Você está na página 1de 101

DANA ALOKASI UMUM DAN

DANA ALOKASI KHUSUS

Amir Lukum, MSA


JENIS BELANJA NEGARA DALAM APBN

Belanja Pegawai

Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Pembayaran Bunga Utang
A
P
Pemerintah Subsidi B
Pusat N
Belanja Hibah

A Bantuan Sosial
P Belanja Lainnya
B
N
Dana Perimbangan A
Belanja P
Untuk Daerah Dana Otonomi Khusus
B
Dana Penyesuaian D
Kebijakan Fiskal Nasional
otoritas
Implementasi
Pemerintah Pemerintah
Otoritas
Sumber Daerah
Pendanaan

APBD
Dana Bagi Hasil
Pendapatan Asli (Revenue Sharing)
Desentralisasi Daerah (PAD)
Dekonsentrasi DAU / General
Dana Allocation Fund
Perimbangan (DBH)
Tugas
Pembantuan Pendapatan DAK / Specific
Allocation Fund
dari Pemerintah Lainnya (DBH)
Pusat ke Pengeluaran
Pemerintah Penggunaan SILPA
Daerah Surplus/Defisit
Pembiayaan Dana Cadangan
Daerah

APBN Dari penjualan aset2


daerah
APBN Pinjaman Daerah
Sentralisasi vs Desentralisasi
Masalah

Aspek Perencanaan: Dominannya pemerintah pusat

Aspek Pelaksanaan: harus tunduk pada juklak/


Juknis dari pemerintah pusat
Aspek Pengawasan: banyaknya institusi
Pengawasan  sering tumpang tindih

mengatur
OTONOMI DAERAH UU 23/2014 UU 32/2004
DAN DESENTRALISASI revisi
FISKAL UU 33/2004 UU 25/1999

diikuti Penataan
Pengalihan Dan Perimbangan
Kewenangan Keuangan Daerah
Pengertian dan Konsep Desentralisasi
Desentralisasi: alat mencapai tujuan bernegara dalam rangka memberikan
pelayanan umum yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan
keputusan yang lebih demokratis

Desentralisasi: penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada


daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem NKRI
POLITIK

ADMINISTRATIF
ASPEK KEBIJAKAN DESENTRALISASI
FISKAL

EKONOMI

MONEY FOLLOWS FUNCTION


Tujuan Kebijakan Desentralisasi

Hilangnya kesenjangan antara VERTIKAL


Pemerintah Pusat dan Daerah

HORIZONTAL

Terciptanya demokratisasi

Meningkatkan pelayanan publik


kepada masyarakat

Terciptanya efek penyebaran/


perembesan antar daerah
(interjurisdictional spillover effect)
ALUR APBN KE DAERAH (MONEY FOLLOWS FUNCTION)

PUSAT DAERAH
Belanja Pusat
di Pusat
Belanja 6 Urusan Mutlak
Pemerintah
Pusat Belanja Pusat Kanwil di Daerah
di Daerah
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang Di luar 6 Urusan
3. Belanja Modal
A 4. Pembayaran Bunga Utang Dikerjakan sendiri Dana Sektoral
Melalui UPT di Daerah
P 5. Subsidi
Belanja Hibah Dilimpahkan ke Dana
B 6.
Gubernur Dekonsentrasi
7. Bantuan Sosial
N 8. Belanja Lain-lain Ditugaskan ke
Gub/Bupati/ Dana Tugas
Walikota Pembantuan

Belanja
Untuk Daerah
APBD
1. Dana Perimbangan
Dana
2. Dana Otonomi Khusus Desentralisasi

3. Dana Penyesuaian Hibah

Dana Darurat
BELANJA UNTUK DAERAH

Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bea Perolehan Hak Atas


Tanah dan Bangunan
DBH
PPh WPOPDN dan PPh Ps 21

Kehutanan

1. DANA PERIMBANGAN Pertambangan Umum


DAU
SDA Perikanan

Pertambangan Minyak Bumi

2. DANA OTONOMI KHUSUS Pertambangan Gas Bumi


Dana Reboisasi *)
DAK Pertambangan Panas Bumi
Non Dana Reboisasi
3. DANA PENYESUAIAN

*) DAK Dana Reboisasi (DR) mulai TA 2006 masuk sebagai Dana Bagi Hasil Kehutanan
Dana Bagi Hasil

Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang


dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka
persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi
Dana Bagi Hasil

 Dana Bagi Hasil Pajak


 Dana Bagi Hasil SDA
Diagram Bagi Hasil Pajak

Bagi Hasil Pajak

PBB BPHTB PPh Ps 25 dan 29


Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri
dan PPh Ps 21
Daerah Daerah
Pusat (10%) Pusat (20%)
(90%) (80%)
Daerah
Pusat (80%)
(20%)
Dibagi Rata Provinsi Provinsi
(16,2%) Dibagi Rata (16%) Provinsi
ke Kab/Kota
ke Kab/Kota (40%)
(65%)
Kabupaten/ Kabupaten/
Kota (64,8%) Kota (64%) Kabupate
Insentif Kab/ n/ Kota
Kota (35%) Biaya (60%)
Pemungutan
(9%)

Sumber: UU no.33 tahun 2004


DANA BAGI HASIL PAJAK

adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan :

 Pajak Penghasilan (PPh) WPOPDN dan PPh Pasal


21

 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan


(BPHTB),
Dasar Hukum DBH Pajak :

 Undang-undang Nomor Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak


Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor Nomor 17 Tahun 2000.

 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan


Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1994

 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan


Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000

 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus


Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam
Penerimaan negara dari PPh WPOPDN dan PPh
Pasal 21 dibagi dengan rincian sebagai berikut :

 Bagian Pemerintah Daerah sebesar 20% dibagi dengan


rincian sebagai berikut :
a. 8% untuk provinsi yang bersangkutan
b.12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang
bersangkutan.

 Bagian Kabupaten/ kota sebesar 12% dibagi lagi dengan


rincian sebagai berikut:
a.8,4% untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak
terdaftar.
b.3,6% untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang
bersangkutan dengan bagian yang
sama besar
DBH PBB
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB

DIBAGI RATA SELURUH


KAB/KOTA
(65%)

PEMERINTAH PUSAT
(10%)
DIBAGI SEBAGAI INSENTIF
HASIL PENERIMAAN PADA KAB/KOTA
PBB (35%)

DAERAH PROVINSI
PEMERINTAH DAERAH (16,2%)
(90%)

KAB/KOTA BERSANGKUTAN
(64,8%)

BIAYA PUNGUT
(9%)
Penyaluran DBH Pajak

DBH Pajak disalurkan dengan cara pemindahbukuan


dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas
Umum Daerah.
DBH BPHTB
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB

Pemerintah
Pusat (20%)
Daerah
Hasil Penerimaan Propinsi (16%)
BPHTB
Pemerintah
Daerah (80%)

Daerah
Kabupaten/Kota
(64%)
Penetapan Alokasi DBH Pajak

 Alokasi DBH Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 untuk masing-masing


daerah terdiri atas:
a. Alokasi Sementara yang ditetapkan paling lambat 2 (dua) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan
berdasarkan atas rencana penerimaan DBH PPh WPOPDN dan
PPh Pasal 21 ; dan
b. Alokasi Definitif yang ditetapkan paling lambat pada bulan pertama
triwulan keempat tahun anggaran berjalan didasarkan atas prognosa
realisasi penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.

 Alokasi DBH PBB dan DBH BPHTB, ditetapkan:


 berdasarkan rencana penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran
bersangkutan; dan
 paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan
dilaksanakan.
Penyaluran DBH Pajak PPh
WPOPDN dan PPh Pasal 21
 Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dilaksanakan
berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PPh WPOPDN dan PPh
Pasal 21 tahun anggaran berjalan.

 Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dilaksanakan secara


triwulanan, dengan perincian sebagai berikut:
 penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga
masing-masing sebesar 20% (dua puluh persen) dari alokasi
sementara
 penyaluran triwulan keempat didasarkan pada selisih antara
Pembagian Definitif dengan jumlah dana yang telah dicairkan
selama triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga.

 Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran karena penyaluran triwulan


pertama sampai dengan triwulan ketiga yang didasarkan atas
pembagian sementara lebih besar daripada pembagian definitif
maka kelebihan dimaksud diperhitungkan dalam penyaluran tahun
anggaran berikutnya.
Penyaluran DBH Pajak
PBB dan BPHTB

 Penyaluran DBH PBB dan BPHTB dilaksanakan


berdasarkan realisasi penerimaan PBB dan BPHTB tahun
anggaran berjalan.

 Penyaluran DBH PBB dan BPHTB dilaksanakan secara


mingguan.

 Penyaluran PBB dan BPHTB bagian Pemerintah pusat


sebesar 6,5% yang dibagikan secara merata kepada
seluruh kabupaten dan kota dilaksanakan dalam 3 (tiga)
tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan
Nopember tahun anggaran berjalan.

 Penyaluran PBB bagian Pemerintah sebagai insentif


sebesar 3,5% dilaksanakan dalam bulan Nopember
tahun anggaran berjalan.
Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam

Adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber


daya alam :

 Kehutanan
 Pertambangan Umum
 Perikanan
 Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
 Pertambangan Panas Bumi
DBH SDA Kehutanan

Penerimaan Negara dari SDA Kehutanan yang dibagi


hasilkan kepada Pemerintah Daerah adalah :

a. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH)


b. Provisi Sumber Daya Hutan; (PSDH)
c. Dana Reboisasi;

Penerimaan Negara dari IIUPH dan PSDH dalam bentuk


dana bagi hasil yang dialokasikan kepada Pemerintah
Daerah sebesar 80%, sedangkan bagian pemerintah Pusat
sebesar 20 %.

Dana Reboisasi dialokasikan kepada kabupaten/kota


penghasil sebesar 40% untuk mendanai kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan.
DBH SDA Pertambangan Umum

 Penerimaan Negara dari SDA Pertambangan Umum yang


dibagi hasilkan kepada Pemerintah Daerah adalah:
a. Iuran Tetap (Landrent);

b. Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (royalty);

 Penerimaan Negara dari Iuran Tetap (Landrent) dan Iuran


Eksplorasi/Eksploitasi (Royalti) dalam bentuk dana bagi hasil
dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar 80% dan
kepada pemerintah Pusat sebesar 20%.
DBH SDA Perikanan

Penerimaan Negara dari SDA Perikanan yang dibagi


hasilkan kepada Pemerintah daerah meliputi :
a. Pungutan Pengusahaan Perikanan;
b. Pungutan Hasil Perikanan ;
Penerimaan Negara dari Pungutan Perikanan dalam
bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada
Pemerintah Daerah sebesar 80% dan kepada
pemerintah Pusat sebesar 20%.

Bagian Daerah sebesar 80% dialokasikan secara


merata kepada Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.
DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi

 Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi dalam


bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada Pemerintah Daerah
sebesar 15,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan
lainnya serta bagian pemerintah Pusat sebesar 84,5%.
 DBH SDA Pertambangan minyak bumi sebesar 15% dialokasikan
dengan perhitungan:
a. Bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 3%
b. Bagian Kabupaten/Kota Penghasil sebesar 6%
C. Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang
bersangkutan sebesar 6%

 DBH SDA Pertambangan minyak bumi sebesar 0,5% dialokasikan


dengan perhitungan:
a. Bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 0,1%
b. Bagian Kabupaten/Kota Penghasil sebesar 0,2%
C. Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang
bersangkutan sebesar 0,2%
DBH SDA Pertambangan Gas Bumi

 Penerimaan Negara dari pertambangan gas bumi dalam bentuk


dana bagi hasil dialokasikan kepada Pemerintah Daerah sebesar
30,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya
serta bagian pemerintah Pusat sebesar 69,5%.
 DBH SDA Pertambangan gas bumi sebesar 30% dialokasikan
dengan perhitungan:
a. Bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 6%
b. Bagian Kabupaten/Kota Penghasil sebesar 12%
C. Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang
bersangkutan sebesar 12%

 DBH SDA Pertambangan gas bumi sebesar 0,5% dialokasikan


dengan perhitungan:
a. Bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 0,1%
b. Bagian Kabupaten/Kota Penghasil sebesar 0,2%
C. Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang
bersangkutan sebesar 0,2%
DBH SDA Pertambangan Panas Bumi
Penerimaan Negara dari SDA Pertambangan Panas Bumi
yang dibagi hasilkan kepada Pemerintah Daerah adalah

a. Setoran Bagian Pemerintah; atau


b. Iuran Tetap dan Iuran Produksi;

Penerimaan Negara SDA Pertambangan Panas Bumi dari


Setoran Bagian Pemerintah atau Iuran Tetap dan Iuran
Produksi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan
kepada Pemerintah Daerah sebesar 80% dan kepada
pemerintah Pusat sebesar 20%.
Diagram 2. Bagi Hasil Sumber Daya Alam (BHSDA)
Pusat (20%)
Bagi Hasil Sumber Provinsi (16%)
Iuran Hak Penguasaan
Daya Alam
Hutan (IHPH) Daerah (80%)
Kabupaten/Kota (64%)
Pusat (20%)
Provisi Sumber Daya Provinsi (16%)
Kehutanan
Hutan (PSDH)
Daerah (80%) Kabupaten/Kota Penghasil (32%)

Pusat (60%) Kabupaten/Kota dalam satu provinsi (32%)


Dana Reboisasi
Daerah (40%)

Pusat (20%) Provinsi (16%)


Iuran Tetap (Land Rent)
Pertambangan Daerah (80%) Kabupaten/Kota (64%)
Umum
Pusat (20%) Provinsi (16%)
Iuran Eksplorasi dan
Eksploitasi (Royalty)
Daerah (80%) Kabupaten/Kota Penghasil (32%)

Pungutan Pengusahaan Kabupaten/Kota dalam satu provinsi (32%)


Perikanan Pusat (20%)
Perikanan
Pungutan Hasil
Perikanan Kabupaten/Kota (80%)

Provinsi (3,1%) 0,1% untuk Anggaran Pendidikan Dasar


Pusat (84,5%)
Pertambangan
Minyak Bumi Kabupaten/Kota Penghasil (6,2%) 0,2% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Daerah (15,5%)
Kabupaten/Kota dalam satu provinsi (6,2%) 0,2% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Pusat (69,5%) Provinsi (6,1%) 0,1% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Pertambangan
Gas Bumi
Daerah (30,5%) Kabupaten/Kota Penghasil (12,2%) 0,2% untuk Anggaran Pendidikan Dasar

Setoran Bagian Kabupaten/Kota dalam satu provinsi (12,2%) 0,2% untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Pemerintah
Pertambangan Pusat (20%)
Panas Bumi Iuran Tetap dan
Produksi Daerah (80%) 16 % Provinsi; 32% Kab/Kota Penghasil; 32% Kab/Kota dalam satu provinsi

Sumber: UU no.33 tahun 2004


Penetapan Alokasi DBH SDA

 Alokasi DBH SDA ditetapkan oleh Menteri Keuangan

 Perkiraan Alokasi DBH SDA untuk masing-masing provinsi,


kabupaten dan kota dihitung berdasarkan rencana
penerimaan negara bukan pajak dari masing-masing jenis
sumber penerimaan
Tahap Penetapan DBH SDA
 Menteri teknis menetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan
DBH Sumber Daya Alam paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum
tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan setelah berkonsultasi
dengan Menteri Dalam Negeri dan disampaikan kepada Menteri
Keuangan.
 Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan
atau berada pada lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri
menetapkan daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan
pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 (enam puluh) hari
setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis.
 Ketetapan Menteri Dalam Negeri sebagaimana disebutkan dalam butir 2
diatas menjadi dasar penghitungan DBH sumber daya alam oleh menteri
teknis.
 Menteri Keuangan menetapkan perkiraan alokasi DBH Sumber Daya
Alam untuk masing-masing daerah paling lambat 30 (tiga puluh) hari
setelah diterimanya ketetapan dari menteri teknis.
 Perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan/atau Gas
Bumi untuk masing-masing Daerah ditetapkan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perkiraan bagian Pemerintah,
dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya.
Penyaluran DBH SDA

 Penyaluran DBH SDA dilaksanakan


berdasarkan realisasi penerimaan sumber
daya alam tahun anggaran berjalan dan
dilaksanakan secara triwulanan.

 Penyaluran DBH Sumber Daya Alam


dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan
dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening
Kas Umum Daerah.
Dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi

Merupakan instrumen transfer yang bertujuan untuk


meminimumkan ketimpangan fiskal antardaerah, sekaligus
memeratakan kemampuan antardaerah (equalization grant).

Tolok ukur keberhasilan alokasi DAU adalah tercapainya


pemerataan total penerimaan daerah per kapita secara optimal.

Penggunaan ditetapkan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan


masing-masing daerah (block grant)
Formula DAU
Diagram Skema Kebijakan Pemerintah tentang Dana Alokasi Umum

PENDAPATAN
DALAM NEGERI
NETTO (PDN Netto)

TOTAL DANA ALOKASI UMUM


Ÿ Tahun 2003: 25% dari PDN
Ÿ Tahun 2004: 25,5% dari PDN
Netto

TOTAL DAU TOTAL DAU


PROVINSI KABUPATEN/KOTA
10% dari Total DAU 90% dari Total DAU
Formula DAU
Diagram Skema Kebijakan Pemerintah tentang Alokasi DAU Provinsi

TOTAL DAU PROVINSI


- DAU PROV -

ALOKASI MINIMUM (AM) ALOKASI BERDASARKAN


KESENJANGAN FISKAL (FISCAL GAP)
TAHUN 2003: 40% DARI DAU PROV TAHUN 2003: 60% DARI DAU PROV
TAHUN 2004: 35% DARI DAU PROV TAHUN 2004: 65% DARI DAU PROV

LUMPSUM
BELANJA PEGAWAI
TAHUN 2003: 10%
TAHUN 2003 DAN 2004: KEBUTUHAN KAPASITAS
DARI DAU PROV
30% DARI DAU PROV FISKAL FISKAL
TAHUN 2004: 5% DARI
DAU PROV
Formula DAU
Diagram Skema Kebijakan Pemerintah tentang Alokasi DAU Kabupaten/Kota

TOTAL DAU KABUPATEN/KOTA


- DAU KK-

ALOKASI MINIMUM (AM) ALOKASI BERDASARKAN


KESENJANGAN FISKAL (FISCAL GAP)
TAHUN 2003: 50% DARI DAU KK TAHUN 2003: 50% DARI DAU KK
TAHUN 2004: 45% DARI DAU KK TAHUN 2004: 55% DARI DAU KK

BELANJA PEGAWAI
LUMPSUM
THN 2003: 45% DAU KK KEBUTUHAN KAPASITAS
TAHUN 2003 & 2004:
THN 2004: 40% DAU KK FISKAL FISKAL
5% DARI DAU KK
Lanjutan ……….DAU

Pagu DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25,5% dari


Penerimaan Dalam Negeri (PDN) Neto (sampai Tahun 2007) .
dan mulai tahun 2008 ditetapkan sekurang-kurangnya 26%
dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam
APBN

DAU dihitung berdasarkan formula dengan konsep Alokasi


Dasar dan Celah Fiskal

Konsep celah fiskal (fiscal gap), yaitu selisih antara kebutuhan


fiskal dan kapasitas fiskal
Lanjutan ……….DAU

Alokasi DAU per daerah ditetapkan oleh Presiden.


Penyaluran DAU dilakukan oleh Menteri Keuangan setiap bulan
sebesar 1/12 dari plafon DAU.
Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan daerah untuk
menjalankan fungsi pelayanan dasar publik, terutama: pelayanan
kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
 Ukuran (proxy): jumlah penduduk, luas wilayah, indeks
pembangunan manusia, indeks kemahalan konstruksi, dan PDRB
perkapita.
Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah
yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.
Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri
Sipil Daerah.
TAHAPAN AKADEMIS PENETAPAN ALOKASI DAU

Tim Universitas merumuskan Hasil Kesepakatan dalam Panja


Formula DAU Panitia Anggaran DPR-RI
Berdasarkan rumusan yang tentang penetapan alokasi DAU ditetapkan
ditetapkan dalam UU 33 Tahun dalam Peraturan Presiden
2004

TAHAPAN ADMINISTRATIF TAHAPAN POLITIS

Departemen Keuangan melakukan Pemerintah bersama dengan Panja


perhitungan DAU berdasarkan Belanja Daerah-Panitia Anggaran
formula DAU hasil rekomendasi DPR-RI membahas formula dan
pihak akademis dan dengan simulasi perhitungan DAU serta
memperhatikan pertimbangan melakukan cross check data dasar
DPOD. yang bersumber dari BPS,
Rekonsiliasi data dasar DAU yang Depdagri dan Instansi terkait
bersumber dari BPS, Depdagri, lainnya.
dan instansi terkait lainnya.
DAU = AD + CF
Dimana:
DAU : Dana Alokasi Umum
AD (Alokasi Dasar) : Gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah
CF (Celah Fiskal) : Kebutuhan Fiskal (KbF) – Kapasitas Fiskal
(KpF)
DATA PENGHITUNGAN DAU

 Data yang digunakan dalam penghitungan DAU


diperoleh dari lembaga statistik pemerintah
dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang
menerbitkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan.
 Apabila data sebagaimana tersebut di atas tidak
tersedia, maka penghitungan DAU akan
menggunakan data penghitungan DAU tahun
sebelumnya.
VARIABEL DAU

Kebutuhan fiskal :
Jumlah Penduduk,
Luas Wilayah,
Indeks Kemahalan Konstruksi,
Indeks Pembangunan Manusia, dan
PDRB per Kapita
Lanjutan …

Kapasitas Fiskal :
Pendapatan Asli Daerah,
Dana Bagi Hasil SDA, dan
Dana Bagi Hasil Pajak.
Penghitungan Alokasi Dasar

Penghitungan kebutuhan Alokasi Dasar menggunakan :


realisasi gaji pegawai negeri sipil daerah
bersumber dari laporan masing-masing daerah saat
mengajukan SPP DAU ke KPPN, Ditjen Perbendaharaan,
Departemen Keuangan
telah direkonsiliasi dengan :
 Data realisasi jumlah pegawai dan gaji PNSD yang diterima
dari Daerah yang dikompilasi oleh Ditjen BAKD Depdagri;
 Data pegawai daerah per Desember tahun lalu ditambah
realisasi formasi tahun lalu dan diangkat pada tahun
sekarang dari Badan Kepegawaian Negara.
 Data Kebutuhan Gaji Pegawai yang digunakan dalam
perhitungan DAU tahun sekarang.
Kebutuhan Fiskal Daerah

Jumlah Penduduk
 Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah
geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan
atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan menetap.
 Data jumlah penduduk untuk perhitungan DAU merupakan
hasil rekonsiliasi antara BPS dengan Ditjen Minduk, Depdagri
 Basis Jumlah penduduk menggunakan data proyeksi yang
berbasiskan pada data Sensus Penduduk.
PDRB/Cap

• PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh


seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh
unit ekonomi.

• PDRB perkapita (PDRB/cap) merupakan hasil pembagian antara


total PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

• Data PDRB yang digunakan dalam perhitungan DAU tahun


sekarang berdasarkan PDRB harga berlaku tahun kemarin yang
bersumber dari BPS
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

 Data IPM tahun kemarin yang bersumber dari BPS

 IPM merupakan indeks yang menggambarkan tingkat mutu


manusia. Nilai indeks tertinggi berdasarkan standar internasional
adalah 100. Semakin tinggi IPM daerah, maka semakin kecil
kebutuhan yang diperlukan untuk meningkatkan nilai mutu
manusia di daerah tersebut. Oleh karena itu, maka dalam
penghitungan kebutuhan fiskal daerah digunakan metode
pembalikan (inverse) dengan menghitung selisih antara IPM
daerah dengan nilai IPM standar pencapaian tertinggi.

 Rumusan metode invers IPM yang digunakan sbb :

Invers IPM Daerahi = 100 – IPM Daerahi


Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)

• Data bersumber dari BPS

• Data IKK telah dimutakhirkan (update) sesuai dengan


konfirmasi ke daerah

• IKK yang digunakan adalah dengan basis 125


Luas Wilayah

 Data yang digunakan berdasarkan Peraturan Menteri


Dalam Negeri No. 18 Tahun 2005

 Luas Wilayah yang diperhitungkan adalah luas wilayah


daratan.
Total Belanja Rata-Rata (TBR)

 TBR merupakan total belanja APBD Perhitungan dari seluruh


daerah dibagi dengan jumlah daerah yang ada (TBR
daerah provinsi dipisahkan dengan TBR Kabupaten/Kota)
 Agar hasil perhitungan tidak terlalu bias, untuk daerah
yang merupakan data outlier (pencilan) karena terlalu
tinggi, seperti DKI Jakarta dikeluarkan dari perhitungan
tersebut.
Kapasitas Fiskal Daerah
Dana Bagi Hasil (DBH)

 Basis data yang digunakan dalam rekonsiliasi adalah data


realisasi penerimaan dana bagi hasil pajak maupun dana bagi
hasil sumber daya alam untuk masing-masing daerah tahun
2004.

 Untuk daerah-daerah yang belum terdapat data realisasinya,


yakni daerah yang baru terbentuk dan mendapatkan DAU tahun
tersebut, digunakan data angka prognosa penerimaan dana
bagi hasil tahun itu juga.

 Khusus untuk Provinsi baru yang belum mempunyai data bagi


hasil sendiri, maka data dana bagi hasilnya akan dihitung
dengan pembagian/split dari daerah induknya.
KEBUTUHAN FISKAL (KbF)
KbF= TBR (1IP + 2IW + 3IKK + 4IPM + 5 IPDRB)

Keterangan :
TBR : Total Belanja Rata-rata APBD;
IP : Indeks Jumlah Penduduk;
IW : Indeks Luas Wilayah;
IKK : Indeks Kemahalan Konstruksi;
IPM : Indeks Pembangunan Manusia;
PRDB/cap : Indeks PDRB per kapita
 : Bobot Indeks.
Catatan:
Bobot 1, 2, 3, 4, dan 5, ditentukan dengan mempergunakan
pertimbangan pembobotan secara proporsional utk mencapai
tingkat pemerataan fiskal antar daerah terbaik, dengan
menggunakan indikator Coef of Variation dan Index Williamson
KAPASITAS FISKAL (KpF)

KpF= PAD + DBH SDA + DBH Pajak


Keterangan :
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PBB : Pajak Bumi dan Bangunan
BPHTB : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
PPh : PPh Pasal 21 dan PPh WPODPN
SDA : Sumber Daya Alam
DAU PROVINSI

DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi


dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang
bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi

DAU DPropi = Bobot DPropi x DAU Prop

Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara


celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total
celah fiskal seluruh daerah provinsi

Celah Fiskal DProp i


Bobot DProp i =
Total Celah Fiskal Sel Drh Prop
DAU KABUPATEN/KOTA

DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kab/kota


dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kab/kota yang
bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kab/kota

DAU DKab/Kotai = Bobot DKab/Kotai x DAU Kab/Kota

Bobot daerah kab/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal


daerah kab/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah
kab/kota

Bobot DKab/Kota i = Celah Fiskal DKab/Kota i


Total Celah Fiskal Seluruh Daerah Kab/Kota

54
Lanjutan ...

 Kebutuhan fiskal dihitung berdasarkan perkalian antara Total


Belanja Rata-rata dengan penjumlahan dari pembobotan
indeks jumlah penduduk, indeks luas wilayah, indeks
kemahalan konstruksi, invers indeks pembangunan manusia,
dan invers Produk Domestik Regional Bruto per kapita

α1 indeks jumlah penduduk+ α2 indeks


luas wilayah + α3 indeks kemahalan
KbF = Total Belanja X
Rata-rata konstruksi + α4 indeks pembangunan
manusia + α5 indeks PDRB per kapita

Belanja Pegawai + Belanja Non


Total Belanja Pegawai + Belanja Modal
=
Rata-rata Jumlah provinsi atau kabupaten/kota
Hasil Penghitungan
Berdasarkan Formula
* Daerah yang memiliki CF lebih besar nol (>0) akan
menerima alokasi DAU sebesar AD ditambah CF.
* Daerah yang memiliki nilai CF sama dengan nol akan
menerima DAU sebesar AD.
* Daerah yang memiliki nilai CF negatif dan nilai negatif
tersebut lebih kecil dari AD, menerima DAU sebesar
AD setelah dikurangi nilai CF.
* Daerah yang memiliki nilai CF negatif dan nilai negatif
tersebut sama atau lebih besar dari AD tidak
menerima DAU.
Dana Alokasi Umum (DAU)
Penghitungan DAU berdasarkan UU No.33/2004

 Daerah yang memiliki


 celah fiskal = 0 menerima DAU sebesar alokasi
dasar
 celah fiskal < 0, dan nilai negatifnya < alokasi
dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar –
celah fiskal
 celah fiskal < 0, nilai negatifnya >/= alokasi dasar
tidak menerima DAU
DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR

 DAERAH YANG KAPASITAS FICALNYA KECIL, NAMUN


KEBUTUHAN FISCALNYA BESAR AKAN MEMPEROLEH ALOKASI
DAU RELATIF BESAR.
DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR
CONTOH 1:
KEBUTUHAN FISKAL = RP 150 MILIAR
KAPASITAS FISKAL = RP 100 MILIAR
ALOKASI DASAR = RP 50 MILIAR
MAKA :
CELAH FISKAL = KEBUTUHAN FISKAL – KAPASITAS FISKAL
= RP 150 MILIAR – RP 100 MILIAR
= RP 50 MILIAR
DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR
= RP 50 MILIAR + RP 50 MILIAR
= RP 100 MILIAR
DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR

 ALOKASI DAU BAGI DAERAH YANG POTENSI FISKALNYA BESAR,


TETAPI KEBUTUHAN FISCALNYA KECIL AKAN MEMPEROLEH
ALOKASI DAU RELATIF KECIL
DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR
CONTOH 2:
KEBUTUHAN FISKAL = RP 100 MILIAR
KAPASITAS FISKAL = RP 125 MILIAR
ALOKASI DASAR = RP 50 MILIAR
MAKA :
CELAH FISKAL = KEBUTUHAN FISKAL – KAPASITAS FISKAL
= RP 100 MILIAR – RP 125 MILIAR
= (RP 25 MILIAR)
DAU = CELAH FISKAL + ALOKASI DASAR
= (25 MILIAR) + RP 50 MILIAR
= RP 25 MILIAR
Dana Penyesuaian

Alokasi DAU untuk masing-masing daerah


ditetapkan tidak lebih kecil dari Tahun
sebelumnya.
Daerah provinsi yang memperoleh DAU lebih
kecil dari DAU Tahun sebelumnya (hold
harmless) dialokasikan Dana Penyesuaian
Murni yang besarnya sesuai dengan
kemampuan keuangan negara.
Penetapan DAU Daerah
Otonom Baru

• DAU untuk daerah otonom baru dialokasikan setelah


undang-undang pembentukannya disahkan.

• Penghitungan DAU secara nasional untuk daerah


otonom baru dilakukan setelah tersedianya data
dalam rangka penghitungan alokasi DAU.

• Apabila data tidak tersedia, penghitungan alokasi


DAU daerah otonom baru dilakukan menyatu dengan
daerah induknya.
Dana Alokasi Khusus

 Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber


dari Pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional.
 Daerah tertentu adalah daerah yang memenuhi kriteria
yang ditetapkan. Dengan demikian tidak semua daerah
mendapatkan alokasi DAK.
ARAH KEBIJAKAN DAK

 Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan


kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional,
dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana
dan prasarana fisik pelayanan dasar yang sudah
merupakan urusan daerah.

 Menunjang percepatan pembangunan sarana dan


prasarana di wilayah pesisir dan kepulauan,
perbatasan darat dengan negara lain,
tertinggal/terpencil, serta termasuk kategori daerah
ketahanan pangan.
LINGKUP PEMANFAATAN DAK

1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Infrastruktur :
 Jalan
 Irigasi
 Air Bersih
4. Kelautan dan Perikanan
5. Pertanian
6. Prasarana Pemerintahan Daerah
7. Lingkungan Hidup
PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK

Pendidikan

 Penggunaan: Untuk menunjang pelaksanaan wajib


belajar (wajar) 9 (sembilan) tahun bagi masyarakat

 Kegiatan: Diarahkan untuk membiayai rehabilitasi


ruang kelas SD/SDLB dan MI/ Salafiah termasuk
sekolah-sekolah setara SD yang berbasis keagamaan
termasuk sarana mebeulairnya.
PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

Kesehatan
 Penggunaan: Untuk dapat meningkatkan jangkauan, dan
kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat di
Kabupaten/Kota terutama kelompok Kabupaten/Kota dengan
derajat kesehatan masyarakat yang belum optimal.
 Kegiatan, diarahkan untuk:
 Pembangunan baru/ rehabilitasi Puskesmas, Puskesmas
Pembantu (Pustu), Puskesmas Keliling (Pusling), dan Pondok
Bersalin Desa (Polindes);
 Peningkatan fisik Puskesmas menjadi Puskesmas rawat inap,
Pustu menjadi Puskesmas;
 Pembangunan baru/ Rehabilitasi rumah dinas dokter,
perawat, dan bidan Puskesmas dan jaringannya;
Kesehatan………… (lanjutan)

 Pengadaan fisik dan rehabilitasi Pusling perairan,


Puskesmas terapung, Pusling roda 4 beserta
peralatannya ;

 Pengadaan kendaraan roda 2 untuk petugas Puskesmas;

 Pengadaan alat kesehatan dan meubelair Puskesmas,


Pustu dan Polindes.
PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

Infrastruktur
 Penggunaan: untuk meningkatkan tingkat pelayanan transportasi dan
aksesibilitas, meningkatkan tingkat pelayanan jaringan irigasi untuk
mendukung Program Ketahanan Pangan, dan meningkatkan pelayanan
air bersih yang dikelola masyarakat.

 Kegiatan, diarahkan untuk:


 Prasarana jalan yaitu untuk kegiatan pemeliharaan periodik/
berkala prasarana jalan (termasuk jembatan) yang
menghubungkan antar kecamatan dan desa/kelurahan;
 Prasarana irigasi yaitu untuk kegiatan pemeliharaan dan/atau
rehabilitasi jaringan irigasi kabupaten/kota dan bangunan
pelengkapnya untuk menunjang produksi pertanian;
 Prasarana air bersih yaitu untuk rehabilitasi, optimalisasi dan/atau
pembangunan baru sistem prasarana air bersih bagi masyarakat
pada desa/kelurahan rawan air bersih dan kekeringan.
PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

Kelautan & Perikanan


 Penggunaan: Untuk meningkatkan prasarana dasar di
bidang perikanan khususnya dalam menunjang
pengembangan perikanan tangkap dan budidaya di
Daerah.
 Kegiatan, diarahkan untuk:
 Penyediaan/Rehabilitasi Sarana dan Prasarana
Pendaratan Ikan;
 Penyediaan/Rehabilitasi Sarana dan Prasarana
Perikanan Budidaya termasuk mendorong penyediaan
benih;
 Penyediaan Sarana Perikanan Tangkap;

 Penyediaan Sarana dan Prasarana Pengolahan Hasil


Perikanan.
 Penyediaan Sarana dan Prasarana pemberdayaan di
pesisir dan pualu-pulau kecil.
PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

Pertanian
 Penggunaan : Untuk meningkatkan sarana/prasarana
pertanian guna mendukung ketahanan pangan dan
agribisnis.
 Kegiatan, diarahkan untuk :
 Sarana dan Prasarana Kelembagaan
Perbenihan/Pembibitan;
 Sarana dan Prasarana untuk Penangkar
Benih/Pembibitan;
 Sarana dan Prasarana Penyuluhan Pertanian;

 Infrastuktur lahan sawah untuk peningkatan produksi dan


produktivitas pertanian;
 Infrastruktur lahan kering untuk peningkatan produksi dan
produktivitas.
PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

Prasarana Pemerintah Daerah


 Penggunaan: Untuk mendukung kelancaran
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagai
akibat dari pemekaran daerah.

 Kegiatan, diarahkan untuk pembangunan/perluasan


gedung kantor pemerintahan daerah.
PENGGUNAAN DAN KEGIATAN DAK …..(lanjutan)

Lingkungan Hidup
 Penggunaan: Untuk mendukung kegiatan pengadaan
sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan hidup.

 Kegiatan, diarahkan untuk kegiatan :


a. perlindungan sumber daya air;
b. pencegahan pencemaran;
c. pemulihan kualitas air.
KRITERIA PENGALOKASIAN DAK

1. Kriteria Umum
Ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan
keuangan daerah. Kriteria umum dihitung untuk
melihat kemampuan APBD untuk membiayai
kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan
daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum
APBD dikurangi belanja pegawai. Daerah yang
memiliki kemampuan keuangan dibawah rata-rata
nasional mendapatkan alokasi DAK.
KRITERIA PENGALOKASIAN ……….. (lanjutan)

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH

Kemampuan Keuangan Daerah =

Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah

Penerimaan Umum = PAD+DAU+DBH


Belanja Pegawai Daerah = Gaji PNSD
KRITERIA PENGALOKASIAN ……….. (lanjutan)

2. Kriteria Khusus
 Ditetapkan dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yaitu otonomi khusus NAD dan
Papua.
 Karakteristik Wilayah : daerah pesisir dan kepulauan,
daerah perbatasan dengan negara lain, daerah
tertinggal/terpencil, dan daerah yang masuk kategori
ketahanan pangan.
 Hasil Kesepakatan Pemerintah dan DPR menambah
karakteristik wilayah yaitu : daerah rawan banjir/longsor,
daerah penampung dan penerima pengungsi, daerah
penerima transmigrasi, daerah pasca konflik, daerah
rawan pangan/kekeringan, dan daerah yang memiliki
pulau terluar.
KRITERIA PENGALOKASIAN ……….. (lanjutan)

3. Kriteria Teknis
Ditetapkan oleh kementerian negara/departemen
teknis, yang dicerminkan dengan indikator-indikator
yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi
sarana/prasarana pada masing-masing
bidang/kegiatan yang akan didanai oleh DAK.
Kriteria Teknis....(lanjutan)

Pendidikan :
 Jumlah ruang kelas setara SD yang mengalami
kerusakan berat;
 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
Kesehatan :
 Human Poverty Index (Indeks kemiskinan
masyarakat);
 Jumlah Puskesmas (Perawatan dan Non
Perawatan), Puskesmas Pembantu (Pustu), Pondok
Bersalin Desa (Polindes), Puskesmas Keliling
(Perairan dan Roda Empat), Rumah Dinas Dokter
dan Paramedis;
 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
Kriteria Teknis....(lanjutan)
 Infrastruktur :
 Infrastruktur jalan :
 Panjang Prasarana Jalan (km);
 Panjang Prasarana Jalan dalam Kondisi Mantap (km);
 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
 Infrastruktur Irigasi :
 Luas Daerah Irigasi Keseluruhan (ha);
 Luas Daerah Irigasi fungsional (ha);
 Kondisi Kerusakan Irigasi (ha)
 Produksi Padi (ton)
 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
 Infrastruktur Air Bersih Perdesaan :
 Jumlah desa (Desa);
 Jumlah Desa Rawan Air Bersih (Desa);
 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
Kriteria Teknis....(lanjutan)

 Kelautan dan Perikanan :


Perikanan
 Luas Baku Usaha Budidaya (ha);
 Produksi Perikanan Budidaya (ton);
 Jumlah Balai Benih Ikan (unit);
 Produksi Perikanan Tangkap (ton);
 Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan (unit);
 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
Kriteria Teknis....(lanjutan)

 Pertanian :
• Jumlah Balai Perbenihan/Pembibitan (unit);
• Populasi Ternak (ekor);
• Luas Lahan Pertanian (ha);
• Jumlah Kantor Penyuluh Pertanian (unit);
• Jumlah Penyuluh (orang);
• Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

 Prasarana Pemerintahan Daerah :


 mempertimbangkan kebutuhan minimum prasarana
gedung kantor untuk mendukung penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah sebagai dampak Pemekaran
Daerah.
BESARAN ALOKASI

Besaran alokasi DAK suatu Daerah ditentukan berdasarkan


perhitungan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
(Kriteria Umum) Ya
Daerah Kemampuan Keuangan Layak Daerah
(IFN < 1)

Tidak
(Kriteria Teknis)
Bobot Teknis (BT) =
(Kriteria Khusus) Ya
IT * IKK
Otonomi Khusus Layak

Tidak

(Kriteria Khusus) Bobot DAK = (BD + BT)/2


Karakteristik
Wilayah (IKW) Alokasi

Indeks Fiskal dan Wilayah (IFW) = Indeks Fiskal dan Wilayah (IFW) =
f (IFN, IKW) f (IFN, IKW)

Tidak ID = (1/IFW) Ya Bobot Daerah (BD) =


Tidak Layak (ID < 1) Layak IFW * IKK

BAGAN PENGALOKASIAN DANA ALOKASI KHUSUS *


Perhitungan Indeks Fiskal Netto (IFN)

 Pengalokasian DAK Non DR diprioritaskan untuk daerah-daerah yang


mempunyai kemampuan fiskal dibawah rata-rata, yaitu dengan IFN <
1.
 Rumus perhitungan Indeks Fiskal Netto adalah rasio fiskal netto
daerah dengan fiskal netto seluruh daerah dikalikan dengan jumlah
daerah.
 Rumus matematisnya adalah :

FNi FNi =(PFi, t -2 - BPi, t -2 )


IFN i = ×N
∑ FN n
Dimana i = daerah ke - 1, 2, …, N
IFN i = Indeks Fiskal Netto Daerah i
FN i = Fiskal Netto Daerah i
N = Jumlah Daerah
PFi,t-2 = Potensi Fiskal (PAD+DBH+DAU+Lain yg Sah) Daerah i, pada waktu t-2
BPi, t-2 = Belanja Pegawai Daerah i, pada waktu t-2
Perhitungan Indeks Karakteristik Wilayah
(IKW)
 Bagi Daerah yang kemampuan fiskal riil-nya diatas rata-rata
(IFN>1), maka perlu dilihat dulu karakteristik wilayahnya.
 Perhitungan Indeks Karakteristik Wilayah :


(X1 +
X 2 +.... +X 7 )i
IKWi =( ) ×N )
∑( X 1 +X 2 +.... +X 7)n
N = Jumlah Daerah
IKWi = Indeks Karakteristik Wilayah Daerah i
X1 – X7 = Bobot Karakteristik Wilayah
X1 = Daerah Perbatasan Darat; X2 = Daerah Pesisir dan Kepulauan; X3 = Daerah
Pasca Kerusuhan; X4 = Daerah Rawan Banjir dan longsor; X5 = Daerah ketahanan
pangan; X6 = Daerah Tertinggal dan Terpencil; X7 = Daerah yang menampung
program transmigrasi.
Xi = 1, jika daerah i termasuk karakteristik wilayah yang dipertimbangkan.
Xi = 0, jika daerah i tidak termasuk karakteristik wilayah yang dipertimbangkan.
Perhitungan Indeks Fiskal dan Wilayah

 Penentuan Indeks Fiskal Wilayah :

IFWi = a1 (IFNi)-1 + a2 (IKWi)

IFWi=Indeks Gabungan Fiskal Netto dan Karakteristik Wilayah daerah i


IFNi=Indeks Fiskal Netto daerah i
IKWi=Indeks Karakteristik Wilayah daerah i

 Perlakuan Invers pada IFN adalah untuk menyamakan arah pengaruh dengan
IKW terhadap IFW.

 Karena IFN adalah filter pertama maka a1=a2; a1=0,5 dan a2=0,5 ditentukan
berdasarkan simulasi yang terbaik.
Perhitungan Indeks Daerah

 Penentuan Indeks Daerah :


IDi = (IFWi)-1

IDi = Indeks Daerah i

 Daerah yang layak berdasarkan Indeks Daerahnya adalah


daerah yang kondisi fiskal netto dan karakteristik
wilayahnya dikategorikan belum mampu menjamin
kebutuhan dasar publik yaitu daerah yang mempunyai ID
< 1 (ID dibawah rata-rata).
PERHITUNGAN BOBOT DAK

Bobot DAK Daerah i Bidang k :

Bobot DAK ik= (BDi + BTik)/2

BDi = IFWi * IKKi


BTik = ITik * IKKi

Keterangan : BDi = Bobot Daerah i yang mencirikan kemampuan


fiskal dan karakteristik wilayah.
BTik = Bobot Teknis Daerah i bidang k
RUMUS UMUM
ALOKASI DAK

 DAKik = (Bobot DAK)ik * Pagu DAK Bidang


k
(Bobot DAK)ik

DAK ik = Besaran Alokasi DAK Daerah i Bidang k


Perhitungan Indeks Teknis

 Pengumpulan dan Perhitungan Data Teknis Dilakukan Oleh


Departemen Teknis Terkait.

 Hasil perhitungan Data Teknis dapat berupa Indeks Teknis (IT)


atau Bobot Teknis (BT) dengan mempertimbangkan Indeks
Kemahalan Konstruksi (IKK) setiap daerah.

Pendidikan Kesehatan Jalan Irigasi Praspem

Lingkungan
Air Bersih Perikanan Pertanian
Hidup
RUMUS UMUM PERHITUNGAN INDEKS
DAN BOBOT TEKNIS

ITi = Indikator Teknis Daerah i x NiJ


Total Indikator Teknis Seluruh Daerah
NiJ = Jumlah Seluruh Daerah Penerima

BTi = ITi x IKKi

BTi = Bobot Teknis Daerah I


IKKi = Indeks Kemahalan Konstruksi Daerah i
CONTOH PERHITUNGAN INDEKS DAN
BOBOT TEKNIS DAK PERTANIAN

 Indeks  Balai Benih i =  Balai Benih i


rerata  Balai Benih
 Indeks  Populasi Ternak Besar i =  Populasi Ternak Besar i
rerata Populasi Ternak
Besar
 Indeks Luas Lahan Pertanian i =  Luas Lahan Pertanian i
rerata Luas Lahan Pertanian
 Indeks  Penyuluh i =  Penyuluh i
rerata  Penyuluh
 Indeks  Kantor BPP i =  Kantor BPP i
rerata  Kantor BPP i
CONTOH PERHITUNGAN INDEKS
(LANJUTAN)……….

 Rata-rata Indeks =
(Indeks  Balai Benih i + Indeks Populasi Ternak Besar i
+ Indeks Luas Lahan Pertanian i + Indeks  Penyuluh i +
Indeks  Kantor BPP i ) : 5

 BOBOT TEKNIS PERTANIAN i = IT i x IKK i


DANA PENDAMPING

Daerah penerima DAK wajib menyediakan


dana pendamping dalam APBD sekurang-
kurangnya 10 % (sepuluh persen) dari
alokasi DAK.
Kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari
DAK yaitu :

Administrasi kegiatan;

Penyiapan kegiatan fisik;

Penelitian;

Pelatihan; dan

Perjalanan pegawai daerah.


Pemantauan dan Pengawasan

 Menteri Teknis melakukan pemantauan dari segi teknis


terhadap penyelenggaraan kegiatan di daerah yang
didanai dari DAK sesuai dengan kewenangan masing-
masing.

 Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi


pengelolaan keuangan DAK.

 Daerah melalui Tim Koordinasi melakukan evaluasi


terhadap manfaat pelaksanaan DAK yang melibatkan
pihak terkait setempat
 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
yang digunakan untuk mendanai urusan
daerah dialihkan secara bertahap menjadi
DAK
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

 Bentuk hubungan masih didominasi oleh


Pemerintah Pusat
 Pemerintah Pusat ikut campur tangan
langsung atas penggunaannya. Hubungan
bisa dikatakan sebagai “joint venture” antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Dekonsentrasi

 Merupakan pelimpahan wewenang Pemerintah


Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat di Propinsi
 Penugasan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan
melalui dekonsentrasi antara lain:
 Fasilitasi kerjasama dan penyelesaian perselisihan antar
Daerah dalam wilayah kerjanya
 Penciptaan dan Pemeliharaan ketentraman dan ketertiban
umum
 Pembinaan penyelenggaraan tugas-tugas umum Pemda
Kab/Kota
Tugas Pembantuan

 Bentuk hubungan mirip dengan


dekonsentrasi, hanya sasarannya adalah
Pemerintah Daerah dan desa serta sifatnya
bukan pelimpahan wewenang tapi
penugasan
 Tugas pembantuan diamanatkan dalam PP
106/2000
Evaluasi
1. Jelaskan penerapan pengalokasian DAU!
2. Jelaskan tata cara penyaluran!
3. Jelaskan bagamana pelaporan dalam penggunaan
DAU!
4. Berikan contoh perhitungan dalam pengalokasian DAU!
4. Jelaskan bentuk dana alokasi khusus!
5. Jelaskan bagaimana penggunaan dana alokasi khusus!
6. Jelaskan bagaimana penyaluran dana alokasi khusus!
7. Berikan contoh perhitungan dalam pengalokasian DAK!
TERIMA KASIH

Você também pode gostar