Você está na página 1de 12

Aplikasi TENS

Mekanisme Segmental
Oleh;
Nama : Nikita Fauzia Hanifa
NIM : E2016033
TENS konvensional menghasilkan efek anagesia
terutama melalui mekanisme segmental, yaitu
dengan jalan mengaktifkan serabut A beta yang
selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di
kornu dorsalis medulla spinalis. Ini mengacu pada
teori gerbang kontrol (Gate Control Theory) yang
dikemukakan oleh Melzack dan Wall (1965) yang
menyatakan bahwa gerbang terdiri dari sel
internunsial yang bersifat inhibisi yang dikenal
sebagai substansia gelatinosadan yang terletak di
kornu posterior dan sel T yang merelai informasi
dari pusat yang lebih tinggi.
Tingkat aktivitas Sel T ditentukan oleh
keseimbangan asupan dari serabut berdiameter
besar A beta dan A alfa seta serabut berdiameter
kecil A Delta dan serabut C.
Asupan dri serabut saraf berdiameter kecil akan
mengaktivasi sel T yang kemudian dirasakan
sebagai keluhan nyeri . jika serabut berdiameter
teraktivasi, hal ini juga akan mengaktifkan sel T
namun pada saat yang bersamaan impuls tersebut
juga dapat memicu sel SG yang berdampak pada
penurunan asupan terhadap sel T baik yang berasal
dari serabut berdiameter besar maupun kecil
dengan kata lain asupan impuls dari serabut
berdiameter besar akan menutup gerbang dan
akan membloking transmisi impuls dari serabut
aferen nosiseptor sehingga nyeri berkurang atau
menghilang.
pada penetian yang dilakukan oleh Sjolund,
(1985), Woolf Mitchel dan Barrett,
(1980)Woolf, Thomspson dan King (1988)
terhadap binatang percobaan menunjukkan
bahwa aktivasi pada serabut aferen
bermielin tebal / berdiameter beasr
mampu menginhibisi refleks nosiseptif
meskipun telah dilakukan transeksi spinal
terhadap jalanan inhibisi desenderen yang
datangnya dari otak.
Garrison dan Foreman (1994) menunjukkan
bahwa TENS secara bermakna mengurangi
aktivitas sel nosiseptor di kornu dorsalis
saat TENS diaplikasikan pada area
somatik. Ini semua menunjukkan bahwa
analgesia yang dihasilkan oleh TENS
Konvensional terjadi di medulla
spinalisdalam bentuk inhibisi pre dan post
sinapsis ( Garrison dan Foreman, 1996).
Penelitian menggunakan reseptor
antagonis opioid berupa nalakson
tidak berhasil mengurangi efek
analgesia yang ditimbulkan oleh TENS
frekuensi tinggi (High Frequency
TENS) ini menunjukkan bahwa pada
pebggunann TENS frekuensi tinggi
juga menghasilkan transmiter non
opioid yang juga dapat bekerja
sebagai inhibitor sinapsis ( Thopson
1989 ).
Studi yang dilakukan oleh Duggan
dan Foong (1985) terhadap binatang
percobaan membuktikan bahwa transmiter
inhibitor gamma aminobutyric acid (GABA)
ikut berperan dalam inhibisi nyeri.
Observasi klinis yang menunjukkan bahwa
TENS menghasilkan analgesia yang terjadi
dengan cepat tetapi tidak bertahan lama
adalah sejalan dengan model inhibisi
sinapsis di tingkat segmental.
Beberapa peneliti menemukan bahwa
Intens TENS menginduksi terjadinya
aktivitas serabut saraf A delta yang
berujung pada depresi dalam waktu yang
relatif lama (Long Term Depression/LTD)
yaitu sampai 2 jam terhadap aktivitas sel
nosiseptor sentral. TENS frekuensi rendah
( 1 pps, 0,1 ms ) yang menstimulasi A delta
juga menunjukkan mampu menghasilkan
LTD terhadap binatang percobaan dan
tidak dipengaruhi oleh Bikukullin ) (
Bicuculline) yang merupakan antagonis
GABA
Uraian di atas menjadi acuan
dalam aplikasi klinis TENS berupa
pemakaian TENS konvensional pada
awal terapi dengan dosis kuat tetapi
tetap nyaman ( strong but cofortable
) kemidian disusl dengan aplikasi
Intens TENS guna menghasilkan
analgesia pasca stimulasi yang lebih
lama ( Sandkuhler, 2000 ).

Você também pode gostar