Você está na página 1de 36

LAPORAN KASUS

ABSES BARTHOLINI

Oleh:
dr. Mulya Ito Astari

Pembimbing:
dr. Obed Paul Andre Simatupang, M.Ked. OG, Sp. OG

Pendamping:
Dr. Toman Ria Sitorus

RS MARDI WALUYO
KOTA METRO LAMPUNG
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
Sekitar 2% perempuan usia reproduktif mengalami
pembengkakan pada satu atau kedua glandula Bartholin dengan kasus
abses Bartholin dan kista Bartholin mencapai 2% dari semua
kunjungan ginekologi per tahun. Abses glandula Bartholin
berkembang, baik itu ketika terjadi infeksi pada kista Bartholin atau
dapat pula terjadi akibat adanya infeksi primer dari glandula Bartholin.
Pada umumnya, pasien dengan abses Bartholin mengeluhkan
nyeri pada vulva dengan onset akut dan berkembang secara progresif
cepat. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya massa lunak pada
labia, berfluktuasi dengan eritema disekitarnya dan edema.
Pada dasarnya, jika abses Bartholin ditangani dengan drainase
yang tepat dan reclosure dapat dicegah, maka kebanyakan abses
memiliki outcome yang baik. Tidak ada rekurensi yang terjadi setelah
marsupialisasi dilaporkan pada penelitian yang telah ada.
Penyembuhan biasanya terjadi dalam 2 minggu atau kurang.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Nn. E
• Tanggal Lahir/Umur : 12-02-2003/15 tahun
• Alamat : Pujokerto RT 0022/001 Trimurjo
Lampung Tengah
• Agama : Islam
• Pekerjaan : Pelajar
• Status : Belum menikah
• No. RM : 00405516
• Tanggal Masuk RS : 29 Desember 2018 melalui IGD
jam 12.40 wib
• Tanggal keluar RS : 31 Desember 2018
ANAMNESIS

Keluhan Utama:
Benjolan di bibir kemaluan bagian kiri sejak 2 minggu yang lalu dan
semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien berusia 15 tahun datang ke IGD RS Mardi Waluyo diantar oleh
ayahnya dengan keluhan benjolan di bibir kemaluan bagian kiri sejak 2
minggu yang lalu dan semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan disertai nyeri pada benjolan tersebut. Nyeri dirasakan
memberat bila tersentuh, saat pasien berjalan maupun duduk. Rasa nyeri
berkurang bila pasien dalam posisi berbaring dan tidak memakai celana ketat.
Benjolan awalnya berukuran kecil seperti kelereng yang lambat laun semakin
membesar dan semakin hari bertambah nyeri serta terasa hangat. Benjolan
tidak terasa gatal ataupun panas. Pasien juga mengeluh mengalami keputihan
sejak 2 hari sebelum benjolan muncul, berwarna putih kental seperti susu,
cukup banyak, dan agak berbau serta terkadang terasa gatal. Keluhan disertai
pula demam sejak 1 hari sebelum masuk rmah sakit. Kesulitan buang air kecil
dan buang air besar disangkal. Nafsu makan pasien biasa. Tidak ada keluhan
seperti nyeri perut tembus belakang, mual, muntah, pusing, dan sakit kepala.
Riwayat Pengobatan:
• Riwayat berobat di Puskesmas pagi hari sebelum masuk rumah sakit,
namun tidak ada perubahan.

Riwayat Penyakit Terdahulu:


• Riwayat keluhan berupa benjolan pada bibir kemaluan namun tidak
terasa nyeri sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan sering dirasakan hilang
timbul.
• Pasien juga mempunyai riwayat operasi amandel 4 tahun yang lalu.
Riwayat alergi maupun penyakit lain disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:


• Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa.

Riwayat Kebiasaan Pasien:


• Pasien kurang menjaga kebersihan area genital, dan jarang mengganti
pakaian dalam (dalam sehari pasien mengganti pakaian dalam 1 kali
sehari).
PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan umum : Tampak sakit sedang


• Kesadaran : GCS E4V5M6, Composmentis
• Status gizi : Baik
• Vital Sign
-TD : 110/70 mmHg
-Nadi : 80 ×/menit
-RR : 18 ×/menit
-Suhu : 37,5oC
• Skala Nyeri :8
STATUS GENERALISATA

Pemeriksaan Kepala
• Wajah : Tampak pucat (-), edema (-), efloresensi (-)
• Bentuk : Normocephalus, simetris
• Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tidak mudah rontok, alopecia (-)
• Deformitas : (-), nyeri tekan (-)
• Mata
-Konjungtiva : Anemis -/-
-Sklera : Ikterus -/-
-Pupil : Bentuk bulat, isokor, RCL +/+
• Telinga : Deformitas (-), massa (-), otorrhea (-), nyeri tekan (-)
• Hidung : Deformitas (-), nafas cuping hidung (-), epistaksis (-), rinorrhea (-)
• Mulut
-Bibir : Kesan normal, sianosis (-), stomatitis (-)
-Lidah : Kesan normal, warna merah muda, lidah kotor (-)
-Gigi : Karies (-)
-Tonsil : Ukuran T0/T0
-Faring : Hiperemis (-)
Pemeriksaan Leher
• Kelenjar getah bening : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
• Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
• JVP : Peningkatan (-)
• Massa : (-)

Thorax
Pemeriksaan Paru
• Inspeksi:
Ekspansi paru simetris bilateral kanan = kiri, retraksi interkosta (-), jejas (-),
bentuk normochest, jenis pernapasan thoraco-abdominal, pola pernapasan
kesan normal
• Palpasi:
Ekspansi dada simetris, vocal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
• Perkusi:
Bunyi sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar SIC VII LMD
• Auskultasi:
Suara napas vesikuler di kedua lapang paru. Suara napas tambahan: Ronkhi
(-/-), Whezzing (-)
Pemeriksaan Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba
• Perkusi :
Batas atas : SIC II linea sternalis sinistra
Batas kiri : SIC IV linea axillaris anterior
Batas kanan : SIC IV linea sternalis dextra
• Auskultasi : Bunyi jantung S1 & S2 murni reguler, bunyi tambahan (-)

Pemeriksaan Abdomen
• Inspeksi : Tampak datar, luka bekas operasi (-), bendungan vena (-)
• Auskultasi : Bunyi peristaltik usus terdengar, frekuensi kesan normal.
• Perkusi : Bunyi timpani (+). Pembesaran lien & hepar (-)
• Palpasi : Nyeri tekan (-).Palpasi hepar, ginjal, dan lien dalam batas
normal
Pemeriksaan ekstremitas

Ekstremitas superior
• Kulit : Warna cokelat kesan normal, edema (-/-), akral
hangat (+/+)
• Otot : Bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
• Sendi : ROM dalam batas normal

Ekstremitas inferior
• Kulit : Warna cokelat kesan normal, edema (-/-), akral
hangat (+/+)
• Otot : Bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
• Sendi : ROM dalam batas normal
PEMERIKSAAN GENITALIA

• Vulva:
Tampak discharge warna putih seperti susu,
volume sedikit, sedikit berbau.

Status Lokalis
• Inspeksi:
Tampak massa berfluktuasi dan hiperemis di labia
minora sinistra meluas ke labia majora sinistra,
bentuk sferis.
• Palpasi:
Teraba massa dengan konsistensi lunak,
berfluktuasi, nyeri tekan (+), teraba lebih hangat
dibandingkan daerah sekitarnya. Ukuran massa
± 8-10 cm.
RESUME

Pasien berusia 15 tahun masuk dengan keluhan benjolan di


bibir kemaluan bagian kiri disertai nyeri sejak 2 minggu yang lalu
dan semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri diperberat oleh sentuhan dan mengganggu aktivitas. Keluhan
bersifat progresif dan terasa adanya panas. Disertai pula keputihan
sejak 2 hari sebelum benjolan muncul dan demam sejak 1 hari yang
lalu. Riwayat keluhan serupa namun tidak terasa nyeri sejak 3 bulan
yang lalu, bersifat intermitten. Hygienitas area genital kurang dijaga.
Pemeriksaan fisik pasien menujukkan keadaan umum tampak
sakit sedang, kesadaran composmentis, status gizi baik, tanda vital:
tekanan darah 110/70mmHg, nadi 80×/menit, respirasi 18×/menit,
suhu 37,5oC. Status generalisata: tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan ginekologi: pada vulva tampak discharge warna
putih seperti susu, volume sedikit, sedikit berbau, status lokalis pada
inspeksi tampak massa dengan konsistensi lunak, berfluktuasi,
disertai nyeri tekan, teraba lebih hangat dibandingkan daerah
sekitarnya. Ukuran massa ± 8-10 cm. Pemeriksaan darah rutin
menunjukkan leukosit 16.400 /uL
DIAGNOSIS KERJA
• Abses Bartholini

DIAGNOSIS BANDING
• Kista Bartholini
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
• IVFD D5% 500cc/8 jam
• Injeksi Ciprofloxacin flash 2x400mg
• Injeksi Metronidazole flash 3x500mg
• Ketoprofen supp /8 jam
• Ranitidin Tab 3x150mg
Non-Medikamentosa:
• Vulva Higiene
• Bed rest, higienitas dijaga
Rencana tindakan:
• Marsuapialisasi

PROGNOSIS
• Quo ad Vitam : Bonam
• Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
• Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
• Quo ad Cosmeticam : Dubia ad Bonam
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin (29 Desember 2018)


• Leukosit : 16.400 /uL (4.000-10.000)
• Eritrosit : 4,5 juta/uL (4,5-6,5)
• Hemoglobin : 10,0 gr% (12,0-14,0)
• Hematokrit : 32 gr% (36-47)
• MCV : 70 fL (82-92)
• MCH : 22 pg (27-31)
• MCHC : 32 gr% (32-37)
• Trombosit : 494.000 ribu/uL (150.000-450.000)
Hemostasis
• Masa Pendarahan/BT : 3 menit <6
• Masa Pembekuan/CT : 12 menit 9-16
Imunoserologi
• Hepatitis Marker
• Anti HCV : Non Reaktif Non Reaktif
Urine
• Plano Test : Negatif
FOLLOW UP
HARI/
NO S O A P
TGL
-IVFD D5% 500cc/8 jam
KU: SS/CM -Injeksi Ciprofloxacin flash 400mg/12 jam
Benjolan pada vulva (+), nyeri (+), S: 37,5°C -Injeksi Metronidazole flash 500mg/8jam
Sabtu/ discharge kental putih seperti susu Konjungtiva: anemis -/- -Ketoprofen supp /8 jam
29-12- dari vulva (+), nyeri perut (-), mual Px.ginekologi: tampak discharge -Sanmol Tab 3x500mg
Abses Bartholini
2018 (-), muntah (-), pusing (-), demam volume sedikit dan berbau. Inspeksi -Ranitidin Tab 3x150mg
1 12:40 (+), BAB (+) biasa, BAK (+) tampak massa, konsistensi lunak, -Konsul dr.spesialis obgin di poliklinik dan
lancar. berfluktuasi, nyeri tekan, teraba Rencana operasi (marsupialisasi) jam 20.00
hangat. Uk ± 8-10 cm. wib
-Persiapan operasi dan puasa

Operasi selesai jam 21:00, observasi diruang


20:00 Tindakan operasi
pulih sadar, jam 22.00 wib pindah ruangan

KU: Baik/CM -IVFD D5% 500cc /8 jam


Nyeri pada bekas operasi, -Injeksi Ciprofloxacin flash 400mg/12 jam
TD: 110/80 mmHg Post
Marsuapialisasi -Injeksi Metronidazole flash 500mg/8jam 
Minggu/ discharge kental putih dari vulva
N: 84×/m
30-12- berkurang, darah minimal, flatus stop
2 R: 22×/m a/i Abses
2018 (+), nyeri perut (-), mual (-), -Ketoprofen supp /8jam /12jam
S: 36,7°C Bartholini (Hari
08:00 muntah (-), pusing (-), demam (+), -Sanmol Tab 3x500mg
BU: + K-1) -Ranitidin Tab 3x150mg
BAB (+) biasa, BAK (+) lancar
Konjungtiva: anemis -/- -Mefinal Tab 3x500mg

KU: Baik/CM
Nyeri pada bekas operasi
TD: 100/70 mmHg Post -Terapi diganti oral:
Senin/ berkurang, discharge kental putih
N: 80×/m Marsuapialisasi -Ciprofloxacin Tab 2x500mg
31-12- dari vulva berkurang, darah (-),
R: 20×/m a/i Abses -Sanmol Tab 3x500mg
2018 flatus (+), nyeri perut (-), mual (-),
3 S: 36,8°C Bartholini (Hari -Ranitidin Tab 3x150mg
08:00 muntah (-), pusing (-), demam (+),
BU: + K-2) -Mefinal Tab 3x500mg
BAB (+) biasa, BAK (+) lancar
Konjungtiva: anemis -/-
10:00 Aff infuse
13:30 Pasien diperbolehkan pulang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Abses Bartholin merupakan abses yang dihasilkan
dari obstruksi pada ostium ductus diikuti dengan
akumulasi mucus atau pus dalam ductus glandula.
Abses glandula Bartholin adalah infeksi
polimikrobial, dan spesies Bacteroides, spesies
Peptostreptococcus, Eschercia coli, dan Neisseria
gonorrhoeae yang mana sering kali ditemukan pada
kultur dari drainase purulen. Jarang ditemukan adanya
keterlibatan Chlamydia trachomatis pada penyakit ini.
ANATOMI DAN FISIOLOGI

Glandula Bartholin merupakan


homolog dari glandula Cowper atau
bulbourethralis pada pria. Glandula
Bartholin terdiri atas sepasang
kelenjar yang berukuran seperti
kacang polong dengan diameter
sekitar 0,5 cm, terletak di labia
minora pada 1/3 posterior.
Glandula Bartholin diperdarahi
oleh arteri Bulbi vestibuli, dan
dipersarafi oleh Nervus pudendus
dan Nervushemoroidal inferior.
Fungsi dari kelenjar ini adalah
untuk mempertahankan kelembapan
permukaan vestibulum mucosa
vagina.
Glandula Bartholin dibentuk oleh kelenjar
racemose dibatasi oleh epitel columnar atau kuboid
yang mensekresi mucus jernih atau keputih-putihan
dengan komponen lubrikan.
Kontraksi musculus bulbospongiosus, yang
melapisi permukaan superfisial glandula,
mendorong sekresi pada glandula dan
mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau
melicinkan permukaan vagina di bagian caudal.
Secara klinis, obstruksi pada ductus Bartholini
atau inflamasi akibat infeksi dapat menimbulkan
terjadinya kista dengan ukuran yang bervariasi.
Kista yang terinfeksi dapat menyebabkan
timbulnya abses.
EPIDEMIOLOGI

Sekitar 2% wanita usia reproduktif mengalami


pembengkakan pada satu atau kedua glandula Bartholin.
Penyakit ini cenderung berkembang pada populasi dengan
profil demografis serupa dengan mereka yang memiliki risiko
tinggi terhadap infeksi menular seksual. Abses umumnya
hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista.
Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa
wanita berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung untuk
mengalami kista Bartolin atau abses Bartolin daripada wanita
hispanik.
Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolin
atau abses di dalam hidup mereka. Kebanyakan kasus terjadi
pada wanita usia reproduktif, antara 20 sampai 30 tahun.
Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada
wanita yang lebih tua atau lebih muda.
ETIOLOGI

Obstruksi pada ductus Bartholin dapat terjadi dengan


infeksi, maupun non infeksi. Kista Bartolini tidak selalu
harus terjadi sebelum abses, yang pada dasarnya bersifat
polimikrobial.
Bakteri yang paling umum diisolasi dari pasien dengan
abses Bartholini termasuk anaerobic Bacteroides,
Peptostreptococcus spp., aerobic Escherichia coli, S
aureus, dan E faecalis. Selain itu, jarang didentifikasi
keterlibatan Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia
trachomatis pada penyakit ini.
Dengan demikian, diperlukan terapi polimikrobial dan
agen tunggal oral yang sesuai dengan pasien rawat jalan.
PATOFISIOLOGI

Obstruksi duktus

Retensi mukus

Kista Bartholin

Inflamasi Infeksi

Batholinitis Abses Bartholin


FAKTOR RISIKO

Adanya riwayat infeksi pada glandula Bartholin


(Bartholinitis), dimana kelenjar membesar, merah, nyeri,
dan lebih panas daripada daerah sekitarnya. Isinya cepat
menjadi nanah atau jika tersumbat, mengumpul di
dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat
menjadi sebesar telur bebek.
Radang pada glandula Bartholin dapat terjadi
berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun
dalam bentuk kista Bartholin. Pada beberapa kasus, isi
kista dapat terinfeksi dan menyebabkan pembentukan
abses.
MANIFESTASI KLINIK

Pada kista Bartholin, bila pembesaran kistik tidak disertai


dengan infeksi umumnya tidak akan menimbulkan gejala
khusus. Jika kista tumbuh lebih dari diameter 1 inci, dapat
menyebabkan ketidaknyamanan. Tanda kista Bartholini yang
tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah
satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada
daerah vulva.
Gejala utama akibat infeksi akut biasanya berupa nyeri
sentuh, demam dan dyspareunia. Pada tahap supuratif, dinding
kista berwarna kemerahan, tegang, dan nyeri.
Berbeda dengan kista Bartholin yang sering kali
asimptomatik, pasien dengan abses Bartholin biasanya
mengeluh adanya pembesaran pada vulva unilateral dengan
cepat dan nyeri yang signifikan. Ditemukan pula massa
berfluktuasi pada satu sisi introitus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada kista yang terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan


dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jenis bakteri
penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi
akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan
Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari
daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah
48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda
pengobatan.Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang
tepat yang perlu diberikan.
Pembesaran glandula Bartholin pada wanita usia lebih
dari 40 tahun dan memiliki riwayat kista rekuren ataupun
adanya abses rekuren sebaiknya dilakukan biopsi atau
eksisi. Semua massa solid membutuhkan FNA atau biopsi
untuk menentukan diagnosis definitif.
PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti:


1) Panas
2) Gatal
3) Sudah berapa lama gejala berlangsung
4) Kapan mulai muncul
5) Faktor yang memperberat gejala
6) Apakah pernah berganti pasangan seks
7) Keluhan saat berhubungan
8) Riwayat penyakit menular seks sebelumnya
9) Riwayat penyakit kulit dalam keluarga
10) Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin
11) Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi
12) Riwayat pengobatan sebelumnya
Keluhan pasien pada umumnya adalah:5
1) Benjolan
2) Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual
3) Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan
mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai
dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal
4) Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari
5) Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4-5 hari pasca pembengkakan,
terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui
hubungan seksual
6) Dapat terjadi ruptur spontan
7) Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras

Pada pemeriksaan fisik, kista secara khas bersifat unilateral, berbentuk


bulat atau ovoid, dan berfluktuasi atau tegang. Jika terinfeksi, tampak area
sekitar menjadi eritema dan lunak serta nyeri tekan. Massa biasanya
berlokasi pada inferior lipatan labium minora/majora atau bagian bawah
vestibulum pada posisi jam 4/5 atau 7/8, yang mana kebanyakan kista dan
abses menyebabkan asimetris pada labia.
DIAGNOSIS BANDING

1. Kista Bartholini
2. Malignancy
3. Epidermoid cysts
PENATALAKSANAAN

Kista Bartholin yang berukuran kecil dan asimptomatik tidak


membutuhkan intervensi. Pada kista yang simptomatik dapat
ditatalaksana dengan salah satu teknik seperti insisi dan drainase
(I&D), marsupialisasi atau eksisi glandula Bartholin.
Abses dapat ditatalaksana dengan I&D ataupun
marsupialisasi. Abses ductus glandula Bartholin tidak sesuai
untuk dilakukan tindakan prosedur eksisi glandula.

Medikamentosa
Antibiotik oral yang dapat diberikan pada pasien abses
Bartholin termasuk trimethoprim-sulfamethoxazole, amoxicillin-
clavulanate, generasi kedua cephalosporin, atau fluoroquinolone,
seperti ciprofloxacin. Pada kebanyakan kasus, kultur dilakukan.
Adapun, berdasarkan risiko pasien, NAATs untuk N gonorrhoeae
dan C trachomatis dan screening untuk STDs lainnya.
KOMPLIKASI
1. Perdarahan
2. Rekurensi
3. Missed diagnosis dari Bartholin duct carcinoma
4. Infeksi progresif dan sepsis
5. Komplikasi lain

PROGNOSIS
Kelalaian diagnosis dari adanya malignancy dapat
memberikan outcome yang lebih buruk pada pasien.
BAB IV
PEMBAHASAN
1. DIAGNOSIS
Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai abses kelenjar
Bartholini berdasarkan dari anamnesis keluhan pasien dan pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang.

Pada dasarnya, epidemiologi kista ataupun abses Bartholini


kebanyakan terjadi pada wanita usia reproduktif, antara 20 sampai 30
tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita
yang lebih tua atau lebih muda. Pada pasien ini, pasien berumur 15
tahun dan termasuk dari usia lebih muda, sehingga dari segi
epidemiologi sudah sesuai, selain itu dari riwayat higienitas pasien
termasuk memiliki status higienitas yang buruk terbukti dari riwayat
keputihan yang berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Keadaan
ini dapat menjadi media yang baik bagi mikrobakteri untuk hidup
sehingga menimbulkan sumbatan dan infeksi pada kelenjar Bartholini.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
diperoleh telah sesuai dengan teori tanda dan gejala
kelenjar Bartholini yang telah terinfeksi. Keluhan pasien
pada umumnya adalah adanya benjolan, nyeri saat
berjalan, duduk, beraktivitas fisik, teraba massa unilateral
pada labia minora sebesar telur ayam, lembut, dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras, disertai
demam.
Maka jika terinfeksi dengan mikroorganisme yang
ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan
adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal, biasanya
ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca
pembengkakan, terutama jika infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual.
2. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini berupa
tatalaksana medikamentosa dan non medikamentosa serta
tindakan marsupialisasi.
Menurut teori abses Bartholini memerlukan drainase
kecuali kalau terjadi rupture spontan. Banyak literatur
menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya digunakan pada
kista Bartholini. Namun sekarang digunakan juga untuk abses
kelenjar Bartholini karena memberi hasil yang sama efektifnya.
Pemberian antibiotik seharusnya disesuaikan dengan
bakteri penyebab yang dapat diketahui secara pasti dari hasil
pengecatan Gram maupun kultur pus dari abses kelenjar
Bartholini. Namun pada pasien ini pemeriksaan tersebut tidak
dilakukan. Namun terapi yang diberikan untuk mengobati
infeksi dan gejala pada pasien ini sesuai dengan teori bahwa
antibiotik yang bisa digunakan adalah antibiotik yang
berspektrum luas dan diberikan antinyeri untuk mengurangi
keluhan nyeri pada pasien ini.
3. PROGNOSIS
Edukasi yang perlu diberikan pada pasien
sebelum pulang dapat berupa edukasi untuk
melakukan perawatan luka bekas operasi dan
menjaga higienitas diri terutama daerah genital serta
kontrol kembali jika ada keluhan. Menurut teori jika
abses dengan didrainase dengan baik dan
kekambuhan dicegah, prognosisnya baik. Tingkat
kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20%.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa:

• Abses Bartholini terbentuk ketika terjadi infeksi pada obstruksi


ostium dari duktus, yang menyebabkan distensi dari glandula atau
duktus dengan cairan.
• Etiologi dari abses Bartholini yaitu peradangan pada kista yang
terbentuk akibat sumbatan duktus sekretorius dari kelenjar Bartholini
• Tanda dan gejala abses bartholini yaitu pembengkakan labia unilateral
yang nyeri, nyeri saat berjalan dan duduk, kadang demam diikuti
dengan adanya discharge akibat adanya ruptur spontan.
• Terapi utama terhadap abses Bartholini adalah insisi dinding kista dan
drainase cairan kista atau abses, yang disebut dengan prosedur
marsupialisasi. Pengosongan dan drainase eksudat abses dapat pula
dilakukan dengan memasang kateter Word. Berikan juga antibiotika
untuk mikroorganisme yang sesuai dengan hasil pemeriksaan apus
atau kultur bakteri.
TERIMA KASIH

Você também pode gostar