Você está na página 1de 97

Pemicu 1 Saraf

Johan
Learning Objective
1. Mengetahui dan menjelaskan mengenai kejang
2. Mengetahui dan menjelaskan mengenai epilepsi
3. Mengetahui dan menjelaskan mengenai kejang
demam
LO 1
KEJANG
DEFINISI

• Kejang (Konvulsi/Seizure): Serangan tiba-


tiba (paroksismal) pada fungsi otak tanpa
sengaja yang dapat nampak sebagai:
– Gangguan atau kehilangan kesadaran
– Aktivitas motorik yang abnormal
– Kelainan perilaku
– Gangguan sensoris atau disfungsi otonom
EPIDEMIOLOGI
Kejang Parsial
(merupakan kejang yang dimulai dengan manifestasi lokal)

• kejang parsial sederhana


(tidak menganggu kesadaran)

• kejang parsial kompleks
(menganggu kesadaran)

kejang parsial yang menjadi umum
KEADAAN
PERMASALAHAN MANIFESTASI KLINIS POSTIKTAL
KEJANG PARSIAL SEDERHANA
•Dengan gejala •Gerakan tonik & kemudian klonik yang dimulai Kesadaran
motorik Jacksonian secara unilateral pada tangan, kaki, atau wajah, dan normal
selanjutnya menyebar ke bagian tubuh lainnya pada
sisi yang sama

•Bangkitan •Gerakan memalingkan kepala & mata ke salah satu


motorik lainnya sisi tubuh atau gerakan tonik & klonik pada lengan Kesadaran
atau tungkai tanpa disertai penyebaran Jacksonian normal

•Dengan gejala Mati rasa, kesemutan; halusinasi visual, auditorius, Kesadaran


sensorik atau olfaktorius yang sederhana seperti kilatan normal
cahaya, bunyi berdenging, atau bau tertentu
•Dengan gejala “Perasaan aneh” pada epigastrium, nausea, pucat, Kesadaran
otonom flushing, kepala terasa ringan normal

•Dengan gejala Rasa cemas atau takut; perasaan familiaritas (deja Kesadaran
psikiatrik vu) atau unrealitas; keadaan bermimpi; rasa takut normal
atau amarah; pengalaman kilas balik; halusinasi yang
lebih kompleks
PERMASALAHAN MANIFESTASI KLINIS KEADAAN POSTIKTAL
KEJANG PARSIAL KOMPLEKS
•Dapat dimulai •Kejang dapat dimulai dengan gejala Pasien dapat mengingat
dengan kejang otonom atau psikis atau tanpa gejala gejala autonom atau
parsial sederhana tersebut. psikis pendahuluan (yang
atau dengan •Kesadarannya terganggu dan pasien kemudian diberi istilah
kesadaran tampak bingung aura), tetapi mengalami
terganggu. Dapat •Otomatisme meliputi perilaku motorik amnesia sisa kejang.
terjadi yang spontan seperti gerakan mengunyah, Dapat terjadi
automatisme. mengecap-ngecap bibir, berjalan mondar- kebingungan & sakit
mandir, & membuka kancing baju; juga kepala yang terjadi
bisa terdapat perilaku yang lebih kompleks sementara
dan terampil seperti mengemudikan mobil
KEJANG PARSIAL YANG MENJADI UMUM
•Kejang parsial Kejang parsial yang menjadi umum Sama seperti kejang
yang menjadi menyerupai kejang tonik – klonik. tonik.
umum Sayangnya pasien tidak dapat mengingat
awitan (onset ) fokal & orang yang
menyaksikannya mungkin
mengabaikannya
KLASIFIKASI KEJANG (ILAE)

1. Kejang Parsial : 2. Kejang General :


a.) Kejang Lobus a.) Kejang Tonik Klonik
Temporal b.) Kejang Absen
b.) Kejang Lobus Frontal c.) Kejang Mioklonus
c.) Kejang Lobus Occipital d.) Kejang Tonus
d.) Kejang Lobus Parietal e.) Kejang Atonus / Astatic
3. Kejang yang tidak
terklasifikasi (unclassifiable)

ILAE : International League Against Epilepsy


KEJANG LOBUS TEMPORAL
(KOMPLEKS)
Manifestasi klinis : Pemeriksaan penunjang :
• aura, mulai dari sensasi EEG interictal (between
epigastrik hingga takut akan seizure)  dapat normal
suara
atau menunjukkan
• automatisme oral
gambaran epileptiform
• automatisme manual
discharges (right anterior
• Pasien tidak responsif selama
periode tertentu temporal sharp waves)
• Fatigue (lemah)
• Confusion
• Kesulitan bicara dan
memahami
KEJANG LOBUS FRONTAL
(KOMPLEKS + SIMPEL)
Manifestasi klinis : • EEG Interictal 
MOTOR MANIFESTATIONS normal atau
• Nocturnal menunjukkan
• pasien terbangun dari tidur parasagital focal
• Durasi cepat (15-45 detik) slowing
• pasien berteriak /
menggerak-gerakan
lengan / bicycling
movement
• Tungkai gemetar
• Kepala berpaling ke satu
sisi (paksa)
KEJANG LOBUS OCCIPITAL
(KOMPLEKS + SIMPEL)
• Diawali dengan perubahan penglihatan mendadak
• korteks visual primer  kemampuan melihat
warna atau cahaya buruk
• Korteks visual tambahan  bentuk yang
kompleks, situasi yang mendetail  halusinasi
• Manifestasi motorik  lemah sampai histerikal
• Dpt menyebar ke lobus temporal / frontal / parietal
KEJANG LOBUS PARIETAL
(SIMPEL)
• Jarang, biasanya dikaitkan dengan perasaan
subjektif, berupa
– Mati rasa kontralateral dari tungkai atau badan
– Atau rasa nyeri tungkai atau badan
Simple Partial
Complex Partial
GENERALIZED SEIZURES
Tipe kejang Gambaran klinis

Absence (petit kehilangan kesadaran (5-10s) tanpa gg postural, gejala motorik subtle
mal) (kedipan mata, sedikit gerakan kepala)  ketika selesai lgs orientasi
kembali
Tonic-Klonic Kehilangan kesadaran secara tiba-tiba, ekstensi tonik ekstremitas dan
(grand mal) batang tubuh (fase tonik) diikuti gerakan klonik (fase klonik), Post iktal
 pasien sulit dibangunkan sesaat, letargi, dan cenderung mengantuk

Tonic Kontraksi trus2an  fiksasi ekstremitas, o. axial  fleksi / ekstensi, cyanosis,


kehilangan kesadaran

Klonic Kontraksi –relaksasi berulang, kehilangan kesadaran


Myoclonic Kontraksi mendadak, shock-like, yg dapat terlokalisir pada beberapa
otot, ekstremitas, atau pada akhirna dpt tergeneralisasi
Juvenile Myoclonic Epilepsy  plg >> onset: adolescence
Tipe kejang ini dapat idiopatik, atau terkait pny herediter jarang

Atonic Kehilangan tonus postural, kadang didahului dg myoclonic  fall / drop


attack. Biasanya tdp pada pny Lennox Gastaut Syndrome
KEJANG
TONIK KLONIK
Etiologi
E
t
i
o
l
o
g
y
PATOFISIOLOGI KEJANG
Patofisiologi Kejang
 Seizures occur when there's disruption in the
balance of excitation and inhibition.
 The primary abnormality may be a membrane
defect leading to instability in resting potential,
abnormalities of potassium conductance or
calcium channels, defects of the gamma
aminobutyric acid inhibitory system (GABA),
abnormality in excitatory transmission
enhancement---N-methyl-D-aspartate type.
 Seizure initiation---characterized by 2
simultaneous events in a group of neuron: (1)
high frequency burst of action potentials,
(2)hypersynchronization.
 (1)---produced by relatively long lasting
depolarization of the neuron caused by an
influx of extracellular calcium that opens the
voltage-dependent sodium channel---
repetitive action potentials.
 Discharge spreads through corticocortical
synapses---excitation spread to the subcortical,
thalamic, brainstem---tonic phase (muscle
contraction w/ increased muscle tone, associated
w/ loss of consciousness)
 Clonic phase (alternating contraction and
relaxation of muscles)---inhibitory neurons in the
cortex, anterior thalamus and basal ganglia begin
to inhibit the cortical excitation---interruption in
the seizure discharge---intermittent contract-
relax pattern until finally cease.
 Maintenance of seizure activity demands a
increase in ATP, oxygen consumption, blood
flow---glucose and O2 readily depleted.
 Severe seizure---secondary hypoxia, acidosis,
lactate accumulation---imbalance--- brain
tissue injury, cellular exhaustion and
destruction.
Pemeriksaan
• Anamnesis

– Riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang

– Mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang

– Riwayat kejang sebelumnya

– Kondisi medis yang berhubungan

– Obat-obatan

– Trauma

– Gejala-gejala infeksi

– Keluhan neurologis (umum & fokal)

– Nyeri maupun cedera akibat kejang


• Pemeriksaan fisik
– Tanda-tanda vital (termasuk suhu rektal)
– Mencari tanda-tanda trauma akut kepala & adanya kelainan
sistemik
– Status neurologis: derajat kesadaran, rangsang meningeal, defisit
neurologis fokal

• Pemeriksaan penunjang
– Laboratorium: darah tepi lengkap, kultur darah, analisis gas darah,
elektrolit serum, glukosa, ureum, kreatinin, kalsium, magnesium,
kadar OAE, kultur CSS.
– Pungsi lumbal  dilakukan dalam 48 atau 72 jam untuk
memastikan adanya infeksi SSP.
• The American Academy of Pediatry sangat
merekomendasikan pemeriksaan pungsi lumbal pada
serangan pertama kejang disertai demam pada anak
usia <12 bulan. Pada anak usia 12 – 18 bulan pungsi
lumbal dianjurkan, sedangkan usia > 18 bulan pungsi
lumbal dilakukan hanya bila ada kecurigaan adanya
infeksi intrakranial (meningitis).
– Elektroensefalografi (EEG)  membantu menegakkan
diagnosis/sindrom, menentukan fokus epilepsi, menilai hasil
terapi, menentukan prognosis.
– Neuroimaging

• CT scan  trauma kepala, pemeriksaan neurologi


abnormal, perubahan pola kejang, kejang berulang,
penyakit SSP terdahulu, kejang fokal, riwayat keganasan.

• MRI  evaluasi lesi epileptogenik, tumor kecil di daerah


temporal atau serebelum / batang otak. MRI
dipertimbangkan pada anak dengan kejang yang sulit
diatasi, epilepsi lobus temporalis, perkembangan
terlambat tanpa adanya kelainan pada CT scan, dan
adanya lesi ekuivokal pada CT scan.
ALGORITME DIAGNOSIS
Terapi Farmakologis
Kejang Umum
TERAPI FARMAKOLOGI
TERAPI FARMAKOLOGI
Antikonvulsan dan obat lain yang sering digunakan pada kejang neonatus

Jenis Obat Dosis Dosis Rumatan Keterangan


Fenobarbital 20mg/kg/iv dalam 10- 4-5mg/kg/hari Induksi enzim hati.
15 menit, max Dibagi 2 dosis Depresi kardiorespirasi
40mg/kg/iv bila bersama
Dosis im 1,5 kali lipat diazepam.
Sedasi berlebihan
Diazepam 0,2-0,3 mg/kg/jam iv - Depresi kardiorespirasi

Fenitoin 20 mg/kg iv 3-5mg/kg/hari dibagi Induksi enzim hati,


2 dosis kosmetik
Midazolam 200 micro/kg iv 30-60 micro/kg/jam
Klonazepam 100 micro/kg iv 4 micro/kg/jam Sedasi, hipersalivasi
Lidokain 2 mg/kg iv 2-6mg/kg/jam Metabolit toksik
terakumulasi dalam 24
jam
Valproat 20mg/kg iv atau 20-40 mg/kg/hari Hepatotoksik,
preparat oral Dibagi 2 dosis peningkatan amonia
diberikan lewat anus
TERAPI BEDAH
• Bila tidak berespon terhadap antikonvulsan
• Rekaman EEG lama dengan monitor video
untuk melokalisasi dengan tepat daerah
epileptogenik
EDUKASI
• Berikan dukungan dan informasi yang tepat
pada orang tua
• Tidak ada pembatasan aktivitas fisik
• Awasi saat anak mandi atau berenang
• Cara pertolongan pertama pada kejang
berulang
LO 2
EPILEPSI
DEFINISI EPILEPSI
International League Against Epilepsy (ILAE) dan
International Bureau for Epilepsy (IBE) (2005)

suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya


faktor predisposisi yang dapat mencetuskan
bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis,
kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial
yang diakibatkannya.
Klasifikasi epilepsi
berdasarkan sindroma
Epilepsi Umum • Epilepsi Umum
• Idiopatik Kriptogenik atau
– Benign neonatal familial Simtomatik
convulsions – West’s syndrome (infantile
– Benign myoclonic epilepsy spasms)
in infancy – Lennox gastaut syndrome
– Childhood absence epilepsy – Epilepsy with myoclonic
– Juvenile absence epilepsy astatic seizures
– Juvenile myoclonic epilepsy – Epilepsy with myoclonic
(impulsive petit mal) absences
– Epilepsy with grand mal
seizures upon awakening • Simtomatik
– Other generalized – Etiologi non spesifik
idiopathic epilepsies – Early myoclonic
encephalopathy
– Specific disease states
presenting with seizures
ETIOLOGI EPILEPSI
 Idiopatik : sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik
 Faktor herediter : sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis
ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia
 Faktor genetik : pada kejang demam dan breath holding spells
 Kelainan kongenital otak : atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum
 Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia,
hipernatremia
 Infeksi : radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya (toksoplasmosis)
 Trauma : kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
 Neoplasma otak dan selaputnya
 Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
 Keracunan : timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air
 Lain-lain : penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi
serebral
FAKTOR PREDISPOSISI EPILEPSI
1. Faktor sensoris : cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi
yang mengejutkan, air panas
2. Faktor sistemis : demam, penyakit infeksi, obat-obat
tertentu misalnya golongan (fenotiazin, klorpropamid),
hipoglikemia, kelelahan fisik
3. Faktor mental : stres, gangguan emosi
Patofisiologi Anatomi Seluler

Cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan,


pertumbuhan abnormal jarigan saraf
(neurodevelopmental problems), pengaruh genetik  mutasi

perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron


menyebabkan gangguan pertumbuhan dan plastisitas di sinapsis

disfungsi fisik dan bangkitan listrik di otak


retardasi mental

Epilepsi
Patofisiologi Biologi Molekuler
normal kanal ion
terjadi keseimbangan antara (natrium influks) dan (kalium efluks)

shg terjadi aktivitas depolarisasi dan repolarisasi


yang normal pada sel neuron

Sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik

Ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik


(Glutamat) dan inhibitorik (GABA) di otak yang selanjutnya berperan pada
reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik

Hipereksitabilitas neuron
Kelainan pada ligand-gate (sub unit dari Bangkitan Epilepsi
reseptor nikotinik) dan voltage-gate

NMDA  (N-methyl-D-aspartic acid)


AMPA  (α-amino-3-hydroxyl-5-methyl-4-isoxazole-propionate)
Patofisiologi Absans
• Absans adalah Epilepsi umum
• onset dimulai usia 3-8 tahun
• karakteristik klinik pasien tampak “bengong” dan aktivitas
normal mendadak berhenti selama beberapa detik
kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian
tersebut

• Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras


thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium
sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat
sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada korteks
terjadi pada saat tidur non-REM
Mutasi kanal ion
pada beberapa jenis epilepsi
Kanal Gen Sindroma
Voltage-gated
Kanal Natrium SCN1A, SCN1B, SCN2A, Generalized epilepsies with
GABRG2 febrile seizures plus

Kanal Kalium KCNQ2, KCNQ3 Benign familial neonatal


convulsions

Kanal Kalsium CACNA1A, CACNB4 Episodic ataxia tipe 2


CACNA1H Childhood absence epilepsy

Kanal Klorida CLCN2 Juvenile myoclonic epilepsy


Juvenile absence epilepsy
Epilepsy with grand mal
seizure on awakening
Mutasi kanal ion
pada beberapa jenis epileps

Kanal Gen Sindroma


Ligand-gated
Reseptor asetilkolin CHRNB2, CHRNA4 Autosomal dominant
frontal lobe epilepsi

Reseptor GABA GABRA1, GABRD Juvenile myoclonic


epilepsy
Gejala
• Gejala berdasarkan sisi otak yang terkena
Sisi otak yang terkena Gejala
Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu

Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya

Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian


tubuh tertentu
Lobus temporalis Halusinasi gambar dan perilaku repetitif
yang kompleks.
Mis : berjalan berputar-putar
Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah,gerakan bibir
mencium
Lobus temporalis anterior Halusinasi bau,baik yang menyenangkan
sebelah dalam maupun yang tidak menenangkan
Pemeriksaan penunjang
• EEG (elektroensefalogram)
• Pemeriksaan darah rutin
- kadar gula, kalsium, dan natrium
- fungsi hati dan ginjal
- jumlah sel darah putih
• EKG
• CT scan dan MRI
• punksi lumbal
Terapi
JENIS OAE yang di OAE yang di
OAE Lini 1 OAE Lini 2
Bangkitan pertimbangkan hindari

TONIK Sodium Clobazam Clonazepam


KLONIK Valproate Levetiracetam Phenobarbital
Lamotrigine Oxcarbazepine Phenytoin
Topiramate Acetazolamide
Carbamazepine
Absans Sodium Clobazam Carbamazepine
Valproate Topiramate Gabapentin
Lamotrigine Oxcarbazepine

Mioklonik Sodium Clobazam Carbamazepine


Valproate Topiramate Gabapentin
Topiramate Levetiracetam Oxcarbazepine
Lamotrigine
Piracetam
DIAGNOSIS BANDING
1. Pada Neonatus 3. Pada Dewasa
• Jittering – Sinkope : Vasovagal Attack,
Sinkope Kardiogenik, Sinkope
• Apneic spell Hipovolumic, Sinkope
Hipotensi & Sinkope Saat
2. Pada Anak Miksi (Micturition Syncope)
Migren – Serangan Iskemik Sepintas
(Transient Ischemic Attack)
– Sinkop
– Vertigo
– Breath holding spells
– Transient Global Amnesia
– Bangkitan psikogenik /
konversi – Narkolepsi
– Prolonged QT syndrome – Bangkitan Panik, Psikogenik
– Night terror – Sindrom Menier
– Tics – Tics
– Hypercyanotic attack ( pada
tetralogi Fallot )
Status Epileptikus (SE)

• Bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 ‘


atau adanya 2 bangkitan/ lebih tanpa
pemulihan kesadaran diantaranya
LO 3
KEJANG DEMAM
Kejang Demam
• bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium
• 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
• Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.
• Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari
5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam.
Epidemiologi
• 2 – 5 % pada anak < 15 tahun
• Jepang: 7- 14 %
• Laki-laki : Perempuan = 1,4 : 1
• Sering terjadi :
– > bulan Nopember - Januari ~ ISPA
– > bulan Juni - Agustus ~ GE
Klasifikasi Kejang Demam
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile
Seizure), atau KDS
2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile
seizure), atau KDK

ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis.


Epilepsia 1993l 34:592-8.
Kejang Demam Sederhana
KDS atau simple febrile seizure adalah:
– Kejang demam yang berlangsung singkat,
kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri
– Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal
– Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
– Kejang demam sederhana merupakan 80% di
antara seluruh kejang demam
Kejang Demam Kompleks
KDK atau Complex Febrile Seizure adalah
kejang demam dengan SALAH SATU ciri sbb:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang
umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM
• Riwayat keluarga BERULANG
• Pemulangan neonatus • Riwayat KD dalam
>28hari. keluarga
• Keterlambatan • Usia < 15 bulan
perkembangan • Temperatur yang
• Temperatur yang rendah saat kejang
tinggi • Cepatnya kejang
• Kadar natrium rendah setelah demam
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
• Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak
kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan
yang tinggi dan cepat  infeksi di luar susunan saraf pusat,
mis: tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, dll
• Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik,
fokal atau akinetik
• Umumnya kejang berhenti sendiri
• Untuk itu Livingston membuat kriteria dan membagi
kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
– Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
– Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi trigered
off by fever)
Pemeriksaan Penunjang KD
• Laboratorium
• Pungsi lumbal
• Elektroensefalografi (EEG)
• Radiologis
DIAGNOSA
• Kriteria Livingston dipakai sebagai pedoman untuk
membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
– Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
– Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari
15 menit.
– Kejang bersifat umum
– Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya
demam
– Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
– Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu
sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
– Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu / lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam
DIAGNOSA BANDING
• Epilepsi
• Meningitis/Ensepalitis
– Manifestasi klinis yang ditemukan :
• Panas, gangguan kesadaran, kejang,
muntah-muntah, kaku kuduk (+)
Penatalaksanaan KD
• Meliputi:
– Penatalaksanaan saat kejang:
• Di rumah / tempat praktek
• Di rumah sakit
– Pemberian obat pada saat demam:
• Antipiretik
• Antikonvulsan
– Pemberian obat rumatan:
• Indikasi
• Jenis antikonvulsan
• Lama pengobatan
– Edukasi orang tua
Penatalaksanaan Saat Kejang
di Rumah / Tempat Praktek

Diazepam Rektal (1)


0,5 - 0,75 mg/kg, atau
5 mg bl BB <10 kg atau usia <3 th
7,5 mg bl usia >3 th
10 mg bl BB >10 kg
5 menit

Kejang (+)

Diazepam Rektal (2)


Dosis sda
5 menit

Kejang (+) Rujuk Ke RS


Penatalaksanaan Saat Kejang
di Rumah Sakit

Diazepam IV/Rektal (1)


0,3 – 0,5 mg/kg (IV) / 0,5 - 0,75 mg/kg rektal
5 menit

Kejang (+)

Diazepam IV/Rektal (2)


Dosis sda, total maks 20 mg
5 menit

Kejang (+)

Slide berikutnya
Penatalaksanaan Saat Kejang
di Rumah Sakit (lanjutan)

Slide sebelumnya

Fenitoin IV
10 - 20 mg/kg
Kecepatan 1 mg/kg/mnt atau 50 mg/mnt

12 jam
Kejang (+) Kejang (-)

PICU Fenitoin IV
4 – 8 mg/kg/hari
Pemberian Obat Saat Demam

1. ANTIPIRETIK
• Antipiretik TIDAK TERBUKTI mengurangi
faktor resiko KD (Level I, Rekomendasi D)
• Kesepakatan UKK: Antipiretik tetap diberikan
(Level III, Rekomendasi B)
• Macam antipiretik:
– Parasetamol: 10 – 15 mg/kg/kali, 4 – 5 kali/hari
– Ibuprofen: 5 – 10 mg/kg/kali, 3 – 4 kali/hari
• Sindroma Reye  Salisilat tidak dianjurkan
sebagai antipiretik pada anak <18 bulan (Level III,
Rekomendasi E)
2. ANTIKONVULSAN
• Diazepam oral 0,3 mg/kg/8jam atau rektal 0,5
mg/kg/8jam pada pada saat demam > 38,50C  Resiko
kejang berulang  30 – 60% (Level I, Rekomendasi A)
• Dosis di atas cukup tinggi  WASPADA: ataksia,
iritabel dan sedasi
• Fenobarbital, karbamazepin & fenitoin  Tidak
berguna mencegah KD (Level II, Rekomendasi E)
Pemberian Obat Rumatan
1. I N D I K A S I
• Obat rumatan diindikasikan diberikan pada KD
dengan ciri-ciri sbb:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
(hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi
mental dan hidrosefalus)
3. Kejang fokal
• Obat rumatan dipertimbangkan diberikan pada KD
bila:
1. Kejang berulang 2 kali dalam 24 jam
2. Pada bayi < 12 bulan
3. 4 kali per tahun
2. JENIS ANTIKONVULSAN
• Asam valproate atau fenobarbital setiap hari efektif
menurunkan resiko berulangnya KD (Level I)
• Fenobarbital ditinggalkan karena menimbulkan
gangguan prilaku dan kesulitan belajar (40-50%)
• Pilihan saat ini adalah asam valproate (Depakene®)

Asam valproate:
• Dosis asam valproate (Depakene®) adalah 15 – 40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 -3 dosis
• Pada sebagian kecil kasus, terutama usia <2 tahun
3. LAMA PENGOBATAN
• Diberikan selama 1 tahun bebas kejang
• Kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.
Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak. 1999.
Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and outcome. Brain Dev 1996; 18:438-49.
Bila Terjadi Kejang Berulang
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian, terutama di sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau
hidung. Jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang
telah berhenti
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih
Edukasi Pada Orang Tua
• Kejang SELALU menakutkan bagi orang tua
• Pada saat kejang, mereka beranggapan anaknya meninggal
• Kecemasan dikurangi dengan cara:
1. Meyakinkan bahwa KD mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah frekuensi memang
efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat
Vaksinasi pada KD
• Tidak ada kontraindikasi vaksinasi pada
penderita KD
• KD setelah vaksinasi sangat jarang
• Angka kejadian KD pasca vaksinasi:
– DPT: 6 – 9 kasus per 100.000 anak
– MMR: 25 – 34 kasus per 100.000 anak
• Anjuran:
– Berikan diazepam oral/rektal bila demam
– Berikan parasetamol saat vaksinasi s.d 3 hari
Kejang
• Bentuknya berbeda dengan org dewasa
maupun anak
• Disebabkan karena ketidakmatangan
organisasi korteks pada bayi baru lahir
Etiologi:
• Komplikasi perinatal
– Hipoksi-iskhemik ensefalopati (timbul pada 24jam pertama
kelahiran)
– Trauma susunan saraf pusat. Dapat terjadi pada persalinan
presentasi bokong, ekstraksi cunam atau ekstrasi vakum berat
– Perdarahan intrakranial
• Kelainan metabolisme
– Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia,
hipernatremia, hiperbilirubinemia
– Ketergantungan piridoksin, kelainam metabolisme asam amino
• Infeksi. Oleh bakteri dan virus termasuk TORCH
• Ketergantungan obat
• Polisitemia
• Idiopatik
Manifestasi:
– Tremor
– Hiperaktif
– Kejang2
– Tiba2 menangis melengking
– Tonus otot hilang disertai atau tidak dengan hilangnya
kesadaran
– Gerakan yang tidak menentu
– Nistagmus atau mata mengedip-ngedip paroksismal
– Gerakan seperti mengunyah dan menelan (fenomena oral dan
bukal)
– Apnu

• Prinsip: setiap gerakan yang tidak biasa pada bayi baru


lahir apabila berlangsung berulang-ulang dan periodik,
harus dipirkan kemungkinan manifestasi kejang
Penilaian:
• Anamnesis
– Riwayat kehamilan: bayi kecil untuk masa kehamilan, bayi
kurang bulan, ibu tidak disuntik TT, ibu menderita DM
– Riwayat persalinan: persalinan pervaginam dengan tindakan,
persalinan presipitatus, gawat janin
– Riwayat kelahiran: trauma lahir, lahir asfiksia, pemotongan
talipusat dengan alat
• Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
– Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
– Suhu tubuh
– Tanda2 infeksi lainnya
• Penilaian kejang
– Bentuk kejang, lama kejang, apakah pernah terjadi sebelumnya
• Pemeriksaan laboratorium
– Punksi lumbal, punksi subdural, gula darah, kadar Ca, kadar Mg,
kultur darah, TORCH
Kelainan fisik dan diagnosis banding kejang pada bayi baru
lahir

Kelainan fisik Diagnosis banding


Kejang dengan kondisi:
•Biru, gagal napas Anoksia susunan saraf pusat
•Trauma lahir pada kepala bayi Perdarahan otak
•Mikrosefali Cacat bawaan
•Perut buncit Sepsis
•Hepatosplenomegali Sepsis
•Mulut mecucu Tetanus
Penanganan:
Prinsip dasar tindakan
• Mengatasi kejang dengan memberikan obat
anti kejang
• Menjaga jalan napas tetap bebas
• Mencari faktor penyebab kejang
• Mengobati penyebab kejang
Obat anti kejang
• Diazepam
– Dosis 0.1 – 0.3 mg/kgBB IV disuntikan perlahan-lahan sampai
kejang berhenti.
– Dapat diulangi pada kejang berulang, tetapi tidak dianjurkan
untuk penggunaan pada dosis pemeliharaan
• Fenobarbital
– Dosis 5 – 10 mg/kgBB IV disuntikan perlahan-lahan selama
beberapa menit.
– Apabila kejang berlanjut, dapat diulangi dengan dosis maksimal
20 mg/kgBB.
– Dosis pemeliharaan 5 – 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
• Fenitoin (Dilantin)
– Dosis 5 – 10 mg/kgBB IV disuntikan dalam 5 – 10 menit. Dapat
diulangi lagi dalam 5 – 10 menit.
– Sebaiknya diberikan 10 – 15 mg/kgBB IV pada hari pertama,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4 – 7 mg/kgBB IV atau
oral dalam 2 dosis.
– Diberikan apabila kejang tidak dapat diatasi o/ Fenobarbital
dosis 10 – 20 mg/kgBB.
PENANGANAN KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR

• Diletakan di tempat yg hangat.( Suhu 36.50 – 370 C)

• Bersihkan jalan napas

• apneadilakukan pertolongan dengan alat bantu balon dan


sungkup, beri O2 dengan kecepatan 2L/menit

• Memasang infus inta vena di pembuluh perifer; di tangan, kaki atau


kepala (lahir dari ibu dengan DM, infus dipasang melalui vena
umbilikus)

• Infus sudah terpasangberi Diazepam 0.5mg/kg supositoria/IM


setiap 2 menit  kejang teratasi. Kemudian ditambah luminal
(fenobarbital) 30mg IM/IV

• Nilai kondisi bayi selama 15menitKejang sudah teratasicairan


infus Dextrose 10% dengan kecepatan 60mL/kgBB/hari
• Anamnesis keadaan bayi untuk mengetahui penyebab

• pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyebab: darah


tepi, elektrolit darah, gula darah, kimia darah, kultur darah,
pemeriksaan TORCH dll

• Kecurigaan ke arah sepsispunksi lumbal

• Obat diberikan sesuai dengan hasil pemeriksaan ulang


– Kejang berulang, Diazepam dapat diberikan sampai 2x
– Bila masih kejangFenitoin dosis 15mg/kgBB sebagai bolus IV
diteruskan dalam dosis 2mg/kgBB IV setiap 12jam
– Hipoglikemia (hasil dextrostix/gula darah < 40mg%) Kalsium
glukonas 10% 2mL/kgBB dalam waktu 5-10menit
– Apabila belum teratasiPiridoksin 25-50 mg IV
LANGKAH 6

Belajar Mandiri
LANGKAH 7

Mendiskusikan Temuan
Informasi dan Membuat
Sintesa
Kesimpulan
Saran
Sumber
• Brust JCM. Epilepsy & Seizures. In : Current Diagnosis and Treatment Neurology
Lange. New York : Mc Graw Hill. 2007. pp : 47-64
• Nordli DR, Pedley TA, Vivo DCD. Gangguan kejang pada bayi dan anak. In:
buku ajar pediatri rudolph vol 3. 20th ed. Jakarta:EGC. 2007. pp.2134-45.
• Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Neurologi. In:Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta:PT Infomedika Jakarta. 2007. pp.847-854
• Drislane FW, Benatar M, Chang B, dkk. Seizures. In:Clinical Neurology. 3rd
ed.USA:The Points. 2009.
• Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Seizures & Syncope. In : Clinical
Neurology. 7th ed. USA:Mc Graw Hill. 2009.
• Ismail Sofyan, Taslim S Soetomenggolo, Bistok Saing, dkk. Konsensus
Penanganan Kejang Demam. Indonesia: Badan Penerbit IDAI; 2005.
• Johnston Michael V. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. United States:
Saunders; 2004.
• Pusponegoro D Hardiono, Kurniati Nia, Handryastuti Setyo. Pediatric
Neurology and Neuroemergency in daily practice. Jakarta: IKA FKUI-RSCM;
2006.
• Mardjono Mahar, sidharta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat; 2008.
• Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC, 2005.

Você também pode gostar