Você está na página 1de 54

BED SITE TEACHING

MINI CSS

Presentan:
Ayi Abdul Basith

Preseptor:
dr. Hertika Hardja., Sp. PD

BAGIAN ILMU PENYAKITDALAM RUMAH SAKITALIHSAN BANDUNG


FAKULTASKEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAMBANDUNG
2018
Identitas Pasien
Nama : Tn.AK
Jenis Kelamin : Laki-laki
TL/Umur : 57 tahun
Alamat : Baleendah
Agama : Islam
Suku : Sunda
Masuk Rumah Sakit : 25 Juli2018
anggal Pemeriksaan : 29 Juli2018
Anamnesis
KELUHAN UTAMA
Lemas badan
Anamnesis
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Al-Ihsan dengan keluhan
lemas badan sejak 3 minggu SMRS. Lemas badan dirasakan terus menerus, dan
belakangan ini semakin terasa lemas setelah pasien beraktivitas ringan, lemas
dirasakan tidak membaik ketika pasienistirahat.
Keluhan pasien disertai dengan mual tanpa disertai muntah, demam yang
naik turun, pasien mengaku merasa hangat ketika diraba dengan punggung
tangannya. Demam turun setelah pasien konsumsi obat warung penurun panas
beberapa jam setelahnya. Pasien merasa mudah lelah dan pusing sampai tidak bisa
melakukan aktivitas. Pasien merasa perutnya sedikit membesar dan nyeri di perut
kiri atas. Kadang-kadang pasien merasa sesak ketika sedang beraktivitas dengan
jantung merasa berdebar-debar.
Anamnesis
Pasien menyangkal keluhannya disertai dengan urin yang berubah warna
menjadi kuning pekat atau kecoklatan. Tidak mengalami penurunan berat badan
secara drastis. Pasien menyangkal adanya batuk lama dan kontak dengan penderita
Tb atau mengalami pengobatan yang lama. Pasien menyangkal 6 bulan terakhir
berpergian ke luar pulau jawa atau pesisir pantai. Pasien juga menyangkal
mengalami perdarah, lebam/memar di kulit, luka terbuka, muntah atau BAB
berdarah. Menyangkal adanya luka di kaki atau kebiasaan tidak menggunakan alas
kaki. Pasien menyangkal tidak sedang konsumsi obat-obat sebelum keluhannya
muncul pertama kali. Pasien menyangkal adanya nyeri di dada, sendi dan bengkak
di tungkai dan perut. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, penyakit jantung
dan ginjal. Pasien menyangkal keluhannya juga disertai dengan adanya
kelumpuhan pada satu sisi bagian tubuh atau keduanya.
Anamnesis
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien dirawat saat ini merupakan rawat ke-4 kalinya karena keluhan yang
sama, yang pasien rasakan sejak tahun 2017 dan sudah pernah mendapatkan
transfusi darah, Hb selalu berada <7 g/dl dengan Hb terendah 2 g/dl.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit atau gejala yang sama dengan
pasien.

RIWAYAT SOSIAL
Pasien merupakan perokok aktif selama 20 tahun dan telah berhenti ketika
pasien merasa sakit, pasien sering konsumsi makanan rumahan seperti sayuran
dan jarang memakan daging.
Pemeriksaan Fisik
Kesan Sakit : tampak sakitsedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital :
TD : 130/70mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/mnt
Suhu : 37 c
Pemeriksaan Fisik
KEPALA
Tengkorak : normocephali, deformitas (-)
Rambut : putih beruban, mudahrontok
Wajah :simetris, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi (-)
Mata : konjungtiva anemis +/+, SkIera Ikterik +/+, pupil isokor, refleks cahaya +/+
Telinga : deformitas (-), serumen-/-
Hidung : deviasi septum (-), sekret -/-, massa -/-
Mulut : mukosa oral sedikit kering, faring hiperemis (-),Tonsil T1/T1, frenulum
lingula ikterik

LEHER
Trachea : berada di tengah, deviasi(-)
Tiroid : perbesaran(-)
KGB : perbesaran(-)
JVP : 5+1 cmH20
Pemeriksaan Fisik
THORAXANTERIOR
Paru
Inspeksi : gerakan dada simetris, thoracoabdominal, retraksi intercostal(-)
Palpasi : ICStidak melebar, ekspansi dada simetris, tactile fremitus (+)kanan=kiri
Perkusi : sonor kanan=kiri, batas paru hepar ICSV, peranjakan 1 selaiga
Auskultasi : VBS(+) kanan=kiri, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICSV linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan : ICSV linea sternaliskanan
Batas kiri : ICSV linea midclaviculakiri
Batas atas : ICSII lineaparasternal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Fisik
ABDOMEN
Inspeksi : tampak datar, jaringan parut (-), caput medusa(-)
Auskultasi : bising usus (+), 20x/menit
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba perbesaran,
splenomegaly schuffner IV
Perkusi : timpanic dandullnes

THORAX POSTERIOR
Inspeksi : gerakan napas simetris
Palpasi : ICStidak melebar, tactile fremitus (+)kanan=kiri
Perkusi : sonor kanan=kiri, nyeri ketuk CVA(-/-)
Auskultasi : VBS(+) kanan=kiri, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan Fisik
EKSTRIMITAS
Edema -/-
Sianosis –
Petechi -/-
Akral hangat
CRT<2 detik
Spoon nail –
Clubbing finger –
Diagnosis Banding
1. Anemia Gravis ec Hemolitik
2. Anemia Aplastik
3. Hypoglikemi
Usulan Pemeriksaan
• Pemeriksaan Hematologi Rutin: Hb, Ht, Eritrosit, Retikulosit, Leukosit,
Trombosit + Diff count
• Sediaan Apus Darah Tepi
• MCV, MCH, MCHC
• Bilirubin direk dan TotalBilirubin
• Tes coomb
• SGOT,SGPT
• GDS
• Apus bone marrow
Diagnosis
Anemia Gravis ec Hemolitik
Tatalaksana
• Tirah baring
• Transfusi WRCsampai Hb > 8 g/dl
• Kortikosteroid 1 - 1.5 mg/kgBB/hari
Prognosis
• Quo ad vitam : Dubia admalam
• Quo ad functionam : Dubia admalam
• Quo ad sanationam : Dubia admalam
ANEMIA
Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen
carrying capacity).

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit


tersendiri (disease entity), tetapi merupakan
gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying
disease).
Kriteria Anemia

Indonesia memakai kriteria haemoglobin kurang dari 10 g/dl sebagai


awal dari work up anemia.
Prevalensi Anemia
> 30% penduduk dunia atau 1500
juta orang menderita anemia.

Indonesia:
Anak prasekolah : 30-40%
Anak usia sekolah : 25-35%
Perempuan dewasa tidak hamil : 30-40%
Perempuan hamil : 50-70%
Laki-laki dewasa : 20-30%
Pekerja berpenghasilan rendah : 30-40%
EtioPatogenesis

Gangguan Perdarahan Proses penghancuran


Pembentukan eritrosit eritrosit dalam tubuh
oleh sumsum tulang (hemolysis)

Klasifikasi lain untuk anemia dapat


berdasarkan gambaran morfologik
dengan melihat indeks eritrosit atau
hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini
anemia dibagi menjadi tiga golongan: 1).
Anemia hipokromik mikrositer, bila
MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg; 2).
Anemia normokromik normositer, bila
MCV80-95 fl dan MCH 27-34 pg; 3).
Anemia makrositer, bila MCV95 fl.
Manifestasi Klinis
Gejala umum anemia Gejala khas masing2anemia
Sindrom anemia terdiri dari rasa Anemia defisiensi besi: disfagia,
lemah, lesu, cepat lelah, telinga atrofi papil lidah, stomatitis
mendenging (tinnitus), mata angularis, dan kuku sendok
berkunang-kunang, kaki terasa (koilonychia).
dingin, sesak nafas dan dispepsia. Anemia megaloblastik: glositis,
Pada pemeriksaan, pasien tampak gangguan neurologic pada
pucat, yang mudah dilihat pada defisiensi vitamin B12.
konjungtiva, mukosa mulut, telapak Anemia hemolitik: icterus,
tangan dan jaringan di bawahkuku. splenomegaly dan hepatomegaly.
Anemia aplastik: perdarahan dan
tanda-tanda infeksi.
Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari
penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tarnbang: sakit perut, pembengkakan
parotis dan wama kuning pada telapak tangan.
Patofisiologi
Pemeriksaan Penyaring
Pengukuran kadar hemoglobin, indeks
eritrosit dan hapusan darah tepi.

Pemeriksaan Darah Seri


Anemia
Pemeriksaan ini meliputi hitung
Laboratorium leukosit, trombosit, hitung retikulosit
dan laju endap darah.
Pemeriksaan laborato-
rium merupakan penun- Pemeriksaan Sumsum Tulang
jang diagnostic pokok Pemeriksaan ini untuk mengetahui
dalam diagnosis anemia. keadaan hematopoiesis dibutuhkan
Pemeriksaan ini terdiri untuk diagnosis definitive beberapa
dari: Pemeriksaan jenis anemia.
penyaring (screening
test), darah seri anemia, Pemeriksaan Khusus
sumsum tulang dan Anemia defisiensi besi: serum iron,
khusus. TIBC, saturasi transferrin, protoporfirin,
eritrosit, ferritin serum, reseptor
transferrin dan Perl’s stain.
Pemeriksaan Anemia megaloblastic: folat serum,
vitamin B12 serum, tes supresi

DiagnosisAnemia deoksiuridin dan tes schilling.


Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes
comb, elektroforesis hemoglobin.
Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang.
Pendekatan Diagnosis
01 03
Menentukan etiologi
Menentuka
atau penyakit dasar
n adanya anemia
anemia

04
02
Menentukan adaatau
tidaknya penyakit
Menentukan jenis
penyerta yang akan
anemia mempengaruhi hasil
pengobatan
Pendekatan Klinis
Kecepatan timbulnya penyakit (awitan penyakit)
Anemia yang timbul cepat (dalam beberapa hari sampai
minggu) biasanya disebabkan oleh:
1). Perdarahan akut, 2). Anemia hemolitik yang didapat
seperti halnya pada AIHA terjadi penurunan Hb >I g/dl per
minggu. Anemia hemolitik intravaskular juga sering terjadi
dengan cepat, seperti misalnya akibat salah transfusi, atau
episode hemolisis pada anemia akibat defisiensi G6PD, 3).
Anemia yang timbul akibat leukemia akut, 4). Krisis aplastik
pada anemia hemolitik kronik.

Anemia yang timbul pelan-pelan biasanya disebabkan oleh:


1). Anemia defisiensi besi; 2). Anemia defisiensi folat atau
vitamin B12; 3). Anemia akibat penyakit kronik; 4). Anemia
hemolitik kronik yang bersifat kongenital.
Pendekatan Klinis
Derajat Anemia (Ringan atau Berat)
Derajat anemia dapat dipakai sebagai petunjuk ke arah
etiologi.
Jenis anemia berat biasanya disebabkan oleh:
1). Anemia defisiensi besi; 2). Anemia aplastik; 3). Anemia
pada leukemia akut; 4). Anemia hemolitik didapat atau
kongenital seperti misalnya pada thalasemia major; 5).
Anemia pasca perdarahan akut; 6). Anemia pada GGK
stadium terminal.

Jenis anemia yang lebih sering bersifat ringan sampai sedang,


jarang sampai derajat berat ialah:
1). Anemia akibat penyakit kronik; 2). Anemia pada penyakit
sistemik; 3). Thalasemia Trait.
Jika pada ketiga anemia tersebut di atas dijumpai anemia
berat, maka harus dipikirkan diagnosis lain, atau adanya
penyebab lain yang dapat memperberat derajat anemia
tersebut.
Pendekatan Klinis
Sifat Gejala Anemia
Gejala anemia lebih menonjol dibandingkan gejala penyakit
dasar dijumpai pada: anemia defisiensi besi, anemia aplastik,
anemia hemolitik.
Sedangkan pada anemia akibat penyakit kronik dan anemia
sekunder lainnya (anemia akibat penyakit sistemik, penyakit
hati atau ginjal), gejala-gejala penyakit dasar sering lebih
menonjol.
PendekatanDiagnostik
dari HasilLaboratorium
Morphology Red Blood Cells
Appearance of red blood cells in various disorders.
A. Normal blood smear.
B. Microcytic-hypochromic anemia (iron deficiency).
C.Macrocytic anemia (pernicious anemia).
D. Macrocytic anemia in pregnancy.
E.Hereditary elliptocytosis.
F.Myelofibrosis (teardrop).
G.Hemolytic anemia associated with prosthetic heart valve.
H. Microangiopathic anemia.
I.Stomatocytes.
J.Spherocytes (hereditary spherocytosis).
K.Sideroblastic anemia; note the double population of red
blood cells.
L. Sickle cell anemia.
M. Target cells (after splenectomy).
N. Basophil stippling in case of unexplained anemia.
O. Howell-Jolly bodies (after splenectomy).
Anemia Hipokromik Mikrositer
Anemia Normokromik Normositer
Anemia Makrositer
1. Pengobatan hendaknya diberikan
berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan terlebih dahulu;
2. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang
jelas tidak dianjurkan;
3. Pengobatan anemia dapat berupa; a)Terapi untuk keadaan darurat
4. Dalam keadaan di mana diagnosisdefinitive seperti misalnya pada
tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa perdarahan akut akibat anemia
aplastik yang mengancam jiwa
memberikan terapi percobaan (terapi ex
pasien, atau pada anemia
juvantivus).
Pendekatan 5. Transfusi diberikan pada anemia pasca
pasca perdarahan akut yang
disertai gangguan
perdarahan akut dengan tanda-tanda hemodinamik,
Terapi gangguan hemodinamik. b) Terapi suportif,
c)Terapi yang khas untuk
masing-masing anemia,
d). Terapi kausal untuk
mengobati penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut.
Anemia Hemolitik Non Imun
Kadar hemoglobin kurang dari normal akibat kerusakan sel
Anemia eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk
menggantikannya. Dapat terjadi karena: defek molekuler
(hemoglobinopati atau enzimopati), abnormalitas struktur dan
Hemolitik fungsi membrane-membrane, dan factor lingkungan seperti
trauma mekanik.

Anemia Hemolitik Imun/Autoimune Hemolytic


Anemia (AIHA/AHA)
Merupakan suatu kelainan di mana terdapat antibodi terhadap
sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.
Anemia Hemolitik NonImun
Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi:
Hemolisis dapat terjadi di ekstravaskular dan intravaskular. Sebagian besar kondisi hemolitik terjadi di
ekstravaskular, dimana eritrosit disingkirkan oleh makrofag di sistem retikuloendotelial, terutama limpa.
Pada hemolisis intravaskular, sel darah merah akan terdestruksi dalam sirkulasi, sehingga hemoglobin
terlepas kemudian terikat pada haptoglobin plasma, tetapi mengalami saturasi. Hb plasma bebas ini
difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan masuk ke urin, meskipun sebagian kecil direabsorpsi oleh tubulus renal.
Dalam sel tubulus renal, Hb pecah dan terdeposit di sel sebagai hemosiderin. Sebagian Hb plasma yang
bebas dioksidasi menjadi methemoglobin, yang terpecah lagi menjadi globindan Heme-Fe.
Hemopexin plasma mengikat heme-Fe, namun jika kapasitas pengikatannya berlebihan, maka heme-Fe
bersatu dengan albumin membentuk metheamalbumin. Hati berperan penting dalam mengeliminasi Hb
yang terikat dengan haptoglobin dan haemopexin dan sisa Hbbebas.

Patofisiologi
Manifestasi Klinis Pemeriksaan Laboratorium
Lemah, pusing, cepat capek dan sesak. Pasien Retikulositosis merupakan indikator terjadinya
mungkin juga mengeluh kuning dan urinnya hemolisis. Retikulositosis mencerminkan adanya
kecoklatan, meski jarang terjadi. Riwayat hiperplasia eritroid di sumsum tulang tetapi
pemakaian obat-obatan. Pada pemeriksaan fisis biopsi sumsum tulang tidak selalu diperlukan.
ditemukan kulit dan mukosa kuning. Retikulositosis dapat diamati segera, 3-5 hari
Splenomegali didapati pada beberapa anemia setelah penurunan hemoglobin. Diagnosis
hemolitik. Pada anemia berat dapat ditemukan banding retikulositosis adalah perdarahan aktif,
takikardia dan aliran murmur pada katup mielotisis dan perbaikan supresi eritropoeisis.
jantung. Jika tidak ada kerusakan organ lain, peningkatan
Selain hal-hal umum yang dapat ditemukan LD atau LDH dan SGOT bukti adanya percepatan
pada anemia hemolisis di atas, perlu dicari saat destruksi eritrosit. Hemosiderinuria atau
anamnesis dan pemeriksaan fisik hal-hal yang hemoglobinuria dapat ditemukan.
bersifat khusus untuk anemia hemolisis
tertentu. Misalnya, ditemukannya ulkus tungkai
pada anemia sickle cell.
Enzimopati
Pada sel eritrosit terjadi metabolisme glukosa untuk menghasilkan energi (ATP). ATP digunakan
untuk kerja pompa ionik dalam rangka mempertahankan milieu ionic yang cocok bagi eritrosit.
Sebagian kecil energi hasil metabolisme tersebut digunakan juga untuk penyediaan besi
hemoglobin dalam bentuk ferro. Pembentukan ATP ini berlangsung melalui jalur Embden
Meyerhof yang melibatkan sejumlah enzim seperti glukosa fosfat isomerase dan piruvat kinase.
Selain digunakan untuk membentuk energi, sebagian kecil glukosa mengalami metabolisme
dalam eritrosit melalui jalur heksosa monofosfat dengan bantuan enzim glukosa 6 fosfat
dehidrogenase (G6PD) untuk menghasilkan glutation yang penting untuk melindungi
hemoglobin dan membran eritrosit darioksidan.
Defisiensi enzim piruvat kinase, glukosa fofat isomerase dan glukosa 6 fosfat dehidrogenase
dapat mempermudah dan mempercepat hemolisis. Berturut-turut prevalensi tersering kejadian
defisiensi enzim tersebut adalah G6PD,piruvat kinase dan glukosa fosfat isomerase.
Defisiensi G6PD Defek jalur Embden meyerhof
Defisiensi enzim G6PD Defisiensi piruvat kinase, glukosa
fosfat isomerase dan fosfogliserat
kinase.
Faktor presipitasi penggunaan obat Hemolisis pada masa kanak-kanak, icterus
asetanilid, fuzolidon (furokson), dan splenomegaly.
isobutil nitrit, metilen blue, asam
nalidiksat, naftalen, niridazol,
nitrofurantoin, fenazopiridin (piridium),
primakuin, pamakuin, dapson,
sulfasetamid, sulfametoksazol,
sulfapiridin, tiazolsulfon, toluidin blue,
trinitrotoluen, urat oksidase, vitamin K,
Doksorubisin. Asidosis metabolik dan
buncis.

Ht turun, Hb dan bilirubin


unconjugated meningkat,
haptoglbin turun.
Sferositosis Herediter Elipsitosis Herediter
Defek pada protein pembentuk Prinsip kelainan pada elipsitosis
membran eritrosit, akibat herediter adalah kelemahan secara
defisiensi spectrin, ankryn danatau mekanis yang berakibat meningkatnya
protein pita 3 atau protein4. fragilitas osmotik membran eritrosit.
Gangguan sintesis protein spectrin a
dan p, protein 4.1 dan glicophorynC.
Anemia, splenomegaly, icterus Hemolisis yang terjadi dipicu adanya
dapat terjadi saat anak masihkecil. infeksi, hipersplenisme, defisiensi vit B
12 atau adanya KID.

Pada pemeriksaan mikroskopik, Pada pemeriksaan laboratorik


didapatkan sel eritrosit yang kecil didapatkan gambaran eritrosit bentuk
berbentuk bulat dengan bagian elips menyerupai puntung rokok.
sentral yang pucat. Dapat pula dijumpai eritrosit bentuk
Hitung MCV biasanya oval, spherosit, stomasit dan fragrnen.
normal/sedikit menurun. MCHC
meningkat sampai 350-400 g/dl.
Mikroangiopatik
Pada hemolisis mikroangiopatik terjadi kerusakan
membrane sel eritrosit secara mekanik dalam
sirkulasi darah karena adanya fibrin atau
mikrotombi trombosit yang tertimbun di arteriol.
Sel eritrosit terperangkap dalam jala-jala fibrin dan
mengakibatkan terfragmentasinya sel eritrosit.
Hemolisis mikroangiopatik dapat terjadi pada
abnormalitas dinding pembuluh darah, misalnya
pada hipertensi maligna, eklampsia, rejeksi allograft
ginjal, kanker diseminata, hemangioma atau
disseminated intravascular coagulation (DIC), dan
mikroangiopati trombotik: Trombotic
Thrombocytopenia Purpura (TTP) dan Hemolytic
Uremic Syndrome (HUS).
Infeksi Mikroorganisme
Mikroorganisme memiliki mekanisme yang
bermacam-macam saat menginfeksi eritrosit
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Ada
yang secara langsung menyerang eritrosit seperti
pada malaria, babesiosis dan bartonellosis.
Melalui pengeluaran toksin hemolisis oleh
Clostridium perfringens, pembentukan antibodi
atau otoantibodi terhadap eritrosit. Dapat pula
dengan deposit antigen mikroba atau reaksi
kompleks imun pada eritrosit
Anemia Hemolitik Autoimun(AHA/AIHA)

Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi:


Patofisiologi
1. Aktivasi sistem komplemen
Secara keseluruhan aktifasi sistem komplemen akan
menyebabkan hancurnya membrane sel eritrosit dan
terjadilah hemolisis intravaskuler. Yang ditandai dengan
hemoglobinemia dan haemoglobin.
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik
ataupun jalur alternatif. Antibodi-antibodi yang
memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah
IgM, IgG1, IgG2, IgG3.
IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab
antibodi ini berikatandengan antigen polisakarida
pada permukaan sel darah merah pada suhu di bawah
suhu tubuh.
Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi
dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu
tubuh.
Patofisiologi
2. Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisisekstravaskular.
Jika sel darah disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan
dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktifasi komplemen lebih lanjut, maka sel
darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immune
adherence ini sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai sel.
Immunoadherence, terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkanfagositos
Diagnosis
Direct Antiglobulin Test (direct Coomb’stest)
Sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum
atau antibody monoclonal terhadap berbagai immunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama
IgG dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan
terjadi aglutinasi.
Diagnosis
Indirect antiglobulin test (indirect Coomb's test):
Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan
sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan
dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinyaaglutinasi.
Anemia Hemolitik Autoimun TipeHangat Anemia Hemolitik Autoimun TipeDingin
Onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi Sering terjadi aglutinisasi pada suhu dingin. Hemolisi
perlahan-lahan, ikterik, dan demam. Pada beberapa berjalan kronik. Anemia biasanya ringan dengan Hb:9-
kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, 12 g/dl. Sering didapatkan akrosianosis,
disertai nyeri abdomen, dan anemiaberat. dan splenomegaly.
Urin benvama gelap karena terjadi hemoglobinuri.
Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik
splenomegali terjadi pada 50-60%, hepatomegali
terjadipada 30%, dan limfadenopati terjadi pada
25% pasien.
Hb < 7 g/dl. Coomb direk positif Anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes Coombs
positif, anti-I, anti-I, anti -Pr, anti- M, atau anti-P.

Survival 10 tahun berkisar 70%. aktif. Pasien memiliki survival yang baik dan cukup stabil.
Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar15-
25%.
Prognosis pada AIHA sekunder tergantung penyakit
yang mendasari
Anemia Hemolitik Autoimun TipeHangat Anemia Hemolitik Autoimun TipeDingin
Kortikosteroid : 1 - 1.5 mg/kgBB/hari. Dalam 2 Menghindarai udara dingin yang dapat
minggu sebagian besar akan menunjukkan respon memicu hemolisis.
klinis baik. Prednison dan splenektomi tidak banyakmembantu
Splenektomi. Bila terapi steroid tidak adekuat atau Chlorarnbucil2-4 mgthari
tidak bisa dilakukan tapering dosis selama 3 bulan, Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi IgM secara
maka perlu dipertimbangkan splenektomi. teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun secara
Imunosupresi. Azathioprin 50-200 mglhari (80 praktik hal ini sukardilakukan.
mg/m2), siklofosfamid 50- 150 mghari (60 mg/m2).
Terapi lain: Danazol 600-800 mg/hari.
Biasanya danazol dipakai bersama-sama
steroid. Bila terjadi perbaikan, steroid diturunkan
atau dihentikan dan dosis danazol diturunkan
menjadi 200-400 mg/hari. Terapi transfusi: terapi
transfusi bukan merupakan kontraindikasi mutlak.
Padakondisi yang mengancam jiwa
(misal Hb < 3 gldl) transhsi dapat diberikan,
sambal menunggu steroid
dan immunoglobulin untuk berefek.
Anemia Hemolitik Imun DiinduksiObat Anemia Hemolitik Autoimun karenaTransfusi
Gambaran klinis: riwayat pemakaian obat tertentu Eeaksi transfusi akut yang disebabkan karena
positip. Pasien yang timbul ketidaksesuaian ABO eritrosit (sebagai contoh transfusi
hemolisis melalui mekanisme PRC golongan A pada penderita golongan darah 0 yang
hapten atau autoantibodi biasanya memiliki antibody IgM anti -A pada serum) yang akan
bermanifestasi sebagai hemolisi ringan memicu aktifasi komplemen dan terjadi hemolisis
sampai sedang. Bila kompleks ternary intravaskular yang akan menimbulkan DIC dan infark
yang berperan maka hemolisis akan terjadi secara ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan sesak napas,
berat, mendadak dan disertai gagal ginjal. demam,nyeri pinggang, menggigil, mual, muntah, dan
Bila pasien sudah pernah syok.
terpapar obat tersebut, maka hemolisis
sudah dapatterjadi pada
pemaparan dengan dosis tunggal.
Laboratorium: anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes
Coomb positip. Lekopenia, trombositopenia,
hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi
pada hemolisis yang diperantarai kompleks ternary.
Terapi: Dengan menghentikan pemakaian obat yang
menjadi pemicu, hemolisis dapat dikurangi.
Kortikosteroid dan transfusi darah dapat diberikan
Thank you for yourattention!
Any Questions?
-Aybsth-

References:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V(PAPDI);
McCance Phatophysiology the Biologic Basics for Diseases in Adult
and Children 6th Edition;
Role of Complement in Autoimmune Hemolytic Anemia(NCBI)

Você também pode gostar