Você está na página 1de 14

Sindrom ovarium polikistik (PCOS)

I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Merupakan gangguan endokrin yang


memiliki karakteristik kelainan berupa
oligoovulasi atau anovulasi,
hiperandrogenisme, dan kista ovarium
multipel.
Intro ...
• PCOS adalah gangguan endokrin yang paling umum ditemukan
pada wanita usia produktif dan mengenai 4%-12% populasi
(Schorge, 2012).     
• Sekitar 85%-90% wanita dengan oligomenorea teridentifikasi
memiliki PCOS, sementara 30%-40% wanita dengan amenorea
memiliki PCOS. Lebih dari 80% wanita yang memiliki gejala
hiperandrogenisme mengidap PCOS.
• Hirsutisme yang merupakan gejala yang umum terjadi pada
penderita hiperandrogenisme terdapat pada 70% wanita dengan
PCOS. Lebih dari 90% wanita dengan menstruasi normal namun
terdapat hirsutisme, teridentifikasi dengan USG memiliki PCOS.
Acne juga dapat menjadi penanda hiperandrogenisme, namun
lebih jarang terjadi pada PCOS dan kurang spesifik dari pada
hirsutisme. Sekitar 15%-30% wanita dewasa dengan acne
memiliki PCOS (Sirmans, 2014).
B. Tanda & Gejala Klinis

Anamnesis

1. Periode menstruasi yang tidak teratur atau amenore pada


wanita yang sebelumnya mempunyai riwayat haid yang
teratur (amenore sekunder)
2. Konsumsi alkohol
3. Merokok
4. Pola makan
5. Riwayat diabetes
6. Penyakit kardiovaskuler pada keluarga
Pemeriksaan Fisik

Akibat dari peningkatan produksi hormon androgen (Bulun,


2011):
1. Rambut yang tumbuh di dada, perut, wajah, dan sekitar
puting susu (hirsutisme)
2. Timbulnya jerawat di wajah, dada, atau punggung
3. Penipisan rambut kepala.
4. Pembesaran klitoris.
5. Suara terasa dalam.
6. Penurunan ukuran payudara.
7. Pembengkakan ovarium

Sedangkan tanda akibat resistensi insulin (Norwitz, 2006):


1. Hiperpigmentasi dan penebalan kulit pada daerah sekitar
ketiak, selangkangan, leher, dan payudara (acanthosis
nigricans)
2. Peningkatan berat badan (Obesitas)
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan profil lipid (dislipidemia)
2. Kadar glukosa darah yang meningkat
3. Kadar testosteron yang meningkat
4. Kadar LH yang meningkat
5. Kadar prolaktin dan tes fungsi tiroid normal
(untuk menyingkirkan hiperandrogen akibat
penyakit lain)
6. Tes kehamilan serum HCG (untuk
menyingkirkan kemungkinan kehamilan pada
pasien dengan amenore)
7. USG dan laparoskopi untuk melihat gamabaran
ovarium
D. Penegakan Diagnosis

Diagnosis PCOS menurut konsensus Rotterdam


tahun 2003 mengenai sindrom ovarium polikistik
yaitu, adanya oligomenorrhea atau anovulasi,
tanda-tanda hiperandrogenisme secara klinis
maupun biokimia dan ovarium polikistik dimana
keadaan-keadaan tersebut diatas bukan
disebabkan oleh hyperplasia adrenal kongenital,
tumor yang mensekresi androgen atau cushing
syndrome. PCOS dapat ditegakkan apabila ada
2 dari 3 keadaan tersebut.
Kriteria diagnosis yang direkomendasikan oleh The
European Society for Human Reproduction and
Embryology dan The American Society for Reproductive
Medicine. Dimana untuk menegakkan diagnosis PCOS
apabila sekurangnya 2 dari kriteria yang ada terpenuhi.
Kriteria diagnosisnya adalah:
1. Oligo-ovulasi atau anovulasi yang bermanifestasi
sebagai oligomenorea dan amenorrhea.
2. Hiperandrogenisme (secara klinis ada peningkatan
androgen) atau hiperandrogenemia (secara biokimiawi
terdapat peningkatan hormon androgen).
3. Polikistik ovarii (seperti yang tampak melalui
pemeriksaan ultrasonografi. Polikistik ovarii didefinisikan
sebagai adanya 12 atau lebih folikel pada sekurangnya 1
ovarium dengan ukuran diameter 2-9 mm atau volume
total ovarium > 10 cm3.
E. Penatalaksanaan
MEDIKAMENTOSA
Penanganan medikamentosa pada PCOS merupakan penanganan dari kelainan
metabolik, anovulasi, hirsutisme dan siklus menstruasi yang terganggu.
1. Penggunaan obat insulin-sensitisizing dapat meningkatkan sensitifitas insulin
yang berhubungan dengan reduksi kadar androgen dalam darah, sehingga
dapat memperbaiki siklus ovulasi dan toleransi glukosa (Lucidi, 2014).
2. Terapi pertama biasanya menggunakan kontrasepsi oral untuk memicu
menstruasi reguler. Dapat diberikan clomiphene citrate (atau comparable
estrogen modulators seperti letrozole) untuk pertumbuhan ovarium dan
pelepasan ovum (Lucidi, 2014 ; Radosh, 2009 ; Legro et al, 2013).
3. Pasien dengan diabetes melitus tipe 2 diberikan pengobatan dengan
antihiperglikemi oral, seperti metformin.
4. Obat-obat lain : prednison dosis rendah atau dexametason untuk pasien
hiperandrogenisme adrenal, euprolide acetate (Lupron) efektif untuk menekan
produksi hormon ovarium yang efektif menginduksi menopause, benzoyl
peroxide, retinoid topikal (Retin-A), dan antibiotik efektif untuk acne treatment,
insulin sensitisizer seperti inositol atau thiazolidinediones
Non Medikamentosa
1. Modifikasi gaya hidup
Secara efektif, perubahan gaya hidup bisa mengembalikan siklus ovulasi dan
membantu kehamilan pada wanita obesitas disertai PCOS. Penurunan berat badan
juga turut membantu menghilangkan gejala klinis akibat hiperandrogenisme
2. Pengaturan diet
Diet yang ditekankan pada pasien PCOS adalah tinggi serat, rendah karbohidrat,
lemak trans, dan lemak tersaturasi; serta meningkatkan konsumsi asam lemak
omega-3 dan omega-9.
3. Latihan fisik
Paling tidak selama 30 menit dengan intensitas sedang selama lima hari atau lebih
dalam satu minggu. Dapat ditingkatkan. Latihan fisik untuk pasien risiko tinggi adalah
latihan yang sifatnya aerobik.
F. Prognosis
• Wanita dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS)
memungkinkan terjadinya peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular dan serebrovaskular (Vryonidou, 2005).
• Sekitar 40% pasien dengan PCOS memiliki resistensi
insulin. Selain itu wanita dengan PCOS juga beresiko
terkena diabetes mellitus tipe 2 dan komplikasi
kardiovaskular (Hardiman, 2003).
• Anovulasi kronis pada pasien dengan PCOS
menyebabkan stimulasi endometrium konstan dengan
estrogen tanpa progesteron, dan hal ini dapat
meningkatkan risiko hiperplasia dan karsinoma
endometrium (Royal, 2007).
G. Komplikasi

Komplikasi utama yang dikhawatirkan


pada penderita PCOS adalah terjadinya
infertilitas (Bulun et al, 2011).
    Dengan adanya kelainan metabolik
pada penderita PCOS yang berupa
resistensi insulin akibat obesitas dapat
mengakibatkan terjadinya DM tipe 2, serta
penyakit kardiovaskular seperti penyakit
jantung coroner atau aterosklerosis (Bulun
et al, 2011).
IV. DAFTAR PUSTAKA
ACOG. 2009. ACOG practice bulletin; 09. Washington DC: American College of Obtetricans and Gynaecologists.
Aida, Hanjalic-Beck. et all. 2010. Metformin versus acarbose therapy in patients with polycystic ovary syndrome (PCOS): a prospective randomised double-blind study.
Gynecological Endocrinology.
aziad, Ali. 2012. “Sindrom Ovarium Polikistik dan Penggunaan Analog GnRH”. CDK-196, Vol. 39, No. 8.
Bulun SE, Adashi EY. 2011. The physiology and pathology of the female reporductive axis. In: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR, eds. Williams Textbook of
Endocrinology. 12th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Dokras A. 2008. “Cardiovascular disease risk factors in polycystic ovary syndrome”, Semin Reprod Med, 26 (1): 39-44.
Ehrmann, David A, Jacqueline Imperial, Abeer Rue. 2014. “Polycystic Ovary Syndrome”, The University Of Chicago Medicine.
Hadibroto, Budi. 2005. “Sindrom ovarium polikistik”, Majalah kedokteran nusantara FKUSU.
Hardiman P, Pillay OC, Atiomo W. 2003. “Polycystic ovary syndrome and endometrial carcinoma”, Lancet, 361 (9371): 1 810-2.
Legro, R.S. et al. 2013. “Diagnosis and Treatmen of Polycystic Ovary Syndrome: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline”, Journal of Clinical Endocrinology &
Metabolism, pp.2013-2350.
Liepa GU, Sengupta A, Karsies D. 2008. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) and other androgen excess-related conditions: can changes in dietary intake make a difference?.
Nutr Clin Pract. Februari 2008;23(1):63-71.
Lucidi, Richard Scott. 2014. Polycystic Ovarian Syndrome. Tersedia dalam http://emedicine.medscape.com/article/256806-overview#aw2aab6b2b5. Diakses pada 12 Oktober
2014.
Norman RJ, Davies MJ, Lord J, Moran LJ. 2002. “The role of lifestyle modification in polycystic ovary syndrome”, Trends Endocrinol Metab.
Norwitz, Errol., Schorge, John. 2006. Obstetric and Gynecology At Glance edisi kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Ornstein RM. 2011. “Effect of weight loss on menstrual function in adolescents with plycystic ovary syndrome”, J Pediatr Adolesc Gynaecol, 24(3):161-5.
Qin JZ, Pang LH, Li MJ, Fan XJ, Huang RD, Chen HY. 2013. “Obstetrics Complications in Women with Polycystic Ovary Syndrome : a systematic review and meta-analysis”.
Reproductive Biology and Endocrinology. 11 : 56.
Radosh, L. 2009. “Drug Treatments for Polycystic Ovary Syndrome”, Am Fam Physician. 79. pp 671-676.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Long-term consequences of polycystic ovary syndrome. London, UK: Royal College of Obstetricians and Gynaecologists;
2007. Green-top guideline; no. 33.
Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG. 2012. Williams Gynecology. United States : McGraw-Hill.
Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). 2010. Management of obesity. A national clinical guideline. Edinburgh (Scotland); 2010 Feb.
Sirmans, Susan and Kristen Pate. 2014. “Epidemiology, Diagnosis, and Management of Polycystic Ovary Syndrome”, Clinical Epidemology, 6 : 1-13.
The Endocrine Society. 2013. “Diagnosis and Treatmentof Polycystic Ovary Syndrome:An Endocrine Society Clinical Practice Guideline”. Journal of Clinical Endocrinology and
Metabolism: 2013-2350.
The Rotterdam ESHRE/ASRM-Sponsored PCOS Consensus Workshop Group. 2004. Revised 2003 Consensus on diagnostic criteria and long-term health risks Related to
polycystic ovary syndrome. Fertil Steril.
Thompson, Walter R; Neil F Gordon; Linda S Pescatello. 2010. Exercise Prescription for Other Clinical Populations. In ACSM’s guidelines for exercise testing and prescription. 8th
ed. American College of Sports Medicine, P. 254
Trent ME, Rich M, Austin SB, Gordon CM. 2003. Fertility concerns and sexual behavior in adolescent girl with polycystic ovary syndrome: implication for quality of life. J Pediatr
Adolesc Gynaecol. Februari 2003;16(1):33-7
Vause, TD; Cheung AP, Sierra S, Claman P, Graham J, Guillemin JA, et al. 2010. Ovulation induction in polycystic ovary syndrome. J Obstet Gynaecol Can. 2010;32(5):495-502.
Vryonidou A, Papatheodorou A, Tavridou A, Terzi T, Loi V, Vatalas IA, et al. Association of hyperandrogenemic and metabolic phenotype with carotid intima-media thickness in
young women with polycystic ovary syndrome. J Clin Endocrinol Metab. May 2005; 90 (5): 2740-6.
Wanga YJ, dkk. 2012. “A Systematic Review and Meta-analysis of Randomized Controlled Trials Comparing Pioglitazone Versus Metformin in the Treatment of Polycystic Ovary
Syndrome”. Current Medical Research and Opinion 2012, Vol 28(5).
Ziaee, et al. 2012. “Effect of Metformin and Pioglitazone Treatment on Cardiovascular Risk Profile in Polycystic Ovary Syndrome”. The Indonesian Journal of Internal Medicine,
Vol 4 (1).

Você também pode gostar