Você está na página 1de 50

Laporan Kasus

Post Concussion Syndrome

DISUSUN OLEH :
Lia Safriana Utami
1610221064

PEMBIMBING :
dr. Nurtakdir Setiawan, Sp.S, M.Sc

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “Veteran” JAKARTA
RSUD AMBARAWA
IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. G
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
St. Perkawinan: Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Tegaron ½ Banyubiru, Ambarawa Kab Semarang
No CM : 116xxx
Tanggal masuk RS: 4 Mei 2017, pasien rawat jalan Poli Saraf
ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis, 4 Mei 2017, pukul


11.00 WIB di Poli Saraf RSUD Ambarawa.

Keluhan utama : nyeri kepala


RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
18 Desember 2016 19 Desember 2016 5 bulan ini
pasien post terjatuh dari motor Setelah kecelakaan yang
saat itu posisi pasien berada di posisi Keesokan harinya dialaminya, pasien
belakang dengan tidak menggunakan pasien dibawa mengeluhkan sering nyeri
helm  ketika hendak menyalip mobil, berobat ke poli Saraf kepala dari dahi sampai
motor yang ditumpanginya menabrak RSUD Ambarawa dan kepala belakang kang yang
motor lain yang hendak menyebrang, mendapat dirasakan berdenyut dan
lalu motor menjadi tidak seimbang dan pengobatan serta seperti tertekan. Nyeri
pasien terjatuh  Pasien sempat diminta untuk foto dirasakan hilang timbul tak
mengalami pingsan tetapi tidak rontgen. menentu. Saat diberikan
mengetahui berapa lama dan sadar gambaran skala nyeri,
kembali saat tiba di IGD RSUD pasien memberikan angka
Ambarawa. 4-5 dari 10 terhadap nyeri
Pasien mengingat kejadian sebelum yang dirasakannya. Untuk
terjatuh dengan jelas. Pada saat itu mengurangi rasa nyerinya
pasien mengeluhkan nyeri kepala, pusing pasien biasanya hanya
dan nyeri pada daerah bibir yang beristirahat dan tidur,
mengalami luka lecet, mimisan (-), darah kemudian hilang sendiri
keluar dari telinga (-), muntah (-). Setelah tanpa minum obat.
itu pasien dipulangkan untuk rawat jalan.
Saat dirumah pasien mengeluhkan mual
tetapi tidak sampai muntah.
5 minggu ini

pasien merasa nyeri kepalanya


timbul lebih sering dan cukup
mengganggu aktivitas sehingga ia
memutuskan untuk berobat kembali
ke poli saraf. Pasien juga sempat
mengeluh demam, namun sudah
turun dengan minum paracetamol.
Keluhan yang dirasakan saat ini
terkadang disertai rasa mual namun
tidak sampai muntah. BAB dan BAK
pasien normal. Nafsu makan &
minum normal. Selain itu pasien juga
mengaku akhir-akhir ini terutama Pasien menyangkal adanya pandangan dobel dan
setelah kejadian kecelakaan sulit kabur, rasa baal, kesemutan pada anggota tubuh,
untuk konsentrasi dalam mengikuti kelemahan anggota gerak, gangguan
pelajaran di sekolahnya serta mudah berkomunikasi, gangguan ingatan, sakit pada
ngantuk. telinga, dan gangguan pendengaran.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa: disangkal
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat alkohol dan obat-obatan : disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat sering nyeri kepala dikeluarga : disangkal
Riwayat kejang pada keluarga : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi Pribadi


Pasien merupakan seorang pelajar kelas 1 SMA. Pasien anak
pertama dari 3 bersaudara. Kesan ekonomi menengah
keatas dengan biaya pengobatan menggunakan umum.
Anamnesis Sistem
• Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (+)
• Sistem Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
• Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
• Sistem Gastrointestinal : Mual (+), muntah (-)
• Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
• Sistem Integumen : Tidak ada keluhan
• Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan
RESUME ANAMNESIS
Seorang perempuan berusia 16 tahun datang ke poli saraf RSUD
Ambarawa dengan keluhan nyeri kepala berdenyut dan pusing
post terjatuh dari motor 5 bulan yang lalu. Keluhan hilang
timbul sudah 5 bulan ini dan makin terasa mengganggu sejak
2 minggu. Saat kejadian kecelakaan pasien sempat tidak
sadarkan diri tetapi tidak mengetahui berapa lama, namun
saat sadar pasien dapat mengingat kembali kejadian
kecelakaan. Pasien mengeluhkan nyeri kepala, pusing
berputar, dan mual.
DISKUSI I
• Dari hasil anamnesa, didapatkan seorang pasien perempuan usia 16 tahun
mengeluhkan adanya nyeri kepala yang ia rasakan hilang timbul sejak 5
bulan ini setelah pasien mengalami kecelakaan jatuh dari motor.

Jika ditinjau dari riwayat pasien, kemungkinan keluhan yang dialami


pasien merupakan gejala sekuele dari trauma kepala yang dialami
pasien saat kecelakaan. Hal ini dapat terjadi akibat benturan yang kuat
pada saat trauma sehingga terjadi mekanisme trauma dan reaksi
inflamasi pada bagian kepala yang terbentur.
Keluhan pusing serta mual pada pasien merupakan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Beberapa hal dapat membuat
tekanan intrakranial menjadi meningkat, diantaranya tumor
serebri, infark yang luas, trauma, perdarahan ataupun abses.
Pada pasien ini keluhan ini dapat disebabkan akibat terjadi
benturan pada kepala pasien yang terjadi saat kecelakaan yang
kemungkinan menyebabkan trauma atau perdarahan.

Saat kejadian kecelakaan pasien sempat tidak sadarkan diri


tetapi tidak mengetahui berapa lama, namun saat sadar pasien
dapat mengingat kembali kejadian kecelakaan. Hal ini
menandakan bahwa pada pasien tidak ditemukan adanya tanda-
tanda amnesia, sehingga pada pasien dapat digolongkan ke
cedera kepala ringan.
CEDERA KEPALA
Definisi

• Brain Injury Association of America


suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Klasifikasi
Menurut Perdossi (2006) cedera kepala diklasifikasikan menjadi :

· Tidak ada penurunan kesadaran


Ringan (Simple head · Tidak ada amnesia post trauma
injury) · Tidak ada defisit neurologi
· GCS = 15

· Kehilangan kesadaran <10 menit


· Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom
Sedang (Mild head injury)
· Amnesia post trauma < 1 jam.
· GCS = 13-15

· Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai 6 jam


· Terdapat lesi operatif intrakranial atau abnormal CT Scan
Berat (Moderate head
· Dapat disertai fraktur tengkorak
injury)
· Amnesia post trauma 1 – 24 jam.
· GCS = 9-12
Patofisiologi
Pada cedera kepala  kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap

cedera primer cedera sekunder


akibat adanya benturan pada tulang tengkorak dan
akibat berbagai proses patologis yang
daerah sekitarnya disebut lesi coup  daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi timbul sebagai tahap lanjutan dari
lesi yang disebut countrecoup. kerusakan otak primer, berupa
Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak perdarahan, edema otak, kerusakan
dan berhenti secara mendadak dan kasar saat neuron berkelanjutan, iskemia,
terjadi trauma. peningkatan tekanan intrakranial dan
Perbedaan densitas antara tulang tengkorak perubahan neurokimiawi
(substansi solid) dan otak (substansi semisolid)
menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari
muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam
tengkorak memaksa otak membentur permukaan
dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari
benturan (countrecoup).
POST CONCUSSION SYNDROME
Definisi
• Kondisi yang muncul setelah cedera kepala yang berakibat defisit
pada tiga area fungsi SSP :
• somatik (neurologis-umumnya berupa nyari kepala,
kecenderungan merasa cepat lelah),
• psikologis (perubahan afek, kurangnya motivasi, ansietas, atau
emosi yang labil),
• kognitif (kelemahan dalam mengingat, perhatian dan
konsentrasi)
• Sekelompok gejala yang di alami seseorang, setelah seminggu,
sebulan atau bahkan setahun setelah suatu trauma (gegar) ringan
dari trauma otak (traumatic brain injury / TBI)
• Kumpulan gejala yang terdiri atas nyeri kepala, pusing (dizziness),
iritabilitas, mudah lelah, ansietas, gangguan memori, menurunnya
konsentrasi dan insomnia, yang merupakan sekuele setelah
cedera kepala ringan tertutup
Sinonim

post traumatic instability

post traumatic headache

traumatic neurasthenia

post traumatic syndrome


Epidemiologi
• Insidensi dari sindroma ini bervariasi
• Gejala-gejala PCS biasanya didiagnosis pada orang yang
menderita cedera kepala, 38-80% biasanya terjadi pada
trauma kepala ringan
• Onset sindroma postconcussion bervariasi,pada beberapa
kasus gejala dapat timbul pada hari hari pertama cedera
dan menetap selama beberapa waktu sampai beberapa
bulan bahkan tahun. Pada kasus lainnya gejala-gejalanya
timbul kemudian, kadang-kadang sampai beberapa minggu
setelah cedera
Faktor risiko
• jenis kelamin wanita,
• konflik berkepanjangan,
• sosial ekonomi rendah,
• umur lebih dari 40 tahun,
• riwayat penyalahgunaan alkohol,
• riwayat gangguan jiwa,
• riwayat cedera kepala terdahulu,
• riwayat kemampuann kognitif yang rendah sebelum
trauma,
• fungsi psikososial yang rendah sebelum cedera,
gangguan kepribadian (antisosial, histerikal, dependen),
dan
• riwayat nyeri kepala terdahulu atau sakit jiwa
Patofisiologi
• Belum sepenuhnya jelas namun tidak bisa lepas dari
patofisiologi proses cedera kepala itu sendiri.
• Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya kelainan
organik pada pasien dengan gejala PCS yang nyata, di
sisi lain terdapat gejala yang muncul membaik dalam
waktu tiga bulan juga dengan tidak adanya kelainan
organik yang nampak pada pemeriksaan. Adanya variasi
tersebut membuat patofisiologi PCS masih menjadi
perdebatan sampai saat ini
Cedera kepala ringan menunjukkan adanya benturan kepala yang disertai adanya
periode loss of consciousness (LOC) atau pingsan yang singkat dan atau disertai
adanya amnesia post trauma atau adanya disorientasi

Pingsan (LOC)merupakan manifestasi trauma pada batang otak (brain stem) atau
menandakan adanya cedera otak yang difus (diffuse cerebral injury)

Mekanisme cedera kepala  3 macam pergerakan, yaitu: linear, rotasional, dan angular.
Pada cedera kepala yang sering terjadi adalah kombinasi ketiganya  sangat memungkinkan terjadinya peregangan atau
puntiran dari neuron.
Otak adalah suatu bagian yang homogen dan masing-masing bagian memiliki karakteristik fisik tersendiri (misalnya: gray
matter, white matter, LCS, dll)

Pada cedera kepala ringan, gejala yang muncul karena diffuse axonal injury (DAI) yang ringan
disebabkan oleh mekanisme perenggangan atau puntiran (shear) akson-akson saraf akibat
dari mekanisme rotasional atau angular pada akselerasi ataupun deselerasi yang cepat saat
terjadi cedera kepala.
Kekuatan rotasional
dapat ditimbulkan
sekalipun pada
pertama bisa kekuatan ini dapat
kecelakaan yang
menyebabkan regangan sedemikian rupa
dianggap tidak
pada akson-akson dengan sehingga
berarti dan tidak
akibat gangguan konduksi menyebabkan disrupsi
perlu adanya
dan hilangnya fungsi mielin dan neurilemma
cedera coup dan
contrecoup yang
jelas

dapat terjadi
Perubahan ini terjadi perdarahan kapiler
secara difus, terutama terlihat secara
pada corpus callosum dan mikroskopik dengan
kuadran dorsolateral terbentuknya axonal
batang otak retraction bulba dan
parut mikrogilial

Perubahan-perubahan tersebut diatas dikenal sebagai


diffuse axonal injury
Gejala klinis
Tipe Gejala
Somatik Nyeri kepala, dizziness, pandangan kabur, diplopia, nausea,
vomitus, gangguan tidur, mudah kecapaian, hipersensitif
terhadap suara dan cahaya, tinitus.

Kognitif Gangguan atensi, memori, bicara, slow thingking, gangguan


fungsi eksekutif

Emosional Instabilitas emosional, sedih, anxietas, apatis


Diagnosis
• Gejala postconcussional syndrome (PCS) dapat muncul segera
setelah cedera kepala terjadi atau baru muncul beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan.
• Semakin lama munculnya gejala PCS sejak terjadinya cedera
kepala, maka semakin kecil tingkat severitasnya.
• Pola gejala yang muncul dapat berupa gejala fisik, mental atau
emosional, dan dapat berubah menurut dimensi waktu.
• Pola yang umum adalah muncul gejala fisik terlebih dahulu
segera setelah terjadi cedera, selanjutnya gejala akan berubah
menjadi gejala psikologis yang lebih dominan
Diagnosis Sementara
• Diagnosis Klinis : nyeri kepala, mual, gangguan konsentrasi
• Diagnosis Topis : Intrakranial
• Diagnosis Etiologi: cedera kepala dd hematom dd infeksi
Pemeriksaan Fisik
Status Internus
• Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
• Kesadaran : Compos Mentis
• GCS: E4V5M6

Tekanan darah: Nadi : 85 x/menit Suhu: 36.5 oC Pernapasan:


110/80 mmHg 20 x/menit
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
Kepala Normocephali pupil bulat isokor 3 mm/3 mm, RCL +/+,
RCTL +/+, refleks kornea +/+ , raccoon
eye sign (-), battles sign (-), epistaksis (-),
otorrhea (-)

Leher : trakea lurus di


Jantung :
tengah, KGB tidak teraba
BJ I-II reguler, gallop (-),
murmur (-),
Thoraks : simetris,
Bunyi Napas :
Abdomen: Vesikuler. Wheezing -/-
Datar , BU normal, . Rhonkhi -/-
Nyeri tekan (-).
Hati dan limpa : tidak Ekstermitas
teraba pembesaran Akral hangat (+),
edem (-),
sianosis (-),
CRT < 2s
25
STATUS NEUROLOGI
• Sikap tubuh : Lurus dan simetris
• Gerakan abnormal : Tidak ada
STATUS NEUROLOGIS
Nn. Craniales
STATUS NEUROLOGIS
Nn. Craniales
STATUS NEUROLOGIS
Nn. Craniales
STATUS NEUROLOGIS
Nn. Craniales
STATUS NEUROLOGIS
Motorik
STATUS NEUROLOGIS
• Rangsang Meningeal
– Kaku Kuduk : (-)
– Brudzinski I : (-)
– Brudzinski II : (-/-)
– Laseque Sign : (-/-)
– Kernig Sign : (-/-)
• Sensibilitas : dalam batas normal
• Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi 19 Desember 2016 (x foto cervical AP/lateral)

Kesan:
•Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis
•Tak tampak kompresi maupun ilstesis
Ct-scan kepala Pemeriksaan CT-Scan Kepala potongan aksial, tanpa kontras,
tanggal 5 Mei 2017

tak tampak kelainan pada


parenkim otak,
cenderung gambaran ethmoiditis
.
DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : cephalgia, nausea, gangguan atensi (post
concussion syndrome)
Diagnosis Topis : Intrakranial
Diagnosis Etiologi: cedera kepala ringan
• Secara umum pemeriksaan pasien dengan PCS akan
didapatkan hasil pemeriksaan fisik yang normal.
• Pasien dengan PCS kadang hanya didapatkan kelainan
neurologi yang sangat minimal, namun bila didapatkan
adanya defisit motorik fokal maka harus dipikirkan adanya
perdarahan intrakranial.
• Beberapa hal yang dapat ditemukan pada pasien dengan
PCS antara lain:
• Adanya tanda-tanda depresi
• Adanya penurunan kemampuan membau dan merasakan (lidah).
• Adanya neurasthenia atau hiperesthesia (tapi bukan dermatomal).
• Gangguan kognitif, antara lain: naming (vocabularies), short-term
memori dan intermediate memori, atensi, informasi processing, recall,
menggambar dan fungsi eksekutif.
• Menurut ICD-10 tersebut kriteria diagnostik untuk PCS
adalah adanya riwayat cedera kepala (traumatic brain
injury / TBI) dan disertai dengan 3 atau lebih dari 8 gejala
berikut ini, yaitu:
1. Nyeri kepala (headache)
2. Dizziness
3. Fatique
4. Iritabel
5. Insomnia
6. Gangguan konsentrasi
7. Gangguan memori
8. Intolerance dari stress, emosi, atau alkohol.
Menurut DSM-IV, kriteria untuk PCS meliputi:
• Riwayat trauma kepala yang menyebabkan adanya konkusi
serebral yang signifikan.
• Defisit kognitif dan atau memori
• Terdapat 3 dari 8 gejala (fatique, gangguan tidur, nyeri kepala,
dizziness, iritabel, gangguan afektif, perubahan kepribadian, apatis)
yang muncul setelah trauma dan menetap selama 3 bulan.
• Gejala-gejala muncul pada saat injuri atau memburuk setelah injuri.
• Mengganggu fungsi sosial
• Dieksklusi adanya demensia paska trauma atau kelainan lain yang
menerangkan gejala yang muncul.
Kriteria c dan d mensyaratkan bahwa munculnya gejala atau
perburukan gejala harus mengikuti/setelah trauma kepala,
dibedakan dengan gejala yang muncul sebelum trauma, dan
minimal durasinya adalah 3 bulan
Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
• tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik  dilakukan
lebih kepada pencarian underlying disease yang lain yang mungkin
sebagai penyebab munculnya gejala yang menyerupai PCS.
Beberapa kondisi yang mungkin dapat memberikan gejala yang
mirip PCS yang dapat disingkirkan dengan pemeriksaan
laboratorium  adanya toksisitas dan penyakit metabolik
• Imaging
• CT scanning dan MRI  harus dengan indikasi yang jelas
• CT Scanning  untuk mengetahui adanya kelainan
intrakranial dan adanya fraktur tulang tengkorak.
• Pasien yang tidak disertai adanya episode pingsan (LOC) &
pemeriksaan neurologinya dbn  hasil CT Scan biasanya tidak
didapatkan gambaran yang patologis.
• Pasien dengan riwayat pingsan (LOC) dan memiliki kesadaran
yang baik (GCS 15) sebagian besar akan memberikan
gambaran CT scan yang normal, meskipun terdapat sejumlah
kecil yang didapatkan adanya lesi struktural yang membutuhkan
intervensi bedah.
• Tidak adanya pingsan dan atau hasil CT scan yang normal tidak
serta merta menyatakan bahwa tidak ada kerusakan pada otak.

Adanya peregangan akson dan neuron yang akan menyebabkan diffuse


axonal injury dapat muncul tanpa kelainan yang nyata pada gambaran CT
scan kepala. Hal ini diduga oleh adanya penguatan (strained) dari jaringa
lunak sekitar leher yang melindungi batang otak dan mencegah terjadinya
pingsan (LOC)
• Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan pada
kasus cedera kepala ringan/kasus PCS.
• Lesi di daerah frontotemporal  lesi yang paling sering ditemui
dan nampaknya berhubungan dengan defisit yang ditemui pada
pemeriksaan neuropsikologi.
• MRI yang dilakukan 24 jam setelah terjadinya cedera kepala
dapat melihat adanya bekas kontusi yang lama, kaburnya batas
antara white matter dan gray matter, dan adanya kontur otak
yang irreguler.
• MRI yang dilakukan pada fase akut  hanya memiliki sedikit
manfaat saja,  disarankan dilakukan observasi terlebih dahulu
sampai paling tidak 24 jam dan dilakukan follow up untuk melihat
adanya defisit neurologis ataupun adanya gejala klinis yang
menetap atau bahkan memberat sebagai salah satu indikasinya
PLANNING
Diagnosa : Edukasi :
• MRI Minum obat dan kontrol ke
• Tes fungsi kognitif dokter secara teratur.
Terapi : Edukasi keluarga.
Monitoring :
Medikamentosa :
Keadaan umum
• Atrocox 1 x 15 mg Perbaikan gejala
• Diazepam 2 x 2 mg Efek obat
• Omeprazole 1 x 1
• Unalium 2 x 5 mg
PROGNOSIS
• Death : ad bonam
• Disease : ad bonam
• Dissability : ad bonam
• Discomfort : dubia ad bonam
• Dissatisfaction : ad bonam
• Distutition : ad bonam
Penatalaksanaan Post concussion syndrome

• Biasanya PCS tidak diterapi,


• Terapi hanya ditujukan pada gejala-gejala yang
muncul
Medikamentosa
• Untuk keluhan nyeri kepala yang terus menerus, terapi standar nyeri kepala dapat dimulai dari NSAID sampai terapi
profilaksis migrain, seperti fluoxetine dan verapamil, dikatakan dapat membantu.
• Bila perlu, terapi fisik dan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulators (TENS) dapat digunakan pada pasien dengan tension
headache yang berhubungan dengan kekakuan otot
• Selective serotonin inhibitor merupakan antidepresan pilihan pada sebagian besar kasus dan dapat mengatasi gejala nyeri
kepala, ansietas, tekanan dan depresi.
• Agonis dopamin, psikostimulan, amantadine dan cholinestrase inhibitor telah digunakan dalam mengobati penurunan
kemampuan fokus atau memori, dan defisit dalam fungsi kognitif, tapi hanya memberikan keuntungan setengah dari pasien
yang mengalami cedera kepala.
• Dokter harus berhati-hati dalam meresepkan obat yang mempengaruhi SSP seperti phenitoin, haloperidol, barbiturat, dan
benzodiazepin. Obat ini dapat memberikan efek samping, seperti terhambatnya penyembuhan neuron, dan gangguan
pemulihan memori, yang dapat memperburuk gejala post concussional syndrome atau memperpanjang waktu pemulihan
yang.

•mengandung meloxicam adalah obat AINS (anti-infiamasi nonsteroid; NSAID) dari golongan asam
enolat

Atrocox •Mekanisme kerja meloxicam sebagai efek antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik adalah dengan
menghambat biosintesis prostaglandin yang diketahui berfungsi sebagai mediator peradangan,
melalui penghambatan enzim siklooksigenase (COX). Penghambatan meloxicam lebih selektif
pada COX-2 daripada COX-1. Penghambatan COX-2 menentukan efek terapi AINS, sedangkan
penghambatan COX-1 menunjukkan efek samping pada lambung dan ginjal.

Diazepam
•Flunarizine adalah penghambat selektif masuknya kalsium dengan cara ikatan calmodulin dan
aktivitas hambatan histamin H1. Flunarizine dapat mencegah terjadinya kerusakan sel akibat

Unalium overload kalsium dengan menghalangi secara selektif masuknya kalsium ke dalam jaringan sel.
Flunarizine juga terbukti dapat menghambat kontraksi otot polos pembuluh darah, melindungi
kekakuan sel-sel darah merah serta mampu melindungi sel-sel otak dari efek hipoksia
Psikoterapi
• Psikoterapi pada sekitar 40% penderita PCS dapat mengurangi
gejala-gejala.
• Terapi ini membantu penderita agar dapat melakukan
aktivitas kerjanya.
• Protokol terapi PCS dibuat berdasarkan prinsif yang terdapat
dalam Cognitif Behavioral Therapy (CBT), suatu metode
psikoterapi yang berpengaruh untuk gangguan emosional
yang muncul atas dasar pikiran dan tingkah laku. CBT
membantu mencegah timbulnya gejala iatrogenik persisten4.
Edukasi
• Salah satu pengobatan yang paling efektif adalah melakukan
edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang post
concussional syndrome, menjelaskan bahwa gejala tersebut
akan pulih sempurna dalam waktu 6 bulan. Edukasi mengenai
gejala sangat efektif dilakukan segera setelah cedera.
• Sejak stress mulai muncul sebagai gejala PCS, edukasi
diperlukan untuk mengatasi kerusakan tersebut. Edukasi dini
dapat mengurangi gejala pada anak dengan baik
Prognosis

• Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa


mengalami penyembuhan total.
• Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya
kerusakan otak yang terjadi.
• Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat
mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan
kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka
biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.
• Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu
yang lama, yang disertai dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati
normal. Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera
kepala yang non-fatal. Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas
dari otak (yang mengendalikan fungsi mental), sedangkan talamus dan
batang otak (yang mengatur siklus tidur, suhu tubuh, pernafasan dan
denyut jantung) tetap utuh. Jika status vegetatif terus berlangsung selama
lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan untuk sadar kembali sangat
kecil.
Terima kasih

Você também pode gostar