Você está na página 1de 62

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ANAK DENGAN AUTISME


walin
Defenisi
• Autis berasal dari kata autos yang berarti diri
sendiri dan isme berarti aliran. Jadi autisme
adalah suatu paham yang tertarik hanya pada
dunianya sendiri (Purwati, 2007).
• Autis adalah gangguan perkembangan
pervasif pada bayi atau anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan
dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial.
• Gangguan autis adalah salah satu
perkembangan pervasif berawal sebelum usia
2,5 tahun (Devision, 2006).
Etiologi
faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut
Kurniasih (2002):
1. Faktor Genetik
•kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile –
x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).
2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
•kelainan pada otak anak, Kongenital ,Rubella, Herpes
Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.
3. Faktor Kelahiran dan Persalinan
• Seperti adanya pendarahan, terhisapnya cairan ketuban
yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin,
Lumbantobing (2000), penyebab autisme
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
1. Faktor keluarga dan psikologi
•Respon anak-anak terhadap stressor dari
keluarga dan lingkungan.
2. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi
(saraf)
•Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf
yang menyebabkan gangguan fungsi-fungsinya,
sehingga menimbulkan keadaan autisme
3. Faktor genetik
•Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 -
4% dari saudara kandung juga menderita
penyakit yang sama.
4. Faktor kekebalan tubuh
Power (1989) karakteristik anak
autisme  ada 6 gangguan dlm
bidang:

• interaksi sosial,
• komunikasi (bahasa dan bicara),
• perilaku-emosI
• pola bermain
• gangguan sensoris dan
• perkembangan terlambat /tidak normal.
Diagnosa Autisme

Interaksi Sosial (minimal 2)


• Tidak mampu menjalin interaksi sosial non
verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi
tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
• Kesulitan bermain dg teman sebaya
• Tidak ada empati, perilaku berbagi
kesenangan/minat
• Kurang mampu mengadakan hub sosial &
emosional 2 arah
Komunikasi Sosial (minimal 1)

• Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha


berkomunikasi non verbal
• Bisa bicara tapi tidak u/ komunikasi/inisiasi,
egosentris
• Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
• Cara bermain kurang variatif/imajinatif,
kurang imitasi social
Imaginasi, berpikir flesibel dan bermain
imaginatif (minimal 1):
• Mempertahankan 1 minat > dg cara sangat
khas & berlebihan, baik intensitas dan
fokusnya
• Terpaku pd suatu kegt ritualistik/rutinitas yg
tdk berguna
• Ada gerakan-gerakan aneh yg khas &
berulang. Seringkali sangat terpukau pd bag
tertentu suatu benda
The National Institute of Child Health and
Human Development (NICHD) di AS  5 jenis
perilaku yg harus diwaspadai dan evaluasi lebih
lanjut
Anak tidak:
 bergumam hingga usia 12 bl
 memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk,
dada, menggenggam) hingga usia 12 bl
 mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bl
 mampu m’gunakan 2 kalimat scr spontan usia 24 bl
 Anak kehilangan kemampuan berbahasa & interaksi
sosial pd usia ttu
U/ melakukan komunikasi dibutuhkan alat. Alat
utama dlm komunikasi a/ bahasa (Jordan dan
Powell, 2002:51). Berarti komunikasi melibatkan
bahasa verbal/non verbal,lisan, tulisan,
bahasa isyarat, bahasa tubuh, & ekspresi wajah.
Manisfestasi Klinik
1. Di bidang komunikasi :
a. Perkembangan bahasa anak autis lambat
atau sama sekali tidak ada. Anak nampak
seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah
berbicara lalu kemudian hilang kemampuan
bicara.
b. Terkadang kata – kata yang digunakan tidak
sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang,
dengan bahasa yang tidak dimengerti orang
lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi.
Senang meniru atau membeo (Echolalia).
e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata –
kata atau nyanyian yang didengar tanpa
mengerti artinya.
f. Sebagian dari anak autis tidak berbicara
(bukan kata – kata) atau sedikit berbicara
(kurang verbal) sampai usia dewasa.
g. Senang menarik – narik tangan orang lain
untuk melakukan apa yang dia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2. Di bidang interaksi sosial :
a. Anak autis lebih suka menyendiri
b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan
orang lain atau menghindari tatapan muka
c. Tidak tertarik untuk bermain bersama
dengan teman, baik yang sebaya maupun
yang lebih tua dari umurnya.
d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau
dan menjauh.
3. Di bidang sensoris :
a. Anak autis tidak peka terhadap sentuhan,
seperti tidak suka dipeluk.
b. Anak autis bila mendengar suara keras
langsung menutup telinga.
c. Anak autis senang mencium –cium,
menjilat mainan atau benda – benda yang
ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa
sakit dan rasa takut.
4. Di bidang pola bermain :
a. Anak autis tidak bermain seperti anak –
anak pada umumnya.
b. Anak autis tida suka bermain dengan anak
atau teman sebayanya.
c. Tidak memiliki kreativitas dan tidak
memiliki imajinasi.
d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya
sepeda dibalik lalu rodanya diputar – putar.
e. Senang terhadap benda – benda yang
berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan
sejenisnya.
f. Sangat lekat dengan benda – benda tertentu
yang dipegang terus dan dibawa kemana –
mana.
5. Di bidang perilaku :
a. Anak autis dapat berperilaku berlebihan
atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau
merangsang diri sendiri seperti bergoyang
–goyang, mengepakkan tangan seperti
burung.
c. Berputar –putar mendekatkan mata ke
pesawat televisi, lari atau berjalan dengan
bolak – balik, dan melakukan gerakan yang
diulang – ulang.
d. Tidak suka terhadap perubahan.
e. Duduk bengong dengan tatapan kosong.
6. Di bidang emosi :
a. Anak autis sering marah – marah tanpa
alasan yang jelas, tertawa – tawa
b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang
atau tidak diberikan keinginannya.
c. Kadang agresif dan merusak.
d. Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri.
e. Tidak memiliki empati dan tidak mengerti
perasaan orang lain yang ada disekitarnya
atau didekatnya.
Klasifikasi
1. Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)
• Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan
dibandingkan dengan anak non autistik, dan
biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6
bulan.
2. Autisme Regresif
• Ditandai dengan regresif (kemudian kembali)
perkembangan kemampuan yang sebelumnya
jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat
menunjukkan perkembangan kmd berhenti.
• Kontak mata yang tadinya sudah bagus,
lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai
mengucapkan beberapa patah kata, hilang
kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).
Purwati, 2007) mengelompokkan autisme menjadi :
a. Autisme Persepsi
• Autisme internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir
b. Autisme Reaksi
• Mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar (6 – 7 tahun)
sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga
terjadi sejak usia minggu – minggu pertama.
• Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan
tertentu berulang – ulang dan kadang – kadang disertai kejang
– kejang.
Penatalaksanaan
1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
• memberi pelatihan khusus pada anak dengan
memberikan positive reinforcement
(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bisa diukur
kemajuannya . Saat ini terapi inilah yang
paling banyak dipakai di Indonesia.
2) Terapi Wicara
• Hampir semua anak dengan autisme mempunyai
kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal
inilah yang paling menonjol,
• Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang ,
namun mereka tidak mampu untuk memakai
bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan
orang lain.
• Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan
sangat menolong.
3) Terapi Okupasi
• Hampir semua anak autistik mempunyai
keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka
kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara
yang benar, kesulitan untuk memegang
sendok dan menyuap makanan kemulutnya,
dan lain sebagainya
• Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting
untuk melatih mempergunakan otot2
halusnya dengan benar.
4) Terapi Fisik
• Banyak individu autistik mempunyai
gangguan perkembangan dalam motorik
kasarnya.
• Kadang2 tonus ototnya lembek sehingga
jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya
kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi
sensoris akan sangat banyak menolong untuk
menguatkan otot2nya dan memperbaiki
keseimbangan tubuhnya.
5) Terapi Sosial
• Kekurangan yang paling mendasar bagi
individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi .
• Banyak anak-anak ini membutuhkan
pertolongan dalam ketrampilan
berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan
main bersama ditempat bermain.
6) Terapi Bermain
• Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak
autistik membutuhkan pertolongan dalam
belajar bermain.
• Bermain dengan teman sebaya berguna untuk
belajar bicara, komunikasi dan interaksi social.
Seorang terapis bermain bisa membantu anak
dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7) Terapi Perilaku.
• Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-
temannya seringkali tidak memahami mereka,
mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila
mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku
mencari solusinya dengan merekomendasikan
perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya,
8) Terapi Perkembangan
• RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan.
Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya
dan tingkat perkembangannya, kemudian
ditingkatkan kemampuan sosial, emosional
dan Intelektualnya. Terapi perkembangan
berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA
Analisa tingkah laku (Applied Behavioral
Analysis (ABA)) yang lebih mengajarkan
ketrampilan yang lebih spesifik.
9) Terapi Visual
• Individu autistik lebih mudah belajar dengan
melihat (visual learners/visual thinkers). Hal
inilah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan metode belajar komunikasi
melalui gambar-gambar, Dan PECS ( Picture
Exchange Communication System). Beberapa
video games bisa juga dipakai untuk
mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedis
Terapi biomedis termasuk juga penggunaan
obat-obatan untuk penanganan autisme,
menentukan diet khusus, supplement
Diet Untuk Penderita Autism
• Autisme merupakan kelainan otak yang kompleks
yang belum diketahui obatnya. Oleh sebab itu,
Keluarga penderita autisme banyak yang tertarik
untuk melakukan metode alternative lain, seperti
pengaturan makanan ataupun nutrisi makanan yang
dapat membantu menangani gejala autisme.
Menghilangkan gluten (protein yang terdapat pada
tepung terigu, gandum atau oats) dan casein (protein
yang terdapat pada produk susu dan olahannya) yang
biasa disebut dengan diet GFCF (Gluten Free, Casein
Free) merupakan salah satu diet yang popular untuk
mengatasi gejala autisme.
• Berdasarkan hipotesa bahwa protein tersebut
diserap secara berbeda pada anak yang
menderita autisme dan bereaksi menyerupai
reaksi opiat di otak
• banyak keluarga yang melaporkan bahwa
program diet penghilangan gluten dan casein
tersebut dapat membantu beberapa hal seperti
BAB, tidur, aktifitas dan tingkah laku anak
menjadi lebih teratur serta meningkatkan
kemajuan individu dari anak.
• dengan menghilangkan konsumsi susu akan
berakibat berkurangnya asupan kalsium bagi
tubuh sehingga harus diberikan sumber
alternative lain karena kalsium sangat penting
bagi pertumbuhan tulang anak.
• Disarankan juga untuk para orangtua agar
berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi
terlebih dahulu apabila ingin menjalankan diet
atau pembatasan makanan pada anak.
Peningkatan Keterampilan
Komunikasi Bagi Anak Autis
1. Media PECS(Picture Exchange
Communication System)
suatu pendekatan unt melatih komunikasi
dengan menggunakan simbol-simbol
verbal
 keterampilan bicaranya lebih cepat
 Lebih efektif mendorong anak lebih verbal
jika dilatihkan pd anak kurang 6 th
Wallin (2007) keunggulan PECS
• anak tlh diberikan jalan yg lancar & mudah u/
menemukan kebutuhannya.
• anak didorong unt scr mandiri m’peroleh
“jembatan” komunikasinya & tjd scr alamiah
• Komunikasi mjd sesuatu penuh makna &
tinggi motivasi bagi anak autis.
• membatasi anak untuk berkomunikasi dengan
siapapun
• Material yg digunakan cukup murah,
mudah disiapkan, dan bisa dipakai kapan
& dimana saja. dibuat dg digbr sendiri/dg
foto.
2. Menyiapkan Material (bahan) yg
Digunakan
• Simbol /gambar diperoleh dg cara
menggambar sendiri, dari majalah/koran,
foto, /gbr dari komputer (clip art /
internet)
Tatalaksana autis dibagi menjadi 2
bagian
1. Edukasi kepada keluarga
• Keluarga memerankan peran yang penting
dalam membantu perkembangan anak, karena
orang tua adalah orang terdekat mereka yang
dapat membantu untuk belajar
berkomunikasi, berperilaku terhadap
lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga
adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke
dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah
hal yang mudah.
2. Penggunaan obat-obatan
• Penggunaan obat-obatan pada penderita
autisme harus dibawah pengawasan dokter.
 Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin,
naltrexone (antiopiat), clompramin
(mengurangi kejang dan perilaku agresif)
Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
• Gangguan persalinan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya autism adalah
: pemotongan tali pusat terlalu cepat,
• Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah
< 6 ), komplikasi selama persalinan,
• lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat
lahir dan berat badan lahir rendah ( < 2500
gram)
Riwayat Kesehatan Sekarang
• Anak dengan autis biasanya sulit bergabung
dengan anak-anak yang lain,
• Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya,
• Menghindari kontak mata atau hanya sedikit
melakukan kontak mata,
• Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri,
• Lebih senang menyendiri,
• Menarik diri dari pergaulan, tidak
membentuk hubungan pribadi yang terbuka,
• Jarang memainkan permainan khayalan,
memutar benda,
• Terpaku pada benda tertentu,
• Sangat tergantung kepada benda yang sudah
dikenalnya dengan baik,.
Riwayat Kesehatan Keluarga
• Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga
ada yang menderita autisme.

c. Psikososial
• Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
• Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
• Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan
objek
• Perilaku menstimulasi diri
• Pola tidur tidak teratur
• Permainan stereotip
• Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan
orang lain
• Tantrum yang sering
• Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan
pada suatu pembicaraan
• Kemampuan bertutur kata menurun
• Menolak mengonsumsi makanan yang tidak
halus
d. Neurologis
• Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
• Refleks mengisap buruk
• Tidak mampu menangis ketika lapar

e. Gastrointestinal
• Penurunan nafsu makan
• Penurunan berat badan
Diagnosa Keperawatana
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk percaya pada oranglain.
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan
dengan ransangan sensori tidak adekuat,
c. gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan.
d. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan
kurang pengawasan.
e. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan
perkembang anak.
Diag I: Intervensi
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan
pengasuhnya
Intervensi
• Batasi jumlah pengasuh pada anak.
• Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada
anak.
• Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
• Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
• Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan
orang lain.
• Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan
sosialisasi.
Diag 2 :
• Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan
perasaan kepada orang lain.
Intervensi :
• Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami
komunikasi anak.
• Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai
media.
• Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas
secara konsisten.
• Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak
menguasai.
• Kurangi kecemasan anak saat belajar
komunikasi.
• Validasi tingkat pemahaman anak tentang
pelajaran yang telah diberikan.
• Pertahankan kontak mata dalam
menyampaikan ungkapan non verbal.
• Berikan reward pada keberhasilan anak.
• Bicara secara jelas dan dengan kalimat
sederhana.
• Hindari kebisingan saat berkomunikasi.
Diag 3.
• Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya.
Intervensi :
• Bina hubungan saling percaya.
• Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari
peningkatan kecemasan.
• Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.
• Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk
menurunkan tingkat kecemasan.
• Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
• Siapkan alat pelindung/proteksi.
• Pertahankan lingkungan yang aman.
Diag 4.
Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
• Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
• Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi
yang berkwalitas baik sertamelakukan secara konsisten.
• Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima
kondisi anaknya yang spesial.
• Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua
dengan anak autis, sepertikegiatan Autis Awareness Festifal.
• Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
• Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya
menjalankan terapi secara konsistendan kontinue.

Você também pode gostar