Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disajikan untuk Pendidikan dan Pelatihan Dasar Hukum (Diklatsarkum) X I Pusat Studi dan Konsultasi Hukum (PSKH) Fakultas Syariah dan Hukum UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
HUKUM PIDANA
Ketentuan yang mengatur : 1. tingkah laku yang diharuskan/dilarang. 2. adanya ancaman pidana. 3. jenis dan macam pidana 4. cara menyidik,menuntut,pemeriksaan persidangan dan melaksanakan pidana.
HUKUM PIDANA
Hukum Pidana Materiil. Yaitu hukum yang mengatur perbuatanperbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa saja yang melanggarnya. Hukum Formil = Hukum Acara Pidana.
Yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan hukum materiil atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara pidana ke muka pengadilan pidana dan bagaimana caranya hakim pidana memberikan putusan.
3
Dasar Hukum
UUD 1945, khususnya yang menyangkut kekuasaan kehakiman. UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman UU No.49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang lebih dikenal dengan KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) / UU No.1 Tahun 1946 Peraturan perundang-undangan lain yang terkait serta peraturan pelaksananya.
Tujuan Pemidanaan
Teori Absolut (Vergeldingstheorie) Hukuman dijatuhkan sebagai pembalasan terhadap para pelaku karena telah melakukan kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan terhadap orang lain atau anggota masyarakat. Teori Relatif - Menjerakan, diharapkan si pelaku tindak pidana menjadi jera dan tidak mengulangi perbuatannya. -Memperbaiki pribadi terpidana, diharapkan terpidana merasa menyesal sehingga tidak mengulangi perbuatannya dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna
JENIS-JENIS PIDANA
Pasal 10 KUHP : a. Pidana Pokok. 1. Pidana mati. 2. Pidana penjara. 3. Pidana kurungan. 4. Pidana denda 5. Pidana Tutupan. b. Pidana Tambahan. 1. Pencabutan hak-hak tertentu. 2. Perampasan barang-barang tertentu. 3. Pengumuman putusan hakim.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengadilan Negeri Pengadilan Anak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Hak Asasi Manusia Pengadilan Perikanan Pengadilan Militer
2.
3.
Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.
Azas Equality before the law Azas Legalitas dalam upaya paksa Azas Presumption of innocence Azas Remedy and rehabilitation Azas Fair, impartial, impersonal and objective Azas Legal assistance Azas Miranda Rule Azas Presentasi Azas Keterbukaan Azas Pengawasan
asas fair, impartial, impersonal dan objective peradilan harus dilakukan dengan cepat, sedrhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan. asas legal assistance setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya. miranda rule kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum. asas presentasi pengadilan memaksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa. asas keterbukaan sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang. asas pengawasan pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
2.
3.
Komponen yang bersifat struktural yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan. Komponen substansial yaitu hukum pidana harus dilihat dalam konteks sosial untuk keadilan Komponen kultural yaitu ideologi, pandangan, sikap dan bahkan falsafah yang mendasari sistem peradilan pidana yang pada akhirnya disebut dengan model.
dilakukan bisa dinyatakan sebagai tindak pidana atau perbuatan pidana apabila sudah ada ketentuan yang mengatur sebelumnya bahwa perbuatan tersebut adalah dilarang (tindak pidana). Artinya ada alat (hukum) yang bisa dijadikan dasar legalisasi untuk menentukan suatu perbuatan merupakan tindak pidana. Dalam beberapa literatur dikenal pula asas nullum delictum nulla poena sine preavialege poenali (tidak ada satu perbuatan yang bisa dipidana tanpa ada undang-undang yang mengaturnya sebagai tindak pidana) atau nullum crimen sine lege stricta.
Sebagai konsekuensi logis dari asas legalitas ini, maka: Peraturan perundang-undangan pidana harus tertulis Peraturan perundang-undangan pidana tidak boleh berlaku surut
(asas non-retroactive), Dalam menafsirkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana tidak boleh menggunakan penafsiran analogi,
Sedangkan bagi mereka yang menganut asas legalitas dalam arti formil dan materiil, tidak hanya menyandarkan pada ketentuan tertulis belaka. Artinya, hukum tidak tertulis pun dapat dijadikan dasar untuk menyatakan suatu perbuatan bisa disebut tindak pidana (dan karenanya harus dipidana), yang kemudian dikenal dengan istilah kriminalisasi. Bahkan suatu perbuatan yang oleh hukum tertulis disebut sebagai tindak pidana bisa didekriminalisasikan dengan dasar hukum tidak tertulis sebagai perbuatan bukan tindak pidana. Prinsip yang dipegang oleh penganut asas legalitas dalam arti materiil ini adalah demi kepentingan umum dan keadilan dalam melindungi hak-hak kemanusiaan serta doktrin hukum alam yang menyatakan bahwa tidak seorang pun yang boleh lepas dari jerat hukum, apabila dirinya melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum/publik.
Dalam pandangan kedua ini (legalitas materiil), Barda Nawawi Arief kemudian mengemukakan pengertian Sifat Melawan Hukum (SMH) materiel yang biasanya dibedakan dalam fungsinya yang negatif dari dalam fungsinya yang positif. Menurut ajaran SMH Materiel dalam fungsinya dan negatif, sumber hukum materiel (hal-hal/ kriteria/norma diluar UU) dapat digunakan sebagai alasan mengadakan/menghapuskan,(me-negatifkan) sifat melawan hukumnya perbuatan. Jadi tidak adanya SMH Materiel dapat digunakan sebagai alasan pembenar.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Hakim / Majelis Hakim Jaksa Penuntut Umum Penasihat Hukum Panitera / Paniter Pengganti (PP) Terdakwa Saksi / Saksi Ahli Para Petugas yang Mendukung Kelancaran Jalannya Persidangan:
1. 2. 3. 4.
Panitera / Panitera Pengganti Panitera Pengganti adalah penjabat pengadilan yang salah satu tugasnya adalah membantu hakim membuat berita acara pemeriksaan dalam proses persidangan. Sebagai notulen , panitera pengganti bertugas mencatat setiap kejadian dalam proses persidangan termasuk pokok-pokok dialog antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses persidangan, misalnya tanya jawab antara hakim, Penuntut Umum, dan penasehat hukum dengan saksi atau terdakwa. Terdakwa Terdakwa adalah seorang tersangka (seseorang karena perbuatannya atau keadaannya , berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana) yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan. Saksi/ Saksi Ahli Saksi adalah orang yang mengetahui tentang suatu peristiwa pidana berdasarkan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Saksi Ahli adalah seseorang yang memiliki keahlian tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Faktor substansi perkara Faktor pencari keadilan Faktor kuasa hukum Faktor substansi hukum Faktor kesiapan alat-alat bukti Faktor sarana prasarana Faktor budaya hukum Faktor komunikasi dalam persidangan Faktor pengaruh dari luar Faktor aparat pengadilan Faktor hakim Faktor manajemen.
tele, tidak berbelit, tidak berliku-liku, tidak rumit, jelas, lugas, tidak interpretable, mudah dipahami, mudah dilakukan, mudah dilaksanakan, mudah diterapkan, sistematis, konkrit. Cepat, harus dipahami sebagai upaya strategis untuk menjadikan sistem peradilan sebagai institusi yang dapat menjamin terwujudnya/tercapainya keadilan dalam penegakan hukum secara cepat. Murah, artinya harus ada jaminan bahwa keadilan tidak mahal, keadilan tidak dapat dimaterialisasikan.
Perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun Praduga tak bersalah Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi Hak untuk mendapatkan bantuan hukum Hak untuk kehadiran terdakwa di muka pengadilan Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana Peradilan yang terbuka untuk umum
Azas Khusus
Pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis) Hak seorang tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya, dan Kewajiban pengadilan untuk mengendalian pelaksanaan putusanputusannya.
Pemeriksaan perkara pidana berawal dari terjadinya tindak pidana (delict) atau perbuatan pidana atau peristiwa pidana yang berupa kejahatan atau pelanggaran. Peristiwa atau perbuatan tersebut diterima oleh aparat penyelidik (Polri) melalui:
1. 2. 3.
Laporan dari masyarakat Pengaduan dari pihak yang berkepentingan Diketahui oleh aparat sendiri dalam hal tertangkap tangan (heterdaad)
3. 4.
Penyelidik menentukan apakah suatu peristiwa atau perbuatan (feit) merupakan peristiwa atau perbuatan pidana atau bukan. Jika dalam penyelidikan diketahui atau terdapat dugaan bahwa peristiwa atau perbuatan tersebut merupakan tindak pidana maka dapat dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu Penyidikan.
5. 6.
7. 8.
Penyidikan dilakukan untuk mengusut, mencari, dan mengumpulkan bukti-bukti agar terang tindak pidananya dan untuk menemukan tersangkanya. Polri pada dasarnya merupakan penyidik tunggal, namun dalam kasus-kasus tertentu (tindak pidana bidang perbankan, bea cukai, keimigrasian, dll) dapat dilibatkan penyidik Pegawai Negeri Sipil, selain itu kewenangan penyidikan ada pada jaksa apabila menyangkut kasus tindak pidana ekonomi, korupsi atau subversi. Penyidikan merupakan pemeriksaan pendahuluan (vooronderzoek) yang dititikberatkan pada upaya pencarian atau pengumpulan bukti faktual atau bukti konkret. Proses penyidikan sering diikuti dengan tindakan penangkapan dan penggeledahan, bahkan jika perlu dapat diikuti dengan tindakan penahanan terhadap tersangka dan penyitaan terhadap barang atau bahan yang diduga erat kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi.
Pemeriksaan terhadap saksi pada tingkat penyidikan tidak perlu disumpah, kecuali jika saksi dengan tegas menyatakan tidak dapat hadir dalam pemeriksaan di sidang pengadilan maka saksi harus disumpah agar keterangannya mempunyai kekuatan yang sama jika diajukan di pengadilan. 10. Hasil pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dijadikan satu berkas dengan surat-surat lainnya. 11. Apabila dalam pemeriksaan awal tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana, maka penyidik dapat menghentikan penyidikan dengan mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Namun apabila bukti telah cukup maka penyidik dapat segera melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan untuk proses penuntutan. 12. Jika BAP telah diterima Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dinyatakan telah sempurna, maka JPU segera melakukan proses Penuntutan, namun apabila BAP dinyatakan oleh JPU kurang sempurna akan dikembalikan kepada penyidik dengan disertai catatan atau petunjuk tentang hal yang harus dilakukan penyidik.
9.
Unsur-unsur perbuatan terdakwa Waktu terjadinya tindak pidana (Locus) Tempat terjadinya tindak pidana (Tempus delicti) Cara-cara terdakwa melakukan tindak pidana
peristiwa dan faktual yang disampaikan penyidik menjadi peristiwa dan bukti yuridis. 15. Dalam proses penuntutan, penuntut umum menetapkan bahanbahan bukti dari penyidik untuk meyakinkan hakim dan membuktikan dakwaannya dalam persidangan. 16. Terhadap tindak pidana penyertaan (deelneming) atau concursus (samenloop) penuntut umum dapat menentukan apakah perkara tersebut pemeriksaannya digabung menjadi satu atau akan dipecah menjadi beberapa perkara. 17. Penuntut umum juga menentukan apakah perkara tersebut akan diajukan ke pengadilan dengan acara singkat (sumir) atau dengan acara biasa, hal ini biasanya tergantung dari kualitas perkaranya.
ditentukan oleh pengadilan akan langsung menghadapkan terdakwa beserta bukti-bukti ke sidang pengadilan. 19. Pengadilan dengan acara biasa, yaitu penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan disertai dengan surat dakwaan dan surat pelimpahan perkara yang isinya permintaan agar perkara tersebut segera diadili. 20. Sebelum ke pengadilan, ada proses praperadilan yaitu wewenang pengadilan untuk negeri untuk memeriksa dan memutus tentang:
1.
2.
3.
Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
diajukan ke pengadilan berarti proses pemeriksaan perkara telah sampai pada tahap Peradilan. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan nasib terdakwa karena dalam tahap ini semua argumentasi para pihak (penuntut umum dan terdakwa/penasihat hukum) diadu secara terbuka dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang ada. 22. Asas yang berlaku adalah Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh Majelis Hakim yang jumlahnya gasal, namun dalam keadaan tertentu dapat dilakukan oleh Hakim Tunggal atas izin dari Ketua Mahkamah Agung. 23. Yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum:
1. 2. 3.
24. Yang diajukan oleh Terdakwa/Penasihat Hukum: 1. Eksepsi 2. Pembelaan 3. Duplik, dll
semua pihak (Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa/Penasihat Hukum) diberi kesempatan untuk menyatakan sikap:
1. 2. 3. 4.
(inkracht van gewijsde), maka putusan tersebut dapat segera dilaksanakan (dieksekusi). Pelaksana eksekusi putusan pengadilan dalam perkara pidana adalah jaksa. 27. Jika dalam amar putusan dinyatakan terdakwa bebas, maka terdakwa harus dilepaskan dari tahanan dan dipulihkan hakhaknya kembali seperti sebelum diadili. 28. Jika dalam amar putusan dinyatakan terdakwa dipidana badan (penjara/kurungan), maka jaksa segera menyerahkan terdakwa ke Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) untuk menjalani hukuman dan pembinaan.
Sidang Pertama
1. 2. 3. 4. 5.
Hakim/Majelis Hakim Memasuki Ruang Sidang Pemanggilan Terdakwa supaya Masuk ke Ruang Sidang Pembacaan Surat Dakwaan Pengajuan Eksepsi (keberatan) Pembacaan/Pengucapan Putusan Sela Pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum Pembuktian oleh Terdakwa/Penasihat Hukum Pemeriksaan pada Terdakwa
2.
Sidang Pembuktian
1. 2. 3.
3.
Pembacaan Tuntutan Pidana (Requisitoir) Pengajuan/Pembacaan Nota Pembelaan (Pleidooi) Pengajuan/Pembacaan Tanggapan-tanggapan (Replik Duplik)
dan
4.
2.
3. 4.
Surat dakwaan dibuat secara tertulis dan diajukan ke persidangan dengan cara dibacakan oleh Penuntut Umum Pada umumnya eksepsi dan pembelaan dibuat secara sistematis tertulis dan diajukan ke persidangan dengan cara dibacakan oleh terdakwa dan atau penasihat hukum Putusan dibuat secara khusus dalam surat putusan Keseluruhan tahap persidangan biasanya harus diselesaikan dalam beberapa hari sidang
1. Dakwaan disampaikan secara lisan berdasarkan catatan yang dibuat oleh Penuntut Umum 2. Pada umumnya Eksepsi dan Pembelaan disampaikan secara sederhana/lisan oleh terdakwa dan atau penasihat hukum 3. Putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam Berita Acara
Persidangan 4. Diupayakan seluruh tahap persidangan dapat diselesaikan dalam satu hari sidang
5. 6. 7. 8. 9.
Hakim membuka sidang dan memerintahkan pada panitera untuk membuka buku register yang memuat catatan semua perkara yang diterimanya. Hakim memerintahkan penyidik/petugas untuk memanggil para terdakwa yang akan diperiksa agar masuk ke ruang sidang sesuai dengan urutan yang terdapat dalam buku register. Terdakwa pertama diperintahkan untuk duduk di kursi pemeriksaan, selanjutnya hakim memerintahkan agar panitera membacakan identitas terdakwa dan apa yang didakwakan padanya. Acara dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi dan barang bukti atau alat bukti lainnya. Tata cara pemeriksaan saksi dan alat bukti lainnya sama dengan tata cara pemeriksaan dalam perkara biasa/singkat, keculai dalam hal penyumpahan, biasanya saksi dalam pemeriksaan perkara cepat tidak perlu disumpah. Hakim memberi kesempatan pada terdakwa untuk menggapi hasil pemeriksaan atau mengajukan pembelaan. Hakim menjatuhkan putusan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan dan selanjutnya hakim memberitahukan hak-hak terdakwa untuk menentukan sikap. Terdakwa selanjutnya dipanggil dan diperiksa, diadili, dan dijatuhi putusan sebagaimana terdakwa sebelumnya, demikian seterusnya sampai semua terdakwa yang diajukan pada pemeriksaan cepat pada hari sidang tersebut habis. Putusan-putusan tersebut dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan selanjutnya dicatat oleh panitera dalam buku register serta ditandantangani oleh hakim dan panitera yang bersangkutan. Sidang ditutup
Laporan (aangifte)
Vooronderzoek
Penyelidikan
Ps. 1 Butir 1 3 jo Ps. 6 12 jo Ps. 106 136 KUHAP Ps. 1 Butir 6 7 jo Ps. 13 15 jo Ps. 137 144 KUHAP
Penyidikan
Ps. 14 b jo Ps. 110 Ay (3) (4) jo. Ps. 138 KUHAP
Prapenuntutan
Penuntutan
Ps. 1 Butir 10 jo Ps. 77 83 KUHAP
Eindonderzoek
Praperadilan
Peradilan
(Sidang Pengadilan)
Eksekusi
Tahap I
Eksepsi
Tanggapan (Duplik)
Sidang Pertama
Pemeriksaan Bukti Sidang Pembuktian Saksi A Decharge Ahli Surat Barang Bukti Pleidooi (Pembelaan) Duplik
Tahap II
Saksi A Charge Ahli Surat Barang Bukti Requisitor (Tuntutan Pidana) Replik
Pemeriksaan Terdakwa
Tahap III
Tahap IV
Sidang Putusan
Putusan
Sidang Ditutup
KEPUTUSAN HAKIM.
1.Pemidanaan. Jk pengadilan berpendapat bhw terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. 2. Putusan bebas (vrijspraak). Jk pengadilan berpendapat kesalahan terdakwa atas perbu atan yg didakwakan kepadanya tdk terbukti scr syah dan meyakinkan. 3. Putusan lepas sari segala tuntutan hukum. Jk pengadilan berpendapat bhw perbuatan yg didakwakan kpdnya terbukti, ttp perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana.
UPAYA HUKUM.
1. Upaya hukum biasa. -banding -kasasi. 2. Upaya hukum luar biasa. - pemeriksaan tingkat kasasi demi kepenting an hukum. - Peninjauan kembali.