Você está na página 1de 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN FRAKTUR

SYAHRIR
Pengertian Fraktur
 Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995).
 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan,
deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan
krepitasi (Doenges, 2000).
Etiologi
1. Cedera traumatic:
• Cedera langsung
• Cedera tidak langsung
• Kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat
2. Fraktur Patologik:
 Tumor tulang (jinak atau ganas)
 Infeksi seperti osteomielitis
 Rakhitis
Jenis-jenis Fraktur
Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
• Luka kurang dari 1 cm
• Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
• Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
• Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
• Laserasi lebih dari 1 cm
• Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
• Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
• Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
2) Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
Web Of Caution Fraktur
Penanganan Fraktur ( 4R )
1) Rekognisi : Diagnosis dan penilaian fraktur
2) Reduksi : Tindakan dengan membuat posisi tulang
mendekati keadaan normal
3) Retensi : Imobilisasi fraktur
4) Rehabilitasi : Mengembalikan fungsi ke semula termasuk
fungsi tulang, otot dan jaringan sekitarnya
Penatalaksanaan Dengan Konservatif & Operatif
 Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih
memungkinkan terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Selain
itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat
terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan
traksi.
a. Gips

Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai


dengan bentuk tubuh.
Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
• Immobilisasi dan penyangga fraktur
• Istirahatkan dan stabilisasi
• Koreksi deformitas
• Mengurangi aktifitas
Cara operatif / pembedahan

 Metode perawatan ini disebut fiksasi interna


dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera
dan diteruskan sepanjang bidang anatomik
menuju tempat yang mengalami fraktur.
Proses penyembuhan tulang :

1) Formasi hematom
• Fibrin terbentuk untuk melindungi daerah fraktur.
• Kapiler baru terbentuk.
• Suplai darah meningkat setelah 24 jam.
• Daerah yang terluka diinvasi oleh makrofag yang membersihkan
area, muncul peradangan, penebalan, dan nyeri.
• Perbaikan pada fase ini ditandai dengan penurunan nyeri dan
penebalan.
2) Proliferasi sel

 Proliferasi terjadi setelah 5 hari.


 Terjadi diferensiasi fibrokratilago, hyaline pada daerah fraktur
menjadi osteogenesis, tulang membesar, sudah mulai terbentuk
jembatan fraktur.
 Mulai juga terbentuk fibrin diantara clot membuat jaringan
untuk revaskularisasi.
 Jaringan kartilago dan fibrosa berkembang.
3) Formasi procallus

• Sudah terbentuk matriks dan kartilago, antar matriks dan tulang


sudah terbentuk jembatan, terjadi pada hari 6-10.
4) Ossifikasi
Terjadi kalus permanent yang kaku karena terjadi deposi garam
kalsium. Pertama terjadi pada external kalus ( antara kortex dan
periosteum ). Pada waktu 3-10 minggu kalus berubah menjadi
tulang.
Lanjutan ………………
5) Konsolidasi dan remodeling
 Terbentuk tulang yang kuat akibat aktifitas osteoblast dan
osteoklast.
 Pembentukan tulang sesuai dengan hukum Wolff’s ; struktur
tulang terbentuk sesuai dengan fungsinya yaitu adanya tekanan
dan tarikan.
 Waktu yang dibutuhkan sampai 1 tahun.
 Proses perkembangan pertumbuhan tulang dimonitor dengan
pemeriksaan roentgen.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur:
1. Imobilisasi fragmen tulang
2. Maksimum kontak dari fragmen tulang
3. Suplai darah yang adekuat
4. Nutrisi yang baik
5. Hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D.

Faktor yang menghambat penyembuhan tulang:


1. Trauma lokasi yang luas
2. Imobilisasi yang tidak adekuat
3. Adanya jarak/jaringan antara fragmen tulang
4. Infeksi
5. Nekrosis
6. Usia
Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a) Acute Compartemen Syndrome ( ACS )
b) Syok hipovolemik
c) Fat Embolism Syndrome ( FES )
d) Infeksi
Lanjuuuuuut….
2. Komplikasi Lanjut
a) Nekrosis avaskuler
Disebut juga sebagai nekrosis aseptic atau iskemik atau juga
osteonekrosis, disebabkan oleh adanya gangguan aliran darah
sehingga menyebabkan kematian jaringan.
b) Delayed union, nonunion, mal union.
Delayed union terjadi bila penyembuhan fraktur lebih dari 6 bulan,
nonunion diartikan sebagai gagal tersambungnya tulang yang
fraktur, sedangkan malunion adalah penyambungan yang tidak
normal pada fraktur.
ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
Keluhan Utama
 Provoking Incident
 Quality of Pain
 Region : radiation, relief
 Severity (Scale) of Pain
 Time
• Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler  5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
1. Look (inspeksi)
• Cicatriks
• Fistulae : Kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
• Benjolan, pembengkakan,
• Deformitas
• Posisi jalan
2. Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki


mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
• Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time  Normal 3 – 5 “
• Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
• Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
• Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Apabila ada benjolan,
maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri
atau tidak, dan ukurannya.
3. Move (terutama lingkup gerak)
 Menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan.
 Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif.
Pemeriksaan Diagnostik
• Pemeriksaan Radiologi : Menggunakan sinar rontgen (x-
ray).
• Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum
b) Alkalin Fosfat
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST).
• Pemeriksaan lain-lain
– Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test
sensitivitas
– Biopsi tulang dan otot
2. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DS: Benturan/cidera, kelemahan tulang Nyeri
1. Klien mengeluh nyeri Trauma/ fraktur
DO: Kerusakan fragmen tulang
1. Wajah tampak Pembuluh darah terputus
meringis Dilatasi pembuluh kapiler
2. Klien selalu Spasme otot
melindungi area Nyeri
fraktur
DS: Fraktur Gangguan
1. Klien mengeluh tidak Mobilitas Fisik
bisa beraktivitas Pergeseran Tulang
karena penyakitnya.
Deformitas
DO:
1. Klien tampak lemah. Ekstermitas tdk berfungsi dg baik
2. ADL klien dibantu Gangguan Mobilitas fisik
keluarga
Data Etiologi Masalah
DS: Fraktur Nyeri
1. Klien mengeluh nyeri Adanya tindakan rekontruksi pada tulang
DO: (Pembedahan)
1. Tampak meringis
2. Klien selalu melindungi area Rangsangan prostaglandin
fraktur Afferent
cortex serebri
Nyeri di persepsikan
DS: Pembedahan Gangguan Mobilitas
1. Klien mengeluh tidak bisa Fisik
beraktivitas karena Nyeri timbul saat bergerak
penyakitnya.
Pembatasan aktivitas
DO:
1. Klien tampak lemah. Gangguan Mobilitas fisik
2. ADL klien dibantu keluarga
3. Klien terpasang gips

DS:- Pembedahan Resiko Infeksi


DO:
1. Nampak ada luka terbuka Luka terbuka/ terputusnya kontinuitas jar. sekitar

Port d’entry kuman


Resiko infeksi
Diagnosa Keperawatan
• Pre Operasi
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera jaringan lunak.
2. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri
5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
6. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi(Doengoes,
2000)
Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan, pemasangan


gips.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/keletihan,
ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan.
4. Resiko infeksi berhubungan (dengan sisi masuknya organisme
sekunder terhadap pembedahan.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan
informasi.
Intervensi Keperawatan
• Pre Operasi
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera jar.
lunak.
Tujuan: Dalam waktu 2 jam diharapkan klien dapat beradaptasi
dan mengontrol nyeri.
Kriteria Hasil:
• Klien mengatakan nyeri berkurang.
• Klien tampak santai dan rileks.
• Mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur dan istirahat yang
tepat.
• Mampu menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
trapeutik sesuai indikasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan 1. Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
tirah baring, gips, bebat dan atau traksi 2. Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena. edema/nyeri.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif. 3. Mempertahankan kekuatan otot dan
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
(masase, perubahan posisi) 4. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri area tekanan lokal dan kelelahan otot.
(latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas 5. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
dipersional) meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 mungkin berlangsung lama.
jam pertama) sesuai keperluan. 6. Menurunkan edema dan mengurangi rasa
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. nyeri.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan 7. Menurunkan nyeri melalui mekanisme
non verval, perubahan tanda-tanda vital) penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.
8. Menilai perkembangan masalah klien.
Post Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan, pemasangan
gips.
Tujuan: Dalam waktu 3 jam diharapkan nyeri berkurang dan
klien dapat melakukan aktivitas ringan.
Kriteria Hasil:
 Klien mengatakan nyeri berkurang.
 Klien mampu melakukan aktivitas ringan seperti membaca buku.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Bantu dalam menentukan posisi yang nyaman 1. Mengurangi tekanan pada sisi yang sakit.
2. Ajarkan Klien dan keluarga teknik distraksi 2. Teori aktivasi retikuler, yaitu menghambat
(Menonton TV, Mendengarkan musik). stimulus nyeri ketika seseorang menerima
3. Kolaborasi dalam pemberian analgesic. masukan sensori yang cukup atau berlebihan,
sehingga menyebabkan terhambatnya impuls
nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak
dirasakan oleh klien). Stimulus sensori yang
menyenangkan akan merangsang sekresi
endorfin, sehingga stimulus nyeri yang
dirasakan oleh klien menjadi berkurang.
3. Analgesik (Membantu mengurangi rasa nyeri)

Você também pode gostar