Você está na página 1de 6

 A.

Pengertian Empati
 Istilah “empati” menurut Jumarin (Panuntun, 2012), berasal
dari perkataan yunani yaitu “phatos” yang artinya perasaan
mendalam atau kuat. Selain itu, istilah “empati” juga
berasal dari kata “einfuhlung” yang digunakan oleh
seorang psikolog Jerman, yang secara harfiah yaitu
memasuki perasaan orang lain (feeling into). untuk dapat
berempati, hanya saja berbeda tingkat kedalaman dan cara
mengaktualisasikannya. Empati seharusnya sudah dimiliki
oleh remaja, karena kemampuan berempati sudah mulai
muncul pada masa kanak-kanak awal.
 Lebih lanjut dijelaskan oleh Baron dan Byrne (2005) yang
menyatakan bahwa empati merupakan kemampuan untuk
merasakan keadaan emosional orang lain, merasa
simpatik, dan mencoba menyelesaikan masalah serta
mengambil perspektif orang lain.
 B. Perkembangan Empati
 Menurut Taufik (2012), empati bukanlah sekedar sifat
alami yang dianugerahkan Tuhan yang keberadaannya
secara otomatis dimiliki oleh individu, melainkan potensi-
potensi yang harus terus dipupuk dan dikembangkan
dalam berbagai setting kehidupan, termasuk pembelajaran
yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya sejak
kecil. Hoffman memberikan contoh saat bayi perempuan
berusia 11 bulan melihat bayi lainnya jatuh dan mulai
menangis, kemudian bayi perempuan tersebut seakan-
akan ikut menangis. Fenomena ini menurut Hoffman
merupakan salah satu indikator empati dan merupakan
bentuk dari self cetered emotional responses karena tidak
bisa menimbulkan keinginan pada diri anak untuk
menolong dan memaahami kesedihan orang lain dengan
hanya bisa diekspresikan untuk dirinya sendiri (empati
pasif).
 C. Karakteristik Empati
 Goleman (1997) menyatakan terdapat 3 (tiga) karakteristik
kemampuan seseorang dalam berempati, yaitu:
 1. Mampu Menerima Sudut Pandang Orang Lain
 Individu mampu membedakan antara apa yang dikatakan atau
dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu
sendiri. kemampuan untuk menerima sudut pandang orang lain
dan pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih
lengkap dan akurat sehingga ia akan mampu memberikan
perlakuan dengan cara yang tepat.
 2. Memiliki Kepekaan Terhadap Perasaan Orang Lain
 Individu mampu mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain
dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui
pesan non verbal yang ditampakkan, misalnya nada bicara,
gerak-gerik dan ekspresi wajah. Kepekaan yang sering diasah
akan dapat membangkitkan reaksi spontan terhadap kondisi
orang lain.
 3. Peka terhadap bahasa isyarat, karena emosi
lebih sering diungkapkanmelalui bahasa isyarat.
Hal ini berarti individu mampu membaca
perasaanorang lain dalam bahasa non verbal
seperti ekspresi wajah, gerak-gerakdan bahasa
tubuh lainnya.
 4. Mengambil peran (role taking) empati
melahirkan perilaku konkrit, jika individu
menyadari apa yang dirasakan setiap saat, maka
empati akandatang dengan sendirinya dan lebih
lanjut individu akan bereaksi terhadapsyarat-
syarat orang lain dengan sensasi fisiknya sendiri
tidak hanyadengan pengakuan kognitif terhadap
perasaan mereka.
 D. Esensi dari Empati
 Pada dasarnya setiap anak sudah memiliki
kepekaan (empati) dalam dirinya, tergantung
bagaimana cara anak dan juga orangtuanya
mengasah kemampuan anak tersebut. Oleh
karena itu, orangtua ataupun guru sangat
disarankan untuk menanamkan sifat empati
kepada anak sejak dini.

Você também pode gostar