Você está na página 1de 51

AUDIOMETRI

dr. Maria Kwarditawati sp. THT

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
RSUD Dr. SOEBANDI

1
 AUDIOLOGY = AUDIOLOGI
 AUDIOMETRY = AUDIOMETRI
 AUDIOMETER
 AUDIOGRAM
 ACOUMETRI
 ELECTR0 - COCHLEOGRAM
SUBYEKTIF

I. Pure Tone Audiometry


- Liminal
- Supra Liminal

II. Speech Audiometry

KOMPONEN BUNYI
1. Frekwensi
2. Intensitet
3. Waktu
SUPRA LIMINAL
Pure Tone Audiometry

1. Diplacusis - Distorsi Frekwensi

2. Recruitment - Distorsi Intensitas


- SISI Test
- OAE

3. Remanence - Distorsi Waktu


- Tone Decay Test
- BERA / ABR
LIMINAL PURETONE AUDIOMETRY
I. Air Conduction
- Ear Phones
II. Bone Conduction
- Vibrator (Oscilator)
Planum Mastoideum
- Masking ?
- Weber Test ?
- White Noise ?
- Air – Bone – Gap ?
BACAAN AUDIOGRAM SEBAGAI
BERIKUT :
1. Normal
2. Gangguan Pendengaran Konduksi
3. Gangguan Pendengaran Persepsi (Sensori Neural Hearing Loss /
SNHL)
Tuli syaraf
4. Gangguan Pendengaran Campuran
Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kuantitatif menggunakan audiometer.
Hasil pencatatannya disebut audiogram.

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
Bagian audiometer :
• Tombol pengatur intensitas bunyi
• Tombol pengatur frekuensi
• headphone untuk memeriksa AC (hantaran udara)
• bone conductor untuk memeriksa BC (hantaran
tulang)

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
• Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak
berusia lebih dari 4 tahun yang kooperatif.

• Sumber suara menggunakan nada murni (pure


tone) , yaitu bunyi yang hanya terdiri dari
satu frekuensi.

• Pemeriksaan dilakukan dalam ruang kedap


suara

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
Pengukuran pendengaran dilakukan dengan mengamati dua
komponen:
• frekuensi --> diukur dengan siklus gelombang perdetik [Hz]
• intensitas bunyi --> dalam desibel [dB].

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
Pemeriksaan audiometri dapat menentukan :
• Jenis Tuli
tuli konduktif
tuli sensorineural
tuli campur
• Derajat Ketulian
• Gap

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
Jenis Tuli

Tuli konduktif telinga kanan : Telinga kiri normal :


BC (garis terputus-putus )normal atau < 25 AC dan BC kurang dari 25 dB
dB
AC (garis lurus penuh) turun > 25 dB
Derajat Ketulian

Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi
tulang (BC).
Dalam menentukan derajat ketulian , yang dihitung hanya ambang dengan hantaran
udaranya (AC) saja.

0 s.d. 25 dB : Normal

>25 s.d. 40 dB : Tuli ringan

>40 s.d. 55 dB : Tuli sedang

>55 s.d. 70 dB : Tuli sedang berat

>70 s.d. 90 dB : Tuli berat

>90 dB : Tuli Sangat berat

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
Ketulian dapat diukur derajatnya melalui perhitungan dengan
indeks Fletcher, yaitu dengan mencari Ambang Dengar (AD)

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
menurut kepustakaan terbaru, perhitungan dengan ambang dengar
4000 Hz perlu diperhitungkan karena berperan penting dalam pendengaran.

Apabila ambang dengar dalam 4000 Hz juga dihitung, berarti penyebut


rumus indeks Fletcher adalah 4

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
Gap

Ada gap apabila antara AC (garis lurus) dan BC (garis terputus-putus)


terdapat perbedaan lebih dari atau sama dengan 10 dB minimal pada frekuensi
yang berdekatan
12
13
14
GANGGUAN PENDENGARAN KONDUKSI

15
GANGGUAN PENDENGARAN PERSEPSI

16
GANGGUAN PENDENGARAN CAMPURAN

17
18
19
20
21
22
TES PENDENGARAN PADA ANAK
Termasuk Bayi dan Anak

Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan


anak :
1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)
2. Timpanometri
3. Audiometri bermain (play audiometry)
4. Oto Acoustic Emission (OAE)
5. Brainsteam Evoked Response Audiometry (BERA)

Suwento R dkk, 2010


1. Behavioral Observation Audiometry

A. Behavioral Reflex Audiometry


B. Behavioral Response Audiometry
C. Visual Reinforcement Audiometry (VRA)
D. Play Audiometry (usia 2-5 tahun)
A. Behavioral Reflex Audiometry

Respons behavioral yang dapat diamati antara lain : mengejapkan


mata (auropalpebral reflex),
melebarkan mata (eye widening),
mengerutkan wajah (grimacing),
berhenti menyusu (cessation reflex),
denyut jantung meningkat, refleks Moro (paling konsisten).

Refleks auropalpebral dan Moro rentan terhadap efek habituasi.

Stimulus dengan intensitas sekitar 65-80 dBHL diberikan melalui


loudspeaker, jadi merupakan metode sound field atau Free field
test. Stimulus juga dapat diberikan melalui noisemaker.
B. Behavioral Response Audiometry Visual Reinforcement Audiom

Pada bayi normal sekitar usia 5-6 bulan, stimulus akustik akan
menghasilkan pola respons khas berupa menoleh atau
menggerakkan kepala ke arah sumber bunyi di luar lapangan
pandang. Pada bayi normal kemampuan melokalisir sumber bunyi
dari segala arah akan tercapai pada usia 13-16 bulan.
C. Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana kontrol
neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah
berkembang. Pada masa ini respons unconditioned beralih
menjadi respons conditioned. Pemeriksaan pendengaran
berdasarkan respons conditioned yang diperkuat dengan stimulus
visual dikenal sebagai VRA.
D. Play Audiometry (usia 2-5 tahun)

Pemeriksaan Play Audiometry (Conditioned play audiometry)


meliputi teknik melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi
disertai pengamatan respons motorik spesifik dalam suatu
aktifitas permainan. Misalnya sebelum pemeriksaan anak dilatih
(conditioned) untuk memasukkan benda tertentu ke dalam kotak
segera setelah mendengar bunyi. Diperlukan 2 orang pemeriksa,
yang pertama bertugas memberikan stimulus melalui audiometer
dan pemeriksa kedua melatih anak dan mengamati respons.
2. Timpanometri
Terdapat 5 jenis timpanogram yaitu :
1. Tipe A (normal)
2. Tipe AD (diskontinuitas tulang tulang
pendengaran)
3. Tipe AS (kekakuan rangkaian tulang
pendengaran)
4. Tipe B (cairan di dalam telinga tengah)
5. Tipe C (gangguan fungsi tuba Eustachius)
31
32
33
3. Audiometri Nada Murni

Dapat dilakukan pada anak berusia 4 tahun yang


koperatif. Sebagai sumber suara digunakan nada murni
(pure tone) yaitu bunyi yang hanya terdiri dari 1
frekuensi. Pemeriksaan dilakukan pada ruang kedap
suara, dengan menilai hantaran suara melalui udara
(air conduction) melalui headphone pada frekuensi
125, 250, 5000, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz
4. Otoacoustic Emission (OAE)

Terdapat 2 jenis OAE yaitu Spontaneous OAE (SPOAE)


dan Evoked OAE.
SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk
memproduksi OAE tanpa harus diberikan stimulus,
namun tidak semua orang dengan pendengaran normal
mempunyai SPOAE.
EOAE hanya akan timbul bila diberikan stimulus akustik
yang dibedakan menjadi (1) Transient Evoked OAE
(TEOAE) dan (2) Distortion Product OAE (DPOAE)
5. Brainstem Evoked Response
Audiometry (BERA)
Istilah lain: Auditory Brainstem Response (ABR).
BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik
yang dihasilkan n.VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam
batang otak) sebagai respons terhadap stimulus auditorik.
Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau toneburst
yang diberikan melalui headphone, insert probe, bone vibrator.
Lanjutan

Untuk memperoleh stimulus yang paling efisien


sebaiknya digunakan insert probe. Stimulus click
merupakan impuls listrik dengan onset cepat dan
durasi yang sangat singkat (0,1 ms), menghasilkan
respons pada average frequency antara 2000-4000
Hz. Tone burst juga merupakan stimulus dengan
durasi singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik.
Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Pada Bayi

Untuk bayi 0-28 hari :


1. Riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak
lahir
2. Infeksi masa hamil : Toksoplasma, Rubela,
Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis (TORCHS)
3. Kelainan kraniofasial termasuk kelainan pada pinna &
liang telinga
4. Berat badan lahir < 1500 gr = 3.3. lbs)
5. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar
(exchange tranfusion)
6. Obat ototoksik
Lanjutan

7. Meningitis bakterialis
8. Nilai Apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit
kelima
9. Ventilasi mekanik 5 hari atau lebih di NICU
(Neonatal ICU)
10. Sindroma yang berhubungan riwayat keluarga dengan
tuli sensorineural sejak lahir
Untuk bayi 29 hari – 2 tahun

1. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran,


keterlambatan bicara, berbahasa dan atau keterlambatan
perkembangan
2. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang menetap sejak
masa anak anak
3. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu
yang diketahui mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural,
konduktif atau gangguan fungsi tuba Eustachius
4. Infeksi post-natal yang menyebabkan gangguan pendengaran
sensorineural termasuk miningitis bakterialis
5. Infeksi intrauterin seperti toksoplasma, rubella, virus cytomegalo,
herpes, sifilis
Lanjutan

6. Adanya faktor risiko tertentu pada masa neonatus,


terutama hiperbilirubinemia yang memerlukan
transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang
membutuhkan ventilator serta kondisi lainnya yang
memerlukan extracorporeal membrane oxygenation
(EMCO)
7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan
gangguan pendengaran yang progresif seperti Usher
Syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis
Lanjutan

8. Adanya kelainan neurodegeneratif seperti Hunter


syndrome, dan kelainan neuropati sensomotorik
misalnya Friederich’s ataxia, Charrot-Marie Tooth
syndrome
9. Trauma kapitis
10. Otitis media yang berulang atau menetap disertai
efusi telinga tengah minimal 3 bulan
Newborn Hearing Screening (NHS)

Dikenal 2 macam program NHS yaitu :


1. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS)
2. Targeted Newborn Hearing Screening
1. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS)

UNHS bertujuan melakukan deteksi dini gangguan


pendengaran pada semua bayi baru lahir. Upaya
skrining pendengaran ini sudah dimulai pada saat usia
2 hari atau sebelum meninggalkan rumah sakit. Untuk
bayi yang lahir pada fasilitas kesehatan yang tidak
memiliki program UNHS paling lambat pada usia 1
bulan sudah melakukan skrining pendengaran.
2. Targeted Newborn Hearing Screening

Di negara berkembang program UNHS masih sulit


dilakukan karena memerlukan biaya dan SDM yang
cukup besar dan harus didukung oleh suatu peraturan
dari pemerintah setempat. Atas pertimbangan
tersebut kita dapat melakukan program skrining
pendengaran yang lebih selektif dan terbatas pada
bayi yang memiliki faktor risiko terhadap gangguan
pendengaran. Program ini dikenal sebagai Newborn
Hearing Screening.
TERIMAKASIH

Você também pode gostar