Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Johan
Tingkat Kesadaran
• Tingkat kesadaran adalah ukuran dari
kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan.
Tingkat Kesadaran Kwalitatif
• Compos mentis (conscious) : kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya
• Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
• Delirium : gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
• Somnolen (obtundasi, letargi) : kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
• Stupor (soporo koma) : keadaan seperti tertidur lelap, dapat dibangunkan
dengan rangsang verbal yang kuat, dapat mengikuti beberapa perintah
sederhana
• Semikoma : tidak berespon dengan rangsang verbal, dengan rangsang
nyeri masih ada gerakan, reflek (kornea, pupil) masih baik & nafas masih
adekuat
• Coma (comatose) : tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Tingkat Kesadaran Kuantitatif
(GCS Score)
MM Anatomi yang berhubungan
dengan penurunan kesadaran
(ARAS)
Brain component
Cerebral cortex
Cerebral cortex
Basal nuclei
(lateral to thalamus)
Basal nuclei
Thalamus
(medial) Thalamus
Hypothalamus
Hypothalamus
Cerebellum
Cerebellum
Midbrain
Brain stem
Brain stem Pons (midbrain, pons,
and medulla)
Medulla Spinal cord
Lobus frontalis Lobus frontalis Lobus Parietalis Lobus occipitalis
•Bagian yang paling •Dipisahkan dengan •Di belakang Sulcus •Batas vebtral :
besar lobus parietalis dan centralis Rolandi garis imajiner
•Membentuk bagian lobus frontalis sampai garis antara fissura
anterior dari tiap melalui fissura imajiner yang di parieto occipitalis
hemisphere dan cerebri lateralis tarik antara fissura dan preoccipital
menonjol ke depan Sylvii parieto occipitalis notch dan meluas
sebagai polus •Terdapat lipatan2 dengan preoccipital ke arah dorsal
frontalis yang melintang di bagian notch membentuk polus
mengisi fossa cranii tengah permukaan •Batas occipitalis
anterior atas gyrus belakang:garis •Daerah penting :
•Lekukan yang temporalis kedua yang ditarik Fissura calcarina.
dalam dan jelas superior gyri antara pertengahan Tepi bawahnya
sulcus/fissura temporalis garis imajiner cortex
centralis transversus Heschl pertama dengan penglihatan
Rolandimemisahl (cortex ujung dorsal ramus
an dengan lobus pendengaran) posterior sulcus
parietalis lateralis cerebri
Sylvii
BATANG OTAK-TRUNCUS CEREBRI
• Terdiri dari 3 bagian (dari sebelah inferior ke superior)medulla
oblongata, pons, dan mesenchephalon
MEDULLA OBLONGATA PONS MESENCHEPHALON
otot polos
Otot
Otot jantung
rangka
kelenjar
Organ2 efektor
SSP dilindungi o/ :
• Kranium atau kolumna vertebralis
• Menings
• CSS
• Sawar darah otak
OTAK
• Batang otak (otak tengah, pons, medula oblongata)
• Serebrum u/ pemeliharaan posisi tubuh dlm ruang dan
koordinasi bwh sadar aktivitas motorik (gerakan)
• Otak depan / fore-brain
– Diensefalon
• Hipotalamus homeostasis
• Talamus pengolahan sensorik primitif
– Serebrum : 80% dr berat total otak
• Nukleus basal
• Korteks serebrum inisiasi volunter gerakan, berpikir
sadar, bahasa, sifat kepribadian
SEREBRUM
• Hemisfer ki tugas logis, analitis, verbal
fragmenter pemikir
• Hemisfer ka keterampilan non-bahasa, artistik,
musik holistik pencipta
• Hemisfer ki dan ka dihubungkan o/ korpus kalosum.
• Hemisfer :
– Substansia grisea (abu2)
– Substansia alba (putih)
SEREBRUM Korteks Serebri
Ganglia Basal
SEREBELUM
• Melekat ke bag blkg bag atas batang otak
• Dibawah lobus oksipitalis
• VESTIBULO SEREBELUM u/ mempertahankan
keseimbangan dan mengontrol gerakan bola mata
• SPINOSEREBELUM u/ mengatur tonus otot dan
gerak volunter yg terampil dan terkoordinasi
• SEREBROSEREBELUM perencanaan dan inisiasi
aktivitas volunter dgn memberikan masukan ke daerah
motorik korteks
CEREBELLUM
• Bagian terbesar kedua setelah cerebrum, terletak di metencephalon
• Berat : 140-150 gram
• Terbagi: corpus cerebelli dan lobus floculonodularis
• Terdiri dari 2 hemispherium
• Potongan melintang : cortex cerebelli (stratum moleculare, stratum
gangliosum, stratum granulosum) dan medulla cerebelli
• Cerebellum dgn sekitar dihub.kan olh 3 psg kumpulan serabut saraf:
– Pedunculus cerebellaris superior
– Pedunculus cerebellaris media
– Pedunculus cerebellaris inferior
• Vaskularisasi : a. cerebellaris superior, a. cerebellaris inferior anterior dan
a. cerebellaris inferior posterior
• Cairan otak atau liquor cerebro spinalis (LCS)cairan jernih tak berwarna
(glukosa, protein dan K, Na Cl dalam jumlah yang relatif banyak
• Fungsi : bantalan utk melindungi SSP terhadap trauma mekanis karena
bertindak seperti sebuah jaket pelindung berisi air (fungsi nutrisi untuk
neuron2)
• Hampir 70% LCS dihasilkan oleh suatu massa kapiler khusus yang dinamakan
plexus choroideus yang ada di ventrikel lateralis dan atap dari ventrikel III dan
IV. 30% metabolisme dan hasil sekresi air dari kapiler cereberal.
• Volume rata2 org dewasa : 140 ml. Berat jenis 1.003-1.008. pHnya 7,35
• Pungsi lumbal berguna untuk
– Menemukan adanya darah atau pus dalam lcs
– Mengetahui tekanan lcs
– Pemeriksaan laboratorium termasuk hitung sel, protein, glukosa,
pewarnaan gram, pembiakan dan sensitivitas kuman dan serologi
BATANG OTAK
• Berhubungan antara bag otak dgn korda spinalis
FUNGSI :
• Didlm batang otak trdpt kumpulan saraf atau pusat2
yg mengontrol fungsi jantung, PD, respirasi, aktivitas
pencernaan
• Memodulasi sensasi nyeri
• Mengatur refleks2 yg terlibat dlm keseimbangan
Arteries to Brain Schema
Arch of aorta
Right vertebral Right internal Left internal External carotid Left vertebral
artery carotid artery carotid artery artery artery
MANDIBULAR
SARAF SPINAL
MEDULA SPINALIS
• Suatu struktur yang terletak di dalam canalis vertebralis, yang
bentuknya memanjang seperti tabung silindris dengan sedikit
mendatar di daerah sisi dorso ventral
• Panjang : 40-45 cm
• 31 pasang saraf spinalsegmen2 (8 segmen cervikal, 12 segmen
thoracal, 5 segmen lumbal, 5 segmen sacral, 1 segmen coccygeal)
• Saddle block anestesi : injeksi obat ke dalam ruang epidural dibawah
S2operasi daera pelvis, pasien dalam keadaan sadar
• Vaskularisasi : a. vertebralis, a. cervicalis, a. intercostales, lumbales,
dan sacralis3 anyaman: a. spinal anterior dan sepasang a. spinal
posterior
MEDULA SPINALIS
MM Fisiologi yang berhubungan
dengan penurunan kesadaran
Komponen sistem saraf
• Central nervous system
– Otak
– Medula spinalis
• Peripheral nervous system
– Saraf sensorik
– Saraf motorik
Otak
• Organ pengendali tubuh
• Fungsi terlokalisasi berbeda di
masing-masing bagian:
– Cerebrum
– Cerebellum
– Batang otak
43
Cerebrum
44
Cerebellum
• Postur
• Keseimbangan
• Motorik halus
45
Brain Stem
• Automatic functions below level of
consciousness
– Heart rate
– Respirations
– Blood pressure
– Body temperature
Spinal Cord
• Menghubungkan otak dengan tubuh
• Sebagai pusat refleks
• Dikelilingi dan dilindungi oleh kolom tulang
belakang
Cairan Serebrospinal
• Mengelilingi otak dan spinal cord di ruang
antara arachnoid dan piamater (ruang
subarachnoid)
• Sebagai peredam goncangan
Fisiologi
• Kesadaran adalah kesanggupan dari individu
untuk dapat mengadakan hubungan dan
membatasi hubungan tersebut dengan dirinya
sendiri dan dunia luar
Ach = Acetylcholine.
PPT = pedunculopontine.
LDT = laterodorsaltegmentalnuclei.
TMN = tuberomammillarynucleus.
His = histamine (His).
DA = dopamine.
5HT = serotonin.
LC = locus coeruleus.
NA = noradrenaline.
LHA = lateral hypothalamus.
ORX = orexin.
MCH = melanin-concentrating
hormone
BF = basal forebrain
GABA = gamma aminobutyricacid
• penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung
ETIOLOGI
E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis
I : Intoksikasi
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan
kesadaran
T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural,
dapat pula trauma abdomen dan dada.
E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.
( Harsono , 1996 )
Infeksi
Meningitis
Definisi
Meningitis adalah peradangan pada jaringan
tipis yang mengelilingi otak dan sumsum
tulang belakang yang disebut meninges.
Faktor resiko
• Umur.
– usia < 5 tahun.
– pra-remaja dan dewasa muda.
• Kehamilan.
– Wanita hamil dengan risiko listeriosis.
– Bakteri yang menyebabkan listeriosis, bakteri listeria, juga dapat
menyebabkan meningitis.
– Bayi yang belum lahir dari seorang wanita hamil dengan listeriosis
juga beresiko.
• Pekerjaan yang berhubungan dengan binatang
– Petani susu, peternak, dan orang lain yang bekerja dengan hewan
pada peningkatan risiko tertular listeriosis.
• Melemahnya sistem kekebalan tubuh
Faktok Predisposisi
• Laki-laki > perempuan
• Faktor maternal
- ketuban pecah dini
- Infeksi maternal pada akhir kehamilan
meningitis pada neonatus
• Penurunan mekanisme immune dan
penurunan leukosit meningitis pada BBL
• Anak dengan kekurangan imunoglobulin dan
anak yang minum obat imunosupresant
Penyebab
• Virus
• Bakteri
• Jamur
• Kanker
• Systemic lupus erythematosus (lupus)
• Obat-obatan
• Trauma kepala
• Pembedahan otak
Patofisiologi
• Hematogenous spread
– blood to subarachnoid space
• Mechanical disruption
– Fracture of the base of the skull
– Direct extension from ear, mastoid air cells,
sinuses, orbit or other adjacent structure
65
66
Pathogenic Bacterial Evasion
Event Host Defense Mechanism
67
68
• Pathologic changes of meningitis
69
70
Meningitis bakteri
Age Group Causes
77
Pemeriksaan
- Pengambilan Liquor Spinalis
Untuk menentukan adanya diagnosa meningitis
• Indikasi Pengambilan LS ulang:
- Semua neonatus 24 – 36 jam sesudah mulai antibiotik
- Semua kasus S. pneumoniae (mortalitas & morbiditas
tinggi)
- Kasus yang tidak mulai maju dalam waktu 36 jam
- Febris yang baru naik lagi atau tidak pernah menurun
- Pasien lemah sistem imun (contoh: Meningitis Candida)
- Kasus recurrent meningitis
• Contraindications:
– Respiratory distress (positioning)
– ICP reported to increase risk of herniation
– Cellulitis at area of tap
– Bleeding disorder
Normal Values CSF in Infants/Neonates
80
CSF Analysis Interpretation
• Bacterial Etiology
– Elevated wbc count
– Predominantly polymorphonuclear leukocytes
– Low glucose
– High protein
• Viral Etiology
– Low wbc count
– Predominantly mononuclear cell type
– Normal glucose
– Normal protein
81
Penatalaksanaan
Pengobatan: Tindakan untuk mengatasi tekanan
intrakranial tinggi (TIT)
• Infus diberi hanya 50%-66% biasa. Kalau tidak ada syok,
pakai IV D1/4S.
• Kalau ada komplikasi Sindrom IADH, IV diganti D5%W amat
pelan asal TD kuat.
• Dexamethasone selama 4 hari (untuk kasus bakteri & TBC)
• Diuretik Diamox bisa menolong kalau tekanan intrakranial
masih naik.
Pengobatan: Tindakan Anti Kejang
• Kejang (Konvulsi) terjadi pada 20-30% kasusmeningitis.
• Diazepam / Valium IV pelan-pelan
HATI-HATI: PERNAFASAN Berhenti!
Pengobatan Antibiotik
• Neonatus: Ampicillin + Gentamicin atau Cefotaxime
• Bayi & Anak:
i. Ampicillin + Chloramphenicol sampai hasil biakan &
sensitiviti mengizin Chloramphenicol dihentikan
ii. Cefotaxime atau Ceftriaxone (plus ? Vancomycin)
(Lamanya Rx: H. Influenzae: 7 – 10 hr,N. meningitidis: 5
– 7 hr. S. pneumoniae: 10 – 14 hr.
• Bila Herpesvirus dicurigai: Acyclovir (jangan steroid!)
• Kalau Tuberkulosis dicurigai, regimen INH + RIF + PZA
setiap hari x 12 bulan (+ Streptomycin x 1 bln)
Viral meningitis - Treatment
• Supportive
• No antibiotics
• Analgesia
• Fever control
• No isolation - Standard precautions
Komplikasi
• Dapat dikurangi dikurangi dengan diagnosis yang awal dan pemberian terapi antimikrobial dengan
cepat.
• Bila infeksi meluas ke ventrikel, pus yang banyak (kental), adanya penekatan pada bagian yang
sempit obstruksi cairan cerebrospinal hydrocephalus
• Perubahan yang dekstruktif ada pada kortex serebral dan adanya abses otak infeksi langsung.
Atau melalui penyebaran pembuluh darah.
• Ketulian, kebutaan, kelemahan/paralysis dari otot-otot wajah atau otot-otot yang lain pada kepala
dan leher penyebaran infeksi pada daerah syaraf cranial
• Kompl;ikasi yang serius biasanya diakibatkan oleh infeksi : meningococcal sepsis atau
meningococcemia
• Syndrom water haouse-Friderichsen
– Overwhelming septic shock
– DIC
– Perdarahan
– Purpura
• SIADH, subdural effusion, kejang-kejang, edema serebral, herniasi dan hydrocephalus.
• Komplikasi post meningitis pada neonatus:
• Ventriculitis (yang menghasilkan kista, daerah yang dibatasi oleh akumulasi cairan dan tekanan
pada otak)
• Gangguan yang menetap dan penglihatan, pendengaran dan kelemahan nervus yang lain
• Cerebral palsy, cacat mental, gangguan belajar, penurunan perhatian, gangguan hiperaktivitas dan
adanya kejang.
• Hemiparesis dan quadriparesis arthritis/thrombosis
Differential Diagnosis (Early Stage)
• Gastroenteritis
• Upper respiratory infection
• Pneumonia
• Otitis media
• Viral syndrome
Differential Diagnosis (Late Stage)
• Encephalitis
• Subarachnoid/Subdural Hemorrhage
• Cerebral Abscess
• Reye’s Syndrome
• Toxic Ingestions
• Seizure Disorders
• DKA or other altered metabolic states
• Hypothyroidism
• Intussusception
ENCEPHALITIS
Pengertian.
• Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan
oleh virus atau mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Pedoman
diagnosis dan terapi, 1994).
2. Pemeriksaan EEG.
• Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan
aktivitas rendah.
3. Pemeriksaan virus.
• Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibody yang
spesifik terhadap virus penyebab.
Diagnosis
• Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan
pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak. Secara praktis
diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi neurologik dan
informasi epidemiologik .
• Hal-hal penting dalam menegakkan diagnosis ensefalitis
adalah :
1. Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma,
kej ang dan gejala-gejalakerusakan SSP.
2. Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat
pleocytosis dan sedikitpeningkatan protein (normal pada
ESL).
3. Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak
dan darah)
4. Identifikasi serum antibodi dilakukan dengan 2 spesimen
yang diperoleh dalam 3 -4minggu secara terpisah
Anamnesis
• Anamnesis yang cermat, tentang :
- kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis
- Keluhan
- kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial
- adanya gejala
- fokalserebral/serebelar
- adanya riwayat pemaparan selama 2 -3 minggu
terakhir terhadappenyakit melalui kontak
- pemaparan dengan nyamuk
- riwayat bepergian ke daerah endemik dan lain-lain.
Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan
dengan hasil anamnesis dansebaliknya anamnesis
dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan.
- Gangguan kesadaran
- Hemiparesis
- Tonus otot meninggi
- Reflek patologis positif
- Reflek fisiologis menningkat
- Klonus
- Gangguan nervus kranialis
- Ataksia
Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan laboratorium‡Pungsi lumbal
untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan
memberikanrespons terhadap pengobatan spesifik.
- Pada ensefalitis virus umumnya cairan serebrospinal jernih
- Jumlah lekosit berkisar antara nol hingga beberapa ribu tiap mili
meter kubik
- Seringkali sel-sel polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna
- Kadar protein meningkat sedang atau normal, kadar protein
mencapai 360 mg% pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes
simplek dan 55 mg% yang disebabkan oleh toxocara canis .
- Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif.
• Darah Al (angka lekosit) : normal/meninggi tergantung etiologi
- Hitung jenis : normal/dominasi sel polimorfenuklear
- Kultur : 80-90 % positif
Penatalaksanaan
1). Pengobatan penyebab :
• Diberikan apabila jenis virus diketahui Herpes encephalitis :
Adenosine arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari.
2). Pengobatan suportif.
• Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah : pengobatan
nonspesifik yang bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.
Pengobatan tersebut antara lain :
- ABC (Airway breathing, circulation) harus dipertahankan sebaik-
baiknya.
- Pemberian makan secara adequate baik secara internal maupun
parenteral dengan memperhatikan jumlah kalori, protein,
keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin.
- Obat-obatan yang lain apabila diperlukan agar keadaan umum
penderita tidak bertambah jelek.
Gejala Sisa dan Komplikasi
• Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat
melibatkan susunan saraf pusatdapat mengenai
kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan
danpendengaran, sistem kardiovaskuler, intraokuler,
paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara
menetap.
• Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis,
pergerakan koreoatetoid),hidrosefalus maupun
gangguan mental sering terjadi.
• Komplikasi padabayi biasanya berupa hidrosefalus,
epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat
Diagnosis Banding
• Meningitis TB
• Sidrom reye
• Abses otak
• Tumor otak
Prognosis
• Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pert olongan.
Disamping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan
penyulit yang dapat muncul selama perawatan.
• Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan penderita.
• Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung
pada etiologi penyakitdan usia penderita.
• Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat.
• Ensefalitis yang disebabkan oleh VHS memberi prognosis yang lebih
buruk dari padapognosis virus entero.
• Kematian karena ensefalitis masih tinggi berkisar antara 35-50 %.
Dari penderita yanghidup 20-40% mempunyai komplikasi atau
gejala sisa. Penderita yang sembuh tanpak elainan neurologis yang
nyata dalam perkembangan selanjutnya masih menderita retardasi
mental, epilepsi dan masalah tingkah laku.
ABSES OTAK
• Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik
yang terlokalisir pada jaringan otak.
• AO pada anak jarang ditemukan dan di
Indonesia juga belum banyak dilaporkan.
Morgagni (16821771) pertama kali
melaporkan AO yang disebabkan oleh
peradangan telinga. Pada beberapa penderita
dihubungkan dengan kelainan jantung
bawaan sianotik.
ETIOLOGI
• Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu
bakteri, jamur dan parasit").
• Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.
• Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides,
Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan
Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu
parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara
hematogen
• Kira-kira 620% AO disebabkan oleh flora campuran, kurang
lebih 25% AO adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya)
• Pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh Proteus sp, E
coli, Group B Streptococcus
Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi karena:
• Penyebaran langsung dari fokus infeksi yang berdekatan dengan otak,
misalnya infeksi telinga tengah, sinusitis paranasalis dan mastoiditis
• Penyebaran dari fokus infeksi yang jauh secara hematogen
• Infeksi akibat trauma tembus kepala
• Infeksi pasca operasi kepala
( Harsono , 1996 )
Etiologi
Istilah “ SEMENITE “ yaitu :
S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung
E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis
I : Intoksikasi
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran
T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula
trauma abdomen dan dada.
E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
( Harsono , 1996 )
Manifestasi Klinis
• Penurunan kesadaran secara kwalitatif
• GCS kurang dari 13
• Sakit kepala hebat
• Muntah proyektil
• Papil edema
• Asimetris pupil
• Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif
• Demam
• Gelisah
• Kejang
• Retensi lendir / sputum di tenggorokan
• Retensi atau inkontinensia urin
• Hipertensi atau hipotensi
• Takikardi atau bradikardi
• Takipnu atau dispnea
• Edema lokal atau anasarka
• Sianosis, pucat dan sebagainya
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran, yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah ( BUN ), osmolalitas,
kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan dan analisa gas darah (
BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET ( Positron Emission Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan hematoma
subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut otak, infeksi
otak
9. EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
PENGKAJIAN PRIMER Circulation
Airway a. Hipotensi / hipertensi
a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara b. Takipnu
bebas c. Hipotermi
b. Terjadi penurunan kesadaran d. Pucat
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi e. Ekstremitas dingin
dll f. Penurunan capillary refill
d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan g. Produksi urin menurun
e. Gelisah h. Nyeri
f. Sianosis i. Pembesaran kelenjar getah bening
g. Kejang
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan PENGKAJIAN SEKUNDER
i. Suara serak Riwayat penyakit sebelumnya
j. Batuk Apakah pernah menderita :
Breathing a. Penyakit stroke
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, b. Infeksi otak
mengi dll c. DM
b. Sianosis d. Diare dan muntah yang berlebihan
c. Takipnu e. Tumor otak
d. Dispnea f. Intoksiaksi insektisida
e. Hipoksia g. Trauma kepala
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi h. Epilepsi dll.
Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
‘SEMENITE’
T : TRAUMA
Definisi
• TRAUMATIC YANG TERJADI PADA OTAK YANG MAMPU
MENGHASILKAN PERUBAHAN PADA PHISIK, INTELEKTUAL,
EMOSIONAL, SOSIAL, DAN VOCATIONAL.
• Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk
trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan
pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi
otak (Black, 2005)
• Menurut konsensus PERDOSI (2006), cedera kepala yang
sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury = trauma
kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun
permanen.
• Trauma kepala : suatu trauma yang mengenai daerah
kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi
akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
• Head injury (cedera kepala) : trauma yang mengenai
otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan
interstitinal dalam substansi otak disebabkan oleh
kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan
tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif,
fungsi fisik, fungsi tingkah laku, dan emosional.
Epidemiologi
• Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab utama kecacatan dan kematian
pada kelompok usia 1-40 tahun.
• 1,5 juta penduduk setahunnya mengalami
cedera tersebut. Puncaknya pada usia 15-24
tahun.
• Laki-laki mengalami cedera 2-3 kali lebih
sering disbanding perempuan.
Etiologi
• Disebabkan oleh : benturan karena kecelakaan
lalu lintas, terjatuh, kecelakaan industry,
kecelakaan olahraga, dll.
Berdasarkan :
• Mekanisme injury:
– Trauma tumpul
– Trauma tajam (penetrasi)
• Jenis/tipe cedera:
– Focal
– Diffuse
– Frakture
Pengolongan berdasarkan akibat Jejas
Jejas kepala.
Lesi primer.
hantaman langsung pada kepala.
akselerasi, deselerasi, rotasi.
fraktur tulang tengkorak, sel neuron rusak, pembuluh
darah robek.
Lesi sekunder.
proses patologik dinamis, komplikasi intrakranial
hematoma intrakranial: epidural, subdural, subarakhnoid,
intraserebral, intraserebelar.
pembengkakan otak, edema otak TIK meningkat, aliran
darah setempat menurun, spasme pemb. darah, infark.
Respon terhadap cedera
Kerusakan jaringan
• Kontusio akibat benturan dapat mencederai sel-sel saraf dan serabut-serabut saraf
yang dapat menyebabkan perdarahan kecil yang akan merusak jaringan yang
berdekatan.
Edema serebral
• Edema terjadi akibat beberapa daerah dari otak tidak adekuat perfusi jaringannya,
sehingga timbul hiperkapnia yang mengakibatkan asidosis local dan vasodilatasi
pembuluh darah.tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa lebih lanjut dapat
mengakibatkan peningkatan edema dari serebral, sehingga akan menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial dan akhirnya bisa mengakibatkan herniasi otak
dan kematian.
Perdarahan dan hematoma
• Kerusakan pada jaringan dapat menyebabkan perdarahan dan hematoma.
Keduanya dapat meningkatkan tekanan intracranial.
Respon lain
• Respon lain yang dapat terjadi adalah iskemik, infark, nekrosis jaringan otak, serta
kerusakan terhadap saraf cranial dan struktur lainnya.
Tipe Cedera Pada Head
Injury (Trauma Kepala
Fraktur Tengkorak
• Jika toleransi elastic dari tulang terlampaui
pukulan pada tengkorak menyebabkan fraktur.
Fraktur kepala dapat melukai jaringan pembuluh
darah dan saraf-saraf dari otak, merobek
durameter perembesan cairan serebrospinal,
dimana dapat membuka suatu jalan untuk
terjadinya infeksi intrakranial. Adapun macam-
macam dari fraktur tengkorak adalah :
• Fraktur Linear :
Retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan dari
kedua fragmen.
• Comminuted Fraktur :
Patah tulang tengkorak dengan multipel fragmen dengan fraktur yang
multi linear.
• Depressed Fraktur :
Fragmen tulang melekuk kedalam.
• Coumpound Fraktur :
Fraktur tengkorak yang meliputi laserasi dari kulit kepala, membran
mukosa, sinus paranasal, mata, dan telinga atau membran timpani.
• Fraktur dasar Tengkorak :
Khususnya pada fossa anterior dan tengah. Fraktur dapat dalam bentuk
salah satu linear, comminuted atau depressed. Sering menyebabkan
rhinorrhea atau otorrhea.
Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang
secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala
dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.
SINONIM
Cedera kepala, Cranicerebral trauma, Head injury
PATOFISIOLOGI
Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera
akibat trauma kapitis bergantung pada :
1. Besar dan kekuatan benturan
2. Arah dan tempat benturan
3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima
benturan
Cidera Serebral
• Komosio Serebri (geger otak) :
Gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi hilangnya
kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia, muntal, muntah, nyeri kepala.
Biasanya dapat kembali dalam bentuk normal.
• Kontusio Serebri (memar) :
Benturan menyebabkan perubahan dari struktur dari permukaan otak yang mengakibatkan
pendarahan dan kematian jaringan dengan atau tanpa edema. Hilangnya kesadaran lebih
dari 10 menit.
• Laserasio serebri :
Gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak
terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga kranial.
• Hematoma Epidural :
Perdarahan yang menuju ke ruang antar tengkorak dan durameter akibat laserasi dari arteri
meningea media. Hematoma ini disebabkan oleh karena ruptur sebuah arteri
meningen,biasanya berkaitan dengan fraktur tengkorak.
• Hematoma Subdural :
Kumpulan darah antara permukaan dalam durameter dan araknoidmeter. Hematoma ini
disebabkan oleh kerusakan vena penghubung (Bridging veins) yang berjalan dari permukaan
otak sinus dura.
• Hematoma Intracerebral :
Perdarahan yang menuju ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cedera langsung dan
sering didapat pada lobus frontal atau temporal.
• Hematoma Subarachnoid :
Hematoma yang terjadi akibat trauma.
Cedera saraf kranialis
Saraf cranial yang rentan terhadap cedera dengan fraktur
tengkoran adalah saraf olfaktorius, optikus, okulomotorius,
troklearis, cabang pertama dan kedua dari saraf
trigeminalis, fasialis, dan auditorius.
Contohnya:
• Hilangnya daya pengecap (hilangnya persepsi beraroma)
timbul akibat pergeseran otak dan robeknya filament saraf
olfaktorius
• Cedera saraf okulomotorius menyebabkan bola mata
terdorong keluar denagn hilangnya gerakan adduksi dan
gerakan ventrikal dan dilatasi pupil terfiksasi.
• Cedera saraf kranialis kedelapan denagn fraktur os petrosa
menyebabkan hilangnya pendengaran, vertigo, dan
nistagmus segera setelah cedera.
Berdasarkan berat ringannya
• Cedera kepala ringan : Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13,
dapat terjadi kehilangan kesadaran < 30 menit, tidak terdapat fraktur
tengkorak, kontusio atau hematoma.
– Tidak kehilangan kesadaran
– Satu kali atau tidak ada muntah
– Stabil dan sadar
– Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
– Pemeriksaan lainnya normal
• Cedera kepala sedang : Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran
antara 30 menit - 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi
ringan.
– Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
– Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
– Dua atau lebih episode muntah
– Sakit kepala persisten
– Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
– Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
– Pemeriksaan lainnya normal
• Cedera kepala berat : Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih
dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya
hematoma dan edema serebral.
– Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
– Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak
responsif
– Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
– Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
– Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
• Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
• Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
– Trauma kepala yang berpenetrasi
– Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah
trauma)
Manifestasi Klinis
• Fraktur tengkorak :
– Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung (rhinorrhoe) dan
telinga (otorrhoe), kerusakan saraf kranial, dan perdarahan dibelakang
membran timfani.
• Komosio serebri :
– Muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cidera, mudah marah, lesu, mual,
hilang ingatan sementara, sakit kepala, pusing, ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi.
• Kontusio serebri :
– Perubahan tingkat kesadaran, lemah, sulit bebicara, hilang ingatan, sakit
kepala, demam di atas 370C, berkeringat banyak, aktifitas kejang, rhinorrhoe,
dan kelumpuhan saraf kranial.
• Hematoma epidural :
– Hilang kesadaran, gangguan penglihatan, sakit kepala, lemah/paralisis pada
salah satu sisi, tekanan darah meningkat, denyut nadi menurun, pernafasan
menurun dengan pola yang tidak teratur.
• Hematoma subdural akut/subakut :
– Sakit kepala, gangguan penglihatan, peningkatan TIK (Tekanan Intrakranial),
otot wajah melemah, hilang kesadaran. Hematoma subdural kronik :
Gangguan mental, sakit kepala hilaang timbul, gangguan penglihatan,
perubahan pola tidur.
Mekanisme Cedera
• Akselerasi :
– Jika benda bergerak membentur kepala yang diam,
misalnya pada orang yang diam kemudian dipukul
atau telempar batu.
• Deselerasi :
– Jika kepala bergerak membentur benda yang diam,
misalnya pada saat kepala terbentur.
• Deformitas :
– Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang
terjadi akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala,
kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan
otak.
Komplikasi
• Faktor kardiovaskuler
• Faktor Respiratori
• Faktor metabolisme
• Faktor gastrointestinal
• Faktor psikologis
Pemeriksaan
• Keadaan umum.
jejas ringan : keadaan sadar-siaga
• Jalan nafas, respirasi, tekanan darah,
keadaan jantung.
• Kesadaran.
• Fungsi mental
• Saraf otak
• Sistem motorik,
• Sistem sensorik, otonom, refleks-refleks.
Other Assessment
• Assess bodily function including respiratory,
circulatory and elimination
• Pupil checks – are pupils equal and how they
react to light
• Extremity strength
• Corneal reflex test
Diagnostic Tests
• CT
• MRI
• Cerebral angiography
• EEG
• PET
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA
• Penanganan harus ditangani sejak dari tempat kecelakaan,
selama transportasi, diruang gawat darurat, kamar Ro, sampai
ruang operasi, ruang perawatan/ ICU
• Monitor : derajat kesadaran, vital sign,kemunduran motorik,
reflek batang otak, monitor tekanan intrakranial.
• Monitor tekanan intrakranial diperlukan pada:
1. Koma dengan perdarahan intrakranial atau kontusio otak
2. Skala Koma Glasgow <6 (motorik < 4)
3. Hilangnya bayangan ventrikel III dan sisterne basalis pada CT
skan otak
4. “Tight brain” setelah evakuasi hematom
5. Trauma multipel sehingga memerlukan ventilasi tekanan positif
intermitten (IPPV)
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA
Indikasi CT san:
1. Skala Koma Glasgow (GCS) ≤ 14
2. GCS 15 dengan:
a. Adanya riwayat penurunan kesadaran
b. Traumatik Amnesia
c. Defisit neurologi fokal
d. Tanda dari fraktur basis kranii atau tulang
kepala.
Tindakan resusitasi ABC (Kegawatan)
Jalan nafas (airway)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun kebelakang
dengan posisi kepala ekstensi, kalau perlu pasang pipa
oropharing (OPA )/ endotrakheal, bersihkan sisa muntah,
darah ,lendir, atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan
melalui pipa NGT untuk menghindari aspirasi muntahan
dan kalau ada stress ulcer
Pernafasan (breathing)
– Ggn sentral : lesi medula oblongata, nafas cheyne stokes, dan
central neurogenik hiperventilasi
– Ggn perifer: aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC,
emboli paru, infeksi.
– Tindakan Oksigen, cari dan atasi faktor penyebab,
kalau perlu ventilator
Kegawatan
Sirkulasi (circulation)
– Hipotensi iskemik kerusakan sekunder otak.
Hipotensi jarang akibat kelainan intrakranial, sering
ekstrakranial, akibat hipovolemi, perdarahan luar,
ruptur organ dalam, trauma dada disertai
tamponade jantung atau pneumotorak, shock septik.
– Tindakan: hentikan sumber perdarahan, perbaiki
fungsi jantung ,menggantidarah yang hilang dengan
plasma, darah
Kegawatan
• Tekanan Intra Kranial meninggi
– Terjadi akibat vasodilatasi, udem otak, hematom
– Untuk mengukurnya sebaiknya dipasang monitor
TIK. TIK normal adalah 0-15 mmHg. Diatas 20
mmHg sudah harus diturunkan dengan:
1. Hiperventilasi
2. Setelah resusitasi ABC lakukan hiperventilasi terkontrol
dengan pCO2 27-30 mmHg. Dipertahankan selama 48-72
jam lalu dicoba dilepas, bila TIK naik lagi diteruskan
selama 24-48 jam. Bila tidak turun periksa AGD dan CT
scan untuk menyingkirkan hematom
• Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)
1. Simple head injury
Pasien tanpa diikuti ggn kesadaran,
amnesia, maupun gejala serebral lain hanya
perawatan luka, Ro hanya atas indikasi,
keluarga diminta observasi kesadaran
2. Kesadaran terganggu sesaat.
Riwayat penurunan kesadaran sesaat
setelah trauma tetapi saat diperiksa sudah
sadar kembali : Ro kepala, penatalaksanaan
selanjutnya seperti simple head injury
• Pasien dalam keadaan menurun
1. Cedera kepala ringan (GCS 15-13)
Kesadaran disorientasi, atau not obey
command, tanpa defisit neurologi fokal:
Perawatan luka, Ro kepala
CT scan: bila dicurigai adanya lucid interval
(hematom intrakranial), follow up kesadaran
semakin menurun, timbul lateralisasi
Observasi: keadaran (GCS), tanda vital, pupil,
gejala fokal serebral
2. Cedera kepala sedang GCS 9-12
Biasanya mengalami ggn kardiopulmoner
a. Periksa dan atasi ggn jalan nafas, pernafasan,
sirkulasi
b. Pemeriksaan keadaran, pupil, tanda fokal serebral,
dan cedera organ lain
c. Fiksasi leher dan patah tulang ekstremitas jika
ada.
d. Ro kepala, bila perlu bagian tubuh yang lain
e. CT scan bila dicurigai hematom intrakranial
f. Observasi tanda vital, kesadaran, pupil, defisit
fokal serebral
3. Cedera kepala berat GCS 3-8
Biasanya disertai cedera multipel,
disamping kelainan serebral juga ada
kelainan sistemik
a. Resusitasi jantung paru (airway,
breathing, circulation/ABC). Pasien CK
berat sering dalam keadaan hipotensi,
hipoksia, hiperkapnea akibat ggn
pulmoner. Tindakan resusitasi ABC
• Keseimbangan elektrolit
– Pada saat awal masuk dikurangi untuk mencegah udem otak, 1500-2000
ml/hari parenteraldengan cairan koloid , kristaloid Nacl 0,9%, ringer laktat.
Jangan diberikan yang mengandung glukosa – hiperglikemi, menambah udem
otak
– Pantau keseimbangan cairan, elektrolit darah.
• Profilaksis: diberikan pada CK berat dengan fraktur impresi, hematom
intrakranial, PTA yang panjang
• Komplikasi sistemik :
– Demam, Kelanan gastrointestinal, kelainan hematologis perlu ditanggulangi
segera.
• Obat Neuroprotektor
– Manfaat obat pada CK berat masih diteliti manfaatnya seperti : lazaroid,
antagonis kalsium, glutamat, citikolin
Vaskularisasi
Vaskularisasi Otak
• Arteri karotis interna regio sentral dan lateral hemisfer.
• Arteri serebri anterior korteks orbitalis, frontalis,
parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus
kaudatus.
• Arteri serebri media korteks orbitalis, lobus frontalis,
parietalis dan temporalis.
• Arteri vertebralis batang otak dan medula spinalis atas.
• Arteri basilaris pons.
• Arteri serebri posterior lobus temporalis, oksipitalis,
sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus
genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak
bagian atas.
• Arteri koroidal pleksus koroid temporal lateral ventrikel.
Etiologi penurunan kesadaran pada anak
• Infeksi • Penyakit vaskular
– Meningitis bakterialis – Infark otak
– Ensefalitis – Perdarahan otak
• Inflamasi – Kelainan kongenital
– Ensefalopati sepsis – Trauma tulang belakang
– Vaskulitis • Infeksi fokal
– Acute demielinating – Abses
– Encephaloyelitis • Hidrosefalus
– Multiple sclerosis • Kejang
• Trauma • Neoplasma
– Kontusio
– Perdarahan intrakranial
Etiologi penurunan kesadaran pada anak
• Penatalaksanaan
– Hemodialisis
– Levodopa
Metabolik
Koma uremik
• Metilguanidine melumpuhkan aktivitas Na
dan K ATP-ase serebral
• Tanda dan gejala
– Tremor, rigiditas, asteriksis, sakit kepala, muntah,
kejang
• Penatalaksanaan
– Dialisis peritoneal
Nutrisi
Defisiensi tiamin (B1)
• Manifestasi klinis
– Awal: kelelahan, apatis, mudah
marah, depresi, mengantuk, konsentrasi yang
buruk, anoreksia, mual,abdominal discomfort
– Lanjut:neuritis perifer dengan kesemutan, rasa
terbakar, dan parestesia jari-jari kaki dan kaki, penurunan
refleks tendon dalam, hilangya rasa getaran, tenderness, dan
kram otot kaki, gagal jantung kongestif, dan gangguan psikis
– Manifestasi lain: afonia, ptosis, atrofi nervus optikus
– Beri-beri (lesi pada jantung, neuron perifer, jar subcutan)
Nutrisi
• Diagnosis • Penatalaksanaan
– Transketolase sel darah – Bayi yg masih menyusu +
merah rendah beri-beri
– Level glyoxylate pada suplementasi B1 pd ibu
darah dan urin tinggi (50mg) dan bayi (10mg)
– Pengukuran eksresi – Pemberian peroral
tiamin atau metabolitnya – Bayi dgn gagal jantung
(tiazol, pirimidin) pada beri im atau iv
urin
Defisiensi tiamin
Nutrisi
Defisiensi Piridoksin
• Pyridoxine and folic acid • Diagnosis
decrease the frequency of – Semua kejang pada anak
thrombotic events in adults harus dicurigai def B6
with elevated serum 100mg B6 im kejang
berhenti 100 mg/kg
homocysteine levels tryptophan xanthurenic
• Temuan klinis acid banyak pada urine def
– convulsions in infants, B6
peripheral neuritis, • Penatalaksanaan
dermatitis, and anemia
– 100 mg vitamin B6 i.m
(jarang).
– B6 dependen daily doses of
2-10 mg intramuscularly or
10-100 mg orally
Hipoglikemi
• Glukosa penting untuk energi otak
• Hipoglikemi kejang
• Hypoxemia and ischemia pada hypoglycemia
dapat menyebabkan permanent brain damage
Rapid decline in blood
glucose concentration
Prolonged hypoglikemi
slow decline
Hipoglikemi
• Penatalaksanaan
– Neonatus dengan hiperinsulinemia tanpa IDM subtotal
pancreatectomy atau long-term somatostatin analogues
atau diazoxide.
– Neonatus simtomatik akut atai hipoglikemi pada infant
intravenous of 2 mL/kg of D10W, followed by a continuous
infusion of glucose at 6-8 mg/kg/min
– persistent neonatal or infantile hypoglycemia includes
increasing the rate of intravenous glucose infusion to 8-15
mg/kg/min or more, if needed
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
Penurunan volume intravascular
Glikouria
Koma
Rasa haus
Tidak terkompensasi Hiperosmolar
ADH
Tidak terjadi ketoasidosis karena keadaan hiperosmolar, konsentrasi FFA rendah untuk
ketogenesis, insulin cukup untuk hambat ketogenesis tapi tidak cukup untuk cegah hiperglikemi
Gejala Klinis
• Keluhan
– Lemah
– Gangguan penglihatan
– Kaki kejang
– Mual, muntah lebih jarang dari KAD
– Keluhan saraf: letargi, disorientasi, kejang, koma
• Pemeriksaan fisik
– Tanda dehidrasi berat turgor buruk, mukosa pipi kering,
mata cekung, ekstremitas dingin, denyut nadi cepat dan
lemah, peningkatan suhu tubuh tidak tinggi
Penatalaksanaan
• Cairan
– Langkah pertama dan terpenting pergantian cairan
agresif
– Awal: 1 liter normal saline/jam
– Syok hipovolemik plasma expanders
– Syok kardiogenik monitor hemodinamik
– Konsentrasi glukosa turun sebelum pemberian insulin
indikator baik
– Konsentrasi glukosa tidak turun 75-100mg/dL perjam
rehidrasi kurang atau gangguan ginjal
Penatalaksanaan
• Elektrolit
– Kalium awal <3,3 mEq/L pemberian insulin ditunda, beri
kalium
– Kalium awal >5mEq/L turunkan kalium, monitor tiap 2
jam
– Kalium awal 3,3-5 mEq/L beri 20-30 mEq kalium /L
cairan IV (untuk mempertahankan kadar kalium)
• Insulin
– Bolus awal 0,15U/kgBB (IV) drip 0,1 U/kgBB/jam sampai
kadar glukosa turun 250-300 mg/dL
– Jika kadar glukosa tidak turun 50-70mg/dL/jam
tingkatkan dosis
– Kadar glukosa < 300mg/dL beri dekstrosa (IV) dan dosis
insulin dititrasi secara sliding scale sampai kesadaran pulih
Pencegahan
• Penyuluhan tentang pentingnya pemantauan
konsentrasi glukosa darah dan compliance
terhadap pengobatan
• Perhatikan akses terhadap persediaan air
• Keluarga atau teman pasien memperhatikan
adanya perubahan status mental dan
menghubungi dokter bila hal tersebut terjadi
KETOASIDOSIS DIABETIK
Glukagon ↑
Insulin ↓
Asidosis (ketosis)
Asidosis (ketosis)
Diuresis osmotik
Hipovolemia
Dehidrasi
MM Dasar penegakan diagnosis
penurunan kesadaran
- Glasgow Coma Scale
- AVPU
- Kriteria brain death
The Resuscitation Council UK (2006) recommends the
ABCDE approach:
• Airway;
• Breathing;
• Circulation;
• Disability;
• Exposure.
Belajar Mandiri
LANGKAH 7
Mendiskusikan Temuan
Informasi dan Membuat
Sintesa
Kesimpulan
Saran
Sumber
• Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan;
1993.
• Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas
PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2001.
• Maramis WS. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya :
Airlangga University Press, 2005