Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
versia da guerra justa (Latim: jus bellum iustum), é uma doutrina, também chamada
de tradição, de ética militar estudada ,, porticólogosda formuladores de politicas e
líderes militares.
Teoria ne'ebe ho funu justu (inglés: Just war) ka funu legál, ka buat seluk tan ne'ebé
hakerek iha lia-latin: jus bellum I wrongm) katak doutrina ida-ne'ebé bolu mós
hanesan tradisaun, ne'ebé estuda kona-ba formuladores politika étika militár no lider
militár sira nian.
Doktrin tentang Perang yang Sah mempunyai akar yang sudah tua sekali. Nyanyian
Deboradalam Alkitab Ibrani dalam Kitab Hakim-hakim membahas konsep dari Zaman
Perunggu tentang apa yang membedakan perang suci "yang adil". Cicero membahas
gagasan ini beserta aplikasi-aplikasinya. Augustinus dari Hippo, Thomas
Aquinas dan Hugo Grotius belakangan menyusun suatu perangkat hukum untuk
Perang yang Sah, yang hingga masa kini masih mencakup pokok-pokok yang sering
diperdebatkan, dengan sejumlah modifikasi.
A doutrina da guerra legítima tem raízes muito antigas. A canção de Deborah na
Bíblia Hebraica no Livro dos Juízes discute o conceito da Idade do Bronze do que
constitui uma guerra santa "justa". Cícero discute essa ideia e suas aplicações.
Agostinho de Hipona, Tomás de Aquino e Hugo Grotius elaboraram posteriormente
um conjunto de leis para a guerra legítima, que até hoje cobre pontos
frequentemente debatidos, com uma série de modificações.
Mengapa Perang yang Sah dipandang perlu?
Selama beribu-ribu tahun, perang dianggap sebagai suatu peristiwa yang tidak
menyenangkan, memuakkan namun tidak terhindarkan. Dalam sejarah Barat, salah
satu pertanyaan yang terus-menerus diajukan ialah: dapatkah penggunaan kekerasan
dibenarkan secara moral untuk melindungi dan melestarikan nilai-nilai? Adakah
situasi-situasi atau kondisi-kondisi di mana membunuh dapat dianggap sebagai
suatu tuntutan moral? Bila membunuh dapat dibenarkan, apakah batasan-batasan
moral yang harus diberikan – apabila memang ada? Doktrin tentang Perang yang
Sah pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk membenarkah peperangan, atau
suatu tindakan perang.
Sementara doktrin tentang Perang yang Sah beranggapan bahwa membunuh, dalam
pengertian umum, secara moral tidak dapat diterima, doktrin ini pun mengakui
bahwa perang antara negara tidak dapat dihindari dan akan menyebabkan kematian.
Doktrin tentang Perang yang Sah berusaha untuk mendefinisikan kondisi-kondisi
dan situasi-situasi di mana pembunuhan terhadap orang lain menjadi suatu
kewajiban moral. Kepedulian utama dari Doktrin tentang Perang yang Sah adalah
perlindungan terhadap mereka yang tidak bersalah (orang-orang yang tidak ikut
berperang), penyusunan aturan-aturan yang dapat meminimalkan kematian, dan
pelaksanaan perang di dalam batas-batas yang telah ditetapkan. Karena itu, Perang
yang Sah tidaklah semata-mata ditentukan oleh kriteria utilitarian semata-mata,
tetapi juga oleh sarana-sarananya, prinsip-prinsipnya, dan nilai-nilainya.
Walau tidak merinci persyaratan yang dibutuhkan agar perang dapat dibenarkan,
yang biasa disebut dengan istilah just war(perang yang adil/sah), Agustinus
mengambil istilah tersebut dari karyanya sendiri Kota Allah:[2]
"Tetapi, kata mereka, orang bijak akan melancarkan perang yang adil (just war). Seolah ia
tidak akan lebih meratapi pentingnya perang yang adil, jika ia ingat bahwa ia seorang
manusia; karena jikalau tidak adil ia tidak akan melancarkannya, dan karena itu akan bebaslah
dari segala peperangan."
Doktrin-doktrin alternatifSunting
Realisme – Proposisi inti realisme adalah skeptisisme tentang apakah konsep-konsep moral
seperti keadilan dapat diterapkan pada perilaku dalam masalah-masalah internasional. Para
penganjur realisme percaya bahwa konsep-konsep moral tidak boleh sekali-kali menjadi dasar
atau membatasi perilaku suatu negara. Sebaliknya, negara harus mengutamakan keamanan
negara dan kepentingan dirinya. Salah satu bentuk dari realisme - realisme descriptive –
menyatakan bahwa negara tidak dapat bertindak secara moral, sementara bentuk yang lainnya
– realisme prescriptif – berpendapat bahwa faktor-faktor yang memotivasi negara adalah
kepentingan dirinya sendiri.
Pasifisme – Pasifisme adalah keyakinan bahwa perang seperti apapun secara moral tidak sah.
Sebuah argumen yang diajukan oleh kaum pasifis untuk menentang Doktrin tentang Perang
yang Sah ialah bahwa doktrin itu membela perlindungan dan kesucian nyawa orang yang
tidak bersalah, namun dalam suatu peeprangan nyawa orang-orang yang tidak bersalah tidak
dapat dijamin perlindungannya. Karenanya, bila nyawa orang-orang yang tidak bersalah tidak
dapat dijamin, perang pun tidak dapat dianggap sah dengan alasan apapun juga.
Perang yang "Sah" yang melanggar prinsip-prinsip Perang yang Sah. Banyak ideologi yang
sepakat dengan tradisi bahwa perang hanya boleh dilakukan dengan Alasan yang Sah (Just
Cause) tetapi menolak sebagian besar atau bahkan semua criteria lainnya dari tradisi ini.
Tradisi Marxis dapat dilihat sebagai bagian dari kategori ini. Bagi kaum Marxis satu-satunya
kriteria yang menentukan ialah apakah suatu perang itu "progresif" (artinya, sah menurut
pengertian mereka) sementara seberapa mahalnya perang itu tidaklah relevan. Husayn bin
Aliterkenal karena usahanya ketika ia menyatakan klaimnya atas jabatan kalifah sah,
meskipun pada kenyataannya pemberontakannya sudah pasti akan gagal. Namun menurut
kriteria tradisi Perang yang Sah, pemberontakan Husayn adalah suatu Perang yang Tidak Sah
karena melanggar prinsip bahwa perang itu harus memiliki alasan yang cukup masuk akal
untuk berhasil.
Absolutisme - Absolutisme berpendapat bahwa ada berbagai aturan etis yang, sesuai dengan
namanya, mutlak atau absolut. Melanggar aturan-aturan moral itu tidak pernah sah dan
karenanya tidak akan pernah dapat dibenarkan. Filsuf Thomas Nagel terkenal sebagai
pendukung pandangan ini, karena ia pernah membela pandangan ini dalam esainya “Perang
dan Pembantaian”.
Militerisme - Militerisme merujuk kepada keyakinan bahwa perang tertentu pada dasarnya
tidak buruk, dan sebaliknya dapat membawa manfaat kepada masyarakat. Namun teori ini
tidak banyak diikuti oleh kebanyakan teoretikus arus utama.
Revolusi dan perang saudara - Doktrin tentang Perang yang Sah menyatakan bahwa hanya
pemerintah yang sah saja yang boleh melakukan perang. Namun hal ini tidak memberikan
banyak ruang untuk perang kemerdekaan atau perang saudara, di mana suatu badan yang
tidak sah dapat mengumumkan perang karena alasan-alasan yang cocok dengan kriteria
lainnya dari Doktrin tentang Perang yang Sah.
Doktrin tentang Perang yang Sah dan Situasi perang yang
sesungguhnyaSunting
Sementara mereka yang terlibat dalam perang secara moral bertanggung jawab untuk
membedakan antara tentara lawan dan warga sipil yang tidak berperang, adakalanya
pembedaan itu tidak mugkin dilakukan. Taktik-taktik seperti “tembakan untuk memastikan”
atau “tepukan ganda” - ketika pasukan menembak tentara musuh yang telah jatuh – untuk
mencegah kejadian apapun yang mungkin dapat mengacaukan keamanan mereka, melanggar
aturan-aturan perang. Sementara tentara, ketika menemui prajurit lawan yang terluka,
diperintahkan untuk melucui prajurit itu, memeriksa status medisnya dan meminta bantuan
medis, adakalanya hal-hal seperti itu justru menempatkan tentara-tentara itu dalam keadaan
yang sangat berbahaya. Ada pula ancaman bahaya bahwa tentara musuh itu menyerang
pasukan-pasukan tersebut, misalnya menembak mereka dari belakang.