Você está na página 1de 16

1.

NIHAYATUZZULFAH (G2A016058)

2. SITI MUHARROMAH MARIA (G2A016059)

3. DINDA SETYANINGSIH (G2A016060)

4. DENI PURNASARI (G2A016061)

5. BENNY KAESHA (G2A016062)

6. AZKIYA FALIHAH (G2A016063)

7. NISA ANIS SAPUTRI (G2A016064)


Definisi
Menurut Smeltzer (2013), Pemfigus vulgaris merupakan
penyakit serius pada kulit dan membran mukosa (misalnya,
mulut dan vagina) yang ditandai oleh timbulnya bula (lepuh)
dengan berbagai ukuran (misalnya, 1-10 cm). Pemfigus
merupakan penyakit autoimun yang melibatkan IgG, suatu
imunoglobulin
Etiologi
Menurut Smeltzer (2013), penyebab pemfigus antara lain
1. Faktor Genetik, Human Leukocyte Antigen (HLA)
2. Obat-obatan
meskipun hal ini jarang terjadi. Obat-obatan yang dapat menyebabkan kondisi ini meliputi:
 Obat yang disebut penicillamine, yang menghilangkan bahan-bahan tertentu dari darah
(chelating agent)

 Obat tekanan darah yang disebut ACE inhibitor

3. Disease association pemfigus (penyakit autoimun) terjadi pada pasien dengan penyakit
autoimun yang lain, biasanya myasthenia gravis dan thymoma.

4. Secondary disease. Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma

5. Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.

6. Umur Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun
Patofisiologi
Penyebab pemfigus vulgaris adalah antibodi yang menyerang desmoglein 1 dan
desmoglein 3. Jika yang diserang hanya desmoglein 3, maka lesi mukosa yang
dominan terkena. Desmoglein merupakan protein yang berperan dalam adhesi sel
terutama di epidermis dan membran mukosa. Antibodi tersebut merupakan
subkelas IgG1 dan IgG4, tetapi yang patogenik ialah IgG4, dapat menyebabkan
proses akantolisis (pemisahan sel-sel epidermis satu sama lain karena
kerusakan/abnormalitas substansi intrasel) tanpa adanya sel komplemen atau sel
inflamasi. Pembentukan autoantibodi bersifat T-cell dependent, Th1 dan Th2 yang
autoreaktif terjadi pada pemfigus vulgaris. Terdapat hubungan antara kadar antibodi
dan aktivitas penyakit. Antibodi ini dapat melalui plasenta dan akan menyebabkan
bulla sementara pada neonatus. Antibodi antidesmoglein menyebabkan
pembentukan bulla, terbukti dari penelitian Atmaga, et al, pada tikus yang disuntik
antibodi terhadap desmoglein 1 dan 3, akan muncul bulla yang secara histologi
menyerupai pemfigus vulgaris. Pemfigus vulgaris dapat muncul bersamaan dengan
penyakit autoimun lain seperti miastenia gravis dan SLE.12. (William, Vincencius :
2016)
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis ditandai oleh erosi lapisan mukosa, bulla di kulit dan
mukosa, kulit normal atau eritema, dapat mengenai kulit seluruh tubuh.
Bulla berdinding tipis dan mudah pecah. Awalnya dapat berisi cairan
jernih, jika bertambah berat dapat berisi cairan mukopurulen atau darah.
Pada sekitar 60% kasus lesi pertama kali muncul di mulut, sisanya muncul
pertama kali di kulit kepala, wajah, leher, ketiak atau genital. Lesi tidak
gatal tetapi nyeri. dapat berlanjut hingga ke tenggorokan, menimbulkan
suara serak dan sulit menelan. Pada beberapa kasus dapat terjadi
esofagitis meskipun gangguan kulit terkontrol. Pada umumnya pemfigus
vulgaris mengenai mukosa terlebih dahulu sebelum lesi kulit. Kasus yang
hanya mengenai kulit tanpa mengenai lapisan mukosa jarang terjadi.
(William, Vincencius : 2016)
Komplikasi
Menurut Smeltzer (2013), Komplikasi yang paling sering pada
pemfigus vulgaris adalah rentan terhadap infeksi bakteri sekunder,
karena belum adanya pemberian kortikosteroid dan terapi
imunosupresif. Bakteri kulit relatif mudah mencapai bula karen bula
mengalami perembesan cairan, pecah dan meninggalkan daerah-
daerah terkelupas yang terbuka. Juga mengakibatkan komplikasi
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan
cairan serta protein ketika bula mengalami ruptur.
Hipoalbuminemia lazim dijumpai jika proses penyakitnya
mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa
yang luas.
Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk
mengendalikan penyakit dan menjaga agar kulit bebas
dari bula. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai
kesembuhan terlihat jelas
2. Penatalaksanaan terpenting untuk mencegah komplikasi
adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar
glukosa darah, dan keseimbangan cairan setiap hari.
3. Preparat imunosupresif (azatioprin, siklofosfamitemas)
dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit
dan mengurangi takaran ketergantungan kortikosteroid.
Pengkajian fokus
Menurut Harnowo (2002), pengkajian fokus untuk phemfigus meliputi:

1. Identitas pasien dan keluarga ( penanggung jawab )

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, hubungan pasien dengan penanggung jawab, dll

2. Riwayat pasien sekarang

Pada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di rumah sakit pada suatu saat

sewaktu terjadi eksaserbasi, Gangguan kenyamanan yang konstan dan stress yang dialami pasien

3. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan ( neoplasma ), riwayat penyakit lain, riwayat

hipertensi dan harus diketahui baik yang berhubungan dengan system integumen maupun

penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga.


Lanjutan. . .
4. Pemeriksaan fisik

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane mukosa, kulit kepala

dan kuku Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam

memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan karakteristik yang paling menonjol pada kelainan

dermatologic. Pada pasien pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi yang berbatas

jelas, mengandung cairan, Inspeksi keadaan dan penyebaran bulla atau lepuhan pada

kulit

5. Pengkajian psikologis

pasien yang tingkat kesadarannya normal akan terlihat adanya gangguan emosi,

perubahan tingkah laku emosi yang labil, iritabel, apatis, kebingungan keluarga pasien

karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang

diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat dan lainnya,

kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga.


Lanjutan . . .
6. pengkajian spiritual

Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah


hidup pasien serta ketuhanan yang diyakininya

7. Pemeriksaan diagnostik

a. Nikolsky’s sign

b. Skin lesion biopsy ( Tzank test )

c. Biopsy dengan immunofluorescene


PATHWAYS
Diagnosa keperawatan
1. Risiko Syok (D. 0039) b.d ketidak seimbangan cairan
plasma serum dalam bula yang ruptur dan erosi yang
meluas
2. Gx. Integritas kulit (D.0129) b.d bula yang ruptur dan lesi
pada kulit
3. Risiko Infeksi Sekunder (D.0142) b.d bula yang ruptur
mengakibatkan kulit sebagai barier pelindug pertama
terhadap agen luar tidak berfungsi
Diagnosis
Intervensi Rasional
: Risiko Syok (D. 0039) b.d ketidak seimbangan cairan plasma serum pd bula
yang ruptur dan erosi yang meluas
Ditandai : ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, disfungsi seluler yang terkena
dengan perluasan erosi, kekurangan volume cairan.

Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


NOC NIC

Kriteria Hasil : setelah dilakukan tindakan 1x24  Pantau TTV,  Memberi pedoman untuk
jam menunjukan perbaikan keseimbangan perhatikan pengisian penggantian cairan dan mengaji
cairan dibuktikan oleh : kapiler dan kekuatan respon kardiovaskuler
nadi periver  Secara umum penggantian cairan
- Haluan urin individu normal
 Awasi haluan urin dan harus difiltrasi untuk meyakinkan
- TTV stabil
berat jenis, observasi haluan urin 30-50 ml. Urin bisa
- Membran mjkosa lembab
warna dan hemates tampak hitam jika ada perdarahan
- Erosi kulit berkurang
sesuai indikasi, awasi dan keluarnya mioglobin
- Eritema berkurang
ruptur bula  Tindakan kegawatdaruratan yang
- Bula berkurang
menimbulkan harus dikolaborasikan dengan
komplikasi besar. tenaga medis lain
 Pantau  Pemberian infus untuk
ketidakseimbanagn mengantisipasi gangguan cairan
elektrolit dan elektrolit
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid untuk
menangani resiko
syok
 Jika terjadi lesi basah
kompres dengan
rivanol
 Jika bula besar
aspirasi dengan spuit
 Infus RL 3x500 ml/
hari
Diagnosis : Gx. Integritas kulit (D.0129) b.d bula yang ruptur dan lesi pada kulit
Ditandai : kerusakan kulit epidermis/ dermis atau jaringan membran mukosa,
dengan kemerahan/ eritema, perubahan pigmentasi kulit, kekurangan volume cairan

Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil NIC
NOC

Kriteria Hasil : setelah  Kaji integritas kulit,  Informasi dasar untuk


dilakukan tindakan 3x24 warna, bula, lesi, eritema, perencanaan perawatan
jam menunjukan hasil : dan kondisi kulit sekitar lebih lanjut terhadap
bula integritas kulit
- Regenerasi jaringan
 Jauhkan lesi dari  Untuk mempercepat
- Lesi pada kulit tidak
manipulasi dan kearah penyembuhan
meluas
kontaminasi  Untuk meringankan
- Lesi lama mengalami
 Berikan diet TKP lesi erosi pada kulit
involusi
 Kolaborasi pemberian yang meluas
- Eritema berkurang
obat topikal untuk lesi dan
- Bulla berkurang
bula pada kulit
- Kenyamanan pada kulit
 Untuk lesi bisa dikompres
meningkat
mupirocin/hidrokortison/
lanalcin/vaselin albumin
Diagnosis : Risiko Infeksi Sekunder (D.0142) b.d bula yang ruptur mengakibatkan kulit sebagai
barier pelindug pertama terhadap agen luar tidak berfungsi
Ditandai : resiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik dari
dengan lingkungan, kerusakan integritas kulit, imunosupresi, respon inflamasi

Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


NOC NIC

Kriteria Hasil : setelah  Implementasikan teknik  Untuk mencegah


dilakukan tindakan 1x24 jam isolasi yang tepat sesuai komplikasi infeksi akibat
menunjukan tanda : indikasi rupturnya bula yang
 Tekankan pentingnya teknik meluas
- Tidak ada tanda infeksi
cuci tangan baik pasien  Mencegah kontaminasi
sekunder (kalor, dolor,
maupun lingkungan yang silang
rubor, tumor, infusiolesa)
kontak dengan pasien  Meningkatkan
- Keadaan kulit membaik
 Bersihkan jaringan pecahan penyembuhan
- Turgor kulit baik
lepuh atau bula dengan  Mencegah dan
- Bula berkurang
gunting forcep menghambat terjadinya
- Hasil Nikolsky negatif
 Kolaborasi pemberian infeksi yang berkelanjutan
- Biopsi lesi akantolisis
antibiotik
berkurang
 Kolaborasi pemberian
- Pemeriksaan imunologi ke
prednisolon dosis tinggi 80-
arah normal
120 mg/hr
 Kolaborasi pemberian
imunosupresan
Terimakasih. . .

Você também pode gostar