfussion injurries
44
PEMERIKSAAN FISIK
• Perkembangan motorik kasar & halus : keterlambatan, kelemahan otot, kekakuan,
ggn koordinasi & kontrol
• Tonus : hipertonus, hipotonus, opistotonus, Rx.tendon
• Gerakan involunter
• Postur abnormal : pola flexi/scissoring, pithed frog
• Perilaku motorik abnormal : combat craw, bunny hop, berguling
• Gangguan perilaku lain : hiperaktif
• Pemeriksaan maturitas otak melalui Pemeriksaan Refleks Primitif
45
PEMERIKSAAN LANJUTAN
Gangguan penglihatan (strabismus, nystagmus dll)
Gangguan pendengaran
Gangguan bicara/komunikasi
Epilepsi
Kelainan gigi
Gangguan fungsi luhur
Gangguan perilaku
Retardasi mental
46
S. Ashwal, B.S. Russman,P.A. Blasco, G. Miller, A. Sandler, M. Shevell, and R. Stevenson. 2004.
Practice Parameter: Diagnostic assessment of the child with cerebral palsy. American Academy
of Neurology. NEUROLOGY. March (2 of 2) 2004 47
TATA LAKSANA
• Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi: melatih posisi istirahat dan juga
melatih kemampuan duduk, merangkak
berjalan.
2. Terapi bicara: feeding terapi
3. Terapi okupasional: memakai baju, ke kamar
mandi, menulis, membaca
48
TATA LAKSANA
• Terapi farmakologis
1. Baclofen
2. Diazepam
3. Datrolene
• Pembedahan ortopedi
49
PROGNOSIS
• Penderita CP tipe quadraplegia memiliki kecenderungan lebih untuk mengalami
epilepsi, gangguan ekstrapiramidal, dan gangguan kognisi daripada tipe lain
• 20-30 % pasien CP mengalami retardasi mental dan kemungkinan besar mengalami
gangguan belajar (75%)
• Dapat duduk di usia 2 tahun dan reflek primitif yang hilang pada usia 18-24 bulan
menjadi tanda prognosis yang baik
50
KEJANG DEMAM
DEFINISI
• Kejang demam (KD) bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38°C) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
Pusponegoro, H. D., Widodo, D. P., dan Ismael, S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI 52
KD kejang selama masa kanak-kanak (>1
bulan) berhubungan dengan penyakit
demam tanpa disebabkan infeksi sistem
saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus
dan tidak berhubungan dengan kejang
simptomatik lainnya.
Arief, R. F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education. Vol: 42(9): 658-661. 53
EPIDEMIOLOGI
• Angka kejadian KD di Amerika Serikat dan Eropa (2–
7%), di Jepang (9–10%).
• 21% KD terjadi <1 jam setelah demam, 57% terjadi
antara 1-24 jam berlangsungnya demam, dan 22%
lebih dari 24 jam.
• 30% pasien akan mengalami KD berulang dan
kemungkinan mengalami KD berulang meningkat
menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia <1 tahun.
Arief, R. F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education. Vol: 42(9): 658-661. 54
KLASIFIKASI
Pusponegoro, H. D., Widodo, D. P., dan Ismael, S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI 55
Arief, R. F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education. Vol: 42(9): 658-661.
PATOGENESIS
Menstimulus pusat
Demam juga
Peningkatan termoregulasi di
meningkatkan
temperatur dalam hipotalamus
sintesis sitokin di
otak kenaikan suhu
hipokampus
tubuh
Pirogen endogen
Menstimulus enzim (interleukin 1ß)
perubahan cyclooxygenase-2 (COX- meningkatkan
letupan aktivitas 2) mengkatalis konversi eksitabilitas neuronal
neuronal asam arakidonat (glutamatergic) dan
menjadi PGE2 menghambat GABA-
ergic
Reaksi sitokin
Peningkatan
Hasil: sitokin melalui sel
eksitabilitas
(pirogen endogen) endotelial
neuronal kejang
circumventricular
Arief, R. F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education. Vol: 42(9): 658-661. 57
Anamnesis
• Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, lama
kejang
• Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24
jam, interval, keadaan anak pasca kejang
• Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf
pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ISPA,
infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media
akut/OMA, dll)
• Riwayat perkembangan, riwayat kejang
demam dan epilepsi dalam keluarga
• Singkirkan penyebab kejang lain (misalnya
gangguan elektrolit diare/muntah,
hipoksemia sesak, hipoglikemia)
59
Arief, R. F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education. Vol: 42(9): 658-661.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding anak kecil dengan kejang demam antara lain
• infeksi intrakranial (meningitis,enchepalitis dan abses otak)
• Keracunan
• gangguan metabolik ( hipoglikemi, hipo/hipernatremia)
60
Kenneth R. Huff. 2012. Chapter 56 : febrile seizure. Berkowitz’s Pediatric
• Terapi saat kejang
• Terapi saat demam
• Terapi obat rumatan
• Edukasi orang tua
61
• Terapi saat kejang
• diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
3-5 menit dosis maksimal 20 mg
• diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau diazepam rektal 5 mg untuk anak berat
badan <10 kg dan diazepam rektal 10 mg untuk berat badan >10 kg. Jika anak <3
tahun diberi diazepam rektal 5 mg dan anak >3 tahun diberi diazepam rektal 7,5
mg.
• phenytoin intravena dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit dosis selanjutnya 4-8 mg/kgBB/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal.
63
Arief, R. F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education. Vol: 42(9): 658-661.
• Terapi saat demam
• Antipiretik
• paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali 4 kali sehari dan tidak boleh >5 kali.
• Ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari
• Antikonvulsan
• Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko
berulangnya kejang pada 30-60% kasus
• Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,5 C. 0
Arief, R. F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education. Vol: 42(9): 658-661. 64
• Terapi rumatan
• Valproic acid 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis
• Phenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis
Arief, R. F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education. Vol: 42(9): 658-661.
65
PROGNOSIS
• Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang
demam tidak pernah dilaporkan. Kematian akibat
kejang demam juga tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya
tetap normal pada pasien yang memang
sebelumnya normal
Pusponegoro, H. D., Widodo, D. P., dan Ismael, S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI 66
DUCHENNE
MUSCULAR
DYSTROPHY
DEFINISI
• Duchenne Muscular Dystrophy atau Dystrophia Musculorum
Progresive adalah kelainan kromosom X resesif yang
mempengaruhi degenerasi otot tulang dan jantung secara
progresif.
• Terjadi dari 1 dari setiap 3300 kelahiran di Amerika Serikat, 64
kasus setiap 1 juta kelahiran, salah satu penyakit distrofi yang otot
paling sering terjadi
Biggar, Douglas. 2006. Duchenne Muscular Dystrophy. Pediatrics in Review. Vol.27 No.3 March 68
2006
PATOFISIOLOGI
• Pada DMD pasien mengalami kekurangan produksi Dystrophin
struktur membran sarkolema otot menjadi lebih tidak stabil
membran otot rusakkerusakan otot nekrosis dan fibrosis otot
Biggar, Douglas. 2006. Duchenne Muscular Dystrophy. Pediatrics in Review. Vol.27 No.3 March 69
2006
70
DIAGNOSIS
1.Kelemahan yang bermula di tungkai bawah
2.Hiperlordosis gaya berjalan yang lebar
3.Kelemahan otot dengan hipertrofi
4.Berkurangnya kontraktilitas otot pada onset lanjut
5.Disfungsi pencernaan atau kandung kemih, gangguan sensoris atau demam
6.Serum Creatinin Kinase meningkat sampai 50-10.000 kali dari normal
7. Deteksi kelainan gen Xp21
71
ANAMNESIS
• Perlu ditanyakan bagaimana keadaan pasien riwayat
terdahulu pasien seperti:
1. Keterlambatan berjalan
2. Sering jatuh
3. Kesulitan berdiri
4. Riwayat penyakit terdahulu keluarga
72
PERJALANAN PENYAKIT
73
74
PROGNOSIS
• Prognosis dari DMD adalah buruk karena kematian
sering terjadi pada usia 20-30 tahun akibat gangguan
otot jantung dan pneumonia
75
TERIMAKASIH
76