Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kebijakan Rehabilit asi Terhadap Penyalahguna Narkot ika Pada Undang – Undang Nomor 35 T …
Ida Bagus Swadharma Diput ra
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Melalui Diversi Dalam Sist e.pdf
Tomy Michael
Rombel 077
Oleh:
1. Asfia Nur Laeli (2201415075)
2. Erwin Roosilawati (4201416006)
3. Barokah (4101415128)
4. Irvana Lu’luatul Kholisoh (4101415116)
5. Ahmad Rozikin (5202416057)
6. Pandam Bayu Seto Aji (8111416159)
7. Ahmad Defri Arfianto (8111416358)
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dn puji syukur kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Demokrasi.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
sifatnya membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah Demokrasi ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui contoh pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di
indonesia akhir-akhir ini.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk yang dilakukan secara paksa.
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain dengan
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional.
f. Penyiksaan.
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau segala bentuk
kekerasan seksual lainnya yang setara.
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu maupun perkumpulan yang
didasari dengan persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
agama, jenis kelamin atau alasan lainnya yang telah diakui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
i. Penghilangan orang secara paksa.
Kejahatan apartheid, yakni sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh suatu
pemerintahan bertujuan untuk melindungi hak istimewa dari suatu ras atau bangsa.
6
2.2 Contoh Pelanggaran HAM di Indonesia
2.2.1 Kasus 1 Paedofil Asal Wonogiri Dihukum Mati
A. Kronologi Kasus dan Fakta Hukum
Kekerasan terus dialami Arief Muer Dika (9 tahun) sebelum akhirnya dibunuh di
rumah kakek terdakwa di Dusun Sanan Soko Rt 02/10 Desa Bulurejo Kecamatan
Bulukerto Kabupaten Wonogiri. Bermula pada hari Rabu tanggal 30 September 2105
sekitar pukul 08.30 wib terdakwa mencuci baju di sungai sekitar pukul 10.30 wib
selesai mencuci baju mau pulang bertemu dengan Arief Muer Dika yang berumur 9
tahun masih menggunakan seragam sekolah, ditengah perjalanan pulang sedangkan 2
temannya Arief Muer Dika berada di bawah (sungai). Ditengah jalan terdakwa
kembali ke sumur menuju Arief Muer Dika dan mengajak “le ayo dolan neng
ngomahku” Arief Muer Dika menjawab “wegah mas aku arep ganti klambi dhisik”
(tidak mau mas aku mau ganti baju dulu) selanjutnya terdakwa mengancam “kamu
meneng ora, yen ora kamu mati” (kamu diam atau tidak kalau tidak kamu mati)
sambil menarik tangan Arief Muer Dika karena tedakwa berniat mau mensodomi
Arief Muer Dika dan jika tidak mau akan dibunuh setelah itu baru disodomi.
Setelah sampai di rumah kakek terdakwa, terdakwa mengajak ke kamar mandi dan
meminta uang kepada Arief Muer Dika “aku jaluk duitmu rong ewu wae” (aku minta
uangmu dua ribu) dan dijawab “ora duwe mas” (aku tidak punya uang mas)
selanjutnya terdakwa bilang “kowe pilih ngekeki duit rong ewu opo tak jegurke neng
bak mandi” (kamu pilih kasih uang dua ribu atau saya jatuhin ke bak mandi)
selanjutnya Arief Muer Dika menjawab “aku ora duwe duit tenan mas” (aku tidak
mempunyai uang mas” padahal terdakwa mengetahui kalau Arief Muer Dika tidak
mempunyai uang karena terdakwa sudah mempunyai niat membunuh Arief Muer
Dika agar bisa di zodomi selanjutnya terdakwa menjatuhkan Arief Muer Dika ke bak
mandi besar yang airnya penuh (tandon air yang airnya penuh) sampai
tenggelam selama beberapa menit selanjutnya terdakwa angkat kemudian di
masukan ke bak tersebut lagi kemudian diangkat dan dibawa ke kamar terdakwa
selanjutnya dipaksa untuk melepas baju. Sekitar pukul 13.00 wib (Rabu tanggal 30
September 2015) selanjutnya terdakwa menggunting rambut Arief Muer Dika
dikamar kemudian Arief Muer Dika meminta bajunya untuk pulang akan tetapi tidak
boleh dengan alasan baju belum kering, selanjutnya terdakwa mau mensodomi Arief
Muer Dika, akan tetapi tidak mau dan berteriak dan menangis, selanjutnya terdakwa
mendorong Arief Muer Dika di atas kasur kemudian membekap dengan batal selama
7
± 5 menit, dan untuk memastikan Arief Muer Dika sudah mati terdakwa mencekik
dengan kedua tangan sampai mengeluarka darah di hidung, kemudian terdakwa
memukul dada sebelah kiri sebanyak satu kali dengan menggunakan kayu.
Setelah Arief Muer Dika meninggal dunia terdakwa memasukkan jari telunjuk
tangan kanan ke dubur mayat Arief Muer Dika dengan tujuan untuk merangsang
seksualitas, setelah alat kelaminnya tegang selanjutnya terdakwa memasukkan kayu
ke dubur mayat Arief Muer Dika dengan tujuan agar duburnya lebar, selanjutnya
terdakwa memasukkan alat kelaminnya ke dubur mayat Arief Muer Dika sampai
klimaks. Selanjutnya mayat Arief Muer Dika dimasukkan ke dalam karung plastik
dan juga terdakwa memasukkan kaos olahraga warna hijau kombinasi hitam
bertuliskan SD II Bulukerto dalam keadaan sobek menjadi dua bagian, celana dalam
abu-abu dalam keadaan sobek untuk mengelabuhi, selanjutnya memasukkan tas dan
pakaian Arief Muer Dika dalam karung yang berbeda.
Pada pukul 16.00 wib mayat di buang di jematan Soko, Bulurejo Kecamatan
Bulukerto Kabupaten wonogiri, di perjalanan bertemu dengan saksi Marimin dan
sempat bertanya “sing mbok gowo ki opo” (apa yang kmau bawa) dijawab terdakwa
“mendo mati” (kambing mati). Berdasarkan visum rumah sakit umum daerah Dr.
Moewardi dengan kesimpulan mekanisme kematian karena mati lemas yang
disebabkan oleh tekanan pada leher sehingga korban tidak dapat bernafas selain itu
ditemukan tanada kekerasan seksual yang ada di anus korban.
9
2.2.2 Kasus 2 Polri Telusuri Komunikasi Sultan
A. Gambaran Umum
Pada hari Kamis Tanggal 20 Oktober 2016 sekira jam 07.20 Wib, di Pos
Lalulintas Jl. Perintis Kemerdekaan Kota Tangerang telah terjadi penyerangan dan
penusukan kepada Kapolsek Tangerang KOMPOL. EFENDI, IPTU. BAMBANG
HARIYADI Danki Sat Sabhara, BRIPKA. SUKARDI anggota Gatur Sat Lalulintas
Restro Tangerang Kota, yang dilakukan oleh Sdr. Sultan Azianzah, Jakarta 16
November 1994, islam, alamat Lebak Wangi Rt. 04/03 Sepatan Kab. Tangerang. Hal
ini bermula ketika anggota lalulintas Aiptu. Agus Septiono, Bripka Sukardi, Iptu.
Bambang H, dan Iptu. Heru W A berada di dalam Pos lalulintas, tiba-tiba datang
pelaku (Sultan Azianzah anggota ISIS) kemudian pelaku dengan membawa sangkur
langsung menikam/menusuk Dada Kiri dan punggung belakang Iptu Bambang
Hariyadi, kemudian pelaku menyerang seacra membabi buta ke anggota lainnya dan
mengenai lengan kanan dan punggung (luka sobek) Bripka Sukardi.
Ipda. Suradi Kanit Patroli Polsek Tangerang yang melihat kejadian tersebut
memperingati pelaku dengan 3 kali tembakan ke arah atas, tetap tidak mengindahkan,
kemudian pelaku sempat melemparkan BOM ke dalam Pos Lalulintas sebanyak 1
buah BOM dan Kearah Iptu. Suradi 1 buah BOM, BOM sempat berasap namun tidak
meledak. Kemudian pelaku menempelkan stiker ISIS di Pos Lantas. Sekitar 5 menit
penyerangan, datang Kapolsek Tangerang Kompol Efendi yang pada saat sedang
melakukan pengamanan Unras menghampiri Ipda. Suradi dan menanyakan apa yang
terjadi, Ipda. Suradi sudah memperingati apa yang terjadi Kapolsek untuk berhati-
hati, namun Kompol Efendi memperingati pelaku dengan 2 kali tembakan peringatan
ke atas, namun pelaku tidak mengindahkan dan tetap menyerang Kompol Efendi.
Kemudian Kompol efendi menembak mata kaki sebelah kanan dan pergelangan
tangan kanan pelaku, namun pelaku tetap menikam/menusuk dada Kompol Efendi.
Brigadir. Samsul Arifin anggota Dikyasa Sat lantas, Aiptu. Agus Setiono anggota
Gatur sempat mau melempar pelaku dengan Bangku apabila mengahampirinya.
Pelaku ( Sdr. Sultan A ) dengan luka tembakan dipergelangang mata kaki dan
pergelangan tangan kanan dengan membawa sangkur dan Pipa ( diduga Bom ) masih
sempat berjalan kaki kearah Taman Bank BTN Cikokol Tangerang, sesampainya di
Taman pelaku sempat ditembak kaki / paha kanan dan kiri oleh Aipda. Yudi Kanit
Provos Polsek Tangerang, hingga kemudian terjatuh terlentang namun masih berusaha
bangun.
10
Kemudian pelaku segera di Borgol dan dibawa ke Rumah Sakit Umum kabupaten
Tangerang dengan menggunakan Mobil Dinas Dikyasa Sat Lantas Restro Tangerang
Kota, kemudian dirujuk ke RS. Soekanto Keramatjati Jakarta Timur. Namun, Sultan
Aziansyah tewas dalam perjalanan saat hendak dibawa ke Rumah Sakit Polri Said
Sukanto. Dari hasil penyidikan sementara, Sultan diketahui merupakan jaringan
Jamah Anshor Abduurrahman yang berafiliasi dengan sel teroris Pondok Pesantren
Tahfidz Al-Qur’an Anshorullah, pimpinan mendiang Ustadz Fauzan Al-Anshori.
Adapun barang bukti yang diamankan sebagi berikut :
1. Buah sajam jenis pisau
2. Buah Sajam jenis Badik
3. Buah Sarung sajam Badik
4. Buah Benda yang diduga Bom Pipa, yang terletak didalam Pos Lantas, Pinggir
Jalan dan Pinggir kali.
5. Tas warna hitam
6. Buah Sorban Putih
7. Buah Setiker yang menempel di Pos Lantas
8. KR R2 Honda Beat Warna Biru Putih No.pol B 6873 CUF
11
C. Analisis dan Pembahasan
1. Teroris dan HAM
James Adam mendefinisikan bahwa terorisme adalah penggunaan atau ancaman
kekerasan fisik oleh individu atau kelompok tertentu untuk tujuan-tujuan politik atau
untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada, dimana tindakan-
tindakan terorisme itu dimaksudkan untuk mengejutkan, melumpuhkan, atau
mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang lebih besar daripada korban-korban
langsungnya.
Terorisme merupakan pelanggaran HAM. Padahal HAM adalah suatu hal yang
mengikat secara universal, bersifat absolut, pada diri manusia, melekat dalam diri
masing-masing individu sebagai suatu nilai yag tidak bisa dikurangi, menjadi jaminan
legal unuk melindungi individu dan kelompok dari tindakan-tindakan yang bisa
mengancam hak dasar tersebut. Secara formal, terorisme belum masuk ke dalam
kejahatan berat manusia, tetapi secara materiil memenuhi unsur-unsur kejahatan berat
HAM. Karena termasuk kejahatan umat manusia. MK memberi istilah terhadap aksi
terorisme sebagai kejahatan yang biasa yang sangat kejam. Terorisme tidak sama
denagn kejahatan genosida, kejahatan terhadap manusia, kejahatan perang, dan
kejahatan agresi. Mk sendiir mengakui bahwa putusan itu diambil karena belum ada
landasan yuridis bahwa kejahatan terorisme juga tersangkut paut dengan kejahatan
luar biasa.
Berdasarkan uraian diatas perbuatan Sultan Azianzah melanggar HAM. Sultan
Azianzah yang di duga merupakan anggota jaringan teroris dari Kelompok Jamaah
Anshar Daulah dan Jamaah Ansharut Khilafah pimpinan Aman Abdurrahaman. Aman
Abdurrahman yang merupakan ketua pendukung ISIS di tanah air. JAKDN (Jaringan
Anshar Daulah Khilafah Nusantara) terbentuk sekitar Maret 2015. Isinya adalah
mereka yang mendukung ISIS dan merupakan pemasok milisi ISIS Nusantara untuuk
berangkat ke Suriah. Hal ini terbukti bahwa setelah melukai korban di pos lalu lintas,
Sultan Azianzah menempel stiker ISIS. Sultan juga pernah membesuk Aman
ketika mendekam di lembaga pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa
Tengah, pada 2015.
Tindakan Sultan Azianzah yang melempar BOM yang sempat
mengeluarkan asap namun tidak meledak ke dalam Pos lalu lintas yang
didalamnya terdapat beberapa anggota polisi termasuk dalam ruang lingkup
teroris. Tindakan Sultan Azianzah yang tiba-tiba menikam anggota polisi
12
dengan senjata tajam melanggar hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal
28G ayat (1) UUD 1945 bahwa “setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari anca man
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”. Lebih khusus lagi
perbuatan tersebut melanggar HAM yang diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU
No. 39 Tahun 2009 tentang HAM.
14
peredaran narkotika dan prekursor narkotika tersebut dianggap sebagai peredaran
gelap.
Dalam rangka menimbulkan efek jera terhadap pelaku peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika, UU Narkotika mengatur mengenai pemberatan
sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua
puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan
pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan
jumlah narkotika. Bagi pengedar narkotika, setidak tidaknya terdapat 6 Pasal dalam
UU Narkotika yang diancam dengan hukuman mati. Dalam hal kasus peredaran
gelap narkoba di Lapas dan Rutan, ketentuan pidana dalam UU Narkotika ini berlaku
baik bagi narapidana maupun petugas Lapas dan Rutan yang terbukti terlibat.
Berdasarkan uraian di atas G yang sebagai pengedar yang mengedarkan
narkoba kepada Suparyadi dan Agus Suparyadi melanggar Pasal 132 ayat (1) Pasal
114 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi “Dalam hal
perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu)
kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman
beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur
hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga)”. Dalam hal ini, G memiliki ganja yang termasuk dalam
Golongan I Narkoba yang totalnya 1,203 kg yang diedarkan kepada Suparyadi dan
Agus sehingga hakim dapat menjatuhkan pidana mati terhadap G.
Selain dari peraturan-peraturan tersebut, alasan dikenakannya pidana mati pada
pengedar narkoba bahwa narkoba yang mereka edarkan memakan korban tidak
pandang bulu, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan kakek-nenek. Karena
narkoba telah memakan korban yang jumlahnya besar, maka kejahatan ini bukanlah
kejahat biasa, melainkan termasuk dalam kejahatan Extra Ordinary Crime. Extra
Odinary Cime merupakan kejahatan luar biasa, yang mana merupakan pelanggaran
HAM berat. Extra Ordinary Crimes adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghilangkan hak asasi umat manusia lain, telah disepakati secara
internasional sebagai pelanggaran HAM berat yang berada dalam yuridiksi
International Criminal Court dan Statuta Roma, mendapatkan hukuman seberat-
15
beratnya termasuk hukuman mati bagi pelaku kejahatan tersebut. Pertimbangan lain
nya adalah seandainya pidana mati tidak diterapkan, dikhawatirkan perkembangan
jaringan sindikat pengedar narkotika tidak dapat dibatasi oleh karena peredaran gelap
narkotika dapat merusak tatanan masyarakat, merusak generasi muda, sehingga
adalah wajar apabila dijatuhi Pidana mati. Pidana mati sangat dibutuhkan dalam era
pembangunan terhadap mereka yang menghambat proses pembangunan,
mengedarkan narkotika dapat diartikan menghambat pembangunan oleh karena
sifatnya merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan
manusia, masyarakat, bangsa dan negara serta ketahanan nasional Indonesia. Pidana
mati dijatuhkan oleh Keputusan Pengadilan.
16
Pemerkosaan yang dilakukan DI dan RA melanggar hak asasi anak yang dilindungi
oleh negara.
C. Analisis Kasus
1. Pelanggaran HAM terhadap Korban Perkosaan Anak
Banyak kekerasan yang terjadi pada anak diantaranya adalah kekerasan fisik,
seksual, psikis, penelantaran, dan perdagangan (trafiking). Kekerasan fisik seperti
berupa tamparan, pemukulan berlebihan dan sebagainya yang biasanya dilakukan
oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kekerasan seksual bisa berupa
pemerkosaan, pencabulan, sodomi terhadap anak.
Kekerasan terhadap anak tidak hanya dialami oleh laki-laki tetapi juga
perempuan. Hidup bermasyarakat dengan peran gender perempuan membuat kaum
perempuan rentan terhadap berbagai tindakan dan perlakuan kekerasan yang bisa
berbentuk apa saja dan dimana saja. Sebagaimana yang tertuang dalam rekomendasi
Konvensi Eliminasi dari Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) sebagai
berikut : “kekerasan diarahkan terhadap perempuan karena ia adalah seorang
perempuan atau dilakukan terhadap atau terjadi terhadap perempuan secara tidak
proporsional. Termasuk di dalamnya tindakan-tindakan tersebut, pemaksaan dan
mendukung kebebasan”. Kekerasan terhadap perempuan menurut Konvensi
Internasional adalah : “Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang
berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan
psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi”
Perkosaan merendahkan martabat perempuan dan melanggar HAM. Dalam Pasal
1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang dimaksud dengan Pelanggaran Hak
Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja maupun disengaja atau kelalaian yang secara melawan
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak dapat
mendapatkan, atau dikhawatirkan, tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Berdasarkan uraian tersebut, FM (13) mengalami kekerasan seksual berupa
perkosaan yang dilakukan oleh DI (18) dan RA (19) dan terhadap perkosaan yang
17
dilakukan pelaku merupakan pelanggaran HAM berat berupa Kejahatn Terhadap
Manusia. KUHP merumuskan perkosaan terhadap anak yang diatur dalam Pasal 287
sebagai berikut : “barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar
pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya di duga, bahwa umurnya belum lima
belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun”.
Perkosaan yang dilakukan DI dan RA terhadap FM melanggar hak asasi anak.
Hak asasi anak yang merupakan hak asasi manusia dilindungi hak-haknya
sebagaimana yang didasarkan pada Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 bahwa “setiap
orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan hukum dari kekerasan dan diskriminasi”. Sebagai amanat konstitusi
tersebut, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang yang mengatur seluk-beluk
HAM yaitu, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang dalam pasal-pasal nya ada
ayang mengatur tentang Perlindungan terhadap hak-hak anak.
Perbuatan yang dilakukan DI dan RA dalam penegakan hukum dikenakan Pasal
287 KUHP karena korban yang mana FM masih berumur 13 tahun, pelaku diancam
pidana penjara paling lama 9 tahun. Lebih khusus lagi perbutan perkosaan yang
dilakukan terhadap FM yang masih berumur 13 tahun dikenakan Pasal 76D jo Pasal
81 ayat (1) UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan terhadap UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak. Dimana dalam Pasal 76D bahwa “setiap orang
dilarang melakukan kekerasana atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”. Sedangkan dalam Pasal 81 orang
yang melanggar Pasal 76D akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
tahun dan paling lama 15 tahu dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima
miliar rupiah).
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Perbuatan Riki Fajar Santoso yang terbukti merupakan pelaku paedofil dengan
mensodomi dan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Arief
Muer Dika (9 tahun) merupakan pelanggaran HAM karena melanggar hak anak untuk
terlindungi dari kejahatan seksual dan hak untuk hidup. Anak adalah manusia, dan
karenanya menghormati hak asasi anak sama halnya dengan menghormati hak asasi
manusia (HAM).
2. Perbuatan Sultan Azianzah yang melempar BOM ke dalam Pos lalulintas merupakan
tindak pidana teroris berdasarkan pasal 2 Konvenan Internasional mengenai
pemberantasan terorisme 1997 yang disahkan menjadi UU No. 5 Tahun 2006.
Terorisme merupakan tindak pidana yang melanggar HAM karena secara materiil
memenuhi unsur-unsur kejahatan berat HAM yang termasuk kejahatan umat manusia.
Terorisme dan perbuatan Sultan Azianzah yang menikam anggota polisi melanggar
hak asasi manusia yag diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 29 ayat
(1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
19
DAFTAR PUSTAKA
20