Você está na página 1de 9

Zhihar & Li’an

Kelompok 6

Nama : Dinda Susanti


Ultifa Annisa
Pengertian Zhihar

Zhihar adalah ucapan suami yang menyerupai punggung istrinya sama


dengan ibunya, seperti kata suami kepada istrinya : ‘’Punggungmu sama seperti
ibuku.”Apabila seorang suami mengatakan yang demikian dan tidak diteruskan
kepada talak, maka wajib baginya membayar kifarat dan haram bercampur
dengan istrinya sebelum kifarat dibayar.
Hakikat Zhihar
Terdapat 3 kata pokok yang menjelaskan hakikat Zhihar , yaitu :

Pertama : kata “menyamakan” (tasybih)yang mengandung arti Zhihar itu merupakan tindakan seseorang
untuk menyamakan atau menganggap sama, meskipun yang dianggap sama itu menurut hakikatnya
adalah berbeda.
Kedua : kata “suami” menjelaskan bahwa yang melakukan penyamaan atau yang menganggap sama
adalah suami terhadap istrinya, bukan yang lain, atau istri yang menyamakan suaminya, bukan disebut
zhihar.
Ketiga : kata “mahramnya” atau orang yang haram dikawininya,mengandung arti orang kepada siapa
istrinya disamakannya adalah orang-orang yang haram dikawininya. Hal itu mengandung arti bahwa bila
suami menyamakan istrinya dengan orang yang tidak haram dikawininya, seperti saudara sepupunya atau
perempuan lain yang tidak ada hubungan mahram, tidak disebut zhihar.
Kifarat Zhihar
Adapun ketentuan kifarat zhihar yang harus dilakukan secara beruntun
adalah sebagai berikut :
a. Kifarat dengan cara memerdekakan hamba sahaya.
b. Kalau tidak mampu, maka sebagai gantinya ialah berpuasa yang terus
menerus berturut-turut sampai dua bulan.
c. Kalau berpuasa tidak dapat maka sebagai gantinya ialah memberikan
makan kepada 60 faqir miskin, tiap-tiap orang 5/6 liter.
Zhihar yang bersifat temporal

Fuqoha keempat mazhab menyebutkan bahwa sah zhihar yang bersifat


temporal, misalnya dia berkata “bagiku kamu seperti punggung ibuku sebulan
atau sehari, atau sampai habis bulan ramadhan.
Akan tetapi zhihar ini menjadi sifat abadi menurut mazhab Maliki, maka
tidak dapat terlepas kecuali dengan kafarat, maksudnya temporal menjadi jatuh
dan menjadi zhihar yang bersifat abadi karena lafal ini membuat si istri menjadi
haram, dan jika ia ditetapkan dengan waktu maka tidak tertentu dengan waktu
seperti talak.
Pengertian Li’an
Li’an ialah ucapan tertentu yang digunakan untuk menuduh istri yang telah
melakukan perbuatan yang mengotori dirinya (berzina) alasan suami untuk
menolak anak.
Suami melakukan Li’an apabila ia telah menuduh istrinya berzina. Tuduhan
berat ini pembuktiannya harus dilakukan dengan mengemukakan empat saksi
laki-laki. Orang yang menuduh orang lain berzina dan ia dapat
membuktikannya, akan dihukum pukul dengan 80 kali.
Hakikat lian
Suami yang menuduh istrinya berzina dan tidak dapat menghadirkan empat orang
saksi harus bersumpah sebanyak empat kali dengan mengatakan bahwa dia benar.
Untuk yang kelimanya, dia bersumpah bahasanya dia berhaq mendapatkan laknat dari
Allah SWT, jika yang dituduhkannya tidak sesuai dengan kenyataan.
Istri yang menyatakan tuduhan perzinaan. Dari suaminya juga bersumpah sebanyak
empat kali bahwa suaminya telah berdusta. Untuk sumpah yang kelima kalinya, dia
mengatakan dengan tegas bahwa dia pantas mendapatkan laknat dari Allah SWT, jika
tuduhan yang diajukan suaminya benar.
Ketentuan Li’an
Li’an dapat dilakukan dalam dua kondisi, yaitu:
• Pertama, suami menuduh istrinya berzina, tapi dia tidak memiliki empat
orang saksi laki-laki yang dapat mendukung kebenaran dakwaannya.
• Kedua, suami tidak mengakui bahwa janin yang sedang dikandung istrinya
adalah darah dagingnya.
Keadaan pertama dapat dibenarkan jika ada laki-laki yang pernah berzina
dengan istrinya. Umpamanya, suami melihat laki-laki tersebut sedang berzina
bersama istrinya atau istri mengakui berbuat zina dan suami yakin.
Rukun dan Syarat Li’an
Berikut ini rukun dan syarat yang harus terpenuhi dalam suatu perbuatan sehingga dapat disebut dengan li’an, yakni :
A. Suami. Dengan syarat :
• Seorang yang sudah dikenai hukum/mukallaf.
• Muslim, adil, dan tidak pernah dihukum qazaf.
• Tidak dapat mendatangkan saksi empat orang untuk membuktikan tuduhan zina yang ia lemparkan kepada istrinya.
B. Istri yang di-li’an. Dengan syarat :
• Masih terikat tali perkawinan dengan suaminya.
• Seorang mukallaf.
• Seorang yang muhsan yaitu bersih dari kemungkinan sifat-sifat yang tercelal yang menyebabkan dia pantas untuk
dituduh berzina.
C. Tuduhan bahwa istrinya telah berbuat zina yang ada dalam dua bentuk yakni karena : pertama, melihat sendiri perbuatan
zina yang dilakukan istrinya dan kedua, menafikan anak yang dikandung oleh istrinya itu.

Você também pode gostar