Fazer download em docx, pdf ou txt
Fazer download em docx, pdf ou txt
Você está na página 1de 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

DI SUSUN OLEH :

SUNARWANTO
PB.1905052

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA PADA NEONATORUM

A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,sehingga bayi
tidak  dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat melepaskan karbondioksida dari
tubuhnya segera setelah lahir atau beberapa waktu kemudian (Dewi, 2014). Maryunani
(2013) memaparkan asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Asfiksia terjadi karena kurangnya kemampuan organ
pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru
(Indrayani & Moudy, 2013)
Purnamaningrum (2010) menjelaskan asfiksia neonatus adalah suatu keadaan
bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan.
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis.
Hipoksia yang terdapat pada balita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan (Amru sofian, 2012).
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan dan asidosis bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Prawirohardjo, 2010).

B. Etiologi
Purnamaningrum (2010); Indrayani Moudy (2013) dan Masruroh (2016)
menyebutkan asfiksia dapat dibagi menjadi tiga tipe kejadian yaitu selama kehamilan,
pada saat proses persalinan dan setelah persalinan.
a. Asfiksia selama kehamilan terdapat beberapa kondisi tertentu yang dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke
bayi dapat berkurang. Kejadian asfiksia selama dalam kandungan disebabkan oleh
hypoxic-ischemia seperti insufisiensi uteroplasenta, abrupsio plasenta, prolapsus
tali pusat, ibu yang menderita hipotensi. Hipoksia bayi didalam kandungan uterus
ditunjukkan dengan gawat janin yang berlanjut menjadi asfiksia pada sesaat baru
lahir.
b. Asfiksia yang bisa terjadi pada persalinan merupakan akibat dari trauma persalinan,
seperti : cephalopelvic disproportion, distosia bahu, letak sungsang, spinal cord
transaction. Asfiksia yang terjadi pada persalinan berhubungan erat dengan
asidosis metabolik pada persalinan normal sekitar 20-25 bayi per 1000 kelahiran.
c. Asfiksia yang terjadi setelah persalinan akibat pengaruh dari susunan syaraf pusat
neuromuscular disease, kelainan infeksi pada saluran pernafasan, kelainan paru-
paru dan kelainan pada ginjal. Asfiksia perinatal juga berhubungan sengan
penurunan Long-chain polyunsaturated fatty acid (LC-PUFA) yang berperan
penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan janin dan bayi.
Secara umum, Proverawati (2010) menyebutkan asfiksia terjadi karena
beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor Ibu
Terdapat gangguan pada aliran darah uterus sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai pada
gangguan kontraksi uterus misalnya preeklamsia dan eklamsi, perdarahan abnormal
(plasenta previa dan solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam
selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan postmatur
(setelah usia kehamilan 42 minggu), penyakit ibu. Oksigensi darah ibu yang tidak
mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal
pernafasan, keracunan karbon monoksida,dan tekanan darah ibu  yang rendah akan
menyebabkan asfiksia pada janin.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya : plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, solusio
plasenta,dan perdarahan plasenta. Faktor yang dapat menyebabkan penurunan
pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir
antara lain lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilicus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umblikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gngguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan: tali pusat menumbung,tali
pusat melilit leher,kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, meconium
kental, prematuritas dan persalinan ganda.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dappat terjadi oleh karena
pemakaian obat anesthesia/ analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin. Asfiksia yang dapat terjadi
tanpa didahului dengan tanda gejala gawat janin antara lain bayi prematur (sebelum
37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,
distoria bahu), kelainan kongenital, air ketuban bercampur mekonium.
5. Faktor Persalinan
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap ganguan paru-
paru.

C. Klasifikasi Asfiksia
Nilai
Tanda
0 1 2
Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
ektremitas biru kemerahan
Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat <100x/menit >100x/menit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan
kuat/melawan
Aktivitas/ tonus otot Lumpuh/lemah Ekstremitas fleksi Gerakan aktif
Usaha nafas Tidak ada Lambat tidak teratur Menangis kuat
Sumber : Wahyuni (2012)
Proverawati (2010) dan Ridha (2014) memaparkan asfiksia bayi baru lahir dibagi
menjadi :
1. Asfiksia berat (Nilai Apgar 0 – 3 )
Didaptkan frekuensi otot buruk, sianosis, keadaan pada bayi asfiksia berat
memerlukan resusitasi segera secara tepat, dan pemberian oksigen terkendali.
Apabila bayi dengan asfiksia berat maka berikan terapi oksigen 2-4ml per kg berat
badan karena selalu di sertai asidosis, maka perlu di berikan natrikus bikarbonat
7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1 – 2 ml/kg
berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
2. Asfiksia sedang (nilai 4 – 6 )
Pada bayi dengan asfiksia sedang biasanya didapat frekuensi jantung >100x/menit,
tonus otot buruk, biru, refleksi masih ada. Bayi dengan asfiksia sedang memerlukan
resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi bernafas normal kembali.
3. Bayi normal atau asfiksia ringan (nilai 7 – 9 )
Bayi dianggap sehat tidak memerlukan tindakan istimewa.
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

D. Manifestasi Klinis
Indrayani dan Moudy (2013) menyebutka tanda-tanda dan gejala bayi mengalami
asfiksia pada saat baru lahir meliputi :
a. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
b. Warna kulit kebiruan
c. Penurunan kesadaran
Arief (2009) menjelaskan gejala asfiksia yang khas antara lain penafasan cuping
hidung, penafasan cepat, nadi cepat dan sianosis. Ari (2017) menyebutkan tanda dan
gejala yang lain, antara lain :
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus
dan ireguler serta adanya pengeluaran meconium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium: janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium: janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium: janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung < 40 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
b. Asfiksia sedang
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
c. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia
1) Takipnea napas > 40 x / menit
2) Bayi tampak cyanosis
3) Adanya retaksi sela iga
4) Adanya pernapasan cuping hidung
5) Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing
6) Bayi kurang aktivitas

E. Patofisiologi
Dewi (2014) menjelaskan transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan
bayi ekstrauterin menunjukkan perubahan. Alveoli paru janin dalam uterus berisi
cairan paru. Sebelum lahir, seluruh oksigen yang digunakan janin berasal dari disfusi
darah ibu ke darah janin melewati membran plasenta. Hanya sebagian kecil darah janin
yang mengalir ke paru-paru janin (sekitar 4%). Paru janin tidak berfungsi sebagai jalur
transportasi oksigen ataupun untuk ekskresi karbondioksida. Aliran darah ke paru-paru
belum mempunyai peran penting untuk oksigenasi maupun untuk keseimbangan asam
basa pada janin.Pada janin mengembang dalam uterus akan tetapi kantung-kantung
udara yang akan menjadi alveoli berisi cairan, bukan udara. Sebagian besar darah dari
sisi kanan jantung tidak dapat memasuki paru karena resistansipembuluh darah paru
janin yang mengkerut masih tinggi, sehingga bagian besar aliran darah ini mengambil
jalur yang mempunyai resistansi yang lebih rendah yaitu melewati duktus arteriosus
menuju aorta.
Pada saat lahir bayi mengambil napas pertama,udara memasuki alveoli paru dan
cairan paru diabsorbsi oleh jaringan paru. Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang
masuk dalam alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian
seluruh alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat
secara dramatis. Hal ini disebabkan aliran ekspansi paru yang membutuhkan tekanan
puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi.Ekspansi paru dan
peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya menyebabkan penurunan resistansi
vaskuler paru an peningkatan aliran darah dari arteri pulmonalis paru setelah lahir.
Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah, yang kemudian duktus
arteriosus tidak berfungsi lagi. Kegagalan penurunan resistansi vaskuler paru
menyebabkan hipertensi pulmonal persisten (PPH) pada BBL, sehingga duktus
arteriosus botalli tetap berfungsi lagi (menuju aorta), aliran darah ke paru menjadi
inadekuat dan hipoksemia terulang kembali. Ekspansi paru yang inadekuat
menyebabkan gagal napas.

F. Pathway
Terlampir

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Laboratorium : hasil analasisi gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada
darah tali pusat jika : PaO2 < 50 mm h2o,  PaCO2 > 55 mm H2,  pH < 7,30

H. Penatalaksanaan
Prawirohardjo (2010) memaparkan cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan
asfiksia, antara lain :
1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-9)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
c. Bersihkan badan dan tali pusat.
d. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Letakan bayi pada meja resusitasi
c. Bersihkan jalan napas bayi
d. Berikan 2 liter permenit, bila berhasil teruskan perawatan selanjutnya.
e. Bila belum berhasil rangsang pernapasan dengan menepuk, nepuk telapak
kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa box permenit.
f. Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakan terapi natrium
dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui
vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya
pendarah intrakranial karena perubahan pH darah mendadak.
3. Asfiksia berat (Apgar skor 1-3)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Letakan bayi pada meja resusitasi
c. Bersihkan jalan napas bayi sambil pompa melalui ambubag
d. Beriakan 4-5 liter permenit
e. Bila tidak berhasil lakukan pemasangan ETT (endo cranial tube)
f. Bersihakan jalan napas melalui ETT
g. Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi natrium
dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui
vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya
pendarah intrakranial karena perubahan pH darah mendadak.

Masruroh (2016) dan IDAI (2013) menjelaskan penatalaksanaan


keperawatan pada asfiksia antara lain :
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan
suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan
sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga
kehangatan suhu BBL dengan :
1) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
2) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
3) Bungkus bayi dengan kain kering.
b. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion,
kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya
lender
c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua
telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan
vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
1) Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara
langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal
dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini
mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi
ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara ke
dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa.
2) Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang
dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan
nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini
bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi
pneumotoracks jika  tindakan ini dilakukan bersamaan.
3) Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5-   1 cc
secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100
mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
b. Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :
1) Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR   1 menit.
2) Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, O2
dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan
kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup
lubang hidung dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas
dan kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit.
3) Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut
bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal
lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum peniupan,
peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit.

I. Proses Keperawatan
1. Biodata pasien
a. Identitas bayi
b. Identitas penanggung jawab / orang tua
2. Keluhan utama
a. Keluhan saat MRS : bayi lahir tidak langsung menangis
b. Keluhan saat pengkajian : bayi lahir normal dan bayi tidak langsung menangis
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang: keadaan bayi cukup, bayi tidak langsung
menangis
b. Riwayat penyakit masalalu: riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat
neonatus
c. Riwayat kesehatan keluarga: keluarga mengatakan tidak memiliki penyakit
menular
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
b. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-
ubun besar cekung atau cembung.
c. Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna
sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
d. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
e. Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
f. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.

g. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
h. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100x/menit.
i. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis
papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut
cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
j. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda-tanda infeksi
pada tali pusat.
k. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra
pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
l. Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeces.
m. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
n. Refleks
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat
atau adanya patah tulang.
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
1) Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb
cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct)
karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun
karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksia terdiri dari :
1. pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolik.
2. pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
3. pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung
turun karena terjadi hipoksia progresif.
4. HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
1. Natrium (normal 134-150 mEq/L)
2. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
3. Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.


b. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
c. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
d. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
e. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
o. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Bersihan jalan Setelah dilakukan 1) Tentukan kebutuhan oral/
nafas tidak tindakan keperawatan suction tracheal.
efektif b.d selama proses 2) Auskultasi suara nafas
produksi mukus keperawatan diharapkan sebelum dan sesudah
banyak. jalan nafas lancar.1. suction .
Tidak menunjukkan 3) Bersihkan daerah bagian
demam. tracheal setelah suction
2. Tidak menunjukkan selesai dilakukan.
cemas. 4) Monitor status oksigen
3. Rata-rata repirasi pasien, status
dalam batas normal. hemodinamik segera
4. Pengeluaran sputum sebelum, selama dan
melalui jalan nafas. sesudah suction.
5. Tidak ada suara nafas
tambahan.
Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1) Pertahankan kepatenan
efektif b.d tindakan keperawatan jalan nafas dengan
hipoventilasi. selama proses melakukan pengisapan
keperawatan diharapkan lendir.
pola nafas menjadi 2) Pantau status pernafasan
efektif. dan oksigenasi sesuai
Kriteria hasil : dengan kebutuhan.
1. Pasien menunjukkan 3) Auskultasi jalan nafas
pola nafas yang efektif. untuk mengetahui adanya
2. Ekspansi dada penurunan ventilasi.
simetris. 4) Kolaborasi dengan dokter
3. Tidak ada bunyi nafas untuk pemeriksaan AGD
tambahan. dan pemakaian alat bantu
4. Kecepatan dan irama nafas
respirasi dalam batas 5) Berikan oksigenasi sesuai
normal. kebutuhan.
Kerusakan Tujuan : Setelah 1) Kaji bunyi paru, frekuensi
pertukaran gas dilakukan tindakan nafas, kedalaman nafas
b.d keperawatan selama dan produksi sputum.
ketidakseimban proses keperawatan 2) Auskultasi bunyi nafas,
gan perfusi diharapkan pertukaran catat area penurunan
ventilasi. gas teratasi. aliran udara dan / bunyi
Kriteria hasil : tambahan.
1. Tidak sesak nafas 3) Pantau hasil Analisa Gas
2. Fungsi paru dalam Darah
batas normal
Risiko cedera Tujuan : Setelah 1) Cuci tangan setiap
b.d anomali dilakukan tindakan sebelum dan sesudah
kongenital tidak keperawatan selama merawat bayi.
terdeteksi atau proses keperawatan 2) Pakai sarung tangan steril.
tidak teratasi diharapkan risiko cidera 3) Lakukan pengkajian fisik
pemajanan pada dapat dicegah. secara rutin terhadap bayi
agen-agen Kriteria hasil : baru lahir, perhatikan
infeksius. 1. Bebas dari cidera/ pembuluh darah tali pusat
komplikasi. dan adanya anomali.
2. Mendeskripsikan 4) Ajarkan keluarga tentang
aktivitas yang tepat dari tanda dan gejala infeksi
level perkembangan dan melaporkannya pada
anak. pemberi pelayanan
3. Mendeskripsikan kesehatan.
teknik pertolongan 5) Berikan agen imunisasi
pertama sesuai indikasi
(imunoglobulin hepatitis
B dari vaksin hepatitis
Risiko Tujuan : Setelah 1) Hindarkan pasien dari
ketidakseimban dilakukan tindakan kedinginan dan tempatkan
gan suhu tubuh keperawatan selama pada lingkungan yang
b.d kurangnya proses keperawatan hangat.
suplai O2 dalam diharapkan suhu tubuh 2) Monitor gejala yang
darah. normal. berhubungan dengan
Kriteria Hasil : hipotermi, misal fatigue,
1. Temperatur badan apatis, perubahan warna
dalam batas normal. kulit dll.
2. Tidak terjadi distress 3) Monitor TTV.
pernafasan. 4) Monitor adanya
3. Tidak gelisah. bradikardi.
4. Perubahan warna 5) Monitor status pernafasan.
kulit.
5. Bilirubin dalam batas
normal.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC).Singapore : Elsevier Global Rights.
Dewi.V.N.2011.Asuhan Neonetus Bayi dan Anak Balita. Jakarta :Salemba Medika

dr. Arief ZR, Weni Kristiyanasari, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan anak,Nuha
Medika, Yogyakarta.

Herdman, T Heather, Shigemi Kamitsuru. 2018.NANDA-I Diagnosa Keperawatan :


Definisi Dan Klasifikasi 2018-2020 Alih Bahasa Budi Anna Keliat,Henny Suzana
Mediani, Teuku Tahlil.Jakarta : EGC
Masruroh, 2016. Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal, Nuha
Medika, Yogyakarta.

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes


Classification (NOC).Singapore: Elsevier Global Rights
Prawiryoharyo Jarwono.2010. Buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan Neonatal
Jakarta :YPB.SP

Proverawati, A. dan Ismawati, C. 2010. Berat Bayi Lahir Rendah. Yogyakarta. Nuha
Medika.
Sudarti,Afroh Fauziah, 2013. Asuhan neonatus resiko tinggi dan kegawatan, nuha
medika, Yogyakarta.

Vivian Nanny Lia Dewi, 2014. Resusitasi neonatus, salemba medika, Jakarta

Você também pode gostar