Você está na página 1de 65

ALLERGIC RHINITIS

IMPACT TO ASTHMA

EDDY M. SALIM

MEDICAL FACULTY
SRIWIJAYA UNIVERSITY
PALEMBANG
RINITIS ALERGI
 Definisi

 Kelainan pada hidung dengan gejala


bersin, rinore, gatal, tersumbat setelah
mukosa terpapar alergen yang
diperantarai IgE (WHO-ARIA 2001)
Rinitis alergi  peny saluran napas kronis yg
perlu perhatian karena :
 Prevalensinya,
 dampaknya pada kualitas hidup,
 dampaknya pada kinerja dan produktivitas di sekolah
atau tempat kerja,
 beban ekonomi yang ditimbulkan,
 hubungannya dengan asma,
 hubungannya dengan sinusitis dan ko-morbiditas lain
seperti konjungtivitis.
DEFINISI ASMA
 Penyakit inflamasi alergi kronis Sal. Nafas 
peranan sel mast, eosinofil, neutrofil, sel T,
makrofag, sel epitel dan komponen selular.
 Individu rentan  inflamasi menimbulkan
episode rekuren terutama malam atau dini pagi
hari (batuk, mengi, sesak dan nyeri dada) 
hubungan dengan obstruksi SN yang luas,
reversibel, baik spontan atau dengan
pengobatan.
Genetic factors & environmental exposure

Genetic predisposition
Protein Route of
chemistry exposure

Target
Quantity
organ
ingested
reactivity
Systemic
manifestation Homing
Protein
of Immune
absorption response

Degree of Type of
Immune Immune
response response
Environmental exposure
Coincidence of asthma &
atopic dermatitis genetic
linkages

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 X Y

Atopic dermatitis Asthma

Lawrence F, et al. Pediatrics 2003;111:608-616


POLLUTANT - ALLERGEN - VIRUS

Pollutant Allergen Virus


O3, NO2, Mite Rhino
SO2 Pollen Virus
PENTING !
 Pasien dengan rinitis alergi persisten
sebaiknya dievaluasi untuk mengetahui
adanya asma.

 Sebaliknya , pasien Asma yg sulit


dikontrol, evaluasi kemungkinan adanya
Rhinitis Alergi
PATOFISIOLOGI
 Dasar  Reaksi Hipersensitivitastipe I
Terdiri dari 2 tahap :
 Tahap sensitisasi
 Reaksi alergi, terdiri dari 2 fase :
 Early responce sejak kontak alergen
sampai 1 jam setelahnya
 Late Responce  yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam
 Very Late 24-48 jam, bahkan 96 jam
Fireman P, Slavin RG. Atlas of allergies, 1991
Mechanism of early and late phase allergic
reaction
0 1 6 8 24 48 (h)
Early phase Late phase Very late phase
APC
TNF- Epithelium
Ag IL-
MBP, ECP,
FcεRI EDN, CLC etc
IL-3 RANTES
IL-4 MCP-4 MBP, ECP,
Mast cells IL-5 Eotaxin
IL-8 EDN, CLC etc
Th2 B cells
GM-CSF
Eos
IL-4
Histamin, PGD2, IL-3
TNF-
LTs etc IL-4 IL-4
IL-5 IL-5
Th0 IL-8 IL-6
Th2
GM-CSF IL-13
MIP-1 RANTES
MCP-3
IL-4
RANTES IL-13 RANTES
Eotaxin Baso MIP-1 Eotaxin
IL-8 IL-8
GM-CSF Histamin, LTC4 GM-CSF
Endothelium PAF
VCAM-1 PAF
ICAM-1 Endothelium
VCAM-1
E-selectin
Eos Th2 Baso Eos
Klasifikasi Rinitis Alergi
 Rinitis alergi sebelumnya dibagi
berdasarkan waktu pajanan menjadi
rinitis musiman (seasonal), sepanjang
tahun (perenial) dan akibat kerja.
Pembagian ini ternyata tidak
memuaskan
RA berdasarkan Frekuensi, Durasi gejala & Pengaruhnya
pada Kualitas hidup (WHO-ARIA 2001)

Intermiten Persisten
 < 4 hari/minggu  ≥4 hari/minggu
 Atau < 4 minggu  dan ≥ 4 minggu

Ringan Sedang-Berat
• Tidur normal (1 atau > gejala)
• Aktivitas sehari-hari, • Tidur terganggu
saat olah raga & santai • Aktivitas sehari-hari, olah
normal raga, santai terganggu
• Bekerja & sekolah • Masalah saat kerja dan
normal sekolah
• Tidak ada keluhan yg • Ada keluhan yang
mengganggu mengganggu
Diagnosis Rinitis Alergi
Anamnesis
 Rinore bening, bersin, hidung tersumbat, rasa
gatal dihidung dan atau palatum.
 Sering disertai gejala konjungtivitis spt sekresi air
mata, gatal, dan kemerahan.
 Gejala ggn pendengaran kdg dijumpai spt rasa
tersumbat.
 Sering disertai gejala sinusitis / gangguan tuba
Eustachius.
ANAMNESIS
 Cari kemungkinan alergen
penyebab
 Keterangan mengenai tempat
tinggal, lingkungan sekolah &
pekerjaan serta kesenangan /
hobi penderita
 Riwayat pengobatan ( respon
perbaikan & efek samping ),
kepatuhan
 Riwayat atopi pasien dan
keluarga : asma bronkial,
dermatitis atopik, urtikaria,
alergi makanan
PEMERIKSAAN FISIK
 Anak-anak : Allergic shiner,
Allergic Salute, Allergic
Crease, Allergic Facies
Rinoskopi anterior
• Mukosa edema, basah, pucat-kebiruan disertai
adanya sekret yang banyak, bening dan encer
• konka inferior hipertrofi

Nasoendoskopi  kelainan yang tidak terlihat di


rinoskopi anterior
 Tanda dermatitis atopi
 Cari kemungkinan komplikasi
: sinusitis, polip, otitis media
efusi

Otoskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 In vitro :
 - darah perifer lengkap : eosinofil meningkat
- IgE total : untuk skrining, bkn alat diagnostik
- IgE spesifik
 In vivo :
Tes kulit :
Tes cukit/tusuk (Prick test), Multi test
Intradermal
SET (skin end point titration)
Sitologi hidung : eosinofil > 5 sel/LPB
 Tes Provokasi : tdk sesuai klinis dan hsl tes cukit, tdk rutin, penelitian
 Pemeriksaan sumbatan hidung ; PNIF, Rinomanometri anterior / akustik
 Pemeriksaan fungsi penghidu
 Radiologis (Foto SPN, CT-Scan, MRI) :
 Tidak untuk diagnosis rinitis alergi
 Indikasi : Untuk mencari komplikasi sinusitis/polip, tidak ada respon
terhadap terapi, direncanakan tindakan operatif
PRICK TEST
 Banyak dipakai 
sederhana, mudah,
murah, sensitivitas tinggi,
cepat, cukup aman
 Tes pilihan dan primer
untuk diagnostik dan
riset
 Membuktikan telah
terjadi fase sensitisasi
 Tes (+)  ada reaksi
hipersensitivitas tipe I
atau telah terdapat
kompleks Sel Mast – IgE
pada epikutan
PENATALAKSANAAN
 Tujuan pengobatan : me(-) gej, perbaikan
kualitas hidup, m(-) ES obat, edukasi,
mengubah jalannya peny / terapi kausal
 CARA :
 Penghindaran allergen (avoidance) dan eliminasi
 Medikamentosa/farmakoterapi
 Imunoterapi : subkutan, sublingual
 Pembedahan (jika perlu)  untuk mengatasi
hipertrofi konka, komplikasi sinusitis dan polip
hidung, OME
Panduan pengobatan rinitis alergik menurut
ARIA

Persisten
Persisten sedang
Intermiten ringan berat
sedang/berat
Kortikosteroid intranasal
Intermiten ringan
Kromolin lokal
Antihistamin oral atau lokal non sedasi

Dekongestan Intranasal (<10 hari) atau dekongestan oral

Penghindaran alergen dan iritan

Imunoterapi
ALLERGEN AVOIDANCE & ELIMINASI
 Terapi ideal : hindari kontak dengan alergen dan
eliminasi  edukasi
 Pencegahan primer  mencegah tahap
sensitisasi
 Pencegahan sekunder  mencegah gejala
timbul, dgn cara menghindari alergen dan terapi
medikamentosa
 Pencegahan tersier  mencegah komplikasi
atau berlanjutnya penyakit
ASMA & RINITIS ALERGI

 Mukosa nasal dan bronkus mempunyai


banyak kesamaan
United airway Deseases
Studi epid.  asma dan rinitis sering
ditemukan bersamaan pada penderita
yang sama.
 Hampir semua penderita asma alergi dan asma non-
alergi menderita rinitis.
 Banyak penderita rinitis juga menderita asma.
 Rinitis alergi berhubungan dan juga merupakan faktor
risiko asma
 Banyak penderita rinitis alergi mengalami
peningkatan hipereaktivitas bronkus yang non-
spesifik.
Studi patofisiologi
 menyokong  hubungan erat antara
rinitis dan asma. Meskipun ada
perbedaan rinitis dan asma, saluran
napas atas .dan bawah, dipengaruhi
proses inflamasi yang serupa yg
mungkin dpt menetap dan diperberat
oleh mekanisme yang saling
berhubungan ini
Penyakit alergi bersifat
sistemik.
Provokasi bronkial menye-
babkan inflamasi nasal dan
provokasi nasal menyebabkan
inflamasi bronkial.
GLOBAL
INITIATIVE FOR
ASTHMA
STEP 4: SEVERE PERSISTENT
CONTROLLER: Step
daily multiple medications RELIEVER down
• Inhaled steroid • Inhaled ß2-
• Long-acting bronchodilator agonist p.r.n.
when
• Oral steroid controlled
Avoid or control triggers
STEP 3: MODERATE PERSISTENT
CONTROLLER:
daily medications RELIEVER Patient education
• Inhaled steroid and long- • Inhaled ß2- is essential at
acting bronchodilator agonist p.r.n.
• Consider anti-leukotriene every step
Avoid or control triggers
Reduce therapy
STEP 2: MILD PERSISTENT
if controlled for at
CONTROLLER:
daily medications RELIEVER least 3 months
• Inhaled steroid • Inhaled ß2-
• Or possibly cromone, oral agonist p.r.n.
theophylline or anti-leukotriene Continue
monitoring
Avoid or control triggers
STEP 1: INTERMITTENT

RELIEVER
CONTROLLER:
• Inhaled ß2-
Step up
none if not controlled
agonist p.r.n.
(after check on
Avoid or control triggers inhaler technique
TREATMENT and compliance)
TES KONTROL ASMA
 Pertanyaan 1 Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering penyakit asma mengganguanda untuk
melakukan Nilai pekerjaan sehari-hari di kantor, disekolah atau di rumah ?
Selalu > Sering Kadang2 Jarang Tidak pernah
4 kali/mgg 2-3 x/ mgg 1x/mgg <1x/mgg

 Pertanyaan 2 Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering anda mengalami sesak nafas ?

1x/hari 3-6x 1-2 x


>1x/hari Tidak pernah
seminggu seminggu

 Pertanyaan 3 Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering gejala asma (bengek, batuk-batuk, sesak nafas
nyeri dada atau rasa tertekan di dada) menyebabkan anda terbangun di malam hari atau
lebih awal dari biasanya ?
>4x 2-3x
1x/mgg 1-2x/
seminggu seminggu sebulan Tidak pernah

 Pertanyaan 4 Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering anda menggunakan obat semprot atau obat
oral (tablet/sirup) untuk melegakan pernafasan ?
>3x 1-2 x 2-3 x <1 x
Tidak pernah
sehari sehari seminggu seminggu

 Pertanyaan 5 Dalam 4 minggu terakhir Bagaimana anda menilai tingkat kontrol asma anda?
Tidak terkomtrol Kurang Cukup Terkontrol dg Terkontrol
Sama sekali Terkontrol terkontrol baik sepenuhnya
Rationale for Combination Therapy

Formoterol Smooth muscle Airway


dysfunction
Budesonide
inflammation

 Bronchoconstriction Inflammatory cell


 Bronchial hyper- infiltration / activation
reactivity Mucosal edema
 Hyperplasia Cellular proliferation
 Inflammatory mediator Epithelial damage
release Basement membrane
thickening

Symptoms exacerbations
PENGOBATAN RINITIS ALERGI DAN ASMA YANG
TIMBUL BERSAMAAN
 Th/ Asma saat ini  Comb LABA + SteroidInhl
 Penatalaksanaan rinitis secara optimal dapat
rnemperbaiki asma yang terjadi bersamaan,
 Obat yang diberikan oral dapat mempengaruhi baik
gejala nasal maupun bronkial.,
 Keamanan glukokortikoid intranasal telah terbukti.
 Antihistamin H1 efektif pada rinitis alergi
 Kini dianjurkan : pencegahan atau pengobatan
rinitis alergi secara dini dapat mencegah
timbulnya asma atau beratnya gejala asma.

Preferred antihistamine
for allergic rhinitis and urticaria
TALION® Indications
Indications
Allergic rhinitis

Urticaria
TALION Mechanism of Action
Antigens /
Non-specific stimuli

Allergic Inflammation Type I Allergic Response

Antigen
Presenting Lymphocyte Mast Cell
Cell
Cytokine Chemical Mediator release :
TALION Production Histamine
IL-5, IL4 Leukotrien
(Inhibition of Platelet Activating Factor
IL-5 production) Prostaglandin, etc.
TALION
(Histamine antagonism)
TALION Eosinophil
(Inhibition of eosinophil Microvasculature,
Sensory Nerve
Infiltration)

Eosinophil Infiltration Vasodilation,


Enhanced Vasopermiability,
Excitement of Nerve
Allergic
Symptoms
Allergic Rhinitis
Urticaria, etc.
TALION®
Low Sedative

Kazuhiko Yanai: Prog. Med 24, 262-267 (2004)


TALION® is Classified as Non-sedating Anti Histamine
脳内移行が低く、非鎮静性に該当!(Safe)
because of Low Brain Penetration
◆PET画像(健康成人8名)
Positron Emission Tomography images
H1RO
placebo Bepotastine Diphenhydramine MRI-T1
(H1 Receptor Occupancy)
100% rate in brain

90%
80%
p< 0.001
70%
56.4%
60%
graphics 50%
40%
30%
14.7%
20%
10%
0%
ベポタスチン ジフェンヒドラミン
Bepotastine Diphenhydramine

タリオンはCONGAで定められた非鎮静性(占拠率20%未満)に該当する
TALION® was confirmed to be classified as non-sedating anti-histamine defined
by CONGA (Consensus group On New-Generation Antihistamines)  H1 Receptor
薬剤であることが確認された。
Occupancy rate in brain : less than 20%)
Tadhiro M et al:Br Journal Clin Pharmacol. 65(8) 2008
Why incidence of sleepiness is low?
1. Molecular property N Negative charge
(hydrophilic, -COOH) H SO3H
makes TALION penetration
Cl O N COOH ・
into brain difficult

2. P- glycoprotein at BBB
(blood–brain–barrier) 3. TALION have Histamine H1
inhibits TALION penetration receptor occupation (H1RO)
into brain in brain is very low.
Bepotastine

placebo Bepotastine Diphenhydramin MRI-T1


TALION®
High Selectivity to Histamine H1 Receptor

M. Kato et al.: Arzneimittel-Forschung/Drug Research


47 (Ⅱ), 10, 1116, 1997
Histamine H1 Receptor Antagonistic Action

Receptor Binding Inhibitory Action by TALION and its Competitors (IC50)

H1 H1 H1
Bzd -9 H3 Bzd -9 H3 Bzd -9 H3
-8 -8 -8
-7 -7 -7
-6 -6 -6
M α1 M α1 M α1

H1:Histamine H1,
5-HT α2 5-HT α2 5-HT2 α2
2 2 H3:Histamine H3,
D2L β D2L β D2L β α1:Adrenergic α1,
Triludan

TALION Terfenadine Fexofenadine


Triludan

(600nM)
α2:Adrenergic α2,
(52nM)
(101nM) β:Adrenergic β,
H1 H1 H1 D2L:Dopamine D2L,
Bzd -9 H3 Bzd -9 H3 Bzd -9 H3
-8 -8 -8 5-HT2: Serotonin 2,
-7 -7 -7
-6 -6 -6
M:Muscarinic,
M α1 M α1 M α1
Bzd:Benzodiazepine

5-HT2 α2 5-HT2 α2 5-HT α2



D2L β D2L β D2L β
Zaditen Alesion

Ketotifen Cetirizine Zyrtec


Epinastine
(2.2nM) (253nM) (3.6nM)

(M. Kato et al.: Arzneimittel-Forschung/Drug Research 47 (Ⅱ), 10, 1116, 1997)


KESIMPULAN
1. Rinitis Alergi dan Asma sering berkombinasi
2. Dperlukan penatalaksanaan terpadu
3. Pada pend Asma yag sulit terkontrol, evaluasi
adanya Rinitis Alergi, dan sebaliknya.
4. Antihistamin (Bepotastine = THALION, low-
sedative) efektif untuk Rinitis Alergi
5. Bila Rinitis Alergi terkontrol, maka Asma juga
lebih mudah terkontrol.
TERIMA KASIH
Polutan
 Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis
 Mekanisme terjadinya atau eksaserbasi rinitis oleh polutan saat ini
telah dimengerti secara lebih baik
 Polusi dalam ruangan sangat penting mengingat penduduk negara
industri menghabiskan lebih dari 80% waktu mereka di dalam
ruangan. Polutan dalam ruangan termasuk alergen domestik dan
polutan gas, di antaranya asap rokok yang merupakan sumber utama
 Di banyak negara, polusi tipe urban terutama berupa gas buang
kendaraan bermotor dan polutan atmosfir yang utama termasuk ozon,
oksida dari nitrogen dan sulfur dioksida. Zat-zat ini diduga berperan
dalam memburuknya gejala nasal pada penderita rinitis alergi, atau
pada subyek yang tidak alergi
 Emisi buangan dari mesin diesel dapat meningkatkan pembentukan
IgE dan inflamasi alergi.
 Inflamasi persisten minimal" adalah
suatu konsep baru yang penting. Pada
pasien dengan rinitis alergi persisten,
pajanan alergen bervariasi sepanjang tahun
dan ada periode tertentu pajanan menjadi
sedikit. Meskipun bebas gejala, pada
penderita-penderita ini inflamasi hidung
tetap berlangsung perlu th/ pemeliharaan
Diagnosis Asma
 Karena sifat penyakit yang sementara dan sumbatan
jalan napas yang reversibel (spontan atau dengan
pengobatan), maka diagnosis asma yang terjadi
bersamaan dapat menjadi sulit.
 panduan untuk mengenal dan mendiagnosis asma
telah dipublikasikan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) dan merupakan rekomendasi ARIA.
 pemeriksaan fungsi paru (spirometri) dan konfirmasi
reversibilitas sumbatan aliran udara merupakan
Iangkah yang penting dalam diagnosis asma
PENGOBATAN RINITIS ALERGI DAN ASMA YANG
TIMBUL BERSAMAAN
 Pengobatan Asma Sebaiknya Mengikuti Panduan GINA.
 Beberapa jenis obat efektif untuk pengobatan baik rintis
maupun asma (contoh glukokortikoid dan anti-leukotrin),
 Namun obat lainnya hanya efektif untuk pengobatan rinitis saja
atau asma saja.
 Beberapa obat efektif pada rinitis alergi (antihistamin H1),
 Penatalaksanaan rinitis secara optimal dapat
rnemperbaiki asma yang terjadi bersamaan,
 Obat yang diberikan oral dapat mempengaruhi baik gejala
nasal maupun bronkial.,
 Keamanan glukokortikoid intranasal telah terbukti.
 Kini dianjurkan : pencegahan atau pengobatan rinitis alergi
secara dini dapat mencegah timbulnya asma atau beratnya
gejala asma.
Pengobatan bertahap yang
dianjurkan :
 Rinitis intermiten Ringan : Antihistamin H1 oral.
 Rinitis intermiten Sedang-Berat : Beklometason intranasal
(300-400 µg sehari). Jika diperlukan, setelah terapi 1 minggu,
dapat ditambah dengan antihistamin-H1 oral dan / atau
kortikosteroid oral jangka pendek.
 Rinitis persisten Ringan : Terapi dengan antihistamin-H1 oral
atau beklometason intranasal dosis rendah (100-200 µg)
akan bermanfaat.
 Rinitis persisten Sedang-Berat : Beklometason intranasal
(300400 µg sehari). Jika gejalanya berat, tambahkan
antihistamin-H1 oral dan / atau kortikosteroid oral jangka
pendek pada awal terapi.
Antihistamine
Long-term treatment

1940’s 1980’s 1990’s

Short-term Short-term Long-term treatment


- Symptomatic therapy - Symptomatic therapy For symptoms &
- (sedating) - (non-sedating) inflammation
- Antiinflammator
- Safety
profiles
Klasifikasi baru rinitis alergi:
 Menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup
 Berdasarkan atas lamanya, dan dibagi dalam penyakit
"intermiten" atau "persisten"
 Berdasarkan derajat berat penyakit, dan dibagi dalam
"ringan atau "sedang-berat“ tergantung dari gejala
dan kualitas hidup.
FAKTOR RISIKO
 Genetik & riwayat keluarga atopi
 Sensitisasi pd masa kehidupan dini
 Paparan alergen
 Perubahan gaya hidup, pe  sos.ek ( gaya hidup
barat )
 Efek jangka panjang polusi udara : ozon, NO, gas
buang kendaraan
 Faktor infeksi pd masa neonatus ( keseimbangan
Th1 dan Th2, hygiene hypothesis )
RISIKO UNTUK TERJADINYA ALERGI
40-60 %

20-40 %
50% 25-35 %
45%

40%

35% 5-15 %
30%

25%

20%

15%

10%

5%

0%
R. kel (-) 1 saudara 1 OT 2 OT
DIAGNOSIS
 Anamnesis  Gejala rinitis alergi :

 Bersin berulang
 rinore (ingus bening encer)
 hidung tersumbat (menetap/berganti-ganti)
 gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau telinga
 mata gatal, berair atau kemerahan
 hiposmia/anosmia
 sekret belakang hidung/post nasal drip atau batuk kronik
 adakah variasi diurnal
 frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit (intermiten
atau persisten), usia timbulnya gejala,
 pengaruh terhadap kualitas hidup : ggn. aktifitas dan tidur
 Gejala penyakit penyerta : sakit kepala, nyeri wajah,sesak
napas,gejala radang tenggorok, telinga terasa penuh,
mendengkur, penurunan konsentrasi, kelelahan
HISTAMIN

 mersg reseptor H1 pd saraf vidianus bersin


 mersg serabut halus C tak bermielin gatal
 Mersg sel goblet , kelenjar, peningkatan permeabilitas
kapiler hipersekresi ( rinore )
 vasodilatasi hidung tersumbat

Rinore : ACh, PGD2, LTC4, Subs.P, VIP

Hidung tersumbat : histamin, PGD2, LTC4,


LTD4,bradikinin, Ach, Subs.P, calcitonin
gene related
Diagnosis Rinitis Alergi
Anamnesis
Rinore bening, bersin, hidung tersumbat, rasa gatal dihidung dan atau palatum.
Sering disertai gejala konjungtivitis spt sekresi air mata, gatal, dan kemerahan.
Gejala ggn pendengaran kdg dijumpai spt rasa tersumbat.
Sering disertai gejala sinusitis / gangguan tuba Eustachius.

Pem. fisik
Rasa gatal dihidung penderita sering meng-gosok2 hidung (allergic salute),
shg menimbulkan celah horizontal (crease).

Pem. penunjang
1. Uji tusuk kulit (skin prick test)  IgE spesifik pd kulit
2. Eosinofilia pada sediaan darah
3. Pemeriksaan sitologi sekret hidung
4. Pada pem. rinoskopi anterior mukosa hidung
tampak pucat sembab, adanya mukus yang bening.
Allergic fascies Penebalan lateral pharyngeal bands
Geografic & Cobblestonetongue

Você também pode gostar