Você está na página 1de 15

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

"ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM”

1. DWI ANA FARDA (G2A217004)


2. MUSTIKA ARINDITA N. (G2A217020)
3. DESI LARASATI (G2A217054)
4. ADITYA AJIX FERDIYAN P. (G2A217053)
5. MISBAKUL MUNIR (G2A217063)
6. NOVIA DWI PARYANTI (G2A217070)
7. CHOIRUL ALFAN SANJAYA (G2A217072)
LINTAS JALUR S-1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
KONSEP TEORI KEJANG DEMAM
PENGERTIAN

 Kejang demam menurut Riyadi & Sukarmin (2013) adalah serangkaian kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38ºC).
 Kejang demam menurut Putri & Baidul (2009) adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak mengalami
demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Tidak ada nilai ambang batas suhu yang dapat menimbulkan terjadinya
kejang demam. Selama anak mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan
kaki atau justru disertai dengan kekakuan tubuhnya.
 Kejang demam menurut Judha & Nazwar (2011) merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering di jumpai
pada anak-anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang di
sebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas di
susul infeksi saluran pencernaan.
ETIOLOGI

 Menurut Riyadi & Sukarmin (2013) penyebab dari kejang demam adalah kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat,
yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, ostitis media akut, bronchilitis.
 Menurut Nurarif & Hardhi (2013) penyebab Kejang demam dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
Intrakranial, meliputi :
1. Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
2. Infeksi : bakteri, virus, parasit misalnya meningitis
3. Kongenital : disgenesis, kelainan serebri
Ekstrakranial, meliputi :
1. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan
riwayat diare sebelumnya.
2. Toksik : intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat.
3. Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan kekurangan piridoksin.
PATHWAYS
KLASIFIKASI

Menurut Putri & Baidul (2009) kejang demam ini secara umum dapat di bagi dalam dua jenis, yaitu:
 Kejang demam sederhana (simple febrile seizures).
Bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang sama. Kejang demam sederhana
tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal, atau mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di
kemudian hari juga sangat kecil. Sekitar 2% hingga 3%. Risiko terbanyak adalah berulang kejang demam, yang dapat
terjadi pada 30 – 50% anak. Risiko-risiko tersebut lebih besar pada kejang demam kompleks.
 Kejang demam kompleks (complex febrile seizures/ complex partial seizures).
Bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lebih lama dari 15 menit atau berulang dua kali atau lebih
dalam satu hari.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurut Riyadi & Sukarmin (2013) manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam :
 Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38ºC.
 Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak
tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
 Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan kesadaran).
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone dapat di pakai sebagai pedoman untuk menentukan
manifestasi klinik kejang demam, yaitu:
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
 Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
 Kejang bersifat umum.
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
 Pemeriksaan EEG yang di buat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
 Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan penunjang menurut Nurarif & Hardhi (2013), yang dapat di lakukan adalah:
 Pemeriksaan Laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun
kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti.
 Indikasi Lumbal Pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indkasi
lumbal pungsi pada pasien kejang demam meliputi:
1. Bayi<12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering tidak jelas.
2. Bayi antara 12 bulan sampai 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali pasti bukan meningitis.

 Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
 Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan, dan / atau MRI tidak di anjurkan pada anak tanpa kelainan neurologist karena hampir
semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI direkomendaskan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi
organik di otak.
KOMPLIKASI

Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kejang demam antara lain:
 Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi.
 Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di sekitar anak.
 Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat pemberian obat antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah
sakit. Misalnya:
 Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat fenobarbital kemudian di berikan diazepam maka dapat berakibat apnea.
 Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan menurut Judha & Nazwar (2011) dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di
kerjakan, yaitu: Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka:
 Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang.
 Pengobatan penunjang
Saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat di buka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung,
usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
 Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance: 8-10 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada
hari berikutnya.
 Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk
mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang di ketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium,
magesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dan lain-lain.
PENCEGAHAN

Menurut Ngastiyah (2005) cara mencegah jangan sampai timbul kejang bisa menjelaskan kepada orang tua, seperti:
 Harus selalu tersedia obat penurun panas yang di dapatkan atas resep dokter yang telah mengandung antikonvuslan.
 Jangan menunggu suhu meningkat lagi. Langsung beri obat jika orang tua tau anak panas, dan pemberian obat diteruskan
sampai suhu sudah turun selam 24 jam berikutnya.
 Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun telah di berikan obat, segera bawa anak ke rumah sakit.
ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam :
 Riwayat keperawatan
 Pengkajian fisik
 Riwayat psikososial atau perkembangan
 Pengetahuan keluarga
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan patofisiologi penyakit, dan manifestasi klinik yang muncul maka diagnosa keperawatan yang sering
muncul pada pasien dengan kejang demam menurut Riyadi & Sukarmin (2013) adalah:
 Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus.
 Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah.
 Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau pada tempat lain.
 Risiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan asupan nutrisi.
 Risiko gangguan perkembangan (kepercayaan diri) berhubungan dengan peningkatan frekwensi kekambuhan.
 Risiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon terhadap lingkungan.
 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi.
RENCANA KEPERAWATAN

1. Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus.
 Kriteria Hasil :
Frekwensi pernapasan meningkat 28-35 x/menit, irama pernafasan regular dan tidak cepat, anak tidak
terlihat terengah-engah.
 Rencana tindakan:
a. Monitor jalan nafas, frekwensi pernafasan, irama pernafasan tiap 15 menit saat penurunan kesadaran. Rasional: frekwensi pernapasan yang
meningkat tinggi dengan irama yang cepat sebagai salah satu indikasi sumbatan jallan nafas oleh benda asing, contohnya lidah.
b. Tempatkan anak pada posisi semifowler dengan kepala ekstensi. Rasional: posisi semifowler akan menurunkan tahanan intra abdominal
terhadap paru-paru. Hiperekstensi membuat jalan nafas dalam posisi lurus dan bebas dari hambatan.
c. Pasang tongspatel saat timbul serangan kejang. Rasional: mencegah lidah tertekuk yang dapat menutupi jalan nafas.
d. Bebaskan anak dari pakaian yang ketat. Rasional: mengurangi tekanan terhadap rongga thorax sehingga terjadi keterbatasan pengembangan
paru.
e. Kolaborasi pemberian anti kejang (diazepam dengan dosis rata-rata 0,3 Mg/KgBB/kali pemberian..
2. Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah.
Kriteria Hasil :
Jaringan perifer (kulit) terlihat merah dan segar, akral teraba hangat.
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat pengisian kapiler perifer. Rasional: kapiler kecil mempunyai volume darah yang relatif kecil dan
cukup sensitif sebagai tanda terhadap penurunan oksigen darah.
b. Pemberian oksigen dengan memakai masker atau nasal bicanul dengan dosis rata-rata 3 liter/menit. Rasional:
oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen lingkungan sehingga mudah masuk ke paru-
paru. Pemberian dengan masker karena mempunyai prosentase sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran
pernafasan.
c. Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara, mekanik, maupun cahaya. Rasional: rangsangan akan
meningkatkan fase eksitasi persarafan yang dapat menaikkan kebutuhan oksigen jaringan.
d. Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik (ventilasi memenuhi ¼ dari luas ruangan).
Rasional: meningkatkan jumlah udara yang masuk dan mencegah hipoksemia jaringan.
TERIMAKASIH

Você também pode gostar