Você está na página 1de 12

ANALISIS ASAL-USUL NENEK

MOYANG

Oleh : Ihsan Fairuz Hendriawan (X MIPA-I)


PENDAHULUAN
Sebelum membahas asal-usul masyarakat Indonesia, ada baiknya kita mengetahui batasan antara ras,
rumpun, bangsa, dan suku dalam segi antropologi. Menurut KBBI 2002, ras adalah golongan
masyarakat luas yang terdiri dari berbagai rumpun, misalnya ras Kaukasoid yang menurunkan
beberapa rumpun-bangsa. Rumpun adalah golongan besar dari bangsa-bangsa yang sama asalnya,
misalnya rumpun Melayu. Bangsa adalah kumpulan manusia yang biasa terikat karena kesatuan
bahasa dan kebudayaan dalam arti umum dan menempati wilayah tertentu, misalnya India, Cina, atau
Indonesia yang terdiri atas pelbagai suku. Sedangkan suku (atau suku-bangsa) adalah kesatuan sosial
yang disatukan oleh identitas kebudayaan, khususnya dari identitas bahasa, misalnya Dayak di
Kalimantan atau Dani di Papua. Namun, adakalanya sebuah rumpun bisa disebut bangsa pula,
misalnya Melayu.
Para ahli memiliki pandangan masing-masing mengenai asal- mula bangsa Indonesia. Masing-
masing berpendapat berdasarkan sudut pandang yang berbeda. Ada ahli yang menyelidiki asal- usul
bangsa Indonesia dari persebaran bahasa, ada pula yang melihatnya dari persebaran peninggalan
artefak-artefak (benda- benda rumah tangga dari batu, tulang dan logam) atau pun fosil- fosil manusia
purbanya. Berikut ini teori-teori para ahli tentang asal-usul masyarakat Indonesia.
 Prof. Dr. H. Kern, ilmuwan asal Belanda, menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari
Asia. Kern berpendapat bahwa bahasa- bahasa yang digunakan di kepulauan Indonesia,
Polinesia, Melanesia, Mikronesia memiliki akar bahasa yang sama, yakni bahasa Austronesia.
Kern menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia berawal dari satu daerah dan menggunakan
bahasa Campa. Menurutnya, nenek-moyang bangsa Indonesia menggunakan perahu-perahu
bercadik menuju kepulauan Indonesia. Pendapat Kern ini didukung oleh adanya persamaan
nama dan bahasa yang dipergunakan di daerah Campa dengan di Indonesia, misalnya kata
“kampong” yang banyak digunakan sebagai kata tempat di Kamboja. Selain nama geografis,
iIstilah-istilah binatang dan alat perang pun banyak kesamaannya. Tetapi pendapat ini
disangkal oleh K. Himly dan P.W. Schmidt berdasarkan perbendaharaan bahasa Campa.
 Van Heine Geldern pun berpendapat tak jauh berbeda dengan Kern bahwa bahasa Indonesia
berasal dari Asia Tengah. Teori Geldern ini didukung oleh penemuan-penemuan sejumlah
artefak, sebagai perwujudan budaya, yang ditemukan di Indone- sia mempunyai banyak
kesamaan dengan yang ditemukan di daratan Asia. Sedangkan, Max Muller berpendapat lebih
spesifik, yaitu bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Asia Tenggara. Namun, alasan
Muller tak didukung oleh alasan yang jelas.
Sementara itu, Willem Smith melihat asal-usul bangsa Indonesia melalui penggunaan bahasa oleh
orang- orang Indonesia. Willem Smith membagi bangsa-bangsa di Asia atas dasar bahasa yang
dipakai, yakni bangsa yang berbahasa Togon, bangsa yang berbahasa Jerman, dan bangsa yang
berbahasa Austria. Lalu bahasa Austria dibagi dua, yaitu bangsa yang berbahasa Austro Asia dan
bangsa yang berbahasa Austronesia. Bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia ini mendiami wilayah
Indonesia, Melanesia, dan Polinesia.
Ahli lain yang bernama Hogen menyatakan bahwa bangsa yang mendiami daerah pesisir
Melayu berasal dari Sumatera. Bangsa Melayu ini kemudian bercampur dengan bangsa Mongol yang
disebut bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Bangsa Proto
Melayu kemudian menyebar di sekitar wilayah Indonesia pada tahun 3.000 hingga 1.500 SM,
sedangkan bangsa Deutro Melayu datang ke Indonesia sekitar tahun 1.500 hingga 500 SM.
Pendapat Hogen tak jauh beda dengan pendapat Drs. Moh. Ali. Ali menyatakan bahwa bangsa
Indonesia berasal dari daerah Yunan, Cina. Pendapat ini dipengaruhi oleh pendapat Mens yang
berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak oleh bangsa-bangsa
lebih kuat sehingga mereka pindah ke selatan, termasuk ke Indonesia. Ali mengemukakan bahwa
leluhur orang Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar yang terletak di daratan Asia dan mereka
berdatangan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari 3.000 hingga
1.500 SM (Proto Melayu) dan gelombang kedua terjadi pada 1.500 hingga 500 SM (Deutro Melayu).
Ciri-ciri gelombang pertama adalah kebudayaan Neolitikum dengan jenis perahu bercadik-satu,
sedangkan gelombang kedua menggunakan perahu bercadik-dua. Sementara ituProf. Dr.
Krom menguraikan bahwa masyarakat awal Indonesia berasal dari Cina Tengah karena di daerah Cina
Tengah banyak terdapat sumber sungai besar. Mereka menyebar ke kawasan Indonesia sekitar 2.000
SM sampai 1.500.
Sejarawan Indonesia, Prof. Mohammad Yamin, bahkan menentang teori-teori di atas. Ia menyangkal
bahwa orang Indonesia berasal dari luar kepulauan Indonesia. Menurut pandangannya, orang Indonesia
adalah asli berasal dari wilayah Indonesia sendiri. Ia bahkan meyakini bahwa ada sebagian bangsa atau
suku di luar negeri yang berasal dari Indonesia. Yamin menyatakan bahwa temuan fosil dan artefak lebih
banyak dan lengkap di Indonesia daripada daerah lainnya di Asia, misalnya, temuan fosil Homo
atau Pithecanthropus soloensis danwajakensis yang tak ditemukan di daerah Asia lain termasuk Indocina
(Asia Tenggara).
Persebaran ras, rumpun, bangsa, dan suku, selain dapat diteliti melalui ilmu antropologi juga dapat
dilacak melalui penelitian biologis, yakni pada gen manusia. Gen merupakan bagian dari kromosom
yang menjadi lokasi tempat sifat-sifat keturunan (hereditas) pada makhluk hidup. Dalam gen inilah
terdapat senyawa asam yang bernama deoxyribo nucleic acidatau DNA. Dari penelitian terhadat zat
kimia inilah para ilmuwan dapat menentukan karakter dan usia manusia secara genetis. Dari sinilah
mereka menafsirkan ke mana sajarah persebaran ras manusia.
Berdasarkan kesimpulan Kern bahwa nenek-moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Campa di
Vietnam Utara (Tonkin), Kamboja, dan Kochin Cina (Indocina). Namun, sebelum mereka tiba di
Kepulauan Indonesia, di Indonesia sendiri telah ada bangsa yang lebih dulu berdiam. Bangsa tersebut
berkulit hitam dan berambut keriting (ras Negrito). Hingga sekarang bangsa tersebut mendiami Indonesia
bagian timur pedalaman dan sebagian Australia. Jadi, sebetulnya bangsa berkulit hitam inilah yang
merupakan penduduk asli Indonesia.
Selanjutnya, mereka yang mendiami wilayah Indonesia membentuk
komunitas masing-masing. Mereka berkembang menjadi suku-suku
tersendiri, seperti Aceh, Batak, Padang, Palembang, di Sumatera;
Sunda dan Jawa di Pulau Jawa; Dayak di Kalimantan, Minahasa,
Bugis, Toraja, Makassar di Sulawesi; Ambon di Maluku.
Sedangkan mereka yang bercampur dengan bangsa asli yang
berkulit hitam berkembang menjadi suku-suku tersendiri, seperti di
Flores.
Selain teori di atas, ada pendapat yang menyatakan bahwa nenek
moyang bangsa Indonesia adalah orang-orang Melayu. Bangsa
Melayu ini telah mendiami Indonesia bagian barat dan
Semenanjung Melayu (Malaysia) sejak dulu. Para ahli membagi
dua bangsa Melayu ini: Proto Melayu atau Melayu Tua dan Deutro
Melayu atau Melayu Muda.
PETA PERSEBARAN NENEK
MOYANG INDONESIA
MELAYU TUA (PROTO
MELAYU)
Bangsa Melayu Tua ini memasuki wilayah Indonesia sekitar tahun 1.500 hingga 500 SM.
Mereka masuk melalui dua rute: jalan barat dan jalan timur. Jalan barat adalah melalui
Semenanjung Melayu kemudian terus ke Sumatera dan selanjutnya menyebar ke seluruh
Indonesia. Sementara jalan timur adalah melalui Kepulauan Filipina terus ke Sulawesi dan
kemudian tersebar ke seluruh Indonesia. Para ahli memperkirakan bahwa bangsa Melayu Tua
ini peradabannya satu tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan manusia purba yang ada di
Indonesia. Orang-orang Melayu Tua ini berkebudayaan Batu Muda (Neolitikum). Benda-
benda buatan mereka masih menggunakan batu namun telah sangat halus. Kebudayaan kapak
persegi dibawa bangsa Proto Melayu melalui jalan barat, sedangkan kebudayaan kapak
lonjong melalui jalan timur. Sebagian dari mereka ada yang bercampur dengan ras kulit
hitam.
Pada perkembangan selanjutnya, mereka terdesak ke arah timur karena kedatangan
bangsa Melayu Muda. Keturunan Proto Melayu ini sampai kini masih berdiam di Indonesia
bagian timur, seperti di Dayak, Toraja, Mentawai, Nias, dan Papua. Sementara itu, bangsa
kulit hitam (Ras Negrito) yang tidak mau bercampur dengan bangsa Proto Melayu lalu
berpindah ke pedalaman atau pulau terpencil agar terhindar dari pertemuan dengan suku atau
bangsa lain yang mereka anggap sebagai “peganggu”. Keturunan mereka hingga kini masih
dapat dilihat meski populasinya sedikit, antara lain orang Sakai di Siak, orang Kubu di
Palembang, dan orang Semang di Malaka.
MELAYU MUDA(DEUTRO
MELAYU)
 Bangsa Melayu Muda memasuki kawasan Indonesia sekitar 500 SM secara bergelombang. Mereka masuk melalui jalur
barat, yaitu melalui daerah Semenanjung Melayu terus ke Sumatera dan tersebar ke wilayah Indonesia yang lain.
Kebudayaan mereka lebih maju daripada bangsa Proto Melayu. Mereka telah pandai membuat benda-benda logam
(perunggu). Kepandaian ini lalu berkembang menjadi membuat besi. Kebudayaan Melayu Muda ini sering disebut
kebudayaan Dong Son. Nama Dong Son ini disesuaikan dengan nama daerah di sekitar Teluk Tonkin (Vietnam) yang
banyak ditemukan benda-benda peninggalan dari logam. Daerah Dong Son ini ditafsir sebagai tempat asal bangsa Melayu
Muda sebelum pergi menuju Indonesia. Hasil-hasil kebudayaan perunggu yang ditemukan di Indonesia di antaranya
adalah kapak corong (kapak sepatu), nekara, dan bejana perunggu. Benda-benda logam ini umumnya terbuat dari tuangan
(cetakan).
 Keturunan bangsa Deutro Melayu ini selanjutnya berkembang menjadi suku-suku tersendiri, misalnya Melayu, Jawa,
Sunda, Bugis, Minang, dan lain-lain. Kern menyimpulkan hasil penelitian bahasa yang tersebar di Nusantara adalah
serumpun karena berasal dari bahasa Austronesia Perbedaan bahasa yang terjadi di daerah-daerah Nusantara seperti
bahasa Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Batak, Minangkabau, dan lain- lainnya, merupakan akibat dari keadaan alam
Indonesia sendiri yang dipisahkan oleh laut dan selat.
 Di samping dipisahkan oleh selat dan samudera, perbedaan bahasa pun disebabkan karena setiap pulau di Indonesia
memiliki karakteristik alam yang berbeda-beda. Semula bahasa bangsa Deutro Melayu ini sama, namun setelah menetap
di tempat masing-masing mereka pun mengembangkan bahasa tersendiri. Kosakata yang dulu dipakai dan masih diingat
tetap digunakan, sedangkan untuk menamai benda-benda yang baru dilihat di tempat tinggal yang baru (Indonesia)
mereka membuat kata-kata mereka sendiri. Jadi, jangan heran, bila ada sejumlah kata yang terkadang sama bunyinya di
antara dua suku namun memiliki arti yang berbeda sama sekali, tak ada hubungan. Ada pula kata yang memiliki arti yang
masih berhubungan meski tak identik, seperti kata “awak”. Kata awak bagi orang Minang berarti “saya”, sedangkan
menurut orang Sunda berarti “badan”.
 Selanjutnya, bangsa Melayu Muda inilah yang berhasil mengembangkan peradaban dan kebudayaan yang lebih maju
daripada bangsa Proto Melayu dan bangsa Negrito yang menjadi penduduk di pedalaman. Hingga sekarang keturunan
bangsa Proto Melayu dan Negrito masih bermasyarakat secara sederhana, mengikuti pola moyang mereka, dan kurang
bersentuhan dengan budaya luar seperti India, Islam, dan Eropa. Sedangkan bangsa Deutro Melayu mampu berasimilasi
dengan kebudayaan Hindu- Budha, Islam, dan Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Ilmusiana.2009.Asal-Usul Nenek Moyang.Jakarta : Data media

Você também pode gostar