Você está na página 1de 48

Teknik Perancangan Peraturan

Perundang-undangan

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NAROTAMA

Moh. Saleh, SH, MH.

2016

1
ISTILAH

Jermen

 Peter Noll (1973) dan Jűrgen Rődig (1975): Gesetzgebungslehre

 Burkhardt Krems dan Werner Maihofer (1981):


Gesetzgebungswissenschaft

Belanda

 S.O. van Poelje (1980): Wetgevingsleer atau wetgevingskunde

 W.G. van der Velden (1988): Wetgevingstheorie

Indonesia

 A. Hamid S. Attamimi (1975): Ilmu Pengetahuan Perundang-


undangan
Sifat Ilmu Pengetahuan Perundang-
undangan
 Menurut Krems bahwa Gesetzgebungswissenschaft
adalah ilmu tentang pembentukan peraturan negara
yang bersifat interdisipliner. bahkan multidisipliner
(tulisan miring tambahan penulis).
 Sebagai ilmu interdispliner, Ilmu Pengetahuan
Perundang-undangan berhubungan erat dengan bidang
kajian:
a. Teori Hukum
b. Hukum Tata Negara.
c. Hukum Administrasi Negara
d. Hukum Pidana
e. Hukum Perdata
f. Hukum Internasional
Cabang Ilmu Pengetahuan
Perundang-undangan (Krems)

1. Teori Perundang-undangan (Gesetzgebungstheorie)

Berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan makna


atau pengertian-pengertian dan bersifat kognitif (teoritikal).

2. Ilmu perundang-undangan (Gesetzgebungslehre)

Berorientasi melakukan perbuatan pembentukan peraturan


perundang-undnagan dan bersifat normatif (praktikal)

a. Proses perundang-undangan (Gesetsgebungsverfahren)

b. Metode perundang-undangan (Gesetsgebungsmethode)

c. Teknik perundang-undangan (Gesetsgebungstecknik)


Cabang Ilmu Pengetahuan
Perundang-undangan (Maihofer)

1. Teori Perundang-undangan (Gesetzgebungstheorie)

2. Ilmu perundang-undangan (Gesetzgebungslehre)

a. Teknik perundang-undangan (Technik der Gesetsgebung)

b. Metodik perundang-undangan (Methodik der Gesetsgebung)

c. Taktik perundang-undangan (Taktik der Gesetsgebung)

d. Analitik perundang-undangan (Analitik der Gesetsgebung)


JENIS DAN HIRARKHI REGELS
1. UUD NRI 1945
2. TAP MPR
3. UU/PERPU
4. PP
5. PERPRES
6. PERDA PROVINSI
7. PERDA KABUPATEN/KOTA

Jenis Regels selain di atas, diakui keberadaannya dan mempunyai


kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.

Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU P3


JENIS REGELS DAERAH

a. Perda/nama lain
b. Perkada
c. PB KDH
d. Peraturan DPRD

Pasal 3 Permendagri PPHD


JENIS LEGISLASI

a. Legislasi Utama (supreme legislation)


Legislasi utama ditetapkan oleh lembaga pemegang
kedaulatan dalam negara
b. Legislasi Delegasian (delegeted legislation or
subordinate legislation)
legislasi delegasian merupakan produk hukum dari
lembaga lain di luar lembaga pemegang kedaulatan.
Perda merupakan salah produk hukum dari
delegated legislation.

Sukardi, Pembatalan Peraturan Daerah dan Akibat Hukumnya, Disertasi Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, Surabaya, 2009
Asas-asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan

Menurut Van der Vlies bahwa algemene beginselen


van behoorlijke regelgeving :
a. Asas Formal (Formele Beginselen)

b. Asas Materiil (Materiele Beginselen)

I. C. Van der Vlies, Het Wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving, VUGA
Uitgeverij B.V,’s-Gravenhage, 1984, hal. 192
Asas Formil Dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan

a. asas tujuan yang jelas (het beginsel van duidelijke )


b. asas organ yang tepat (het beginsel van het juiste
orgaan)
c. asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids
beginsel )
d. asas dapat dilaksanakan (het beginsel van
uitvoerbaarheid)
e. asas konsensus (het beginsel van consensus)
Asas Materiil Dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan

a. Asas terminologi dan sistematika yang jelas (asas


terminologi dan sistematika yang jelas)
b. Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid )
c. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het
rechtsgelijkeheidbeginsel)
d. Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidbeginsel)
e. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan
individu (het beginsel van de individuele
rechtsbedeling)
Asas formil Dalam UU No. 12 Th. 2011
(Psl 5 UU No. 12 Th. 2011)

a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. Kejelasan rumusan; dan
g. Keterbukaan.
Asas Materiil Dalam UU No. 12 Th. 2011
(6 (1) UU No. 12 Th. 2011)

a. Pengayoman
b. Kemanusiaan
c. Kebangsaan
d. Kekeluargaan
e. Kenusantaraan
f. bhinneka tunggal ika
g. Keadilan
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
TAHAPAN
PEMBENTUKAN PERDA

Psl 1 angka 1 UU P3 jo. Pasal 1 Psl 1 angka 13 dan Pasal 5 Psl 237 (2)
angka 15 Permendagri PPHD Perda PPD UU Pemda

1. Perencanaan 1. Perencanaan 1. Perencanaan


2. Penyusunan
2. Penyusunan 2. Penyusunan
3. Pembahasan
3. Pembahasan 3. Pembahasan
4. Penyelarasan Akhir
4. Penetapan atau 5. Penetapan 4. Penetapan
Pengesahan 6. Pengundangan 5. Pengundangan
5. Pengundangan 7. Klarifikasi & Evaluasi 6. Penyebarluasan
6. Penyebarluasan 8. Penyebarluasan
PERENCANAAN RAPERDA
(Pasal 239 UU Pemda)

 Perencanaan penyusunan Perda dilakukan dalam


program pembentukan Perda (Properda),
 Disusun oleh DPRD dan kepala daerah untuk jangka
waktu 1 tahun berdasarkan skala prioritas.
 Ditetapkan dengan keputusan DPRD
 Dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Raperda
tentang APBD
DASAR PENYUSUNAN DAFTAR RAPERDA
(Psl 35 UU 12 Tahun 2011)

a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih


tinggi;
b. rencana pembangunan daerah;
c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan; dan
d. aspirasi masyarakat daerah.
MUATAN PROPERDA
(Psl 33 ayat (1) dan ayat (2) UU 12 Tahun 2011)

 Properda memuat program pembentukan Peraturan Daerah


dengan judul Rancangan Peraturan Daerah, materi yang
diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-
undangan lainnya.
 Materi yang diatur serta keterkaitannya dengan Peraturan
Perundang-undangan lainnya merupakan keterangan
mengenai konsepsi Rancangan Peraturan Daerah yang
meliputi:
a. latar belakang dan tujuan penyusunan;
b. sasaran yang ingin diwujudkan;
c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d. jangkauan dan arah pengaturan.
PERENCANAAN RAPERDA
(Psl 239 (5) – (7) UU Pemda)
 Properda dapat dimuat daftar kumulatif terbuka terdiri atas:
a. Akibat putusan Mahkamah Agung;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c. Penataan Kecamatan dan Desa (untuk Kab/Kota).
 Dalam keadaan tertentu, DPRD atau Kepala Daerah dapat
mengajukan Raperda di luar Propeda :
a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau
bencana alam;
b. Menindak lanjuti kerja sama dengan pihak lain;
c. Mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya
urgensi atas Raperda yang dapat disetujui bersama oleh Badan
Pembentukan Perda & Bagian hukum;
d. akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda Provinsi dan oleh
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk Perda
Kabupaten/Kota; dan
e. perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi setelah Propeda ditetapkan
PERENCANAAN RAPERDA
(Psl. 36 & Psl. 37 UU P3 jo. Psl 11, 12 ,13 & 14 Permendagri PPHD)

 Penyusunan Properda antara DPRD dan


Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh DPRD
Provinsi melalui Baperda.
 Penyusunan Properda di lingkungan DPRD
dikoordinasikan oleh Baperda
 Penyusunan Properda di lingkungan Pemerintah
Daerah dikoordinasikan oleh bagian hukum dan
dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait.
 Hasil penyusunan Properda antara DPRD dan
Pemerintah Daerah disepakati menjadi Properda
dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD dan
ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
MEKANISME PERENCANAAN RAPERDA
(Psl. 9 - 14 Permendagri PPHD)

Keputusan DPRD

Paripurna DPRD

Properda

Baperda
Instansi Vertikal

Kepala Daerah Pimpinan DPRD

Sekda Baperda

Bag. Hukum
Anggota, Komisi, Gab.
SKPD Komisi, Baperda
PENYUSUNAN RAPERDA
(Psl 63 & 56 UU P3 jo. Psl 240 UU Pemda jo. Psl 18 & 19 Permendagri PPHD)

 Penyusunan rancangan Perda dilakukan berdasarkan


Properda
 Raperda dapat berasal dari DPRD atau Kepala Daerah
 Raperda disertai dengan penjelasan atau keterangan
dan/atau Naskah Akademik.
 Dalam hal Raperda mengenai :
a. APBD;
b. pencabutan Perda; atau
c. perubahan Perda yang hanya terbatas mengubah
beberapa materi,
disertai dengan keterangan yang memuat pokok
pikiran dan materi muatan yang diatur.
PENYUSUNAN RAPERDA
(Psl. 20 (1) & Pasal 30 (1) Permendari PPHD)

Raperda dari Kepala Daerah dan DPRD yang


disertai naskah akademik telah melalui
pengkajian dan penyelarasan oleh Pengusul,
yang terdiri atas :
a. latar belakang dan tujuan penyusunan;
b. sasaran yang akan diwujudkan;
c. pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang
akan diatur; dan
d. jangkauan dan arah pengaturan.
PENYUSUNAN RAPERDA
(Psl. 57 & 58 UU P3 jo. Psl 21 & 31 Permendagri PPHD)

 Pengharmonisasian, pembulatan, dan


pemantapan konsepsi Raperda yang berasal
dari DPRD dilakukan oleh Baperda.
 Pengharmonisasian, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi Raperda yang berasal
dari Gubernur dikoordinasikan oleh Biro
hukum dan dapat mengikutsertakan instansi
vertikal.
PENYUSUNAN RAPERDA
(Psl. 620 & 61 UU P3 jo. Psl 26, 28 & 33Permendagri PPHD)

 Raperda dapat diajukan oleh anggota, komisi,


gabungan komisi, atau Baperda.
 Raperda yang telah disiapkan oleh DPRD
disampaikan dengan surat pimpinan DPRD
kepada Gubernur.
 Raperda yang dari Gubernur disampaikan
dengan surat pengantar Gubernur kepada
pimpinan DPRD.
PENYUSUNAN RAPERDA
(Psl. 62 UU P3 jo. Psl 34 Permendari PPHD)

Apabila dalam satu masa sidang DPRD dan


Gubernur menyampaikan Raperda mengenai
materi yang sama, yang dibahas adalah raperda
yang disampaikan oleh DPRD dan Raperda yang
disampaikan oleh Gubernur digunakan sebagai
bahan untuk dipersandingkan.

Catatan : Normanya belum jelas, apakah yang


dimaksud sama pada pokoknya,
sebagian atau keseluruhan Raperda.
MAKANISME PENYUSUNAN RAPERDA
(Psl. 17 - 33 Permendagri PPHD)

KDH Paripurna DPRD

SEKDA Pimpinan DPRD

BAG. HUKUM BAPEMDA


Instansi Vertikal

(harmonisasian, (harmonisasian,
pembulatan dan pembulatan dan
pemantapan pemantapan
konsepsi) konsepsi)

SKPD Terkait Anggota DPRD,


komisi, gab. komisi,
(Pengkajian dan
Baperda (Pengkajian &
Penyelarasan) Penyelarasan)

Usulan Eksekutif Usulan DPRD


NASKAH AKADEMIK

Naskah Akademik adalah naskah hasil


penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya dan dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut dalam RUU dan Raperda
sebagai solusi terhadap permasalahan dan
kebutuhan hukum masyarakat.

(Pasal 1 angka 11 UU P3)


SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK
(Lampiran I UU P3)

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang
Identifikasi Masalah
Tujuan dan Kegunaan
Metode
BAB II : KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
BAB III : EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PER-UU-AN
BAB IV : LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
BAB V : JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN
Ketentuan Umum
Materi yang akan diatur
Ketentuan Sanksi
Ketentuan Peralihan
BAB VI : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
KERANGKA RAPERDA
(Lampiran II UU P3)
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
MATERI MUATAN PERDA
(Pasal 14 UU P3)

a. Penyelenggaraan otonomi daerah


b. Penyelenggaraan tugas pembantuan
c. Menampung kondisi khusus daerah; dan/atau
d. Penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundangundangan yang lebih tinggi
KETENTUAN SANKSI DALAM PERDA
(Pasal 15 (2) dan (3) UU P3 jo. 238 UU Pemda)

 Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan


penegakan/pelaksanaan Perda, seluruhnya atau sebagian kepada
pelanggar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 bulan
atau pidana denda paling banyak 50 juta,
 Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda
selain di atas sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-
undangan.
 Perda dapat memuat ancaman sanksi yang bersifat mengembalikan
pada keadaan semula dan sanksi administratif. Adapun sanksi
administratif berupa :
a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara
kegiatan; d. penghentian tetap kegiatan; e. pencabutan sementara
izin; f. pencabutan tetap izin; g. denda administratif; dan/atau h.
sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
PEMBAHASAN RAPERDA
(Psl 77, 75 & 76 UU P3 jo. 241 UU Pemda jo. Psl 35-41 Permendagr PPHD)

 Pembahasan Raperda dilakukan oleh DPRD


bersama Kepala Daerah untuk mendapatkan
persetujuan bersama melalui 2 tingkat
pembicaraan.
 Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat
komisi/panitia/Baperda, Pansus dan rapat
paripurna.
 Raperda dapat ditarik kembali sebelum dibahas
bersama oleh DPRD dan Bupati.
 Raperda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik
kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD
dan Kepala Daerah.
MAKANISME PEMBAHASAN RAPERDA
(Psl. 35 & 36 Permendagri PPHD)

PEMBAHASAN BERSAMA
(Rapat komisi, Gab. Komisi, Baperda atau Pansus dengan Ekskekutif)
PEMBICARAAN TINGKAT I

Tanggapan dan/atau Tanggapan dan/atau


jawaban KDH thd jawaban Fraksi thd
Panmandangan Pendapat KDH
Umum Fraksi
Pendapat KDH
Pemandangan Umum
Fraksi Penjelasan pimpinan
komisi, gabungan
Penjelasan KDH komisi, Baperda,
dalam Paripurna atau Pansus dalam
DPRD Paripurna DPRD

Usulan Eksekutif Usulan DPRD


MAKANISME PEMBAHASAN RAPERDA
(Psl. 35 & 37 Permendagri No. 53 th. 2011)

PENDAPAT AKHIR KEPALA DAERAH


PEMBICARAAN TINGKAT II

PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Tidak Mendapat Mendapat

DALAM RAPAT PARIPURNA


Persetujuan Persetujuan

PERMINTAAN PERSETUJUAN DARI ANGGOTA


DPRD SECARA LISAN OLEH PIMPINAN RAPAT PARIPURNA

LAPORAN PIMPINAN KOMISI, GABUNGAN


KOMISI, BAPERDA ATAU PANSUS YANG BERISI
PENDAPAT FRAKSI DAN HASIL PEMBAHASAN BERSAMA
PENETAPAN RAPERDA
(Pasal 80 UU P3 jo. 242-243 UU Pemda jo. Psl 41, 100, 101, 102, 103
Permendagri PPHD)

 Raperda yang telah disetujui bersama disampaikan oleh pimpinan


DPRD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan
Daerah.
 Penyampaian Raperda dilakukan dalam jangka waktu paling lama
3 hari sejak tanggal persetujuan bersama.
 Bupati/wali kota wajib menyampaikan rancangan Perda kepada
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 3 Hari
terhitung sejak menerima Raperda dari pimpinan DPRD untuk
mendapatkan nomor register Perda
 Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat memberikan nomor
register Raperda paling lama 7 (tujuh) Hari sejak Raperda diterima.
 Raperda yang telah mendapat nomor register ditetapkan oleh
kepala daerah dengan membubuhkan tanda tangan paling lama
30 Hari sejak Raperda disetujui bersama oleh DPRD dan kepala
Daerah.
(Pasal 78 UU P3)
PENETAPAN ATAU PENGESAHAN RAPERDA
(Psl. 79 UU P3 jo. Psl 242 UU Pemda jo. 42 Permendagri PPHD)

 Raperda yang telah mendapat nomor register ditetapkan


oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda tangan
paling lama 30 Hari sejak Raperda disetujui bersama oleh
DPRD dan kepala Daerah
 Raperda yang belum mendapatkan nomor register belum
dapat ditetapkan oleh Kepala Daerah dan belum dapat
diundangkan dalam lembaran daerah.
 Dalam hal kepala Daerah tidak menandatangani Raperda
yang telah mendapat nomor register, Raperda tersebut
sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam
lembaran daerah.
 Dalam hal sahnya Raperda, kalimat pengesahannya
berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah, yang
dibubuhkan pada halaman terakhir sebelum
pengundangan dalam Lembaran Daerah
MEKANISME PENETAPAN RAPERDA

Penetapan oleh Bupati

No. Reg Raperda oleh Kepala


Biro Hukum Provinsi
7 hari

30 hari
Disampaikan kpd Gub. utk dpt
No. Reg.
3 hari

Disampaikan kpd Bupati


3 hari

Persetujuan Bersama
PENGUNDANGAN PERDA
(Pasal 86 UU P3 jo. Psl 244 UU Pemda jo. Psl 69 Permendagri PPHD)

 Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah.


 Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam
Berita Daerah.
 Pengundangan dilaksanakan oleh Sekretaris
Daerah.
 Perda mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali
ditentukan lain di dalam Perda yang
bersangkutan
PENYEBARLUASAN PERDA
(Psl 92 - 95 UU P3 jo. Psl 253- 254 UU Pemda)

 Penyebarluasan dilakukan sejak penyusunan Prolegda, penyusunan


Raperda, pembahasan Raperda, hingga Pengundangan Perda.
 Penyebarluasan Propeda dilakukan bersama oleh DPRD dan
Pemerintah Daerah yang dikoordinasikan oleh Bapemda.
 Penyebarluasan Raperda dari DPRD dilaksanakan oleh alat
kelengkapan DPRD.
 Penyebarluasan Raperda dari Kepala Daerah dilaksanakan oleh
Sekretaris Daerah.
 Penyebarluasan Salinan Perda yang telah diundangkan dilakukan
bersama oleh DPRD dan Pemerintah Daerah
 Penyebarluasan dilakukan untuk dapat memberikan
informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para
pemangku kepentingan.
 Kepala daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan
dalam lembaran daerah
EVALUASI RAPERDA
(Psl 245 UU Pemda jo. Pasal 66 - 70 Permendagri PPHD)

 Raperda yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD,


perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,
pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah harus
mendapat evaluasi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota.
 Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam melakukan
evaluasi Raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah
berkonsultasi dengan Menteri dan selanjutnya Menteri
berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang keuangan, dan untuk evaluasi Raperda
tentang tata ruang daerah berkonsultasi dengan Menteri dan
selanjutnya Menteri berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang tata ruang.
 Hasil evaluasi Raperda jika disetujui diikuti dengan pemberian
nomor register
EVALUASI RAPERDA
(Psl 245 UU Pemda jo. Pasal 66 - 70 Permendagri PPHD)
Berkoordinasi dengan kementerian terkait

Nomor Register Bupati


7 hr

15 hr
Keputusan Gubernur Tindak Lanjut Hasil
evaluasi
Laporan Hasil Evaluasi
kepada Gubernur
Jika tidak ditindaklanjuti
dan tetap menetapkan
Tim Evaluasi Raperda jadi Perda, Gubernur
Oleh Gubernur membatalkan dg
Keputusan Gubernur
Penyampaian Raperda
Penetapan
3 hr

Kepada Gubernur

PERSETUJUAN BERSAMA
KLARIFIKASI HASIL EVALUASI
(Psl 131 (2) Perpres No. 87 Th. 2014 jo. Psl 86-87 Permendagri No. 1 Th. 2014)

Surat Sekjen atas nama Pembatalan


Mendagri Perda

Sesuai dg Hasil Evaluasi Tidak Sesuai

Hasil Klarifikasi

Klarifikasi
oleh Tim Evaluasi

Mendagri melalui Sekjen


7 hr

Pengundangan
Perda Hasil Evaluasi
KLARIFIKASI PERDA
(Psl 131-136 Perpres No. 87 Th. 2014 jo. Psl 88-91 Permendagri No. 1 Th. 2014)

Rekomendasi Jika rekeomendari


tidak
Surat Sekjen atas nama Penyempurnaan atau dilaksanakan,
Mendagri pencabutan maka Perda
dibatalkan paling
lama 60 hr sejak
tanggal
Sesuai bertentangan diterimanya Perda
oleh Gubernur

Hasil Klarifikasi
Perda dilarang
bertentangan
Tim Klarifikasi (Kemendagri dengan
dan Kementerian/lembaga ketentuan
terkait) peraturan
perundang-
undangan yang
Mendagri melalui Sekjen lebih tinggi,
kepentingan
7 hr

umum, dan/atau
Penetapan Perda oleh kesusilaan
Gubernur
PEMBATALAN PERDA
(Psl 249 dan Psl 250 UU Pemda)

 Bupati/wali kota wajib menyampaikan Perda dan peraturan


bupati/wali kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
paling lama 7 (tujuh) Hari setelah ditetapkan.
 Bupati/wali kota yang tidak menyampaikan Perda kepada gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat, dikenai sanksi administratif
berupa teguran tertulis dari gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat
 Perda dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum,
dan/atau kesusilaan, jika demikian, dibatalkan oleh gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat dengan Keputusan Gubernur
 Paling lama 7 (tujuh) Hari setelah keputusan pembatalan, kepala
daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya
DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.
MEKANISME PEMBATALAN PERDA

Penghentian Keberatan oleh KD


Pelaksanaan Perda kepada Menteri
7 hari 14 hari
Pembatalan Perda oleh
bertentangan
Gubernur
Perda dilarang bertentangan
Penyampaian Perda ke dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih
Gubernur tinggi, kepentingan umum, dan/atau
7 hari kesusilaan

Penetapan
30 hari
Persetujuan Bersama
MATERI MUATAN RAPERDA

BAB I KETENTUAN UMUM


BAB II ASAS DAN MATERI MUATAN
BAB III TAHAPAN PEMBENTUKAN
BAB IV PERENCANAAN
BAB V PENYUSUNAN
BAB VI PEMBAHASAN
BAB VII PENETAPAN DAN PENGESAHAN
BAB VIII PENGUNDANGAN
BAB IX KLARIFIKASI DAN EVALUASI
BAB X PENYEBARLUASAN
BAB XI PERATURAN PELAKSANAAN
BAB XII PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB XIII PEMBIAYAAN
BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB XV KETENTUAN PENUTUP

Você também pode gostar